11
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada bulan Maret sampai dengan April 2012.
3.2 Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a Personal komputer yang dilengkapi software Microsoft Office 2007 dan Expert Choice 2000. b Kuesioner penelitian. c Kamera dan alat tulis.
3.3 Metode Pengumpulan Data Proses penelitian harus menggunakan data, maka data perlu dikelompokkelompokkan terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses analisis. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara atau hasil pengisian kuesioner. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar 2005). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data primer terdiri dari: a. Data yang diperoleh langsung dengan cara wawancara semi terstruktur oleh pihak manajemen, b. Data hasil pengamatan langsung di lapangan dan c. Data yang diperoleh dari pengisian kuesioner yang dilakukan oleh pihakpihak terkait yang dianggap berkompeten dan paham mengenai SMK3 di PT. Suka Jaya Makmur.
12
2. Data sekunder meliputi gambaran umum perusahaan, statistik kecelakaan dan data-data lain yang berkaitan dengan objek penelitian ini. Pengambilan sampel responden menggunakan metode purposive sampling, dimana responden ditentukan dengan maksud dan tujuan tertentu. Pemilihan responden atau informan dilakukan dengan memperhatikan tingkat jabatan pada organisasi P2K3 di PT. Suka Jaya Makmur.
3.4 Pengolahan dan Analisis Data 3.4.1
Statistik Deskriptif Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan data dalam
bentuk kuantitatif dengan tidak menyertakan pengambilan keputusan melalui hipotesis. Data dipresentasikan ke dalam bentuk deskriptif tanpa diolah dengan teknik-teknik analisis statistik lainnya (Sarwono 2009). Digunakan metode analisis statistik deskriptif untuk mengetahui kondisi K3 dan pelaksanaan penerapan SMK3 pada PT. Suka Jaya Makmur.
3.4.2
Analytical Hierarchy Process (AHP) Pengolahan data untuk identifikasi permasalahan penerapan SMK3
menggunakan metode AHP. Untuk mengolah data dengan menggunakan metode AHP dilakukan dengan aplikasi software Expert Choice 2000. Menurut Fewidarto (1996), metode AHP ini ditujukan untuk memodelkan problem-problem
dan
pendapat-pendapat
sedemikian
rupa,
dimana
permasalahan yang ada telah benar-benar dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan dan diprioritaskan untuk dikaji. Dalam penerapan AHP, sedapat mungkin dihindari adanya penyederhanaan seperti dengan jalan membuat asumsi-asumsi agar diperoleh model-model kuantitatif, sebaliknya kita harus mempertahankan model yang kompleks seperti semula. Agar model ini realistis kita harus memasukkan dan mengukur semua hal penting baik yang nyata maupun yang tak nyata, yang dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Penerapan AHP membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana yang ada dalam kenyataan sehari-hari,
13
dalam usaha mencapai konsensus. Oleh karena itu, penggunaan metode AHP untuk mengkaji masalah dapat dipertanggungjawabkan. Berdasarkan kerangka kerja AHP, penelitian ini diawali dengan pengumpulan data dan informasi yang digunakan untuk menyusun hierarki. Hierarki disusun sesuai dengan kebutuhan serta didasarkan pada teori dalam literatur dan hasil wawancara dengan pihak perusahaan yang bertindak sebagai pengambil keputusan. Kuesioner diberikan untuk mengetahui pembobotan setiap unsur pada setiap tingkatan dalam hierarki. Data yang diperoleh dari responden kemudian diproses dengan menggunakan software Expert Choice 2000 dan software Microsoft Office Excel 2007. Langkah-langkah dalam analisis metode AHP secara umum dibagi dalam 8 langkah (Saaty 1991), yaitu: 1. Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Fokus dari analisis ini adalah strategi penerapan SMK3 pada perusahaan. Setelah ditentukan fokus analisis, selanjutnya ditentukan komponen-komponen dan pendefinisian masing-masing komponen. 2. Membuat hierarki dari sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Setelah komponen-komponen dari fokus analisis diketahui, lalu dilakukan pembuatan hierarki. Hierarki merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap sistem. Pembuatan hierarki bertujuan untuk mengetahui tingkatan-tingkatan analisis. Penyusunan hierarki terdiri dari beberapa tingkatan, dari seperangkat peubah. Pada fokus identifikasi permasalahan tersusun beberapa tingkatan seperti tingkat 1 adalah fokus sasaran, tingkat 2 adalah faktor atau kriteria masalah, tingkat 3 adalah aktor atau pelaku, tingkat 4 adalah tujuan yang ingin dicapai yang sesuai dengan sasaran pada tingkat 1 dan di tingkat 5 adalah alternatif kegiatan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah yang ada. Contoh hierarki dari identifikasi permasalahan penerapan SMK3 dapat dilihat pada Gambar 1.
14
Tingkat 1
Identifikasi masalah
Fokus/ultimate goal
(UG)
Tingkat 2 Faktor/kriteria masalah
F1
F2
F3
F4
A1
A2
A3
A4
T1
T2
T3
T4
S1
S1
S1
S1
Tingkat 3 Aktor/pelaku Tingkat 4 Tujuan/penyebab masalah Tingkat 5 Skenario/alternatif
Gambar 1 Hierarki identifikasi permasalahan (Saaty 1991). 3. Menyusun matriks gabungan Matriks gabungan berpasangan adalah matriks yang membandingkan bobot unsur dalam suatu hierarki dengan unsur-unsur dalam hierarki atasnya. 4. Mengumpulkan
semua
pertimbangan
yang
dilakukan
dari
hasil
perbandingan yang diperoleh pada langkah 3. Tabel 1 Skala banding secara berpasang Nilai Skala 1
Definisi Kedua elemen sama penting
Penjelasan Dua elemen menyumbangnya sama besar pada sifat itu.
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting ketimbang yang lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas yang lainnya.
5
elemen yang satu esensial atau sangat penting ketimbang elemen yang lainnya. Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lainnya. Satu elemen mutlak lebih penting ketimbang elemen yang lainnya.
Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lainnya.
7
9
2,4,6,8
Nilai-nilai antara di antara dua pertimbangan yang berdekatan. Sumber: Saaty (1991)
Satu elemen dengan kuat disokong, dan dominannya terlihat dalam praktik. Bukti yang menyokong elemen yang satu atas lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. Kompromi diperlukan antara dua pertimbangan.
15
Lanjutan Tabel 1 Nilai Skala Kebalikan
Penjelasan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber: Saaty (1991)
Setelah matriks perbandingan berpasangan antar unsur dibuat, selanjutnya dilakukan perbandingan berpasangan antar setiap unsur pada kolom ke-i dengan setiap unsur pada kolom ke-j, yang berhubungan dengan fokus identifikasi permasalahan. Pembandingan berpasangan antar unsur-unsur tersebut dilakukan dengan pertanyaan: “seberapa kuat unsur pada baris kei didominasi, dipengaruhi, dipenuhi atau diuntungkan oleh fokus permasalahan, dibandingkan dengan kolom ke-j?” jika unsur-unsur yang diperbandingan merupakan suatu peluang atau waktu, maka pertanyaannya adalah “seberapa lebih mungkin suatu unsur baris ke-i dibandingkan dengan unsur kolom ke-j, sehubungan dengan fokus?”. Menurut Saaty (1991), untuk mengisi matriks banding berpasangan, digunakan skala banding yang tertera pada Tabel 1. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. 5. Memasukkan nilai-nilai kebalikan beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Angka 1−9 digunakan bila F1 lebih mendominasi atau dipengaruhi sifat G dibandingkan dengan F2 , sedangkan F1 kurang mendominasi atau mempengaruhi dibandingkan F2 maka digunakan angka kebalikannya. 6. Melaksanakan langkah 3, 4 dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hierarki tersebut. Pembandingan dilakukan untuk semua unsur pada setiap tingkat keputusan yang terbatas pada hierarki, berkenaan dengan kriteria unsur di atasnya. Matriks pembandingan dalam model AHP dibedakan menjadi: a. Matriks Pendapat Individu (MPI) Matriks ini merupakan matriks hasil pembandingan yang dilakukan oleh individu, dengan unsur yang disimbolkan dengan aij, yaitu unsur matriks pada baris ke-i dalam kolom ke-j (Tabel 2).
16
Tabel 2 Matriks pendapat individu G A1 A2 A3 ... Am
A1 a11 a21 a31 ... am1
A2 a12 a22 a32 ... am2
A3 a13 a23 a33 ... am3
... ... ... ... ... ...
An a1n a2n a3n ... amn
b. Matriks Pendapat Gabungan (MPG) Matriks yang terdiri dari susunan baru yang unsurnya (gij) berasal dari rataan geometrik pendapat-pendapat individu yang rasio inkonsistennya lebih kecil atau sama dengan 10% dan setiap unsur pada baris dan kolom yang sama dari MPI yang satu dengan MPI yang lain tidak terjadi konflik (Tabel 3). Tabel 3 Matriks pendapat gabungan G G1 G2 G3 ... Gm
G1 g11 g21 g31 ... gm1
G2 g12 g22 g32 ... gm2
G3 g13 g23 g33 ... gm3
... ... ... ... ... ...
Gn g1n g2n g3n ... gmn
Rataan geometrik dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut: ....................................................... (1) keterangan: gij
= unsur MPG baris ke-i, kolom ke-j.
aij(k)
= unsur baris ke-i, kolom ke-j dari MPI ke-k
k
= indeks MPI dari individu ke-k yang memenuhi persyaratan = perkalian dari unsur k=1 sampai k=m
7. Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor-vektor prioritas. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap yaitu pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal. Kedua jenis pengolahan tersebut dapat dilakukan untuk MPI maupun MPG. Pengolahan vertikal dilakukan setelah MPI dan MPG diubah secara horizontal, dimana MPI dan MPG harus memenuhi persyaratan rasio inkonsistensi. a. Pengolahan Horizontal Pengolahan horizontal digunakan untuk menyusun prioritas unsur keputusan untuk satu level hierarki keputusan terhadap unsur yang
17
berada satu level di atasnya. Tahapan yang harus ditempuh sebagai berikut: Pengolahan baris (Zi) dengan menggunakan rumus: ................................................. (2) keterangan: Zi = unsur pendapat gabungan i, j n
= 1, 2, 3, ..., n
= jumlah unsur.
Perhitungan vektor prioritas dengan rumus: .................................................(3) keterangan: VPi = Unsur vektor prioritas ke-i.
Perhitungan nilai eigen maksimum dengan menggunakan rumus: VA
= aiVPi
dengan VA = (VAi)
VA
=
dengan VB = (VABi) Untuk i = 1, 2, 3, ..., n ........................... (4)
VA = VB = Vektor antara. b. Pengolahan Vertikal Pengolahan vertikal digunakan untuk menyusun proiritas pengaruh setiap unsur pada tingkat hierarki keputusan terhadap sasaran utama. Hasil akhir dari pengolahan vertikal ini merupakan bobot prioritas pengaruh setiap unsur pada tingkat keputusan paling bawah terhadap sasaran utama. Rumus yang digunakan yaitu: NPpq =
.................. (5)
Untuk p = 1, 2, 3, ..., n
q = 1, 2, 3, ..., n
keterangan: NPHpq(t,q-1)
= nilai prioritas pengaruh unsur ke-p tingkat ke-q terhadap unsur ke-t pada tingkat di atasnya (q−1), nilai diperoleh dari pengolahan horizontal
18
NPTt(q-1)
= nilai prioritas pengaruh unsur ke-t pada tingkat ke(q−1) terhadap sasaran utama
r
= jumlah unsur yang ada pada tingkat ke-q
s
= jumlah unsur yang ada pada tingkat ke-(q−1)
q
= tingkat atau level dalam hierarki.
Kedua proses pengolahan di atas dapat dilakukan pada Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG). Pengolahan vertikal dapat dilakukan setelah pengolahan horizontal selesai dilakukan, dengan cara syarat MPI atau MPG memenuhi persyaratan rasio konsistensi (CR). Rasio konsistensi diperoleh dari nilai perbandingan antara indeks konsistensi (CI) dengan indeks acak (RI). Jika rasio konsistensi (CR) ≤ 0,1 (10%), maka tingkat konsistensinya baik dan dapat diterima. Tingkat konsistensi (CI) dirumuskan dengan (Fewidarto 1996): ............................................................................. (6) keterangan: λmax = eigen value maksimum n
= jumlah unsur yang diperbandingkan.
Nilai nisbah konsistensi diperolah dari: ............................................................................. (7) keterangan: RI = random indeks. RI merupakan nilai yang dikeluarkan oleh Oak Ridge Laboratory dari matriks yang berorde 1−15 dengan menggunakan contoh berukuran 100. N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
15
RI 0.00 0.00 0.58 0.90 1.12 1.24 1.34 1.41 1.45 1.49
1.51
1.48
1.56
1.67
1.59
Gambar 2 Nilai RI untuk matriks berukuran n (1−15). Jika indeks konsistensi terlalu tinggi, maka dicari simpangan RMS ............................................. (8) keterangan: ai ... an = set angka hasil percobaan bi ... bn = set angka yang diketahui n
= set jumlah unsur atau percobaan.
19
8. Mengevaluasi inkonsistensi untuk seluruh hierarki. Langkah terakhir adalah mengevaluasi setiap indeks konsistensi untuk seluruh hierarki dengan mengalikan setiap indeks konsistensi dengan prioritas utama kriteria yang bersangkutan dengan menjumlahkan hasil kalinya. Hasil ini dibagi dengan persyaratan sejenis menggunakan indeks inkonsistensi acak yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Dengan cara yang sama, pada setiap indeks inkonsistensi acak dibobot berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan. Untuk memperoleh hasil yang baik, rasio inkonsistensi hirarki ≤ 10%. PT. Suka Jaya Makmur
Kondisi K3 di PT. Suka Jaya Makmur
Kajian Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Identifikasi masalah dan kendala dalam penerapan SMK3
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Membandingkan antara hasil kajian penerapan SMK3 dengan hasil identifikasi permasalahan dalam penerapan SMK3
Rekomendasi alternatif perbaikan penerapan SMK3 bagi perusahaan
Gambar 3 Kerangka pemikiran penelitian.
Umpan Balik