34
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamasa sebagai wilayah pemekaran dari Kabupaten Polewali Mandar (Gambar 2). Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan
pada
bulan
April
2010-Juni
2010.
Dimana
Penelitian
ini
membandingkan antara daerah otonom baru yakni Kab. Mamasa dengan daerah induknya yakni Kab. Polewali Mandar 3.2 Sumber dan Jenis Data Penelitian ini menggunakan 2 sumber data, yaitu Data Sekunder dan Data Primer. Data sekunder dikumpulkan dari BPS, Bappeda, lembaga-lembaga terkait, dan berbagai studi literatur. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden melalui wawancara dan menggunakan pertanyaan/kuesioner yang terstruktur sesuai dengan tujuan penelitian, Data primer dikumpulkan dari 5 Kecamatan sampel yang diambil secara purpossive dengan mempertimbangkan karakteristik daerah di Kab. Mamasa. Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengumpulan data primer ini adalah kuesioner, wawancara, dan observasi lapang. Wawancara atau diskusi dilakukan dengan pemerintah daerah, anggota DPRD, Mahasiswa, dan tokoh masyarakat yang ada di Kab. Mamasa. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode nonprobability sampling dengan teknik judgement (Purpossive) sampling, dengan pertimbangan responden yang dipilih merupakan pihak yang berperan penting dalam pembangunan daerah baik sebelum dan sesudah pemekaran. Menurut Juanda (2008) teknik judgement (Purpossive) sampling adalah prosedur yang digunakan dalam memilih contoh berdasarkan pertimbangan tentang beberapa karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian
35
Keterangan: = Kabupaten Mamasa = Kabupaten Polman
Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian
36
3.4 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif, analisis indeks diversitas entropi (IDE), Analisis Regresi dengan peubah dummy, analisis skoring, analisis korespondensi dan analisis kelayakan pemekaran (Tabel 1).
Tabel 1 Aspek, Variabel, Alat Analisis dan Sumber data dalam Penelitian ASPEK VARIABEL ALAT ANALISIS
SUMBER DATA
Mengkaji pembangunan ekonomi wilayah dan Kapasitas fiskal
Pertumbuhan PDRB, perkembangan sumber-sumber pendapatan daerah, IPM
Analisis deskriptif, Analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE), Analisis Regresi dengan Peubah dummy, Analisis IPM
Bappeda, BPS, Pemda
Mengkaji pelayanan publik dan aparatur pemerintah
Peningkatan fasilitas umum dan tingkat pendidikan dari aparatur pemerintah
Analisis Deskriptif
BPS, Wawancara
Mengkaji Kelayakan pemekaran
Kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas, pertahanan keamana, tingkat kesejahteraan
Analisis Skoring
BPS, Pemda
3.4.1
Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan untuk mengetahui dampak pemekaran terhadap
pembangunan ekonomi wilayah dan kapasitas fiskal daerah. Pertumbuhan pembangunan didekati dengan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Sementara pertumbuhan kapasitas fiskal daerah didekati dengan pendapatan daerah dan data anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) setelah pemekaran. Penekanan dalam analisis ini adalah pada laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan daerah. Untuk menghitung laju pertumbuhan PDRB dan Laju pertumbuhan Pendapatan Daerah
maka dapat dijadikan dasar formulasi
perhitungan laju pertumbuhan ekonomi (rate of economic growth) sebagai berikut (Nanga, 2001):
37
g=
Yt − Yt −1 × 100% Yt −1
Dimana: g
= Pertumbuhan ekonomi
Yi
= Produk Domestik Bruto tahun sekarang
Y t-1
= Produk Domestik Bruto tahun yang lalu Dari persamaan diatas dapat di transformasikan kedalam persamaan yang
dapat digunakan untuk menghitung laju pertumbuhan PDRB dan Laju pertumbuhan Pendapatan Daerah sebagai berikut: a. Laju Pertumbuhan PDRB
LPPDRBt =
PDRBt − PDRBt −1 × 100% PDRBt −1
Dimana: LPPDRB t = laju pertumbuhan PDRB pada tahun ke-t PDRB t
= angka PDRB pada tahun ke-t
PDRB t-1
= angka PDRB pada tahun ke-t-1
b. Laju Pertumbuhan Pendapatan Daerah (PD)
LPPDt =
PDt − PDt −1 × 100% PDt −1
Dimana: LPPD t PD t PD t-1
3.4.2
= laju pertumbuhan pendapatan daerah pada tahun ke-t = angka pendapatan daerah pada tahun ke-t = angka pendapatan daerah pada tahun ke-t-1
Analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE) Prinsip yang digunakan dalam analisis IDE adalah semakin beragam
aktifitas ekonomi atau semakin luas jangkauan spasialnya, maka semakin tinggi nilai IDE-nya, artinya wilayah tersebut semakin berkembang, jika hasilnya semakin mendekati 1, maka wilayah tersebut semakin berkembang, jika hasilnya semakin mendekatti 0, maka wilayah tersebut semakin tidak berkembang (Rustiadi et el. 2004). Analisis IDE ini digunakan untuk data Pendapatan Daerah.
38
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sumber-sumber pendapatan daerah sesudah pemekaran yang meliputi (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Dana Perimbangan serta (3) penerimaan lainnya, dengan ini menggunakan rumus sebagai berikut: n
IDE = −∑ Pi ln Pi i =1
Dimana: Pi = Proporsi sumber-sumber PAD terhadap total PAD n
= Jumlah sektor
Pi =
Xi ∑ Xi
Xi = Persentase masing-masing lapangan sumber-sumber PAD terhadap total PAD Untuk menjustifikasikan tingkat perkembangan, maka ada ketentuan bahwa jika Indeks Diversitas Entropy (IDE) pendapatan daerah semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi atau semakin merata.
3.4.3
Analisis Kelayakan Pemekaran Analisis ini menggunakan skoring berdasarkan peraturan pemerintah No.
78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah untuk mengkaji kelayakan pemekaran suatu daerah. Dikaji berdasarkan 11 faktor dengan 35 indikator (Tabel 2).
Tabel 2 Bobot 11 faktor dan 35 indikator Kelayakan Pemekaran Faktor (Bobot) 1. Kependudukan (20) 2. Kemampuan Ekonomi (15) 3. Potensi daerah (15)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Indikator (Bobot) Jumlah penduduk (15) Kepadatan Penduduk (5) PDRB non migas perkapita (5) Pertumbuhan ekonomi (5) Kontribusi PDRB non migas (5) Rasio bank dan lembaga keuangan non bank per 10.000 penduduk (2) Rasio kelompok pertokoan per 10.000 pernduduk (1) Rasio pasar per 10.000 penduduk (1) Rasio sekolah SD per penduduk usia SLTP (1) Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTA (1) Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA (1) Rasio fasilitas kesehatan per 10.000 penduduk (1)
39
4. Kemampuan Keuangan (15) 5. Sosial Budaya (5)
6. Sosial Politik (5) 7. Luas daerah (5) 8. Pertahanan (5)
9. Keamanan (5) 10. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (5) 11. Rentang Kendali (5)
13. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk (1) 14. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu (1) 15. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga (1) 16. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan bermotor (1) 17. Persentase pekerja yang berpendidikan min SLTA terhadap penduduk 18 tahun ke atas (1) 18. Persentase pekerja yang berpendidikan min S-1 terhadap penduduk 25 th keatas (1) 19. Rasio pegawai negeri sipil terhadap penduduk (1) 20. Jumlah PDS (5) 21. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk (5) 22. Rasio PDS terhadap PDRB non migas (5) 23. Rasio sarana peribadatan per 10. 000 penduduk (2) 24. Rasio fasilitas lapangan olahraga per 16.000 penduduk ((2) 25. Jumlah balai pertemuan (1) 26. Rasio penduduk yang ikut pemilu legislatif (3) 27. Jumlah organisasi kemasyarakatan (2) 28. Luas wilayah keseluruhan (2) 29. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan (3) 30. Rasio jumlah personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah (3) 31. Karakteristik wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan (2) 32. Rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk (5) 33. Indeks Pembangunan Manusia (5) 34. Rata-rata jarak kab/kota atau kecamatan ke pusat (prov/kab/kota) (2) 35. Rata-rata waktu perjalanan dari kab/kota atau kecamatan ke pusat prov/kab/kota (3)
Penilaian indikator: Membandingkan nilai calon daerah dan daerah induk dengan rata-rata seluruh daerah sekitar. Semakin tinggi nilai calon daerah dan daerah induk (apabila dimekarkan) dibandingkan rata-ratanya, makin besar skornya. Nilai skor 1-5 Skor 5: jika nilainya >= 0,8 rata-rata sekitar Skor 4: jika nilainya >= 0,6 rata-rata sekitar Skor 3: jika nilainya >= 0,4 rata-rata sekitar Skor 2: jika nilainya >= 0,2 rata-rata sekitar Skor 1: jika nilainya < 0,2 rata-rata sekitar Nilai indikator adalah hasil perkalian skor dan bobot masing-masing indikator. Kelulusan ditentukan oleh total nilai seluruh indikator dengan kategori (Tabel 3):
40
Tabel 3 Kategori pengambilan keputusan kelayakan pemekaran Kategori Total Nilai Seluruh Keterangan Indikator Sangat mampu 420 s/d 500 Rekomendasi Mampu 340 s/d 419 Rekomendasi Kurang mampu 260 s/d 339 Ditolak Tidak mampu 180 s/d 259 Ditolak Sangat tidak mampu 100 s/d 179 Ditolak Kriteria pengambilan keputusan 1. Usulan daerah baru ditolak apabila calon daerah atau daerah induknya berkategori “kurang/tidak/sangat tidak mampu”, atau 2. Ditolak jika: •
Total nilai faktor Kependudukan < 80, atau
•
Total nilai faktor kemampuan ekonomi < 60, atau
•
Total nilai faktor potensi daerah < 60, atau
•
Total nilai faktor Kemampuan ekonomi < 60
Aturan pada PP No. 78 Tahun 2008 lebih ketat dari pada PP No. 129 tahun 2000 pengetatan pada poin nomor dua.
3.4.4
Analisis Regresi Dengan Peubah Dummy Dalam model regresi, variabel dependent seringkali dipengaruhi tidak
hanya oleh variabel-variabel yang bersifat kuantitatif menurut skalanya untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemekaran daerah dapat digunakan dummy dengan 1 untuk daerah pemekaran dan 0 untuk bukan daerah pemekaran, model persamaan regresi dengan peubah dummy dapat dituliskan sebagai berikut (Juanda, 2009): ∧
Y = b0 + b1 X 1it + ... + bk X kit + b p DPit Y it
= Respon (PDRB non Migas/kapita; pertumbuhan ekonomi; PAD) untuk daerah ke-i pada waktu ke-t
X kit
= Faktor ke k di daerah ke-i yang dapat mempengaruhi respons pada waktu ke-t
DP it
= Dummy untuk daerah pemekaran ke-i pada waktu ke-t = 1, daerah pemekaran (Kabupaten Mamasa)
41
= 0, bukan daerah pemekaran (Kabupaten Polewali Mamasa)
3.4.5
Analisis Potensi Pajak Daerah Analisisi
potensi
pajak
sangat
penting
untuk
dilakukan
karena
permasalahan dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah yang merupakan unsur pada PAD yang utama adalah masih terbatasnya kemampuan daerah dalam mengidentifikasi dan menentukan potensi riil obyek pajak dan retribusi daerah yang dimilikinya. Upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi selama ini belum didasarkan atas perhitungan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah yang realistis. Penghitungan potensi penerimaan pajak dan retribusi daerah pada umumnya masih didasarkan pada pendekatan incremental, yaitu keinginan untuk selalu menaikkan penerimaan pajak dan retribusi daerah tanpa mempertimbankan perkembangan dan kondisi riil dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak dan retribusi daerah tersebut, baik faktor internal maupun eksternal. Oleh karenanya, pengembangan penghitungan potensi penerimaan pajak perlu dilakukan (Makhfatih dan Saptono, 2009). Analisis potensi pajak akan didasarkan pada Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah dimana perhitungan potensi didasarkan pada pembagian pajak dan retribusi daerah kabupaten dimana disesuaikan kondisi di daerah penelitian.
Model yang dapat dijadikan acuan
dalam perhitungan potensi pajak dan retribusi sebagai berikut: 1. Pajak Hotel •
Estimasi Potensi Pajak Hotel dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Potensi Pajak Hotel
= Tarif x (jumlah pembayaran/yang seharusnya dibayar kepada hotel)
2. Pajak Restoran •
Estimasi potensi pajak restoran dilakukan dengan menggunakan Rumus sebagai berikut: Potensi Pajak Restoran = Tarif x (jumlah pembayaran/yang seharusnya dibayar kepada Restoran)
42
3.4.6
Metode Penghitungan Indeks Pembangunan Manusia Indeks pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bagian pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar, yaitu lamanya hidup (longetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). Secara umum metode penghitungan IPM yang sesuai dengan metode yang digunakan the United Nasions Development Programme (UNDP) dalam menghitung HDI dimana metode yang sama juga digunakan BPS untuk menghitung IPM antar Provinsi yang hasilnya telah dipublikasikan.
3.4.7
Analisis Persepsi Stakeholder
1. Persepsi stakeholder terhadap kelayakan pembentukan Kab. Mamasa Untuk menganalisis persepsi stakeholder tentang kelayakan pembentukan Kab. Mamasa digunakan metode deskriptif dimana penentuan kelayakan didasarkan pada persentase dari tiap-tiap jawaban responden. 2. Persepsi stakeholder terhadap perubahan sebelum dan setelah terbentuknya Kab. Mamasa Untuk menganalisis data primer mengenai persepsi dampak pemekaran wilayah oleh stakeholder yakni Masyarakat, Legislatif dan Eksekutif di Kab. Mamasa digunakan metode deskriptif, dimana persepsi stakeholder mengkaji tentang informasi kondisi sebelum dan setelah pemekaran dari berbagai aspek yang dikaji yakni pembangunan ekonomi, pelayanan publik dan aparatur daerah. Tiap-tiap pilihan jawaban responden di dalam kuesioner, diberikan bobot skor 1 sampai 5 dimana klasifikasi bobot skor sebagai berikut: Skor 5 : Kondisi sangat baik Skor 4 : Kondisi baik Skor 3 : Kondisi cukup baik Skor 2 : Kondisi kurang baik Skor 1 : Kondisi sangat tidak baik Untuk mengetahui sejauh mana perubahan kondisi sebelum dan setelah pemekaran dari beberapa aspek yang dikaji, digunakan formulasi sebagai berikut: ∆ pemekaran = (kondisi setelah – kondisi sebelum)/jumlah responden
43
Makin tinggi skor untuk perubahan kondisi sebelum dan setelah pemekaran wilayah untuk persepsi masyarakat dibandingkan persepsi eksekutif dan legislatif mengindikasi bahwa perubahan terhadap aspek sangat tinggi.
3.4.8
Kerangka Analisis Penelitian Terdapat 4 hal yang ingin dilihat sebagai kajian dampak adanya
pemekaran
wilayah
Kabupaten
Mamasa
yaitu
kelayakan
pemekaran,
perkembangan struktur ekonomi, perkembangan kapasitas fiskal, perkembangan pelayanan publik dan aparatur pemerintah di Kab. Mamasa. Faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam proses perumusan kebijakan pemekaran wilayah Kabupaten Mamasa dilihat data PDRB sebelum dan setelah pemekaran untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan struktur ekonomi, data Pendapatan Daerah untuk mengetahui Pertumbuhan & Perkembangan kapasitas fiskal daerah sebelum dan setelah pemekaran, data ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan serta tenaga pengajar dan tenaga kesehatan dan infrastruktur Pembangunan untuk mengetahui gambaran tingkat pelayanan publik sebelum dan sesudah pemekaran serta data kualitas pendidikan aparatur, jumlah aparatur pendidik, jumlah aparatur medis untuk mengetahui aparatur pemerintah. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif untuk mengetahui potensi keuangan daerah, pengelolaan APBD serta untuk mengetahui kapasitas fiskal daerah, analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE), analisis korespondensi untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat berdasarkan data sekunder.
44
Data Pendapatan Daerah Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa Tahun 20022008
Data PDRB dan IPM Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa Tahun 2002-2008 serta data Primer
1. 2. 3.
1. Indeks Diversitas Entropy 2. Analisis Deskriptif 3. Analisis Regresi
Indeks Diversitas Entropy Analisis Deskriptif Analisis Regresi
KAPASITAS FISKAL
Data Jumlah siswa Per sekolah, siswa per guru, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan dan infrastruktur di Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa Tahun 2002-2008 Data Kualitas Pendidikan Aparatur Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa Tahun 2002-2008
Data Kab. Polewali Mandar dan Kab. Mamasa: Kemampuan ekonomi, Potensi Daerah, Kemampuan Keuangan, Sosial Budaya, Sosial Politik, Kependudukan, Luas Wilayah, Pertahanan dan Keamanan dan Tingkat Kesejahteraan
PEMBANGUNAN EKONOMI
Analisis Deskriptif
PELAYANAN PUBLIK
Analisis Deskriptif
APARATUR PEMERINTAH
Analisis Skoring PP No. 78 Tahun 2007
KELAYAKAN PEMEKARAN
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KAB. MAMASA
Gambar 3 Kerangka Analisis Penelitian
45
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAMASA 4.1
Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Mamasa adalah daerah hasil pemekaran dari Kabupaten
Polewali Mamasa yang terbentuk berdasarkan UU No. 11 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002, merupakan 1 dari 5 kabupaten yang terdapat di Provinsi Sulawesi Barat yang beribukota di Mamasa. Secara geografis berada pada koordinat 2039’216’’LS dan 3019’288’’ LS serta 11900’216’’BT dan 119038’144’’BT. Secara umum wilayah Kabupaten Mamasa tergolong iklim tropis basah dengan suhu udara minimium 230C dan suhu maksimum rata-rata berkisar 300C. Kecepatan angin rata-rata setiap tahunnya 77-85 km/jam. Kondisi iklim wilayah Kabupaten Mamasa bervariasi sesuai dengan geografisnya. Secara administratif Kabupaten Mamasa berbatasan dengan beberapa daerah lain, yaitu: 1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Mamuju; 2. Sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Tana Toraja; 3. Sebelah Selatan Tenggara berbatasan langsung dengan Kabupaten Pinrang; 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Polewali Mandar; 5. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju. Luas wilayah Kabupaten Mamasa adalah 3005,88 Km2 yang terdiri atas 15 Kecamatan, Kecamatan Tabulahan dan Kecamatan Aralle merupakan kecamatan terluas adalah 534,16 km2 (17,77 persen) sementara luas wilayah yang terkecil adalah kecamatan Balla dengan luas 31,87 km2 (1,06 persen). Kecamatan yang letaknya terjauh dari ibukota Kabupaten Mamasa adalah Kecamatan Pana yaitu sejauh 95 km sementara kecamatan yang terdekat dari ibukota kabupaten adalah kecamatan tawalian yang berjarak 3 Km. Secara topografis wilayah di Kabupaten Mamasa hampir seluruhnya mencirikan kawasan daratan tinggi atau pegunungan, hampir seluruh wilayah
46
Kabupaten Mamasa konturnya berbukit-bukit, juga dikisari dengan beberapa aliran sungai seperti: 1) Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamasa yang mengalir ke wilayah Bakaru Kabupaten Pinrang; 2) Daerah Aliran Sungai (DAS) Masuppu yang mengalir ke wilayah Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Sidrap; 3) Daerah Aliran Sungai (DAS) Mapilli yang mengalir ke wilayah Kabupaten Polewali Mandar; 4) Daerah Aliran Sungai (DAS) Mamuju yang mengalir ke wilayah Kabupaten Mamuju; 5) Daerah Aliran Sungai (DAS) Bonehau yang mengalir ke wilayah Kabupaten Mamuju. Wilayah Kabupaten Mamasa berada pada kisaran ketinggian 100 sampai 3.000 meter dari permukaan laut. Bagian-bagian wilayah dengan ketinggian lebih rendah dari 200 m di atas permukaan laut terdapat di Kecamatan Mambi dan Kecamatan Tabulahan. Bagian wilayah dengan ketinggian lebih dari 2.000 m di atas permukaan laut dapat ditemukan di hampir semua wilayah kabupaten, kecuali Kecamatan Messawa, Balla, Mambi dan Rantebulahan Timur.
4.2
Sosial Kependudukan Dalam sosial kependudukan ada dua hal yang mendasar yang perlu
diketahui yakni masalah kependudukan dan ketenagakerjaan.
4.2.1
Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk Kabupaten Mamasa pada tahun 2008, berjumlah
125.309 jiwa, meningkat sekitar 876 jiwa dari tahun sebelumnya dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 0,70 persen. Kecamatan Mamasa merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar, yaitu sekitar 14.698 jiwa. Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Tawalian sebesar 3.456 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Kabupaten Mamasa pada tahun 2008 sebanyak 63.464 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 61.845 jiwa. Data ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki ternyata 1,03 persen lebih banyak
47
daripada jumlah penduduk perempuan, dengan perbandingan jenis kelamin (sex ratio) 103 yang berarti bahwa diantara 100 orang perempuan terdapat 103 lakilaki.
4.2.2
Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk adalah rasio jumlah penduduk dengan luas wilayah.
Dengan luas 3005,88 km2 atau 300.588 ha dan jumlah penduduk sebesar 125.309 jiwa, kepadatan penduduk di Kabupaten Mamasa adalah sebesar 42 jiwa/km2 pada tahun 2008. Rata-rata kepadatan penduduk di Kabupaten Mamasa dibawah ratarata, kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Rantebulahan Timur dengan kepadatan penduduk sebesar 157 jiwa/km2 sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kecamatan Tabulahan dengan kapadatan penduduk sebesar 18 jiwa/km2. 4.2.3
Jumlah Penduduk Menurut Angkatan Kerja Angkatan kerja dan bukan angkatan kerja adalah penduduk usia 10 tahun
keatas, bedanya penduduk bukan angkatan kerja adalah penduduk yang tidak bekerja karena alasan sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. Pada tahun 2008, jumlah penduduk yang angkatan kerja relatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk yang merupakan bukan angkatan kerja, penduduk yang merupakan angkatan kerja sebanyak 75.010 jiwa lebih banyak jika dibandingkan dengan penduduk yang merupakan bukan angkatan kerja sebanyak 10.009 jiwa. Mayoritas pada jumlah penduduk pada angkatan kerja adalah bekerja sebanyak 73.024 jiwa sedangkan pada jumlah penduduk bukan angkatan kerja mayoritas penduduk adalah mengurus rumah tangga yakni sebanyak 11.652 jiwa. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah angkatan kerja (penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan) dengan jumlah seluruh penduduk usia kerja (10 tahun ke atas). TPAK merupakan suatu ukuran yang dapat menggambarkan partisispasi penduduk usia kerja dalam kegiatan ekonomi.
TPAK di Kabupaten Mamasa menurut jenis kelamin di
Kabupaten Mamasa menunjukkan perbedaan yang cukup antara laki-laki dan perempuan. TPAK laki-laki tercatat sekitar 84,65 dan perempuan sekitar 64,52. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penduduk belum mempunyai kesempatan yang
48
sama terlibat dalam pasar tenaga kerja.
Tingkat partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) Kabupaten Mamasa mencapai 74,75 yang berarti 100 orang penduduk usia kerja (15 tahun keatas), sekitar 75 diantaranya termasuk angkatan kerja.
4.2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Penduduk di Kabupaten Mamasa mayoritas beragama kristen yakni sebanyak 107.779 jiwa atau 77,73 persen dimana mayoritas Kristen Protestan, untuk penduduk yang beragama Islam sebanyak 23.862 jiwa atau 17,26 persen dan penduduk beragama Hindu sebanyak 7.015 atau 5,06 persen.
4.2.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan Jumlah penduduk yang tidak/belum pernah sekolah cukup tinggi yakni sebanyak 32.558 atau 35,84 persen dari jumlah penduduk berumur 10 tahun keatas menurut tingkat pendidikannya sedangkan tamatan SLTA/sederajat hanya 12.352 jiwa atau 13,60 persen serta untuk tamatan diploma dan sarjana sebanyak 2.836 jiwa atau 3,12 persen.
4.3
Perekonomian Daerah Ekonomi Kabupaten Mamasa dapat dilihat dari sektor-sektor ekonomi
yang ada di Kabupaten Mamasa dan indikator yang bisa digunakan yaitu Pendapatan Dometik Regional Bruto (PDRB). Dari 9 (Sembilan) sektor yang memiliki kontribusi terhadap PDRB, sektor yang memiliki kontribusi terbesar adalah sektor Pertanian sebesar 289 miliar rupiah. Adapun sektor yang memiliki kontribusi terendah adalah sektor Listrik, Gas dan Air sebesar 486 juta rupiah. Ditinjau dari PDRB Kabupaten Mamasa bahwa perekonomian daerah mamasa sangat tergantung pada sektor pertanian.
4.3.1
Sektor Pertanian Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai kontribusi terbesar
dalam perekonomian Kabupaten Mamasa, sesuai data tahun 2005 tentang PDRB menurut lapangan usaha Kabupaten Mamasa atas dasar harga konstan 2000, subsektor pertanian yang diusakan yaitu tanaman bahan makanan, tanaman
49
perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Tanaman bahan makanan mempunyai kontribusi tertinggi sebanyak 128 miliar rupiah atau sebesar 26,84 persen terhadap sektor pertanian.
A. Tanaman Pangan 1.
Padi dan Palawija Tanaman padi, jagung dan kedelai, ubi jalar dan kacang-kacangan
merupakan tanaman pangan yang ada di Kabupaten Mamasa. Komoditas padi (padi sawah dan padi lading) merupakan komoditas paling banyak di Kabupaten Mamasa dengan tingkat produksi sebesar 96.843 ton sedangkan jagung merupakan komoditas yang paling rendah dengan tingkat produksi sebesar 2.090 ton. 2.
Holtikultura Komoditas pada sub-sektor holtikultura terdiri atas 17 komoditas dimana
bawang merah merupakan komoditas dengan tingkat produksi yang paling tinggi di Kabupaten Mamasa yakni 138 ton dan bawang daun yang paling rendah dengan tingkat produksi sebesar 11,75 ton. Komoditas yang lain seperti Bawang Daun, Kentang, Kubis/kol, Petsai/sawi, Kacang-kacangan, Cabe/Lombok, Tomat, Terong, Buncis, Ketimun, Labu siam, Kangkung, Bayam, Wortel. 3.
Buah-buahan Komoditas sub-sektor buah-buahan terdiri atas beberapa komoditas
dimana durian merupakan komoditas terbesar di Kabupaten Mamasa dengan produksi sebesar 62,90 ton sedangkan nenas dan nangka komoditas terkecil yakni sebesar 5,48 ton.
B.
Perikanan Berdasarkan data statistik Kabupaten Mamasa tahun 2008, menurut jenis
budidayanya perikanan di Kabupaten Mamasa masih sangat rendah ini ditandai dengan pengembangan budidaya perikanan hanya terfokus pada sawah (milna padi) yakni sebesar 322 ton.
50
C.
Perkebunan Komoditas sub-sektor perkebunan berjumlah 4 komoditas yang paling
dominan di Kabupaten Mamasa, yaitu kelapa, kakao, kopi dan kemiri. Komoditas kelapa merupakan komoditas produksi perkebunan yang paling besar yakni sekitar 16.770 ton dan kopi yang terdiri atas kopi robusta dan kopi arabika produksinya berkisar 9.267 ton sedangkan komoditas yang paling rendah yaitu kemiri dengan produksi berkisar 41 ton.
D.
Peternakan Komoditas sub-sektor peternakan terdiri atas ternak dan unggas. Pada
komoditas ternak terdiri atas babi, sapi, kerbau, kuda kambing, babi merupakan komoditas tertinggi dengan jumlah 32.671 ekor dan komoditas terendah dengan jumlah kambing yakni 351 ekor. Pada unggas terdiri atas ayam dan itik, ayam merupakan komoditas yang jumlahnya paling banyak yakni 128.722 ekor sedangkan itik sebanyak 14.312 ekor.
E.
Perikanan Berdasarkan data statistik Kabupaten Mamasa tahun 2008, menurut jenis
budidayanya perikanan di Kabupaten Mamasa masih sangat rendah ini ditandai dengan pengembangan budidaya perikanan hanya terfokus pada sawah (milna padi) yakni sebesar 322 ton.
4.3.2
Sektor Pertambangan dan Penggalian Di Kabupaten Mamasa sektor galian terdiri 8 komoditas yakni pasir, batu
kali, tanah urug, batu kerikil, tanah liat, batu gunung, batu gamping, pasir batu, batu pecah. Komoditas tertinggi sektor galian yakni batu pecah sebesar 125.592 M3 sedangkan terendah pada tanah liat sebesar 12.991 M3. 4.3.3
Sektor Pariwisata Kabupaten Mamasa merupakan yang memiliki objek wisata yang sangat
menarik sehingga Kabupaten Mamasa dijadikan sebagai daerah pariwisata di Provinsi Sulawesi Barat, walapun merupakan daerah pariwisata namun faktor pendukung untuk mendorong sektor pariwisata belum optimal adanya, adapun
51
pariwisata yang paling menonjol di Kabupaten mamasa yakni air terjun sarambu, ritual-ritual adat mangngaro (mengeluarkan mayat dari kubur), Kompleks makam nenek moyang masyarakat mamasa, rumah adat. 4.4
Keuangan Daerah
4.4.1
Pendapatan Daerah Secara Keseluruhan struktur pendapatan daerah Kabupaten Mamasa masih
sangat tergantung pada dana transfer dari pusat, dimana Dana Perimbangan yang teridiri atas dana alokasi umum dan dana alokasi khusus mendominasi Pendapatan daerah di Kabupaten Mamasa sebaliknya Pendapatan Asli Daerah masih sangat rendah. Pada tahun 2009 Pendapatan Daerah Kabupaten Mamasa sebanyak 323 miliar rupiah dimana terdiri atas Dana Perimbangan 286 miliar rupiah dan Pendapatan Asli Daerah sebanyak 5 miliar rupiah, tentunya menjadi tantangan bagi Kabupaten Mamasa dalam meningkatkan Pendapatan Daerah, khususnya Pendapatan Asli Daerah untuk menunjang pembangunan di Kabupaten Mamasa. 4.4.2
Belanja Belanja daerah dapat dibagi menjadi belanja langsung dan tidak langsung.
Berdasarkan data pada tahun 2009 total Belanja Daerah sebanyak 258 miliar rupiah. Belanja tidak langsung erat kaitannya dengan belanja rutin daerah termasuk belanja pegawai sebanyak 67 miliar rupiah yang menyedot sebahagian besar pos ini. Adapun belanja langsung erat kaitannya dengan pelaksanaan program dan proyek setiap SKPD sebanyak 177 miliar rupiah.
4.5
Sarana dan Prasarana Daerah
4.5.1. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan di Kabupaten Mamasa jika diklasifikasikan berdasarkan jumlah sekolah, jumlah murid dan jumlah guru. Jumlah sekolah untuk SLTA sebanyak 23 buah, sedangkan jumlah murid 1.589 orang sedangkan guru berjumlah 124. Pada tingkat sekolah SLTP, jumlah sekolah sebanyak 36, murid berjumlah 6.029 jiwa dan guru sebanyak 487 jiwa.
52
4.5.2
Sarana Kesehatan Dalam rangka pemerataan pelayanan kesahatan di Kabupaten Mamasa
maka diperlukan fasilitas kesehatan yang baik yang mampu menjangkau dan melayani masyarakat.
Pada tahun 2008 rumah sakit di Kabupaten Mamasa
berjumlah 2, sedangkan puskesmas berjumlah 15, puskesmas pembantu berjumlah 76 serta apotik hanya berjumlah 1 buah, untuk tenaga kesehatan di Kabupaten Mamasa pada tahun 2008 terdiri atas dokter berjumlah 13 orang (Dokter umum sebanyak 11 orang dan Dokter gigi berjumlah 2 orang), bidan berjumlah 34 sedangkan apoteker hanya 1 orang dan perawat sebanyak 143. 4.5.3
Sarana Peribadatan Karena mayoritas pendudukan di Kabupaten mamasa beragama Kristen
maka jumlah gereja tersebar hampir di seluruh wilayah di Kabupaten Mamasa. Pada tahun 2008 jumlah Gereja di Kabupaten Mamasa berjumlah 485 buah, Masjid berjumlah 97 buah dan Musholla berjumlah 2 buah dan sedankan pura hanya ada 5 buah.
4.5.4
Sarana Telekomonikasi Pembangunan pos dan giro di Kabupaten mamasa untuk meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat dalam hal pegiriman dan penyaluran surat pos, wesel pos, paket pos, penjualan benda-benda pos lainnya.
Pada tahun 2008
jumlah kantor pos di Kabupaten Mamasa berjumlah 5 buah, yang ada di kecamatan Mamasa dan Kecamatan Sumarorong. Sarana telekomunikasi dalam hal jaringan telepon di Kabupaten Mamasa sudah mulai ada, walaupun dalam hal pelayanan masih kurang baik karena ketergantungan jaringan telepon terhadap pasokan listrik, jika listrik padam maka jaringan telepon juga terganggu.
4.5.5
Sarana Listrik Listrik merupakan kebutuhan vital bagi masyarakat untuk mendorong
aktivitas sehari-hari. Pemenuhan kebutuhan listrik di Kabupaten Mamasa masih belum mencukupi ini sangat dipengaruhi pasokan listrik yang ada serta oleh
53
kondisi geografis wilayah yang menyebabkan kerusakan terhadap tiang listrik yang menyebabkan putusnya arus listrik di Kabupaten Mamasa, sehingga sebahagian besar masyarakat di Kabuapaten Mamasa menggunakan genset sebagai sumber listrik untuk penerangan.
4.5.6
Sarana Jalan Jalan merupakan faktor yang sangat penting dalam mendorong kegiatan
pekonomian di Kabupaten Mamasa. Pada tahun 2008 panjang jalan yang ada 2.005 km yang terdiri atas 239 km jalan provinsi, 1.766,05 km jalan kabupaten. Dari kondisi mayoritas jalan di kabupaten mamasa rusak yakni sebesar 69 persen yang terdiri atas rusak parah sebesar 20 persen dan rusak sebesar 49 persen, untuk yang baik hanya 13 persen dan sedang 18 persen, ini harus menjadi perhatian penuh dari pemerintah dalam melakukan perbaikan jalan demi peningkatan kegiatan ekonomi di Kabupaten Mamasa.