115
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Kualitatif Penelitian mengenai “Model Pendidikan Nilai Berbasis Zikir dan Doa dalam
Mengembangkan Kepribadian Kaffah” ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti akan mengalami kesulitan memperoleh data yang utuh dan mendalam bila penelitian tentang makna zikir dan doa diteliti dengan pendekatan obyektif. Yang akan diperoleh hanyalah tataran permukaan dan kering, peneliti dan responden juga berjarak. Seolah penelitian tentang ”makna” zikir ini tidak menjadi bermakna dengan pendekatan
kuantitatif,
yakni
hanya
dengan
menyebarkan
angket
dan
mengananalisisnya dengan hitungan statistik, padahal manusia adalah makhluk yang berkeinginan dan berkehendak yang tidak bisa dikuantifikasi. Apalagi pengalaman dan kesadaran adalah sesuatu yang kompleks dan sulit untuk dioperasionalkan. Jenis penelitian tentang makna zikir dan doa ini temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Menurut Strauss dan Corbin (2003: 4-5), penelitian kualitatif dapat digunakan untuk mengungkapkan tentang kehidupan, seperti pengalaman sakit, ketergantungan obat dan lainnya, termasuk penelitian ini yang mengungkap pengalaman seseorang tentang zikir dan doa. Seperti penelitian kualitatif lainnya, penelitian ini bertujuan
116
memperoleh pemahaman yang otentik mengenai pengalaman orang-orang mengenai zikir dan doa sebagaimana dirasakan orang yang bersangkutan. Seperti yang dikemukakan Bogdan dan Taylor (Moleong, 2006: 4) mengenai kualitatif, prosedur penelitian ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Peneliti tidak mengisolasikan subjek penelitian atau individu ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan, yakni manusia yang memiliki kesadaran dan kehendak. Kealamiahan latar penelitian juga diperlukan agar peneliti dapat menafsirkan pengalaman pezikir yang apa adanya. Seperti yang dinyatakan Creswell (1998: 15) : “... an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyzes words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting”. Jadi, kualitatif adalah sebuah proses pemahaman, melalui tradisi penelitian metodologi tersendiri, yang mengeksplorasi permasalahan manusia atau sosial. Hasilnya adalah sebuah deskripsi yang kompleks dan menyeluruh. Peneliti tidak berjarak dengan objeknya, peneliti tidak punya kuasa untuk mengintervensi objeknya (natural setting). Penulis tidak boleh mengintervensi kealamiahan latar penelitian tentang pezikir Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Pada intinya, penelitian kualitatif amat menekankan pada makna. Makna merupakan perhatian utama dalam pendekatan penelitian. Itu merupakan salah satu keistimewaan dari paradigma kualitatif yang dipaparkan Maxwell (1996) sebagai
117
berikut: 1. Memfokuskan pada pemahaman makna. Peneliti bukan saja tertarik pada aspek fisik dari kejadian atau tingkah laku responden, melainkan juga bagaimana mereka memaknai semua itu, dan bagaimana makna itu mempengaruhi tingkah laku responden. 2. Dalam penelitian kualitatif perilaku responden dilihat dalam konteks tertentu dan pengaruh konteks terhadap tingkah laku. 3. Bagi peneliti setiap informasi, kejadian, prilaku, suasana, dan pengaruh baru adalah “terhormat” dan berpotensi sebagai data untuk mem-backing hipotesa kerja (hipotesis kini, hipotesis sementara waktu). 4. Kemunculan teori berbasis data : teori yang sudah jadi atau pesanan atau apriori tidaklah mengesankan kaum naturalis, karena teori-teori ini akan kewalahan disergap oleh informasi, kejadian, prilaku, suasana, dan pengaruh baru dalam konteks baru. 5. Adanya pemahaman proses. Upaya-upaya untuk memahami proses (daripada produk) kejadian atau kegiatan yang diamati. Penelitian pendidikan berdimensi agama akan sangat berkaitan dengan aspek kejiwaan, seperti yang dinyatakan Johnson (1959), yaitu : (1) pengalaman beragama, yaitu kondisi jiwa (pikiran,perasaan,emosi) ketika berdoa,beribadah dan melaksanakan upacara-upacara agama, melakukan meditasi, tasawuf kaum sufi dan sebagainya (2) Pertumbuhan agama, kondisi jiwa keagamaan pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa; (3) Konvensi agama, yaitu faktor-faktor kejiwaan seseorang saat memutuskan untuk pindah agama, kondisi kejiwaan (sikapnya terhadap agama yang baru), krisis dan konflik saat menghadapi perbedaan,pertentangan dan keberlangsungan; (4) doa dan kebaktian, yaitu bagaimana kondisi kejiwaan seseorang yang mengharuskan ia melakukan doa dan kebaktian serta bagaimana yang bersangkutan memaknai kegiatan tersebut; (5) Upacara keagamaan; (6) Kondisi jiwa orang yang beriman dan orang yang ragu-ragu. (7) Perilaku beragama,misalnya apakah seseorang itu beragama secara intrinsik atau ekstrinsik, atau atas kesadaran lahiriah atau kesadaran spiritual (8) Agama dan kesehatan jiwa yang meliputi kondisi jiwa pada umumnya, factor ekonomi, penyembuhan spiritual dan terapi agama; (9) Panggilan beragama; (10) Komunitas beragama Berdasarkan pendapat di atas akan pentingnya makna akan pengalaman zikir dan do`a, selanjutnya peneliti melakukan penelitian tentang “Model Pendidikan Nilai
118
Berbasis Zikir dan Doa dalam Mengembangkan Kepribadian Kaffah” ini dengan metode kualitatif. Latar dalam penelitian ini alamiah, kemudian penulis melakukan penggalian makna pezikir mengenai fenomena yang disadari dan dialami, dan perilaku mereka dalam konteks tertentu.
1. Metode Studi Kasus Penelitian tentang “Model Pendidikan Nilai Berbasis Zikir dan Doa dalam Mengembangkan Kepribadian Kaffah” ini menggunakan pendekatan studi kasus, yaitu uraian dan penjelasan komprehensif (menyeluruh) mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi atau situasi sosial. Pada studi kasus, Mulyana menjelaskan bahwa : Penulis secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar variabel mengenai suatu kasus dengan mempelajari semaksimal mungkin seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi atau suatu kejadian. Penelitian ini bertujuan memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti (Mulyana, 2004:201) Jadi selain mempelajari semaksimal mungkin individu atau kelompok, dalam studi kasus disajikan pula deskripsi terperinci dan mendalam tentang subyek penelitian. Sevilla dkk (1993) menambahkan bahwa studi kasus dilakukan selama kurun waktu tertentu. Yin (1996) menyebutkan bahwa studi kasus merupakan penelitian naturalistik yang menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata dan memanfaatkan multisumber bukti. Studi kasus merupakan penelitian terhadap latar belakang dan kondisi dari individu, kelompok atau komunitas tertentu dengan tujuan untuk memberikan
119
gambaran yang lengkap mengenai subjek atau objek, dan suatu kejadian yang diteliti. Studi kasus adalah pendekatan dengan pokok pertanyaan yang berkenaan dengan “how” atau “why”. Peneliti tidak mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki. Fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer di dalam konteks kehidupan nyata. Srudi kasus memiliki beberapa keistimewaan. Menurut Lincoln dan Guba (Mulyana, 2004:201-202), keistimewaan studi kasus meliputi: 1. Studi kasus merupakan sarana utama bagi peneliti emik, yaitu menyajikan pandangan subjek yang diteliti. 2. Studi kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari. 3. Studi kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukan hubungan antara peneliti dan responden. 4. Studi kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi faktual tetapi juga keterpercayaan (trust-worhness). 5. Studi kasus memberikan ‘uraian tebal’ yang diperlukan bagi penelitian atau transferabilitas. 6. Studi kasus terbuka bagi peneliti atau konteks yang turut berperan bagi pemaknaan atas fenomena dan konteks tersebut.
Pendekatan studi kasus memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menggali lebih banyak lagi informasi untuk mendapatkan fakta dan data yang dibutuhkan. Sebagaimana diungkapkan oleh Frey et al., “Pendekatan studi kasus menyediakan peluang untuk menerapkan prinsip umum terhadap situasi-situasi spesifik atau contoh-contoh, yang disebut kasus-kasus. Contoh-contoh yang dikemukakan berdasarkan isu-isu penting, sering diwujudkan dalam pertanyaan-pertanyaan. Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan, analisis studi kasus menunjukan kombinasi pandangan, pengetahuan dan kreativitas dalam mengidentifikasi dan membahas isu-isu relevan dalam kasus yang dianalisisnya, dalam menganalisis isu-isu ini dari sudut pandang teori dan riset yang relevan, dan
120
dalam merancang strategi yang realistik dan layak untuk mengatasi situasi problematik yang teridentifikasi dalam kasus”. (Mulyana, 2004:202)
Menurut Yin, pertama, studi kasus harus signifikan. Artinya, kasus yang diangkat mengisyaratkan sebuah keunikan dan betul-betul khas serta menyangkut kepentingan publik atau masyarakat umum. Kedua, studi kasus harus "lengkap". Dengan kata lain, meski menghadapi berbagai keterbatasan, kasus yang diangkat haruslah diselesaikan dengan tuntas. Untuk masalah yang disebutkan terakhir ini peneliti harus membuat desain studi kasus sedemikian rupa dengan mengingat berbagai keterbatasan yang sangat boleh jadi akan muncul. Ketiga, studi kasus mempertimbangkan alternatif perspektif. Bahwa kemungkinan munculnya buktibukti dan/atau jawaban yang berbeda dari perspektif yang berbeda harus dapat diantisipasi dengan baik, misalnya dengan membuat desain yang dapat memberikan tempat bagi berbagai alternatif pandangan. Keempat, studi kasus harus menampilkan bukti yang memadai dan secara bijak mendukung atas kasus yang diteliti. Kelima, laporan hasil studi kasus haruslah ditulis dengan cara yang menarik dan menggugah minat pembaca. Gaya penulisannya hendaklah jelas sehingga rasa ingin tahu orang lain untuk membacanya. Karena itu, penulisan laporan dalam studi kasus tidak selayaknya disajikan hanya dengan menggelar data-data yang melimpah saja dan kemudian membosankan bahkan menimbulkan kesan bahwa membacanya terlalu banyak menguras tenaga dan memerlukan waktu yang lama. Dengan demikian teknik penyajian dan penulisan yang menarik sungguh penting dalam laporan penelitian, khususnya dalam studi kasus.
121
Lebih rinci lagi, Prof. Mudjia Rahardjo yang aktif menulis di internet, dalam situsnya,
mengemukakan
beberapa
pandangannya
tentang
studi
kasus
(http://www.mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/203.html?task=view): 1. Unit analisis bisa berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat. 2. Studi kasus sebaiknya dilakukan terhadap peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung. Bukan gejala atau peristiwa yang sudah selesai. 3. Studi kasus lebih menekankan kedalaman pemahaman atas masalah yang diteliti, bukan pada jumlah subjek yang diteliti. Pertanyaan-pertanyaan tentang berapa banyak subjek yang diteliti dan berapa banyak sampel tidak relevan dalam studi kasus. 4. Karena menekankan kedalaman, penelitian dengan studi kasus dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu gejala atau fenomena tertentu dengan lingkup yang sempit. 5. Kedalaman penelitian diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data atau informasi bisa dari banyak sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada kasus yang diteliti. 6. Untuk memperoleh informasi yang mendalam dalam penelitian, informan adalah maximum variety, yakni orang yang tahu banyak tentang masalah yang diteliti, kendati tidak harus bergelar akademik tinggi.
122
7. Hasil penelitian studi kasus bersifat transferabilitas, artinya hasil penelitian bisa berlaku di tempat lain manakala tempat lain itu memiliki ciri-ciri yang sama dengan tempat atau lokus penelitian itu dilakukan. Uraian Yin dan Rahardjo di atas mempertegas bahwa penelitian terhadap pezikir TQN dilakukan pada aktivitas yang masih mereka lakukan, menekankan kedalaman penelitian, jumlah informan bukan patokan utama dan dapat memanfaatkan multisumber untuk mengumpulkan data. Selanjutnya, berdasarkan pendapat Bogdan dan Biklen (1982), penelitian terhadap pezikir TQN ini menggunakan tipe studi kasus komunitas sosial atau kemasyarakatan. Peneliti melihat sisi-sisi unik tapi bermakna dari aktivitas zikir yang dilakukan mereka. Metode zikir yang unik dalam kehidupan sehari-hari dilakukan setiap usai shalat lima waktu. Aktivitas itu tentunya memiliki makna tersendiri bagi masing-masing individu. Kenyataan bahwa zikir itu unik dan memiliki makna yang khas bagi para pezikir menjadi pusat perhatian dalam penelitian tipe ini.
2. Pengumpulan Data Untuk mengamati dan merasakan bagaimana aktifitas dan pengalaman pezikir, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah : a. Pengamatan Berperan Serta Penulis melakukan pengamatan berperan serta (participant observatory) dalam melakukan penelitian. Tujuannya adalah untuk menelaah sebanyak
123
mungkin aktivitas dan pengalaman murid dan wakil mursyid sebagai pelaku. Teknik ini digunakan dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau fenomena yang diselidiki. Penulis memilih pengamatan berperanserta secara terbuka berlatar alamiah seperti yang dikemukakan Moleong (2006:176), agar dapat memperoleh semua informasi yang dibutuhkan termasuk yang dirahasiakan sekalipun. Peneliti mencatat perilaku dan kejadian yang mendukung penelitian, dan terlibat langsung dengan pelaku yang menjadi sampel penelitian. Menurut Denzin, pengamatan berperan serta adalah strategi lapangan yang secara simultan memadukan analisis dokumen, wawancara dengan responden dan informan, partisipan dan observasi langsung dan introspeksi. Untuk teknik ini, penulis berperan serta dalam kegiatan manaqiban, zikir bersama, dan khataman. b. Wawancara Mendalam Untuk melengkapi data dalam upaya memperoleh data yang akurat tentang penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan murid dan wakil mursyid. Menurut Guba (dalam Moleong, 2006 : 186), wawancara dilakukan untuk mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. Dalam konteks penelitian ini, peneliti melakukan wawancara tentang aktifitas dan pengalaman mereka. Cara melakukan wawancara adalah mengikuti saran Moustakas (1994 :
124
114), yaitu wawancara bersifat informal, interaktif atau dialogis, dan menggunakan pertanyaan terbuka. Penulis menggunakan teknik wawancara tak terstruktur atau wawancara terbuka dengan tujuan memperoleh kedalaman data tentang makna aktifitas dan pengalaman zikir. Wawancara yang dilakukan oleh penulis adalah wawancara dengan berbagai pihak yang berkompeten dengan penelitian, yakni sembilan orang murid dan dua orang wakil mursyid yang bersedia penulis wawancarai. c. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yang dimaksud adalah mencari dan mengumpulkan data referensi ataupun dokumen berupa buku, makalah, artikel, dan skripsi, tesis dan disertasi, dokumentasi audio visual dan foto, serta informasi lain yang berhubungan dengan penelitian. Dalam hal ini, penulis menggunakan referensi buku tentang zikir, doa, pendidikan nilai, studi kasus, dan lain sebagainya, yang dianggap penting dan berhubungan dengan penelitian. Serta melakukan pencarian dokumen-dokumen lainnya yang sekiranya bisa dijadikan acuan dan sumber utama maupun pelengkap dalam penelitian yang dilakukan. d. Internet Penelusuran data online memungkinkan sebuah penelitian kualitatif dilakukan (Bungin, 2008 : 124). Internet dimanfaatkan peneliti untuk memperoleh data atau informasi online mengenai pesantren suryalaya,
125
zikir, do`a di berbagai blog dan situs. Data maupun informasi di dunia maya kini dapat dipertanggungjawabkan seiring dengan pemanfaatan internet untuk keperluan akademis dan akurasinya Pengumpulan data merupakan bagian dari triangulasi metode untuk mendapatkan data yang valid dan reliable seperti yang dikemukakan Sutopo (2006) tentang konsep triangulasi. Penelitian ini juga menggunakan triangulasi sumber untuk mengumpulkan informasi dan data, yaitu: (1) informan yang mencakup pendiri, tokoh, pelaksana/penzikir atau jamaah tetap, (2) dokumen atau arsip berupa catatan, album, buku, bagan, surat-surat, rekaman-rekaman, dll, dan (3) perilaku atau aktivitas yang wajar dari informan yang dapat teramati langsung melalui penglihatan, perekaman, atau pembicaraan. Hal ini dilakukan untuk mengecek validitas data penelitian dari sumber datanya. Di samping itu, data dijaring dari 2 (dua) informan, yaitu (1) guru mursid, (2) murid, dan (3) penzikir.
3. Langkah Penelitian Dalam penelitian dengan metode studi kasus tentang “Model Pendidikan Nilai Berbasis Zikir dan Doa dalam Mengembangkan Kepribadian Kaffah” ini, langkah penelitian adalah sebagai berikut : 1) Menetapkan lingkup fenomena yang akan diteliti Penulis berusaha memahami perspektif filosofis pelaku zikir dan doa mengenai bagaimana
mereka mengalami sebuah fenomena. Penulis
menetapkan fenomena yang hendak dikaji melalui para informan, yakni
126
makna aktivitas dan pengalaman zikir seperti; motif pezikir mengamalkan zikir, metode dalam mengamalkan zikir, dan manfaat zikir bagi para pezikir. 2) Menyusun daftar pertanyaan: Peneliti menuliskan pertanyaan penelitian yang mengungkapkan makna akan akvifitas zikir dan do`a, dan pengalamannya bagi para pelaku, serta menanyakan kepada mereka untuk menguraikan pengalaman yang dianggap penting. 3) Pengumpulan data: Penulis mengumpulkan data dari murid yang mengalami fenomena yang diteliti. Langkahnya : a. Menentukan tempat dan individu yang diamati b. Mendapatkan informan yang benar-benar pernah mengalami fenomena zikir c. Wawancara dengan informan d. Menyimpan hasil wawancara dalam bentuk file 4) Analisis data Analisis data dilakukan sepanjang proses penelitian sejak penelitian pertama memasuki lapangan untuk mengumpulkan data. Berdasarkan hal itu, data kualitatif yang diperoleh berasal dari suatu prosedur yang sifatnya MultiLevel Analysis (mengkaitkan analisis pada level yang berbeda). dimana analisis data ini prosesnya dilakukan sepanjang penelitian berlangsung. Analisis adalah proses menyusun data agar dapat ditafsirkan. Menyusun data
127
berarti menggolongkannya dalam pola, tema, atau kategori. Tafsiran atau interpretasi, artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Interpretasi menggambarkan perspektif atau pandangan peneliti, bukan kebenaran. Adapun langkah analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Tahap awal: Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena yang dialami pelaku. Seluruh rekaman hasil wawancara mendalam dengan subyek penelitian ditranskipsikan ke dalam bahasa tulisan. b. Tahap horizonalization:
Peneliti menginventarisasi pernyataan-pernyataan penting yang relevan dengan topik zikir dan doa, merinci pernyataan-pernyataan dan peneliti menunda penilaian (epoche). Artinya, menjaga subjektifitas agar tidak mencampuri upaya merinci poin-poin penting dari data penelitian yang diperoleh dari hasil wawancara. c. Tahap Cluster of Meaning: Selanjutnya peneliti mengklasifikasikan pernyataan-pernyataan tadi ke dalam tema-tema, serta menyisihkan pernyataan yang tumpang tindih atau berulang-ulang. Pada tahap ini dilakukan: •
Textural description: Penulis menuliskan apa yang dialami pelaku termasuk contoh-contohnya secara seksama.
128
•
Structural description: Penulis menuliskan bagaimana fenomena itu dialami oleh para pezikir. Peneliti juga mencari segala makna yang mungkin berdasarkan refleksi si peneliti sendiri, berupa penilaian, perasaan, harapan, kekecewaan, keinginan, subyek penelitian tentang fenomena zikir yang dialaminya.
d. Tahap deskripsi esensi: Peneliti mengkonstruksi (membangun) deskripsi menyeluruh mengenai makna dan esensi pengalaman para pelaku. 5) Pelaporan hasil penelitian. Laporan ini memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca tentang bagaimana seseorang mengalami suatu fenomena selama beriyadhoh mengamalkan zikir dan doa. Penulis mengungkapkan pengalamannya, dan kemudian pengalaman seluruh partisipan. Setelah semua dilakukan, itu menjadi deskripsi gabungannya. Bila digambarkan akan seperti pada bagan berikut :
129
Menetapkan lingkup fenomena yang akan diteliti Menyusun daftar pertanyaan
Pengumpulan data Analisis Data Tahap Horizontalization
Tahap Cluster of Meaning Structural description (deskripsi strukstural)
Textural description (deskripsi tekstural) Tahap deskripsi Peneliti melaporkan
Gambar 3.1 Bagan Desain Penelitian
B.
Lokasi Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Suryalaya, Desa Tanjungkerta,
Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Adapun alasan penetapan lokasi tersebut adalah berikut ini:
130
1. Pondok Pesantren Suryalaya adalah lembaga pendidikan Islam dengan spesialisasi pengajian, pengamalan dan pengembangan Thariqoh Qadiriyah Naqsyabandiyah (TQN) yang sudah berjalan lebih dari satu abad (1905-2009). 2. Pesantren ini membina dan mengembangkan terapi penanggulangan kasus kasus remaja dan masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Barat sampai ke mancanegara dengan tingkat keberhasilan yang signifikan. Atas dasar itu PBB, International Federation of Non-Government Organisations (IFNGO) telah menyampaikan penghargaan piagam emas kepada pimpinan pesantren tersebut pada tanggal 09 Januari 2009 (Pikiran Rakyat, 9 Januari 2009) 3. Menurut informasi, respon masyarakat yang antusias untuk mengikuti kegiatan pengajian, khususnya pembinaan ibadah dzikir/do’a sebagai penyejuk kalbu.