BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di delapan sungai utama di Jawa, yaitu Sungai Ciujung, Cisadane, Citarum, Cimanuk, Citanduy, Serayu, Bengawan Solo, dan Brantas. Tempat penelitian bukan semata-mata hanya dilakukan di satu bagian dari sungai untuk mengambil sampel kualitas air saja, namun juga meliputi keseluruhan daerah aliran sungai (DAS) yang bersifat spasial. Kajian terhadap spasial DAS dilakukan dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi hidrologi aliran sungai. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2007 sampai dengan bulan Desember 2008.
Gambar 12. Lokasi penelitian 3.2. Alat dan Bahan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini, alat penelitian yang digunakan adalah perangkat lunak SIG (Arc View, Arc Info) untuk analisis spasial, perangkat lunak CO2SYS untuk menghitung tekanan parsial CO2, dan perangkat lunak MAKESENT 1.0 untuk mengolah data statistik debit. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: peta RePPProT skala 1: 250.000, peta geologi skala 1:250.000, peta penggunaan lahan 1: 100.000 (2003), mozaik citra Landsat tahun 2001-2003, data debit, data hujan, data penduduk, dan data karbon. Data karbon yang digunakan merupakan data primer hasil pengukuran karbon yang berasal dari ”The Brantas Cachment Water and Carbon Cycle” (SARCS project 94/01/CW):
Juni 2005 - Juni 2006 dan “Carbon, Nutrient and Water
42
Fluxes of River Basins of the Java Island (SARCS project 95/01/CW): Juni 2006 - September 2007.
3.3. Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat eksploratif-investigatif yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari fenomena-fenomena yang ada, mencari dan mengungkapkan keterangan-keterangan secara faktual, serta membandingkan obyek penelitian dengan lainnya (Nazir, 1999). Penelitian mengenai karakteristik fluks karbon dari sungai-sungai di Indonesia belum dilakukan investigasi dalam studi lapangan secara mendalam (Baum et al., 2007). Penelitian mengenai karakteristik fluks karbon pada dasarnya jenis penelitian dasar yang dilakukan untuk menjawab permasalahan lingkungan, khususnya dalam menjelaskan state of the knowledge dari siklus karbon yang selalu berkembang (Bolin et al., 1976; Sabine et al., 2004).
3.3.1. Karakteristik Fluks Karbon dari Sungai 3.3.1.1. Tujuan Tujuan pertama dari penelitian ini adalah mengkaji karakteristik fluks karbon dari sungai, baik yang menyangkut
fluks tahunan, pola musiman,
hubungan dengan debit dan penduduk, luas DAS dan jebakan karbon di sungai. 3.3.1.2. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan untuk penelitian ini merupakan data sekunder hasil pengukuran karbon yang pernah dilakukan sebelumnya. Data karbon untuk DAS Brantas merupakan hasil penelitian dari The Brantas Catchment Water and Carbon Cycle yang dibiayai melalui hibah penelitian dari The Southeast Asia Regional Center for START dan BPPT melalui SARCS project 94/01/CW. Pengukuran tersebut dilakukan selama Juli 2005 hingga April 2006 untuk periode pengambilan tiap dua bulan sekali. Sedangkan data karbon untuk tujuh sungai lainnya yaitu: Sungai Ciujung, Cisadane, Citarum, Cimanuk, Citanduy, Serayu, dan Bengawan Solo merupakan hasil pengukuran “Carbon, Nutrient and Water Fluxes of River Basins of the Java Island”, yang merupakan penelitian dengan biaya dari hibah the Southeast Asia
43
Regional Center for START dan IPB melalui SARCS project 95/01/CW-0021). Pengukuran tersebut dilakukan selama September 2006 hingga Januari 2008 untuk periode pengambilan tiap tiga bulan sekali. Lokasi pengambilan sampel pada kolom air untuk mengukur fluks karbon dan parameter kualitas air lainnya ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu: a) Di bagian hilir yang tidak terpengaruh oleh back water air laut pasang (intrusi air laut). b) Di bagian hilir, sungai utama sudah tidak mempunyai percabangan atau anak sungai yang cukup besar yang secara signifikan akan mempengaruhi debit sungai utama tersebut. c) Terdapat stasiun pengukuran debit di sekitarnya. d) Jika terdapat bendung pada suatu sungai maka pengambilan sampel kualitas air dilakukan di dua tempat yaitu di bagian hulu dan hilir dari bendung tersebut. e) Titik pengambilan sampel ditentukan dengan mendasarkan pada ketentuan yang ada, yaitu (Effendi, 2003):
Pada sungai dengan debit kurang dari 5 m3/detik, sampel air diambil pada satu titik di tengah sungai pada 0,5 x kedalaman sungai.
Pada sungai dengan debit antara 5 - 150 m3/detik, sampel air diambil pada dua titik, masing-masing pada jarak 1/3 dan 2/3 lebar sungai pada 0,5 x kedalaman sungai.
Pada sungai dengan debit lebih dari 150 m3/detik, sampel air diambil minimum pada enam titik, masing-masing pada jarak ¼, ½, dan ¾ lebar sungai pada 0,2 x kedalaman sungai dan 0,8 x kedalaman sungai.
Jenis data yang diperlukan adalah data karbon sungai dalam enam bentuk yaitu: 1) total organic carbon (TOC); 2) total inorganic carbon (TIC); 3) dissolved organic carbon (DOC); 4) dissolved inorganic carbon (DIC); 5) particulate organic carbon (POC); dan particulate inorganic carbon (PIC). Selain itu diperlukan data debit sungai sesaat bersamaan dengan waktu pengambilan sampel air dan debit rata-rata untuk menghitung besarnya fluks.
44
Beberapa data kualitas air lain yang digunakan antara lain: temperatur air, dissolved oxygen (DO), konduktivitas, dan pH air. Dengan mempertimbangkan hal tersebut di atas, maka jumlah keseluruhan lokasi pengambilan sampel karbon sungai yang digunakan untuk penelitian ini sebanyak 13 lokasi. Untuk mempermudah pembacaan dari kelompok sungai dan masing-masing lokasi pengambilan sampel karbon, maka digunakan pengkodeaan dari masing-masing sungai dengan penambahan huruf K untuk membedakan dengan stasiun debit sungai, yaitu Ciujung (CIU-K), Cisadane (CIS-K), Citarum (CIT-K), Cimanuk (CIM-K), Citanduy (CID-K), Serayu (SER-K), Bengawan Solo (SOL-K), dan Brantas (BRA-K). Untuk pengkodean pembagian hulu dan hilir dari lokasi pengambilan sampel karbon digunakan angka 1 (hulu) dan 2 (hilir). Untuk Sungai Brantas yang kondisi sungainya di bagian hilir bercabang 2, maka digunakan penambahan kode A untuk Stasiun Gunung Sari dan B untuk Stasiun Porong. Pengambilan sampel karbon dilakukan di hulu dan hilir sungai dimaksudkan untuk analisis jebakan karbon. Daftar lokasi pengambilan sampel karbon sungai disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Lokasi pengambilan sampel karbon sungai No
Lokasi
Sungai
Kode
1
Kragilan
Ciujung
CIU-K1
Luas sub DAS (km2) 1.623
2
Ciujung
CIU-K2
1.695
3
Teras Bendung Pasar Baru
Cisadane
CIS-K1
1.450
4
Teluk Naga
Cisadane
CIS-K2
1.500
5
Kd Waringin
Citarum-
CIT-K
5.480
6 7 8 9
Cimanuk II Rambatan Rawalo Up Rawalo Ds
Cimanuk Cimanuk Serayu Serayu
CIM-K1 CIM-K2 SER-K1 SER-K2
3.140 3.320 2.630 2.715
10
Manganti
Citanduy
CID-K
2.186
11
Dukun
B.Solo
SOL-K
14.382
12 13
Gunung Sari Porong
Brantas Brantas
BRA-KA BRA-KB
11.078 10.573
Keterangan Jembatan Kragilan, Desa Selikur, Kec. Cikande, Kab. Serang Desa Jongjing, Serang Pintu air Pasar Baru, Cisadane, Tangerang Perahu penyeberangan, Desa Teluk Naga, Kec. Teluk Naga, Tangerang Desa Bojongsari, Kec.Kedung Waringin, Kab.Bekasi Jembatan Cimanuk II, Cirebon Bendung karet Rambatan, Cirebon Desa Kaliwangi, Banyumas Desa Rawalo, Kec. Rawalo, Banyumas Perahu penyeberangan, Desa Bojongsari, Kec. Kedungreja, Cilacap Jembatan Dukun, Desa Dukun, Kec. Dukun, Gresik Jembatan Gunungsari, Surabaya Jembatan Porong, Sidoarjo
45
3.3.1.3. Analisis Data Analisis karbon dari sampel air pada masing-masing sungai untuk setiap pengambilan sampel dianalisis di laboratorium kualitas air. Untuk analisis karbon Sungai Brantas dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Dinas Bina Marga Jawa Timur, sedangkan sampel tujuh sungai lainnya dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Perum Jasa Tirta I Malang. Meskipun terdapat perbedaan laboratorium, namun prosedur pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan standar baku yang ada. Selain itu juga dilakukan pengecekan silang untuk mengetahui tingkat keakuratan hasil analisis laboratorium dengan memeriksakan sampel karbon pada kedua laboratorium tersebut, dan selanjutnya dibandingkan hasilnya. Analisis karbon berdasarkan metode oksidasi katalis bertemperatur tinggi yaitu dengan Shimadzu TOC 5000 Analyser. Sampel dibakar dengan pembakaran bertemperatur tinggi (680 oC) (Inoue, 1990; Baum et al., 2007). Ketidakpastian konsentrasi berkisar ± 2-3% dari instrumen tersebut. DIC ditentukan dengan menggunakan analiser yang sama (dalam “inorganic carbon” mode) dengan detektor infra merah dengan tingkat kesalahan sekitar ± 0,5% (Wu et al., 2007). Pembakuan (standarisasi) DOC dilakukan dengan menggunakan potassium hydrogen petalat C8H5KO4, sedangkan untuk DIC standarisasi dengan menggunakan sodium carbonate Na2CO3 and NaHCO3. Untuk menghitung fluks karbon, maka konsentrasi karbon dikalikan dengan debit sungai sehingga diketahui fluks karbon pada masing-masing sungai (Degen, 1982; Milliman et al., 1984; Cauet and Mackenzie, 1993; Duan, 2000; Wu et al., 2007; Baum et al., 2007; Alkhatib et al., 2007). Ekspor karbon dari masing-masing sungai dihitung dengan berdasarkan luas DAS. Selanjutnya karbon yang terhitung pada masing-masing sungai tersebut dibandingkan dengan sungai-sungai di dunia berdasarkan studi literatur yang ada, sehingga dapat diketahui lebih lanjut. Beberapa metode analisis karbon yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 11.
46
Tabel 11. Metode analisis fluks karbon Metode Fluks karbon tahunan (ton/thn)
Hubungan karbon dan debit sungai Variasi karbon per musim (seasonal) Korelasi antar parameter karbon Hubungan karbon terhadap penduduk Hubungan karbon terhadap luas DAS Jebakan karbon
Sumber Degen, 1982; Milliman et al., 1984; Cauet and Mackenzie, 1993; Duan, 2000; Wu et al., 2007; Baum et al., 2007; Alkhatib et al., 2007 Cauet and Mackenzie, 1993; Duan, 2000; Sachse et al., 2005; Wu et al., 2007 Sachse et al., 2005 Wu et al., 2007 Ludwig and Probst, 1996 Cai, 2003; Cai et al., 2004
Turner et al., 1998; Ittekkot et al., 2000; Chen, 2002, 2004; Crossland et al., 2005 Perpindahan CO2 dari sungai ke Barth and Veizer, 1999; Devol et al., 1987; atmosfer Frankignoulle et al., 1998; Hamilton et al., 1995; Jarvie, et al., 1997; Jones and Mulholland, 1998; Neal et al., 1998; Raymond et al., 1997; Brasse, 2002 Hubungan karbon dan indeks kesehatan DAS Perbandingan dengan karbon fluks Kao dan Liu, 1996, 1997; Lyons et al., 2002; sungai-sungai di dunia Blair et al., 2003; Gomez et al., 2003; Komada et al., 2004; Alkhatib et al., 2007
Setelah ditemukenali karakteritik fluks karbon dari masing-masing sungai yang ada, selanjutnya dilakukan perbandingan dengan sungai-sungai lain di dunia. Untuk mengendalikan tingkat degradasi lingkungan pada masing-masing DAS, maka disusun manajemen lingkungan dengan berdasarkan konsep pengelolaan DAS.
3.3.2. Pola Kecenderungan dan Watak Hidrologi 3.3.2.1. Tujuan Tujuan penelitian kedua adalah mengidentifikasi pola kecenderungan dan watak hidrologi dari sungai-sungai di bagian hulu, tengah dan hilir dari sungaisungai utama di Jawa. Pada masing-masing DAS dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir, dimana pola aliran dari stasiun hidrologi yang mewakili bagian subDAS tersebut dikaji lebih mendalam. Hal ini cukup penting guna mengetahui bagaimana pola kecenderungan waktu jangka panjang yaitu dari tahun-tahun sebelumnya hingga kondisi terakhir.
47
3.3.2.2. Metode Pengumpulan Data 1) Penentuan Lokasi Penentuan lokasi stasiun hidrologi dipilih berdasarkan pertimbangan penyebaran stasiun pada masing-masing subDAS dan kelengkapan data secara historis. Stasiun-stasiun hidrologi yang diperoleh diplot ke dalam peta topografi untuk mengetahui persebarannya. Pembagian subDAS pada masing-masing DAS atau sungai utama berdasarkan pertimbangan kemiringan lereng, jaringan sungai, dan luas subDAS. Di Jawa terdapat sekitar 459 pos duga air atau stasiun debit sungai yang tersebar di 111 DAS dengan lama pencatatan debit yang bervariasi. Dari jumlah keseluruhan stasiun debit tersebut, sekitar setengahnya atau 241 stasiun (53%) mempunyai data yang lebih dari 10 tahun pengamatan, sedangkan sisanya 218 stasiun (47%) data yang dihasilkan kurang dari 10 tahun. Kontinuitas pencatatan debit juga banyak yang tidak menerus karena kerusakan peralatan atau stasiun pengukur debit dipindah ke tempat lain. Dari 459 stasiun debit di Pulau Jawa tersebut, sebanyak 283 stasiun atau 61,7% tersebar di daerah penelitian, yaitu di DAS Ciujung (8 stasiun), DAS Cisadane (13 stasiun), DAS Citarum (74 stasiun), DAS Cimanuk (38 stasiun), DAS Citanduy (32 stasiun), DAS Serayu (35 stasiun), DAS Bengawan Solo (42 stasiun), dan DAS Brantas (41 stasiun). Untuk analisis kecenderungan (trend) debit dilakukan pemilihan stasiun yang dapat mewakili bagian dari DAS yaitu hulu, tengah dan hilir. Dari masingmasing bagian DAS dipilih satu stasiun yang digunakan sebagai wakil dari bagian DAS dengan pertimbangan sebaran dan durasi data pengamatan debit sungai. Data debit yang digunakan adalah debit rata-rata bulanan pada masing-masing stasiun. Data debit tersebut sebagian diperoleh dari data debit harian dan sebagian debit bulanan dan jangka waktu pengamatan yang panjang. Untuk memudahkan dalam pembacaan dari kelompok sungai dan masingmasing stasiun sesuai dengan sub DAS yaitu hulu, tengah dan hilir, maka digunakan pengkodeaan dari masing-masing sungai, yaitu Ciujung (CIU), Cisadane (CIS), Citarum (CIT), Cimanuk (CIM), Citanduy (CID), Serayu (SER), Bengawan Solo (SOL), dan Brantas (BRA). Untuk pengkodean pembagian
48
subDAS digunakan angka 1 (hulu), 2 (tengah), dan 3 (hilir). Apabila di dalam satu sungai pada satu subDAS menggunakan dua stasiun dikodekan dengan A dan B. Berdasarkan pertimbangan hal tersebut, maka di bagian hulu DAS diwakili oleh Stasiun Ciberang (CIU-1), Legok Muncang (CIS-1), Cikapundung (CIT-1), Bojongloa (CIM-1), Cilisung (CID-1), Banjarnegara (SER-1), Padas (SOL-1A), Nambangan (SOL-1B) dan Gadang (BRA-1). Pada hulu DAS Bengawan Solo diwakili oleh dua stasiun dengan pertimbangan adanya dua sub DAS yang besar yaitu Bengawan Solo hulu dan Bengawan Madiun. Durasi pengamatan debit yang digunakan berkisar antara 11 – 26 tahun. Pada bagian tengah DAS dipilih stasiun pengamatan debit yang dianggap mewakili bagian tengah DAS tersebut yaitu Stasiun Rangkasbitung (CIU-2), Batubeulah (CIS-2), Nanjung (CIT-2), Tomo (CIM-2), Pataruman (CID-2), Banyumas (SER-2), Napel (SOL-2) dan Kediri (BRA-2). Durasi pengamatan yang digunakan lebih panjang daripada di bagian hulu DAS yaitu 31 tahun. Untuk bagian hilir, stasiun debit yang digunakan adalah Kragilan (CIU-3), Serpong (CIS-3), Jatiluhur (CIT-3), Jatibarang (CIM-3), Karangsari (CID-3), Rawalo (SER-3), Babad (SOL-3), Perning (BRA-3A) dan Porong (BRA-3B). Durasi pengamatan berkisar antara 8 – 31 tahun (Tabel 12). Tidak adanya data pengamatan debit dengan durasi yang cukup panjang pada stasiun-stasiun debit yang terletak mendekati sekitar muara sungai atau paling hilir merupakan salah satu pertimbangan dipilihnya stasiun-stasiun yang berlokasi cukup jauh dari muara sungai. Namun demikian stasiun-stasiun tersebut dapat dikelompokkan ke bagian hilir DAS karena memiliki kemiringan lereng yang rendah dan secara proporsional dipetakan masih mendekati bagian hilir DAS.
49
Tabel 12. Stasiun debit sungai di hulu, tengah dan hilir yang digunakan untuk analisis trend debit Tengah
Hulu Sungai
Luas DAS (km2)
Stasiun
Kode
Luas Thn Durasi subDAS Pengama (Tahun) (km2) tan
Stasiun
Kode
Hilir
Luas Thn Durasi subDAS Pengama (Tahun) (km2) tan
Stasiun
Kode
Luas Thn Durasi subDAS Pengama (Tahun) (km2) tan
Ciujung
1935 Ciberang
CIU-1
301 86-01
16 Rk.bitung
CIU-2
1064 71-01
31 Kragilan
CIU-3
1623 71-01
Cisadane
1667 Lg.Muncang
CIS-1
196 76-01
26 Batubeulah
CIS-2
820 71-01
31 Serpong
CIS-3
1145 71-01
31 31
Citarum
6080 Cikapundung CIT-1
76 76-01
26 Nanjung
CIT-2
1674 73-01
31 Jatiluhur
CIT-3
5342 71-01
31
Cimanuk
3600 Bojongloa
CIM-1
286 76-01
26 Tomo
CIM-2
1966 71-01
31 Jatibarang CIM-3
3322 71-01
31
Citanduy
3599 Cilisung
CID-1
190 76-01
26 Pataruman
CID-2
1163 71-01
31 Karangsari CID-3
2682 72-01
31
Serayu
3383 Banjarnegara SER-1
270 77-01
26 Banyumas
SER-2
987 71-01
31 Rawalo
SER-3
2631 71-01
31
26 Napel
SOL-2
10095 71-01
31 Babad
SOL-3
14247 71-01
31
BRA-2
7702 71-01
31 Perning
BRA-2A
11497 95-03
8
Porong
BRA-2B
10573 95-03
8
B. Solo Brantas
16100 12192
Padas
SOL-1A
35 76-01
Nambangan
SOL-1B
2126 76-01
Gadang
BRA-1A
808 74-87
14 Kediri
Gadang
BRA-1B
924 91-01
11
26
50
2) Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data debit sungai secara jangka panjang. Mengingat ketersediaan data debit aliran cukup beragam bentuk dan pencatatannya, maka kondisinya disesuaikan dengan yang ada. Bentuk data debit umumnya dalam bentuk aliran (m3/detik) atau tinggi muka air (meter) yang selanjutnya perlu dikalikan dengan rating curve untuk memperoleh data debit (m3/detik). Format pencatatan umunya dalam bentuk rata-rata harian, mingguan, dan bulanan. Ketersediaan data debit saat ini masih tersebar di berbagai instansi. Untuk itu data dikumpulkan dari instansi-instansi yang melakukan pengukuran, baik manual (peilschall) maupun otomatis (automatic water level recorder/AWLR) seperti:
Dinas Pengairan di tingkat kabupaten dan provinsi.
Proyek Induk Pengembangan Wilayah Sungai (PIPWS) di masing-masing wilayah sungai seperti PIPWS Ciujung-Ciliman, PIPWS Ciliwung-Cisadane, PIPWS Cimanuk-Cisanggarung, PIPWS Citarum, PIPWS Citanduy-Ciwulan, BPSDA Serayu-Bogowonto, dan PIPWS Bengawan Solo. Perum Jasa Tirta I (DAS Brantas dan DAS Bengawan Solo) dan Perum Jasa
Tirta II (DAS Citarum). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan
Pengembangan Departemen Pekerjaan Umum. Balai Pengelolaan DAS di masing-masing DAS yang merupakan bagian dari
instansi di Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.
3.3.2.3. Analisis Data Data debit yang sudah diperoleh selanjutnya dibakukan dalam satuan 3
m /detik. Oleh karena itu untuk stasiun-stasiun hidrometri yang pengukuran debit dengan hanya mengukur duga muka air maka perlu dihitung dengan rating curve yang ada untuk masing-masing stasiun pengukuran. Data debit yang digunakan adalah data debit rata-rata bulanan yang diperoleh dari data penjumlahan data debit harian.
51
Untuk mengetahui pola kecenderungan dilakukan uji statistik. Mengingat data debit yang diolah merupakan data jangka panjang (historis) dan merupakan deret berkala yang nilainya menunjukkan gerakan yang berjangka panjang dan mempunyai kecenderungan menuju kesatu arah, arah menaik atau menurun atau dikenal dengan pola atau trend (Soewarno, 1995), maka dihitung dengan metode statistik. Umumnya, deret berkala meliputi gerakan yang lamanya lebih dari 10 tahun. Untuk mengetahui trend dapat diuji dengan berbagai cara, diantaranya uji: korelasi peringkat metode Spearman, Mann dan Withney, tanda dari Cox dan Stuart (Soewarno, 1995), dan Mann-Kendall (Libiseller, 2004). Metode Mann Kendall merupakan salah satu metode statistik non parametrik yang sering digunakan untuk mendeteksi trend (Yue et al., 2002). Uji Mann-Kendall secara luas telah diterapkan untuk mendeteksi trend dalam waktu seri dari ilmu-ilmu lingkungan, termasuk musiman (Hirsch and Slack, 1982), pemantauan lokasi-lokasi ganda (Lettenmaier, 1988) and representasi fluktuasi alam (Libiseller and Grimvall, 2002). Penerapan lain dengan metode tersebut untuk analisis trend dalam data seri hidrologi dan klimatologi banyak ditemukan, misal Conley and McCuen (1997), Kadioglu (1997), Voortman (1998), Douglas et al. (2000), Gonzalez-Hidalgo et al. (2001), Burn and Hag Elnur (2002), Beighley and Moglen (2002), and Tu (2006). Alasan populernya metode Mann Kendall adalah metode ini cukup sederhana, mampu mengatasi nilai-nilai yang hilang dan nilai-nilai di bawah batas yang diperoleh. Statistik Mann-Kendall merupakan suatu metode statistik yang digunakan untuk menguji indepedensi data dalam suatu deret waktu. Meskipun demikian, dalam mendeteksi jangka panjang, trend linier dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk ukuran data dari trend yang dapat dideteksi, jangka waktu ketersediaan data, dan besaran dari variabilitas dan autokorelasi dari gangguan dari data. Kesulitan dalam sebuah trend adalah dalam memutuskan apakah ada atau tidak adanya kuantifikasi trend yang akan berlangsung terus menerus tanpa perubahan di masa mendatang, atau kemungkinan trend tersebut hanya sebuah bagian dari siklus panjang perubahan (Shaw, 1991)
52
Dalam penelitian ini uji kecenderungan Mann-Kendall digunakan untuk menguji independensi dan kecenderungan data debit aliran sungai serta menentukan model regresi linear deret waktu dari data debit di delapan sungai utama. Statistik Mann-Kendall dihitung dengan menggunakan perangkat lunak MAKESENS 1.0. Dalam metode Mann-Kendall tersebut penentuan nilai signifikasi (Z) menggunakan empat nilai alpha () yang berbeda yaitu sebagai berikut : a) Untuk =0,1 atau dengan tingkat kepercayaan 90% jika nilai Abs(Z) > 1,645 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “+” b) Untuk =0,05 atau dengan tingkat kepercayaan 95%, jika nilai Abs(Z) > 1,96 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “*” c) Untuk =0,01 atau dengan tingkat kepercayaan 99,99%, jika nilai Abs(Z) > 2,576 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “**” d) Untuk nilai =0,001 atau dengan tingkat kepercayaan 99,999%, jika nilai Abs(Z) > 3,292 maka nilai signifikan ditandai dengan tanda “***” Dalam regresi linear Mann-Kendall persamaan yang digunakan untuk prediksi adalah Y(t) = At + B, dengan A adalah nilai kemiringan (slope) garis regresi, t adalah selisih antara tahun akhir dan awal pengamatan, dan B adalah nilai intersep atau nilai debit saat t = 0. Untuk mengetahui watak hidrologi dari sungai, dilakukan analisis terhadap debit sungai berdasarkan formula yang sering dilakukan dalam analisis hidrologi seperti penentuan : koefisien rejim sungai, koefisien varian, indeks koefisien simpanan air, indeks debit jenis dan debit per satuan luas pada masing-masing DAS yang terbagi dalam tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Metode yang digunakan dalam perhitungan tersebut sama seperti halnya yang digunakan dalam penentuan karakteristik DAS untuk indikator hidrologi. Penyebab adanya perubahan trend debit dikaji dengan membandingkan pola curah hujan yang ada. 3.3.3. Kesehatan DAS 3.3.3.1. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah menemukan tingkat kesehatan DAS sebagai indikator degradasi lingkungan berdasarkan karakteristik dan kondisi DAS.
53
Karakteristik DAS adalah kekhasan suatu daerah tangkapan air berdasarkan bentuk dan sistem lahannya, biofisiknya, maupun kepentingan sosial, budaya, dan ekonomi di dalamnya yang membedakannya dengan DAS yang lain (Dephut, 2002). Dengan diketahuinya karakteristik masing-masing DAS, maka dapat ditentukan prioritas kebijakan dan perencanaan strategis berdasarkan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak.
3.3.3.2. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan untuk mengetahui karakteristik DAS adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dari hasil pengukuran, perhitungan berdasarkan persamaan yang telah ditentukan dan hasil analisis spasial dengan sistem informasi. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka dan dari berbagai institusi terkait yang memiliki kewenangan mengelola data. Data yang digunakan untuk analisis kesehatan DAS meliputi data hidrologi, erosi, sedimentasi, kualitas air, penutupan lahan dan penduduk. Mengingat ketersediaan data untuk masing-masing DAS cukup terbatas, maka pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi pustaka secara intensif dari berbagai studi yang pernah dilakukan pada masing-masing DAS. 3.3.3.3. Analisis Data Mengingat komponen karakteristik DAS sangat beragam maka parameter yang digunakan juga cukup banyak. Dalam penelitian ini penentuan karakteristik DAS lebih banyak dilakukan dengan pendekatan biogeofisik DAS karena kriteria tersebut lebih terukur dan ketersediaan datanya lebih mudah diperoleh. Metode penentuan kesehatan DAS disini mengacu pada metode yang telah ditetapkan oleh Departemen Kehutanan dalam pedoman dan monitoring evaluasi DAS (Departemen Kehutanan, 2009). Kriteria yang digunakan untuk menentukan kesehatan DAS dalam penelitian ini meliputi hidrologi, erosi dan sedimentasi, kualitas air, penutupan lahan, dan penduduk. Masing-masing indikator memiliki nilai berdasarkan atas kondisinya yang berkisar antara baik (3), sedang (2), dan buruk (1) seperti pada Tabel 13 dan nilai setiap indikator dikalikan dengan bobotnya dapat dilihat pada Tabel 14.
54
Tabel 13. Parameter dan indikator dalam karakteristik DAS Parameter Hidrologi
Indikator Koefisien rejim sungai (KRS) Koefisien varian (CV)
Hidrologi
Indek Penggunaan Air (IPA) Indeks Koefisien Simpanan Air (KSA) Indeks Debit Jenis (IDJ)
Persamaan KRS = (Qmak)/Qmin) Qmak = debit maksium tahunan Qmin = debit minimum tahunan CV = (SD. Debit)/(Qrerata)x100% 3
IPA = Potensi (m ) 3 Kebutuhan (m ) KSA = Qmin / Qrerata Qmin = debit min tahunan Qrata-rata= debit rerata tahunan IDJ = (Qmak)/A 3 Qmak = debit maks thn (m /det) 2 A = luas DAS (km ) IE = {(Erosi aktual) / (Erosi yang diijinkan)} x 100%
Erosi
Indeks Erosi (IE)
Sedimentasi
Kandungan sedimen
Laju sedimentasi (mm/thn)
Kualitas air
Fisik
Kekeruhan
Kimia
pH
DO (mg/l)
NO3 (mg/L)
PO4 (mg/L)
NO2 (mg/L)
Penutupan Lahan
Penduduk
Biologi
Biological Oxygen Demand (BOD) (mg/L)
Indeks Penutupan Lahan Permanen (IPLM) Kepadatan penduduk (KP)
IPML =(LVP/A) x 100% LVP = Luas lahan berveg. Perm. A = Luas DAS
KP = jumlah penduduk/ luas
Standar Evaluasi Kuantitatif < 40 40 – 80 > 80 < 10 10 – 30 > 30 > 0,9 0,5 ≤ IPA ≤ 0,9 < 0,5 > 0,2 0,1≤ KSA ≤ 0,2 < 0,1
Kualitatif Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk
<1 1 ≤ IDJ ≤ 1,25 > 1,25 IE < 0,8 0,8 ≤ IE ≤ 1 IE > 1 <1 1≤ LS ≤ 2 >2 Bening (5) Keruh (5-25) Berlumpur (>25) 6,5 – 7,5 5-6,5 atau 7,58,5 <5,5 atau > 8,5 >5 0,3 ≤ DO ≤ 5 < 0,3 < 0,2 0,2 ≤ NO3 ≤ 5 >5 < 0,2 0,2 ≤ PO4 ≤ 0,4 > 0,4 <1 1 ≤ NO2 ≤ 2 >2 <5 5 ≤ BOD ≤ 10 > 10 > 30 20 ≤ IPML ≤ 30 < 20
Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk
< 10 orang/ha 10 – 20 org/ha >20 org/ha
Baik Sedang Buruk
Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk Baik Sedang Buruk
Sumber 1, 2, 3
1, 2
2
3
3
1, 2, 4
1, 2, 4
2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2
1, 2, 5
3
Keterangan: 1. Walker & Reuter, 1996; 2. Paimin et al., 2002; 3. Gunawan, 2002; 4. Sukresno & Yonky, 2002; 5. Basuki et al., 2002
Analisis data yang digunakan untuk mengetahui indikator dari masingmasing DAS adalah berdasarkan formula yang ada dan analisis spasial dengan menggunakan sistem informasi geografi untuk indikator yang sifatnya keruangan. Hasil perkalian antara indikator dan bobot dijumlahkan selanjutnya disebut skor
55
tingkat kesehatan DAS. Kriteria kesehatan DAS diklasifikasi berdasarkan skor rata-rata seperti Tabel 15. Tabel 14. Pembobotan pada kriteria dan indikator Kriteria/Indikator A. Hidrologi 1. Koefisien rejim sungai (KRS) 2. Koefisien varian (CV) 3. Indeks penggunaan air (IPA) 4. Indeks koefisien simpanan air (KSA) 5. Indeks debit jenis (IDJ) B. Erosi Indeks Erosi C. Sedimentasi Kandungan sedimen D. Kualitas air 1. Fisik a. Kekeruhan 2. Kimia a. pH b. DO c. NO3 d. PO4 e. NO2 3. Biologi a. BOD E. Penutupan Lahan Indeks penutupan lahan permanen (IPLM) F. Penduduk Kepadatan penduduk TOTAL
Bobot (%) 50 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 1 1 6 1 1 2 2 1 2 2 15 15 5 5 100
Tabel 15. Kriteria tingkat kesehatan DAS Kriteria 1. Buruk/sakit 2. Sedang 3. Baik/sehat 4. Sangat baik/ sangat sehat
Skor Rata-rata <150 150 ≤ DAS < 200 200 ≤ DAS < 250 ≥ 250
Pada penentuan keterkaitan karbon sebagai salah satu indikator kesehatan DAS, dilakukan analisis korelasi antara kesehatan DAS dan karbon pada masing-masing DAS.
56