BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi kualitatif dan kuantitatif. Desain kualitatif digunakan untuk menggambarkan kinerja keuangan dan kinerja pelayanan publik bidang pendidikan di Kota Tangerang. Sementara desain kuantitatif digunakan untuk menganalisis implikasi alokasi belanja publik terhadap IPM sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang. Berikut digambarkan matriks tujuan, metode dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 2. Matriks Tujuan, Hipotesis, Jenis Data dan Metode Penelitian Tujuan Penelitian
Hipotesis
Menganalisis pengaruh alokasi belanja publik terhadap IPM sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang.
Alokasi belanja publik meningkatkan IPM di Kota Tangerang.
Menganalisis persepsi masyarakat di pusat dan pinggiran kota tentang pelayanan publik bidang pendidikan sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah di Kota Tangerang.
Terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat di pusat dan pinggiran kota tentang kinerja pelayanan publik bidang pendidikan di Kota Tangerang baik sebelum maupun setelah pelaksanaan otonomi daerah Kinerja keuangan publik Pemerintah Kota Tangerang lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum kebijakan sebelum otonomi daerah
Menganalisis kinerja keuangan publik sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah Kota Tangerang.
Jenis Data Sekunder
Primer
Metode Yang Digunakan Model Regresi Berganda Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression) Olah data: Minitab 15 Survey dan instrumentasi kuesioner. Tabel Silang & Uji Fisher Exact Olah data: SPSS 15.0
Sekunder
Analisis menggunakan Indeks Kinerja Keuangan Daerah (IKKPD) Olah data: Microsoft Excell
42
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Kota Tangerang. Terdapat 4 (empat) alasan penting mengapa Kota Tangerang diambil sebagai lokasi penelitian. Pertama, Kota Tangerang merupakan daerah penyangga (hinterland) Provinsi DKI Jakarta yang secara demografis terus mengalami pertumbuhan penduduk. Kedua, melihat kecenderungan tersebut, Kota Tangerang membutuhkan pelayanan publik yang memadai. Ketiga, Kota Tangerang merupakan kawasan industri yang tingkat kontribusi PDRB-nya tertinggi terhadap Provinsi Banten tetapi terjadi paradoks antara pertumbuhan PDRB yang tinggi dengan tingkat pengangguran yang ada. Waktu penelitian dilakukan pada Juli 2010 sampai dengan Februari 2011.
3.3 Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan
data
primer
dilakukan
dengan
cara
survey
dengan
menggunakan instrumen kuesioner. Data sekunder yang digunakan adalah data-data Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tangerang periode 1992-2008 yang terkait dengan kinerja keuangan Kota Tangerang. Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik Kota Tangerang. Kompilasi data sekunder dilakukan dengan berdasarkan pada pencarian, pemilihan, pencatatan dan pengkategorian data.
3.4 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan sampel purposive/judgement sampling. Purposive/judgement sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan peneliti tentang beberapa karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota sampel yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2007). Dengan teknik purposive sampling, dipilih 30 responden yang dianggap mewakili yang tersebar di beberapa kecamatan di Kota Tangerang. Responden dipilih yang dianggap mewakili populasi. Maksud “mewakili”
43
adalah responden mengetahui permasalahan yang akan ditanya. Teknik purposive sampling digunakan mengingat jika sampel diambil secara acak (random) besar kemungkinan menimbulkan kesalahan pemilihan responden. Selain itu, purposive sampling digunakan disebabkan bahwa pada analisis ini, penulis hanya ingin menangkap informasi tentang persepsi masyarakat terhadap pelayanan publik bidang pendidikan. Secara definitif, persepsi merupakan pemahaman seseorang atas pengalaman, pengetahuan dan perasaan yang dihadapi berkenaan dengan lingkungan sekitarnya. Dalam kaitannya dengan permasalahan pelayanan publik bidang pendidikan, tidak semua orang mengetahui tentang masalah pelayanan publik bidang pendidikan, terutama jika dikaitkan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Oleh sebab itu, pemilihan responden berdasarkan
penilaian
(judgement)
bahwa
responden
mengetahui
permasalahan yang ditanya merupakan teknik yang dianggap tepat. Pertanyaannya kemudian adalah, mengapa jumlah sampel yang diambil 30 responden? Dalam Dalil Limit Pusat (Central Limit Theorema) dinyatakan bahwa apabila X 1 , X 2 ,…X n merupakan variabel acak dari populasi (dalam hal ini, distribusi probabilitas) manapun dengan rata-rata µ x dan varians σ2 x , maka rata-rata sampel cenderung terdistribusi secara normal dengan rata-rata µ x dan varians
ketika ukuran sampel naik hingga tak
terhingga. Jika X i diasumsikan berasal dari populasi normal, maka rata-rata sampel akan mengikuti distribusi normal tanpa peduli terhadap ukuran sampel. Dalam prakteknya,terlepas distribusi probabilitas apapun yang mendasarinya, rata-rata sampel dari besaran sampel yang terdiri dari sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati normal. Rencana wilayah pengambilan sampel di Kota Tangerang dibagi menjadi wilayah pusat kota dan pinggiran kota. Definisi wilayah kota (inti) ditandai oleh kepadatan yang sangat tinggi, meliputi kepadatan penduduk, gedung-gedung bertingkat mencakar ke langit, kepadatan berbagai jenis bisnis, ekonomi dan keuangan, kepadatan lalu lintas perkotaan, tingkat polusi
44
udara dan kebisingan yang tinggi. Sebaliknya, wilayah pinggiran ditandai oleh lahan perkotaan yang luas yang tingkat kepadatan penduduk, bangunan, berbagai kegiatan ekonomi dan sosial yang relatif rendah serta polusi dan tingkat kebisingan yang rendah (Friedman dalam Adisasmita, 2006). Di Kota Tangerang, secara geografis dan demografis wilayah pusat kota di Kota Tangerang merupakan wilayah yang kondisi sosial ekonomi penduduknya relatif sejahtera. Sementara wilayah pinggiran kota di Kota Tangerang merupakan wilayah yang kurang sejahtera atau bahkan miskin. Wilayah pinggiran yang kurang sejahtera atau miskin ini banyak dihuni oleh masyarakat
squatter
(kumuh).
Beberapa
wilayah
squatter
(kumuh)
berdasarkan studi Pakkanna (2007) terletak antara lain di Kelurahan Babakan dan Kelurahan Kedaung Wetan (KW)-Kecamatan Neglasari, serta Kelurahan Mekarsari-Kecamatan Tangerang Kota. Jumlah sampel yang diambil sebagai responden berjumlah 30 orang yang dibagi menurut pembagian 2 (dua) wilayah di atas.
3.5 Definisi Operasional 1. Belanja Publik Pengeluaran pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu belanja rutin (gaji pegawai dan belanja lainnya dalam rangka penyelenggaraan organisasi pemerintahan) dan belanja publik. Pada istilah yang lain, belanja publik disebut juga belanja pembangunan atau belanja investasi. Belanja publik dipergunakan untuk keperluan pos membangun jalan (infrastruktur), belanja pertanian dan nonpertanian serta belanja sosial dan pelayanan publik. Dalam penelitian ini, belanja publik dibagi menjadi belanja sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, perumahan dan infrastruktur. 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB adalah total produksi kotor suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Dengan demikian, PDRB mempunyai arti nilai
45
tambah dari aktivitas produktif manusia. Dalam penelitian ini, PDRB digenerate dari PDRB dengan satuan rupiah. 3. IPM IPM adalah sebuah angka indeks yang terdiri dari tiga indikator, yaitu lamanya hidup, tingkat pendidikan dan tingkat kehidupan yang layak. Angka indeks tersebut dibagi menjadi tiga kelompok bobot pencapaian, yaitu (a) tingkat pembangunan manusia yang rendah (0,0 hingga 0,499), tingkat pembangunan manusia menengah (0,50-0,799), dan tingkat pembangunan manusia yang tinggi (0,80-1,0). 4. Pelayanan Publik Bidang Pendidikan Menurut UU. No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah “kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. Melihat definisi di atas, maka pelayanan publik bidang pendidikan adalah “kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan bidang pendidikan sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik (Pemerintah Daerah) dengan standar (1) berkualitas; (2) cepat; (3) mudah; (4) terjangkau; dan (5) terukur. Ukuran atau barometer (indicators) standar pelayanan minimum (SPM) bidang pendidikan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: (1) efisiensi; (2) keefektifan ; (3) keadilan; dan (4) daya tanggap. 5. Kinerja Keuangan Publik Kinerja Keuangan Publik adalah berasal dari sisi penerimaan yaitu bersumber dari PAD dan Bagi Hasil yang merupakan kemampuan daerah untuk melakukan pendanaan. Kinerja keuangan dari sisi pengeluaran daerah yang terdiri dari pos-pos pengeluaran rutin dan pengeluaran publik/investasi/pembangunan.
46
Kinerja keuangan daerah diukur oleh: (1) derajat desentralisasi fiskal (DDF); (2) derajat kapasitas penciptaan pendapatan; (3) derajat proporsi belanja modal (FCAPEXI); dan (4) derajat kontribusi sektor pemerintah (FCEI).
3.6 Teknik Analisis 3.6.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif mencakup aspek-aspek dalam upaya penelusuran dan pengungkapan informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih sederhana, ringkas dan sederhana. Analisis deskriptif mencakup analisis-analisis berikut ini: 1. Indeks Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (IKKPD) Keuangan pemerintah daerah tidak saja mencerminkan arah dan pencapaian kebijakan fiskal dalam mendorong pembangunan di daerah secara umum, tetapi juga menggambarkan sejauh mana tugas dan kewajiban yang diembankan pada pemerintah daerah (kabupaten) dalam konteks desentralisasi fiskal itu dilaksanakan. Oleh karena itu, evaluasi kinerja keuangan pemerintah daerah menggunakan indikator-indikator kinerja keuangan yang tidak saja merefleksikan kinerja keuangan dari sisi keuangan pemerintah daerah secara mikro tetapi juga secara makro, sehingga diperoleh indikator-indikator yang terukur, berimbang dan komprehensif. Indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian mengacu pada indikator-indikator yang digunakan dalam studi Bappenas dan UNDP (Bappenas & UNDP, 2008) dan Halim (2001) sebagai berikut: a. Otonomi Fiskal (Derajat Desentralisasi Fiskal/DDF) Indikator ini dirumuskan sebagai persentase dari pendapatan asli daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Daerah (TKD). Derajat ini untuk mengkur sejauh mana penerimaan yang berasal dari daerah dapat memenuhi kebutuhan daerah. DDF dapat dicari dengan rumus: Pendapatan Asli Daerah Total Pendapatan Daerah
47
b. Kapasitas Penciptaan Pendapatan (FGII) Proporsi PAD tidak dinyatakan dalam total nilai APBD, namun dinyatakan sebagai persentase dari PDRB kabupaten/kota. Hal ini diperlukan untuk menunjukkan kinerja pemerintah daerah dalam meningkatkan
pendapatan
asli
daerah
berdasarkan
kapasitas
penciptaan pendapatan (income generation). Rumus:
PAD PDRB Kab/Kota c. Proporsi Belanja Modal (FCAPEXI) Indikator ini menunjukkan arah pengelolaan belanja pemerintah pada manfaat jangka panjang, sehingga memberikan efek ganda (multiplier) yang lebih besar terhadap perekonomian. Belanja modal digunakan untuk membangun sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, irigasi, gedung sekolah, rumah sakit, dan pembangunan fisik lainnya, termasuk juga sarana dan prasarana pemerintahan. Indikator ini dirumuskan sebagai persentase dari Belanja Modal dalam Total Belanja pada anggaran daerah, dengan rumus:
Belanja Modal Total Belanja d. Kontribusi Sektor Pemerintah (FCEI) Indikator ini menunjukkan kontribusi pemerintah dalam menggerakkan perekonomian. Peran anggaran pemerintah tidak saja ditunjukkan oleh belanja modal yang bersifat investasi dalam jangka panjang, tetapi juga dalam jangka pendek seperti ditunjukkan oleh belanja gaji (belanja pegawai) dan belanja yang digunakan untuk pelayanan publik. Belanja ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran konsumsi. Nilainya dinyatakan sebagai persentase Total Belanja Pemerintah dalam PDRB Kota Tangerang.
Total Belanja PDRB
48
2. Tabel Distribusi Frekuensi dan Uji Fisher Exact Tabel distribusi frekuensi digunakan untuk menyajikan data mentah yang kemudian disusun dalam bentuk kelompok-kelompok data. Uji Fisher Exact digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel kecil independen (data nominal) (Sugiyono, 2002). Dalam penelitian ini, Uji Fisher Exact digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan persepsi masyarakat tentang pelayanan publik bidang pendidikan sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah. Masyarakat dibagi berdasarkan wilayah pusat dan pinggiran kota (dekomposisi spasial). Uji ini dilakukan berdasarkan pada persepsi yang terwujud dalam kuesioner dengan 2 (dua) pilihan jawaban. Tabel 3. Nilai/Bobot Penilaian Kuesioner Pilihan
Nilai
Meningkat
1
Tidak Meningkat
-1
Untuk keperluan pengujian, hipotesis uji pada bagian ini dirumuskan sebagai berikut: H o : tidak terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat di pusat dan pinggiran kota teuntang kinerja pelayanan publik bidang pendidikan di Kota Tangerang baik sebelum maupun setelah pelaksanaan otonomi daerah. H 1 : terdapat perbedaan persepsi antara masyarakat di pusat dan pinggiran
kota tentang
kinerja
pelayanan
publik
bidang
pendidikan di Kota Tangerang baik sebelum maupun setelah pelaksanaan otonomi daerah. Berikut ini adalah tahap-tahap pengujian hipotesis pada Uji Fisher Exact.
49
Tahap 1. Dekomposisi Spasial
Tahap 2. Tabulasi Daerah Pinggiran
Hasil Pembobotan
KOTA TANGERAN
Tabel Silang (crosstable)
Daerah Pusat Kota
Tahap 3. Uji Hipotesis
Uji Fisher
Keputusan Tolak/terima H0
Hasil Pembobotan
KUESIONER
Gambar 3. Tahap-Tahap Uji Fisher Exact
3.6.2 Analisis Inferensial Model regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh alokasi belanja publik terhadap IPM di Kota Tangerang selama tahun yang diobservasi, yaitu 1992-2008. Pendekatan yang dilakukan adalah ordinary least square dengan model: (Juanda, 2009): Y t = α + β 1 X t + ε untuk t = 1,2…, T Dengan asumsi sebagai berikut: 1. Hubungan antara Y dan X adalah linear dalam parameter; 2. Nilai X nilainya tetap untuk observasi yang berulang-ulang (nonstocastic). Karena variabel X-nya lebih dari satu, maka tidak ada multikolinieritas antara X 1 , X 2 , dan X n. 3. Nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel gangguan e i adalah nol atau E(e | X i ) = 0 4. Varian dari variabel gangguan e i adalah sama (homoskedastisitas) Var (ei | Xi ) = E [ei − E (ei | Xi )]
2
(
)
= E ei 2 | Xi = σ 2 5. Tidak ada serial korelasi antara variabel gangguan e i , atau variabel gangguan e i tidak saling berhubungan dengan variabel gangguan e i yang lain.
50
Cov(ei, ej | Xi, Xj ) = E [(e i− E (e i) | Xi )][(ej − E (ej ) | Xj )] = E (ei | Xi )(ej | Xj )
=0 6. Variabel gangguan e i berdistribusi normal e ~ N (0,σ2). Spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Intan (2009) yang menemukan bahwa pengeluaran sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, perumahan dan infrastruktur berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin di Provinsi Banten. Mk t = α o + β o (EPERT it-k ) + β 1 (EPDDK it-k ) + β 2 (EKSHTN it-k ) + β 3 (EPRM it-k )
+
β 4 (EINFRA it-k )
+
β5 D1
+
β 6 D2
+
εt………………..6 Dalam penelitian ini, model tersebut dimodifikasi menjadi: IPM t = α o + β 1 (lnEPERT t ) + β 2 (lnEPDDK t ) + β 3 (lnEKSHTN t ) + β 4 (lnEPRM t ) + Β 5 (lnEINFRA t ) + β 6 (lnPDRB t ) + β 7 D otda + ε t ………………………..………………………………………7 Dimana: IPM t
=
lnEPERT t
=
lnEPDDK t
=
lnEKSHTN t
=
lnEPRM t
=
lnEINFRA t
=
lnPDRB t D otda
= =
εt
=
Indeks Pembangunan Manusia pada waktu t (1994-2008) (dalam persen) Alokasi pengeluaran pembangunan sektor pertanian pada waktu t (dalam Rp) Alokasi pengeluaran pembangunan sektor pendidikan pada waktu t (dalam Rp) Alokasi pengeluaran pembangunan sektor kesehatan pada waktu t (dalam Rp) Alokasi pengeluaran pembangunan sektor perumahan pada waktu t (dalam Rp) Alokasi pengeluaran pembangunan infrastruktur pada waktu t (dalam Rp) Produk Domestik Regional Bruto (dalam Rp) Dummy otonomi daerah (sebelum otonomi daerah = 0; dan setelah otonomi daerah = 1) Koefisien Galat
Variabel PDRB dimasukkan ke dalam model dengan pertimbangan bahwa PDRB merupakan ukuran kemakmuran sebuah wilayah. Semakin tinggi PDRB, maka semakin tinggi pula kemakmuran masyarakat di suatu
51
wilayah. Hal ini tentu terkait dengan salah satu indikator yang terdapat dalam IPM, yaitu standar hidup yang diukur dengan tingkat daya beli. Spesifikasi Model: 1. Variabel terikat: IPM Variabel IPM digenerate dari nilai Indeks Pembangunan manusia. Nilai indeks tersebut adalah antara 0.00-1.00. 2. Variabel bebas Variabel bebas terdiri dari alokasi pengeluaran pembangunan sektor pertanian, alokasi pengeluaran pembangunan sektor pendidikan, alokasi
pengeluaran
pembangunan
sektor
kesehatan,
alokasi
pengeluaran pembangunan sektor perumahan, dan alokasi pengeluaran pembangunan infrastruktur dan PDRB. Variabel bebas ini digenerate dari data APBD Kota Tangerang periode 1992-2008. 3. Variabel dummy otonomi daerah Pada model ini dimasukkan varibel dummy yang ditujukan untuk mengkuantifikasi variabel otonomi daerah dimana: Sebelum otonomi = 0 Setelah otonomi
=1
Variabel dummy otonomi daerah yang dalam penelitian ini dioperasionalisasi dan diindikasi oleh alokasi belanja publik dipilih pada persamaan ini mengingat variabel otonomi merupakan variabel indikator yang hasil estimasi ordinary least square-nya diharapkan dapat menunjukkan hubungan dan sekaligus menduga implikasi alokasi belanja publik terhadap IPM di Kota Tangerang sebelum dan setelah pelaksanaan otonomi daerah.
3.6.2.1 Regresi Komponen Utama (Principal Component Regression) Suatu model dikatakan valid dan tidak bias untuk menduga variabel bebas jika mempunyai sifat Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) sebagaimana telah disebut di atas. Di samping itu, kesesuaian model juga dilihat dari kriteria statistik yaitu koefisien determinasi (R2), uji-F dan uji-t.
52
Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi adanya multikolinieritas pada model, diantaranya adalah (1) uji koefisien korelasi sederhana (pearson correlation coefficient) antara variabel bebas di dalam model; (2) uji koefisien korelasi ganda atau akar Rj2 (koefisien determinasi) dari model. Jika Rj2 tinggi dan signifikan atau dari statistik uji-F (1,n-k-1) dapat disimpulkan bahwa modelnya signifikan berarti ada multikolinieritas. Deteksi (2) ini dapat dilihat pada nilai Variance Inflation Factor (VIR) pada output Minitab. Nilai VIF lebih dari 10 menunjukkan bahwa dalam model terdapat masalah multikolinieritas (Juanda, 2009). Ada banyak cara dan pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinieritas, seperti (1) membuang variabel bebas yang mempunyai multikolinieritas tinggi terhadap variabel bebas lainnya; (2) menambah data pengamatan dan (3) melakukan transformasi terhadap variabel-variabel
bebas
yang
mempunyai
kolinieritas
tinggi
atau
menggabungkan menjadi variabel-variabel bebas baru yang mempunyai arti. Cara lain yang digunakan adalah menggunakan regresi gulud (ridge regression), regresi kuadrat terkecil parsial (partial least square) dan regresi komponen utama (principal component regression). Dalam penelitian ini, solusi atas masalah multikolinieritas dipecahkan dengan analisis regresi komponen utama. Analisis komponen utama adalah mentransformasi variabel-variabel bebas yang berkorelasi menjadi variabel-variabel baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi. Analisis ini bertujuan untuk menyederhanakan variabelvariabel yang diamati dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi di antara variabel melalui transformasi variabel asal ke variabel baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gaspers, 1995 dalam Ulpah, 2006). Dengan menggunakan konsep aljabar linier tentang diagonalisasi matriks, matriks korelasi R (atau matriks ragam peragam ∑) dengan dimensi pxp, simetrik dan non-singular, dapat direduksi menjadi matriks diagonal D
53
dengan pengali awal dan pengali akhir suatu matriks orthogonal V. dapat dituliskan sebagai: V` R V = D…………………………………………………………………(3.1) λ 1 ≥ λ 2 ≥ … ≥ λ p ≥ 0 adalah akarciri-akarciri dari matriks R yang merupakan unsur-unsur diagonal matriks D, sedangkan kolom-kolom matriks V, v 1 , v2 , …v p adalah vektorciri-vektorciri R. Adapun λ 1, λ 2 , … λ p dapat diperoleh melalui persamaan berikut: | R – λ I | = 0………………………………………………………………(3.2) dengan I adalah matriks identitas. Adapun vektorciri-vektorciri v1 , v 2 , …v p dapat diperoleh melalui persamaan berikut: |
R
–
λ
I
|
vj
=
0,
di
mana
vj
=
(v1j ,
v2j ,…v pj )……………………....………(3.3) Misalkan suatu persamaan regresi dinyatakan dapat bentuk sebagai berikut: Y = Xβ + ε…………………………………………………………………(3.4) Jika suatu matriks pengamatan X yang telah dibakukan dilambangkan dengan Z sehingga diperoleh akarciri (λ) dan vektorciri (V) dari Z`Z (bentuk korelasi) dan V`V = I karena V orthogonal, persamaan regresi asal dapat ditulis sebagai berikut: Y = Zβ + ε Y = β 0 1 + ZVV`B + ε Y = β 0 1 + Wα + ε Dengan W = ZV dan α = V` β W = Z V.…………………………………………………….…(3.5) W `W = (ZV) ` (ZV) = V`Z`ZV…..……………………………(3.6) Persamaan (3.6) akan menghasilkan diagonal (λ 1, λ 2 , … λ p ) yang setara dengan Var(Wi ) = λ 1 dan Cov(W i-1 ,W i ) = 0. Hal ini menunjukkan bahwa komponen utama tidak saling berkorelasi dan komponen utama ke-i memiliki keragaman sama dengan akarciri ke-i. Sedangkan ragam koefisien regresi γ dari m komponen utama adalah:
54
Var (γi ) = s
m
*2
aig2
∑λ g =1
,1 = 1,2,... p; g = 1,2,...m ………………………....(3.7)
g
Dimana a ig adalah koefisien pembobot komponen utama (vektorciri), λ g adalah akarciri. Sedangkan s*2 adalah: s *2 =
KTG = JKT
s2
∑ (y − y )
2
……………………………………….…………(3.8)
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis regresi komponen utama adalah: (Ulpah, 2006) 1. Membakukan variabel bebas asal yaitu X menjadi Z 2. Mencari akarciri dan vektorciri dari matriks R 3. Menentukan persamaan komponen utama dari vektorciri 4. Meregresikan variabel tak bebas Y terhadap skor komponen utama W 5. Transformasi balik, sehingga persamaan regresi kembali ke persamaan semula, yaitu Y = Xβ + ε. 6. Mencari simpangan baku dengan berdasar pada persamaan (3.7) yang digunakan untuk uji koefisien regresi.
55
3.6 Kerangka Pikir Operasional Penelitian
RPJP dan RPJM Kota Tangerang
Peningkatan pelayanan kepada masyarakat
2.
Percepatan pembangunan perekonomian daerah
3.
Percepatan pengelolaan potensi daerah
4.
Perbaikan kinerja keuangan daerah
5.
Pengeluaran pembangunan/publik /investasi untuk kesejahteraan masyarakat
Otonomi Daerah (2001-2008)
Komponen Penelitian: Fokus
1.
UU. No. 32/2004
Hipotesis
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui:
Metode
Pra-otonomi (1992-1999)
Kinerja Keuangan
Alokasi Belanja Publik
IPM
Lebih Baik
Berpengaruh Positif
Analisis IKKPD
Regresi Komponen Utama
Implikasi Kebijakan
Gambar 4. Kerangka Pikir Operasional Penelitian
Persepsi Masyarakat ttg Pel. Pub Bidang Pendidikan
Ada Perbedaan
Uji Fisher Exact