Bab III Metode Penelitian III.1 Umum Pada Bab III ini akan dijelaskan metode yang digunakan didalam penelitian ini. Selain itu akan dijelaskan pula susunan reaktor, variabel yang digunakan, dan metode yang digunkan untuk menganalisa data yang diperoleh. Secara umum alur penelitian yang dilakukan di dalam Tesis ini dapat dilihat pada Gambar III.1. Langkah awal yang dilakukan adalah melakukan persiapan pendahuluan. Persiapan awal menyangkut tempat dan alat-alat laboratorium yang digunakan. Susunan reaktor dan rencana perlakuan yang diberikan direncanakan berdasarkan data-data sekunder berupa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Data-data sekunder ini sebagian besar berupa jurnal-jurnal ilmiah. Penjelasan untuk susunan reaktor akan diberikan lebih lanjut pada sub Bab III.2. Persiapan reaktor dilanjutkan dengan penumbuhan biofilm pada media, kemudian diteruskan dengan pengkondisian reaktor sampai memasuki fase tunak (steady state). Setelah memasuki fase ini, data-data diambil baik dalam kondisi batch maupun kontinyu. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisa, termasuk di dalamnya dibuat perhitungan-perhitungan yang berkaitan. Kondisi yang didapatkan dari hasil pengujian dibandingkan antar reaktor. Dari analisa ini kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan.
III.2 Alat dan Bahan III.2.1 Reaktor Mode pengaliran limbah di dalam reaktor Submerged Aerated Biofilter dilakukan secara up-flow. Untuk pengaliran up-flow ini, air limbah dari tampungan dialirkan secara gravitasi ke tiap reaktor. Diagram susunan reaktor dapat dilihat pada Gambar III.2, sedangkan foto reaktor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar III.3.
48
Gambar III.1. Diagram alir Penelitian
Reaktor terbuat dari plexy glass, dengan tinggi total 160 cm dan diameter 14 cm. Jarak antar inlet, titik sampling 1, 2, dan 3 masing-masing 30 cm. Tinggi bagian media adalah 85 cm. Tinggi media yang digunakan mengacu pada Osorio dan Hontoria (2001), dimana tinggi media untuk reaktor submerged aerated biofilter sebaiknya digunakan 0,8-1,8 m. Agar permukaan media tidak melebihi permukaan air, maka pada bagian atas media diberi penahan dari kawat ram. 49
Gambar IIII.2 Diagram m Susunan Reaktor R SA AB untuk peercobaan (taanpa skala)
Volume reaktor r dallam keadaaan kosong yang diguunakan diddalam peneelitian diperhitunngkan sebessar 14,3 l. Sedangkan n volume air a terukur yang digun nakan setelah meedia diisikann ke dalam reaktor setiinggi 85 cm m adalah 10 l. Sehinggaa nilai porositas media m didappatkan 0,7. Pengudaraaan diberikkan dengan menggunaakan aeratoor akuarium m dengan merek m dagang Shheng Zhen® (Gambar III.4(a)). Debit D aliran udara yangg diberikan n oleh tiap aeratoor adalah 3,5 3 l/menit.. Perhitungaan kebutuhhan laju penngudaraan dapat dilihat padda Lampiraan 2. Variasi pengudarraan yang diberikan d ppada tiap reeaktor dapat diliihat pada Tabel III.1. Untuk mengontroll waktu idddle dan aerasi a digunakann program mme timer seperti ditunjukkan d n pada G Gambar IIII.4(b). Programm me timer yaang digunakkan adalah pengatur p waktu dengann merek Heeles®. Pengatur waktu w ini dapat d mengaatur kondisii on-off alatt pada selanng tiap 15 menit m
50
dengan satu siklus penuh 24 jam. Untuk mengurangi pengaruh pertumbuhan alga pada penelitian, maka reaktor ditutup dengan plastik berwarna hitam pada saat percobaan berjalan.
Gambar III.3 Reaktor SAB Tabel III.1. Variasi waktu pengudaraan No. 1. 2. 3.
Reaktor Reaktor 1 Reaktor 2 Reaktor 3
Aerasi
Idle
Interval
Total (sehari)
Interval
Total (sehari)
2 jam 4 jam kontinyu
12 jam 12 jam 24 jam
2 jam 4 jam -
12 jam 12 jam -
51
(a)
(b)
(c)
Gambar III.4 Perlengkapan pada reaktor (a) aerator (b) Timer untuk kontrol pengudaraan (c) media bioball
III.2.2 Media Media yang digunakan adalah media plastik bioball (Gambar III.4(c)). Media ini biasa digunakan di pada kultur air (akuarium, kolam, atau tambak)1 dengan fungsi sebagai filter. Karakteristik media dapat dilihat pada Tabel III.2. Peletakan media pada reaktor dilakukan tanpa stratifikasi dengan jumlah media untuk tiap reaktor sebanyak 335 buah. Spesifikasi media yang digunakan ditunjukkan pada Tabel III.2. Tabel III. 2. Spesifikasi media Bioball Tipe Bahan Dimensi (D, t) Berat Specific surface area Porositas media
floating media, bioball polipropilen 3,33 cm, 2,6 cm 4,7+0,2 g 1064 m2/m3 70%.
1
Wagener (2000) mengelompokkan jenis media ini sebagai SLDM, Static Low Density Media. Nama lain yang biasa digunakan adalah Floating Bead Filters (FBF’s) atau Floating Bead Bioclarifiers (FBB). Meskipun secara prinsip penggunaan media filter ini mirip dengan penggunaan media reaktor Biological Aerated Filter (BAF), Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) atau sand filter di dalam pengolahan air limbah tidak secara luas digunakan untuk reaktor-reaktor tersebut (Wagener, 2000).
52
III.2.3 Karakteristik Limbah Limbah yang digunakan di dalam percobaan ini adalah limbah buatan dengan karakteristik limbah greywater. Karakteristik limbah greywater yang digunakan setara dengan konsentrasi SCOD 300-500 mg/l dan konsentrasi amonium 2,5 mg/l. III.3 Start-up reaktor Start-up reaktor dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap penumbuhan biofilm pada media (pembibitan, seeding), dan tahap aklimatisasi reaktor sampai memasuki kondisi tunak (steady state). Penumbuhan biofilm dilakukan dengan menambahkan inokulum mikroorganisme sebanyak 1000 ml/reaktor. Biakan ini berasal dari mikroorganisme lumpur aktif yang telah dikondisikan sebanyak 75% (Gambar III.5a) ditambah mikroorganisme yang berasal dari saluran drainase di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda Bandung (Gambar III.5b).
(a)
(b)
Gambar III.5. Sumber inokulum mikroorganisme (a) seeding bakteri activated sludge, sumber bakteri berasal dari septic tank di Teknik Lingkungan ITB (b) saluran drainase di Jl. Ir. H. Juanda Sebagai sumber karbon digunakan glukosa (C6H12O6). Perhitungan untuk kebutuhan glukosa mengacu pada Shuler & Kargi, (1992), yang ditunjukkan pada persamaan reaksi III.
53
6
6
6
............... III.1
Dari persamaan reaksi III.1 di atas dapat dilihat bahwa 1 mol glukosa (BM 180 g.mol-1) setara dengan 6 mol oksigen (BM 32 g.mol-1) pada oksidasi sempurna, sehingga 1 g glukosa setara dengan 1,07 g O2. Apabila diinginkan konsentrasi COD 300 mg/l (dianggap sebagai konsentrasi O2) maka secara teoritis dibutuhkan glukosa sebanyak 280,4 mg/l. Sumber nutrien yang digunakan berupa NH4Cl dan KH2PO4. Nutrien diberikan dengan perbandingan COD:N:P = 100:5:1 berdasarkan massa. Unsur mikro berupa FeSO4.7H2O dan MnSO4. Untuk alkalinitas diberikan Ca(OH)2. Reaktor dioperasikan pada keadaan batch dan dilakukan aerasi menerus untuk tiap reaktor. Semua bahan untuk pembibitan bakteri di atas dilarutkan di dalam air kran (tap water) yang ada di Program studi Teknik Lingkungan. Setelah secara visual teramati pertumbuhan biofilm, maka start-up memasuki fase kedua yaitu aklimatisasi reaktor hingga mencapai kondisi tunak. Pada tahap kedua operasi reaktor diubah menjadi kontinyu. Sumber karbon yang digunakan adalah gula sukrosa ((C12H22O11) dengan konsentrasi setara COD 650 mg/l. Identik dengan persamaan reaksi III.1 di atas, maka untuk oksidasi sempurna dari sukrosa ditunjukkan dengan persamaan III.2. 12
12
11
................ III.2
Sehingga untuk konsentrasi COD 650 mg/l, dibutuhkan sukrosa dengan konsentrasi 578,5 mg/l. Sumber nutrien serta unsur mikro digunakan pupuk NPK dengan merek dagang Yara NPK Hydro Complex Grower 15-09-20 CS (Gambar III.7) dan FeSO4.7H2O. Komposisi pupuk ini dapat dilihat pada Tabel III.3.Untuk alkalinitas, tetap diberikan Ca(OH)2. Untuk menentukan apakah reaktor telah mencapai kondisi tunak, maka dilakukan pengukuran konsentrasi COD di efluen reaktor setiap hari, sampai didapatkan konsentrasi COD yang stabil. 54
Gambar III.6 Pupuk NPK Yara NPK Hydro Complex Grower
Tabel III.3 Komposisi Pupuk NPK Yara NPK Hydro Complex Grower 15-09-20 CS No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen N NH4 NO3 P (P2O5) K (K2O) MgO S B Mn Zn
Konsentrasi (%) 15 8,30 6,70 9 20 2 3,80 0,015 0,020 0,020
Berat, mg (per 1 g pupuk) 150 83 67 90 200 20 38 0,15 0,20 0,20
Sumber: Komposisi pada kemasan pupuk
III.4 Metode sampling dan Pengujian Setelah reaktor mencapai kondisi tunak, yang maka tahap awal adalah melakukan percobaan batch. Pada tahap ini digunakan limbah buatan dari sukrosa dengan konsentrasi setara SCOD (soluble Chemical Oxygen Demand)
300 mg/l.
Pengambilan sampel sesaat (grab sample) dilakukan tiap 3 jam selama 18 jam. Selain SCOD, pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pemeriksaan temperatur (T), oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO), pH, dan pada akhir periode dilakukan penimbangan berat biofilm. Sampel diambil pada efluen.
55
Setelah pengambilan sampel batch, diteruskan dengan pengambilan sampel untuk proses kontinyu. Pada tahap ini digunakan limbah buatan sukrosa dengan konsentrasi SCOD 300 mg/l. Pada percobaan kontinyu digunakan waktu tinggal 4 jam. Waktu tinggal ini adalah dalam kondisi non empty bed detention time, atau perhitungan waktu tinggal didasarkan pada kondisi reaktor telah terisi dengan media. Pengambilan sampel dilakukan tiga jam selama 18 jam. Sampel diambil di tampungan limbah dan 3 titik di sepanjang reaktor. Parameter yang diperiksa pada tahap ini adalah SCOD dan Amonium, pada saat pengambilan sampel juga dilakukan pemeriksaan temperatur (T), oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO), pH, dan pada akhir periode dilakukan penimbangan berat biofilm. Ringkasan kegiatan saat start-up dan sampling di dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel III.4. Tabel III.4 Ringkasan tahapan kegiatan penelitian Periode Δt1
Δt2
Δt3
Δt4
penumbuhan biofilm (seeding)
aklimatisasi
Percobaan batch
Percobaan kontinyu
Mode operasi
batch
kontinyu
batch
kontinyu
Pengudaraan
kontinyu
intermitten (R1, R2) kontinyu (R3)
intermitten (R1, R2) kontinyu (R3)
intermitten (R1, R2) kontinyu (R3)
Limbah
glukosa
sukrosa
sukrosa + Pupuk NPK
sukrosa + Pupuk NPK
pertumbuhan biofilm (visual)
SCOD, massa biofilm
SCOD, DO, T, pH
SCOD, DO, T, pH, TSS, Amonium1
Konsentrasi SCOD (mg/l)
-
650
300
300, 400, 500
Titik pemeriksaan
-
inlet dan outlet
P2
inlet, P1, P2 dan outlet
Tahap
Parameter diperiksa
1
Parameter-parameter ini ini diperiksa pada konsentrasi COD 300 mg/l
56
Prosedur pengambilan dan pemeriksaan sampel mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel III.5. Penjelasan untuk tiap singkat untuk tiap metode adalah sebagai berikut, sedangkan detail prosedur yang dilakukan dapat dilihat pada Lampiran II. Pemeriksaan untuk parameter SCOD dan Amonium dilakukan secara duplo. Pemeriksaan parameter DO, pH dan temperatur dilakukan secara langsung pada saat pengambilan sampel. Tabel III.5 Metode Pemeriksaan sampel No.
Parameter
Metode
Acuan
Refluks tertutup - Titrasi
SNI M-70-1990-03
Nessler secara titrasi
SNI M-48-1990-03
1
COD
2
Amonium
3
TSS
Gravimetri
SNI 06-6989.3-2004
4
DO
Elektrometrik
SNI M-11-1990-F
5
pH
kertas uji (lakmus)
-
6
Temperatur
Elektrometrik
-
7
Berat biofilm
Gravimetri
-
III.4.1 Pemeriksaan SCOD Pengukuran SCOD adalah pengukuran COD pada sampel setelah dilakukan penyaringan pada sampel terlebih dahulu. Pada penelitian ini, sampel diperiksa dengan metode refluks tertutup secara titrasi, mengacu pada SNI M-70-1990-03. Prinsip utama dari metode pemeriksaan ini adalah mengoksidasi senyawa organik dengan K2Cr2O7 pada suasana asam kuat (dilakukan dengan penambahan asam sulfat 4N) pada temperatur 150oC. K2Cr2O7 yang tersisa diukur dengan titrasi menggunakan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dan indikator ferroin. Hal yang sama dilakukan untuk blangko (berupa air suling bebas bahan organik). Konsentrasi (COD sebagai mg O2/l) dihitung dengan persamaan III.1. COD mg O ⁄l
A
B x C x 8 x 1000 ml contoh air
57
… … … … . . III. 3
dengan: A
= ml FAS untuk blangko
B
= ml FAS untuk sampel
C
= Normalitas FAS
III.4.2 Pemeriksaan Amonium Pemeriksaan amonium mengacu pada SNI M-48-1990-03. Amonium yang terdapat pada sampel dengan pereaksi Nessler membentuk senyawa kompleks yang berwarna kuning sampai coklat dalam suasana basa. Intensitas warna yang terjadi diukur dengan absorbannya pada panjang gelombang 420 nm. Konsentrasi amonium ditentukan dengan menggunakan kurva standar yang telah dibuat sebelumnya (Gambar III.6)
Absorbansi
1 y = 0.106x + 0.019 R² = 0.998
0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
2
4
6
8
10
Konsentrasi Amonium (mg/l)
Gambar III.7 Kurva standar untuk penentuan konsentrasi amonium
III.4.3 Pemeriksaan TSS Pemeriksaan TSS dilakukan dengan mengacu pada SNI 06-6989.3-2004. Metode yang digunakan adalah metode gravimetri. Didalam metode ini, sampel air yang telah homogen disaring dengan kertas saring yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC. Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS).
58
III.4.4 Pemeriksaan Oksigen Terlarut (DO) dan Temperatur Pemeriksaan oksigen terlarut dengan menggunakan metode elektrometrik mengacu pada SNI M-11-1990-F. Alat yang digunakan adalah sensor DO dengan merek Lovibond® SensoDirect Oxi200, yang mempunyai akurasi +0,2 mg/l. Alat yang sama dapat digunakan untuk mengukur temperatur dan tekanan udara. III.4.5 Pengukuran berat biofilm Pengukuran berat biofilm dilakukan dengan metode gravimetri. Berat biofilm adalah selisih antara berat media yang telah ditumbuhi biofilm pada permukaannya dan telah dikeringkan di dalam oven bertemperatur 105oC selama 2 jam, dikurangi dengan berat media awal. Untuk pengukuran berat biofilm ini diambil 10 media tiap reaktor sebagai sampel. Resume metode pemeriksaan sampel yang dilakukan pada penelitian dapat dilihat pada Tabel III.5. Sedangkan peralatan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel III.6. III.5 Pengendalian Mutu Pengendalian mutu mengacu pada SNI 06-2504-1991. Untuk pemeriksaan SCOD secara duplo harus memenuhi nilai Relative Percent Difference (RPD). Nilai RPD ditentukan dengan persamaan III.6. Tabel III.6 Alat pengukuran parameter (Lab. Penelitian Air, TL-ITB) Parameter
Metode Pengukuran
COD
Closed Reflux, buret (Pyrex), COD cooker (Hach)
DO dan Suhu
DO meter Lovibond® SensoDirect Oxi200
TSS
Cawan pijar, oven 105ºC
Amonium
Spektrofotometer (spectronic 20 Genesys)
pH
Lakmus (Merck pH-Universalindikator, skala pH 1-14 dan 6.5-10)
59
/2
100%
… … . … … . . III. 6
dengan: X1
= Nilai SCOD pemeriksaan pertama
X2
= Nilai SCOD pemeriksaan kedua
Nilai RPD yang digunakan lebih kecil atau sama dengan 10%. Sedangkan untuk pemeriksaan amonium, kurva kalibrasi harus memenuhi nilai koefisien korelasi 0,995.
III.6 Analisa Data III.6.1 Analisa Data Percobaan Batch Hasil percobaan batch pada R1, R2, dan R3 dibandingkan dengan melihat nilai laju penyisihan SCOD. Pendekatan perhitungan untuk laju penyisihan SCOD pada percobaan batch dihitung dengan persamaan: ∆ ∆
1
… … … … … … … … … III. 7
dengan rSCOD adalah laju penyisihan COD dalam mg SCOD. (jam.mg biomasa)-1, ΔS perubahan konsentrasi SCOD dalam rentang waktu Δt, dan CB adalah konsentrasi biofilm pada kondisi tunak.
III.6.2 Analisa Data Percobaan Kontinyu Beban organik (OLR) yang masuk ke reaktor diperhitungkan dengan: … … … … … … … … … … . . III. 8
60
dengan: OLR
= Organik Loading Rate, kg.m-3.hari-1
Q
= Debit, m3.hari-1
S
= Konsentrasi COD, kg.m-3
Vr
= Volume reaktor, m3
Sedangkan beban hidrolis (Hidraulic Loading Rate, HLR) yang masuk ke reaktor dihitung dengan Persamaan III.9: … … … … … … … … … … . . III. 9 dengan: Ar
= Luas bidang tegak lurus arah aliran limbah, m2
Data yang diperoleh dari hasil percobaan kontinyu untuk parameter amonium dianalisa dengan cara: 1.
Membandingkan profil amonium untuk tiap titik sampling
2.
Membandingkan rata-rata penurunan amonium antar reaktor
Data TSS dianalisa dengan cara membandingkan rata-rata efluen antar reaktor. Sedangkan data DO dianalisa dengan membuat profil untuk tiap titik sampling di tiap reaktor, dan membandingkan rata-rata DO antar reaktor. Data SCOD dibuat profilnya terhadap ketinggian untuk setiap reaktor dan dibandingkan antar reaktor. Sedangkan laju penyisihan SCOD pada kondisi kontinyu, dihitung dengan persamaan III.10 dengan mengubah ΔS menjadi selisih konsentrasi SCOD di inlet (S0) dan oulet (Se) 1
… … … … … … … … … III. 10
dengan td adalah waktu tinggal hidrolis (HRT) di dalam reaktor. Untuk menentukan perbedaan profil effluen amonium dan SCOD serta kondisi oksigen terlarut antar reaktor digunakan uji statistik deskriptif (rata-rata). Sedangkan untuk menentukan signifikasi perbedaan yang ada digunakan uji t-test. 61
III.6.3 Analisa Data untuk Kinetika Analisa kinetika untuk proses batch dilakukan dengan pendekatan kinetika reaksi orde ke 1. Sebagai pembanding digunakan pendekatan Kinetika Monod dalam kondisi Batch. Penurunan persamaan Monod (Persamaan III.11) pada percobaan batch dapat dilihat lebih lanjut pada Malisie (2000). Persamaan III.12 adalah hasil penurunan persamaan III.10. ∆ ∆
. .
.
… … … … … … … . III. 11
… … … … … … … . III. 12
dengan: Cf, Cf0 = konsentrasi bahan organik pada waktu t dan t0 rfmax
= laju pertumbuhan mikroorganisme maksimum
CB
= konsentrasi mikroorganisme
Persamaan III.12 identik dengan persamaan garis y=ax+b, sehingga dengan membuat grafik linear akan didapatkan nilai rfmax dan Kf. Kinetika penyisihan bahan organik pada percobaan kontinyu dihitung dengan persamaan empiris II.4. Penurunan persamaan ini dari Mann & Stephenson (1997) diuraikan pada Lampiran 1.
III.6.4 Analisa Mikroorganisme Mengingat adanya kesulitan untuk mengidentifikasi tipe mikroorganisme pada biofilm, maka identifikasi mikroorganisme hanya dilakukan pada limbah yang ada di dalam reaktor (bulk liquid). Identifikasi bakteri aerob dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Biofarma.
62