BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi panas bumi di sekitar daerah Tegal dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Data sekunder yang penulis dapatkan dari Puslit Geoteknologi LIPI Bandung. 3.2 Waktu dan Tempat Pengolahan Data Pengolahan data dilaksanakan pada bulan Mei – Juli di Laboratory For Earth Hazards Pusat Penelitian Geoteknologi Gedung 70 LIPI Bandung. 3.3 Tempat Penelitian Penelitian yang dilakukan di sekitar daerah Tegal terdiri dari 11 titik pengukuran dalam satu lintasan. Titik tertinggi berada pada ketinggian sekitar 1528 m diatas permukaan laut sedangkan titik terendah pada ketinggian sekitar 1115 m. Gambar 3.1 merupakan lintasan pengukuran di sekitar daerah Tegal.
Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran
Firmansyah, Dicky. 2014 IDENTIFIKASI SISTEM PANAS BUMI MENGGUNAKAN METODE MAGNETOTELLURIK DI SEKITAR DAERAH TEGAL Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
21
3.4 Peralatan Lapangan Perlengkapan yang digunakan saat melakukan survei magnetotellurik yaitu : 1. Alat Magnetotellurik type MTU 5A 2. Tiga koil magnetik (induction coil) komponen Hx, Hy dan Hz 3. Lima buah electrode porous pot 4. Kabel penghubung 5. Air Garam 6. Accu 7. Conventer DC – AC 8. GPS Portable 9. Kompas Geologi 10. Multimeter 11. Kamera 12. Kompas Geologi 13. Alat Tulis 14. Laptop 15. Alat – alat yang mendukung yaitu tenda, cangkul, bor tanah, cutter, meteran. Gambar 3.2 menunjukkan peralatan akuisisi data terdiri dari MTU, elektroda, koil magnetik, kabel penghubung dan antena GPS.
22
Gambar 3.2 Peralatan Akuisisi Data Magnetotellurik (Phoenix Geophysics) Magnetotelluric unit (MTU) digunakan untuk merekam variasi medan listrik dan medan magnet terhadap waktu.
Induction coil merupakan sensor
medan magnetik (Hx, Hy dan Hz). Dua buah koil diletakkan secara horizontal saling tegak lurus dan satu buah dipasang secara vertikal. Sensor medan listrik (Ex dan Ey) digunakan electrode non polarizable agar tidak menimbulkan gangguan medan listrik yang dimiliki oleh electrode itu sendiri. Electrode ini menggunakan empat buah porous pot yang ditanam saling tegak lurus sebagai dua buah sensor (Ex dan Ey) seperti yang ditunjukkan gambar 3.3. Satu buah porous pot yang tersisa ditanam sebagai ground. Kabel konektor yang digunakan untuk menghubungkan induction coil dan porous pot ke MTU. Laptop digunakan untuk mengoperasikan MTU dan mengecek data mentah (raw data) hasil rekaman. Sinyal GPS digunakan untuk menyinkronkan waktu dan mengetahui posisi titik pengukuran MT. Accu digunakan sebagai sumber energi listrik untuk mengaktifkan MTU. DC – AC converter digunakan untuk mengubah tegangan DC menjadi AC pada accu untuk mengaktifkan laptop. Bagian dasar lubang untuk tempat porous pot harus dilengkapi larutan bentonit yang terbuat dari bentonit, garam dan air agar electrode yang berada di sekitar lokasi bersifat elekrolit sehingga dapat merekam arus telurik dengan
23
optimal. Waterpass digunakan untuk mengatur coil agar berada tepat horizontal ketika ditanam. Kompas digunakan sebagai penunjuk arah mata angin. Multimeter digunakan untuk mengukur tahanan dari kabel elektroda, mengukur arus dan tegangan listrik dari accu. Tenda digunakan untuk melindungi alat MTU dari air hujan dan diletakkan di posisi tengah. Meteran digunakan untuk mengukur jarak lokasi antara koil dan elektroda. Cangkul dan bor tanah digunakan untuk menggali tanah sampai menemukan kedalaman yang tepat untuk meletakkan koil dan elektroda. Cutter digunakan untuk mengupas dan memotong kabel. Kabel sebaiknya diamplas terlebih dahulu agar bersih dari kotoran yang menempel dan dapat kontak dengan optimal.
Gambar 3.3 Layout Pengukuran Magnetotellurik 3.5 Pengolahan Data Data yang terukur dalam survei MT ini yaitu variasi nilai medan listrik dan medan magnet terhadap waktu atau berupa time series. Gambar 4.2 menampilkan data pada titik MT5 komponen Ex, Ey, Hx, Hy dan Hz yang berisi informasi amplitudo terhadap waktu. Data yang baik yaitu amplitudo gelombangnya cenderung kecil dan terlihat seperti garis lurus horizontal. Beberapa komponen menunjukkan data yang cukup baik hanya saja pada nilai Hz terlihat
24
amplitudonya cukup besar dan terlihat seperti garis zig zag yang artinya data yang terekam tidak cukup baik. Data yang ditamplikan belum dapat memberikan informasi mengenai resistivitas batuan ditempat dilakukannya pengukuran. Untuk itu, maka dilakukan proses pengolahan data selanjutnya yaitu memasuki tahap mengubah informasi domain waktu menjadi domain frekuensi
menggunakan
Transformasi Fourier.
Gambar 3.4 Data Time Series 3.5.1 Transformasi Fourier Salah satu jenis Transformasi Fourier yang digunakan yaitu Transformasi Fourier Diskret atau Discrete Fourier Trasnform (DFT) merupakan suatu fungsi matematis yang digunakan untuk mengubah suatu sinyal yang masih dalam domain waktu menjadi domain frekuensi dengan durasi berhingga. Berikut adalah persamaan DFT X( ) =
∑
[ ]
⁄
(3.1)
Gambar 3.5 menunjukkan proses Transformasi Fourier pada software SSMT2000.
25
Gambar 3.5 Transformasi Fourier 3.5.2 Robust Processing Melakukan Robust Processing untuk menambahkan parameter – parameter yang sesuai. Kedua proses ini menggunakan software SSMT2000. Informasi yang dihasilkan dari robust processing adalah berupa file MTH dan MTL yang didalamnya berisi informasi mengenai impedansi yang berisi informasi mengenai resistivitas semu dan fase. Informasi ini dapat ditampilkan menggunakan software MT Editor. Menurut Simpson dan Bahr (2005) mengatakan bahwa robust processing adalah teknik pemrosesan statistical untuk mengidentifikasi dan menghapus data yang menyimpang oleh noise. Robust processing digunakan untuk merendahkan nilai outliers pada proses iterasi. Outliers adalah data dengan nilai yang menyimpang jauh dari nilai rata-rata, umumnya data tersebut dapat dianggap sebagai noise sehingga robust processing dapat berperan sebagai filter noise awal bagi data MT. Gambar 3.6 menunjukkan robust processing saat sedang berjalan menggunakan software SSMT2000.
26
Gambar 3.6 Robust Processing 3.5.3 Seleksi Cross Power Setiap titik yang berada pada kurva resistivitas maupun fasa dapat diwakilkan oleh titik-titik lainnya yang biasa disebut dengan cross power. Cross power ini dapat ditentukan pada saat robust processing dengan mengatur parameter tertentu tetapi secara umum biasanya setiap titik diwakilkan oleh dua puluh titik. Nilai cross power dapat disesuaikan agar bentuk kurva resistivitas dan kurva fasa dapat menjadi lebih halus. Pada saat proses inversi, apabila bentuk kurva baik model yang dihasilkan akan mempunyai nilai eror yang kecil dan dapat menggambarkan
struktur
bawah
permukaan
yang
mendekati
keadaan
sesungguhnya. Pada gambar 3.7 terdapat dua kurva resistivitas terhadap frekuensi dan dua kurva fase terhadap frekuensi pada titik MT5. Kondisi idealnya adalah kurva TE dan kurva TM berhimpitan tetapi kenyataannya terjadi efek pergeseran ke atas maupun ke bawah dengan jarak tertentu dari yang seharusnya. Nilai restivitas akan berubah karena pergeseran ini, dan menyebabkan hasil interprestasi menjadi tidak tepat. Melakukan koreksi sangatlah diperlukan agar kurva menjadi benar dan hasil interpretasinya pun benar. Pada hasil yang didapat, kurva tersebut terlihat tidak rapi dan tidak halus diakibatkan oleh beberapa kondisi saat proses pengukuran berlangsung yaitu heterogenitas permukaan. Ketidakhomogenan akan mengganggu penjalaran arus dan
menumpuk di daerah batas hetergoneitas
tersebut. Akibatnya adalah kurva hasil pengukuran MT akan bergeser ke atas jika
27
melewati daerah yang resistif dan akan bergeser ke bawah jika melewati daerah yang konduktif. Proses seleksi cross power dilakukan untuk menaikkan atau menurunkan titik pada kurva. Cross power merupakan kumpulan data parsial yang jumlahnya dapat ditentukan pada saat melakukan robust processing. Jumlah robust processing paling sedikit adalah satu dan paling banyak berjumlah seratus. Pada penelitian ini dipilih jumlah cross power yang maksimal yaitu seratus agar dapat meminimalkan noise yang terukur dan agar lebih tepat dalam memodelkan citra bawah permukaan. Apabila memilih cross power yang maksimal maka kurva hasil smoothing nya akan lebih baik bila dibandingkan dengan memilih yang minimal. Terdapat keadaan dimana suatu titik pada kurva resistivitas yang memang nilainya sudah tepat tidak dapat dinaikkan atau diturunkan melalui seleksi cross power ataupun jika dapat tidak signifikan. Jumlah cross power dalam hal ini tidak terlalu berpengaruh dan keadaan kurva yang didapat sudah baik.
Gambar 3.7 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Sebelum Dilakukan Proses Filtering pada MT Editor Gambar 3.8 menunjukkan kurva setelah dilakukan proses filtering yang hasilnya kurva menjadi jauh lebih baik dan halus .Kurva yang sudah baik ini di simpan ke dalam bentuk format .edi atau EDI file. File ini kemudian dapat dibuka menggunakan software WinGlink. Terdapat beberapa menu yang dapat digunakan yaitu Maps, Soundings, Pseudo Section, X Section, 2D Inversion , 3D Modeling dan Interpreted Views. Menu Maps digunakan untuk menampilkan lintasan pengukuran saat proses akuisisi data yang berisi informasi ketinggian titik
28
pengukuran, lintasan titik pengukuran dan koordinat tempat melakukan pengukuran.
Gambar 3.8 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Setelah Dilakukan Proses Filtering pada MT Editor 3.5.4 Penghalusan Kurva Menu Soundings digunakan untuk membentuk kembali kurva agar terlihat lebih halus. Melalui menu smoothing kurva dibentuk kembali berdasarkan garis tegas yang terbentuk setelah memasukkan nilai kesalahan yang diinginkan. Pada kasus ini semua nilai simpangan dimasukkan angka sebesar 0,1%. Angka ini dimasukkan untuk meminimalkan kesalahan yang terjadi. Memasukkan angka lebih kecil dari nilai 0,1% tidak dapat dilakukan, karena nilai tersebut merupakan nilai terkecil yang dapat dimasukkan. Nilai simpangan sebesar 0,1% merupakan nilai terkecil yang mungkin dijadikan bahan acuan untuk seluruh data yang dipakai. Gambar 3.9 menunjukkan kurva sebelum dilakukan proses smoothing pada software WinGlink. Sub menu Shift digunakan untuk menaikkan atau menurunkan satu per satu titik yang tidak tepat berada sedekat mungkin dengan kurva garis tegas. Gambar 3.10 menunjukkan kurva yang baik setelah dilakukan proses smoothing.
29
Gambar 3.9 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Sebelum Proses Smoothing pada WinGlink
Gambar 3.10 Kurva Resistivitas Terhadap Frekuensi dan Fase Terhadap Frekuensi Setelah Dilakukan Proses Smoothing pada WinGlink
30
3.5.5 Pemodelan Inversi Hasil pengukuran dari setiap survei Geofisika disajikan dalam bentuk angka – angka pengukuran. Hasil pengukuran tersebut bergantung pada kondisi dan sifat fisis material di bawah permukaan. Tabel angka – angka pengukuran selanjutnya disebut data observasi atau biasa disebut data lapangan. Penghubung dari sifat fisis dan data observasi hampir selalu berupa persamaan matematika atau model matematika. Berdasarkan model matematika parameter fisis batuan dapat diesktrak dari data observasi. Proses ini disebut proses inversi atau inverse modeling. Pemodelan inversi pada dasarnya merupakan kebalikan dari pemodelan kedepan (forward modeling). Proses inversi bertujuan untuk memperoleh suatu model bawah permukaan dari data yang sudah ada atau dari hasil pengukuran sedangkan Forward modeling merupakan suatu metode untuk mendapatkan suatu data dari model yang sudah diketahui. Perbedaan kedua metode pemodelan tersebut ditunjukkan pada gambar 3.11. Inversi merupakan suatu proses untuk memperkirakan atau mencari model yang menghasilkan data teoritik yang paling cocok dengan data pengamatan. Data teoritik adalah respon model yang diperoleh dari proses pemodelan ke depan (Forward Modeling). Apabila m sebagai model, dan F sebagai fungsi keadaan, serta d adalah data yang diperoleh sesuai dengan model yang dibuat, maka dapat ditulis d= F(m)
(3.1a)
Persamaan 3.1a digunakan untuk mencari data jika model telah diketahui, atau bisa disebut forward modeling. Apabila ingin mendapatkan suatu model m dari data yang dimiliki d maka diperlukan proses inversi m=d
(3.1b)
31
Gambar 3.11 Perbedaan Forward Modeling dan Inverse Modeling (Grandis, 2011) Menu X Section digunakan untuk melihat penampang semu berdasarkan data sounding yang telah dilakukan proses smoothing. Pada menu ini dapat dihasilkan penampang satu dimensi. Pada gambar 3.12 menunjukkan kurva sounding yang telah dilakukan proses smoothing pada bagian kiri gambar terhadap model satu dimensi Occam, Bostick dan model berdasarkan data yang didapatkan pada bagian kanan gambar. Model Occam dan Bostick merupakan model satu dimensi yang menggunakan metode Least Square Method untuk medapatkan solusi yang paling sederhana. Kurva menunjukkan kedalaman terhadap nilai resistivitas. Terlihat kurva ketiga model tersebut saling memotong satu sama lain. Ini menandakan bahwa model yang akan dihasilkan tidak berbeda jauh dengan model yang dijadikan acuan dengan nilai eror sebesar 0,1457. Nilai simpangan yang kecil merupakan model yang akan dihasilkan dan mendekati model yang sesungguhnya terhadap model acuan. Kurva MT 5 menunjukkan hingga kedalaman 4000 m dihasilkan tiga lapisan yang berbeda dengan nilai resistivitas yang berbeda pula. Hal ini sesuai dengan gambar 3.13 mengenai inversi model satu dimensi.
32
Gambar 3.12 Kurva Sounding WinGlink terhadap model satu dimensi
Kedalaman (Meter)
MT5
Jarak (Kilometer) Gambar 3.13 Model Inversi Satu Dimensi
33
Menu 2D Inversion digunakan untuk melakukan proses inversi dua dimensi yang akan menghasilkan gambar seperti ditunjukkan pada gambar 4.1. Menu 3D Modeling dan Interpreted Views tidak dapat digunakan dikarenakan membutuhkan lisensi yang terpisah untuk dapat mengaksesnya. Gambar 3.14 menunjukkan keseluruhan proses pengolahan data dalam bentuk diagram alir.
Gambar 3.14 Diagram Alir Proses Pengolahan Data
34
3.6 Analisis Data Hasil akhir dari pengolahan data berupa model inversi dua dimensi struktur bawah permukaan yang berisi informasi resistivitas terhadap kedalaman. Sebaran resistivitas direpresentasikan oleh warna tertentu. Resistivitas warna merah menunjukkan nilai resistivitas yang terendah sedangkan resistivas warna biru menunjukkan resistivitas yang tertinggi dan resistivitas warna hijau menunjukkan nilai resistivitas sedang. Berdasarkan nilai resistivitas tersebut dapat ditentukan batuan penyusun sistem panas bumi. Batuan penyusun panas bumi terdiri dari caprock, reservoir dan heat source. Caprock mempunyai nilai resistivitas rendah. Reservoir mempunyai nilai resisitivitas sedang sedangkan heat source mempunyai nilai resistivitas yang besar.