BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yaitu suatu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah (sebagai lawannya dari alamiah adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan
dengan
trianggulasi
(gabungan),
analisis
data
bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. (Sugiyono, 2009:14). Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif yang bersifat developmental, yaitu jenis penelitian untuk menemukan suatu model atau prototype, dan bisa digunakan untuk segala jenis bidang. Di dalam penelitian yang bersifat developmental, pengujian datanya dibandingkan dengan suatu kriteria atau standar yang sudah ditetapkan terlebih dahulu pada waktu menyusun desain penelitian. (Arikunto, 1993:210-211). Pada penelitian ini, peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis. Sugiyono (2009:93) mengatakan
bahwa : “Penelitian yang bersifat eksploratif dan sering juga dalam penelitian deskriptif tidak perlu merumuskan hipotesis.” Adapun
menurut
Supardi
(2005:24),
penelitian
pengembangan
(developmental research) menjelaskan bahwa: “Penelitian pengembangan bertujuan dan berusaha untuk mengembangkan atau melengkapi pengetahuan yang sudah ada atau diketahui. Permasalahan manusia dan lingkungan alamnya selalu berkembang yang kesemuanya ini harus memperoleh jawaban yang seimbang. Hal ini berarti menuntut adanya pengembangan ilmu pengetahuan yang relevan dengan perkembangan zamannya. Dengan demikian ilmuwan/peneliti memiliki tantangan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang sudah ada. Penelitian yang demikian termasuk penelitian pengembangan.” Pada penelitian ini, penulis mencoba untuk mengembangkan dan melengkapi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Konsorsium 6 (enam) Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yaitu Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Universitas Dipenogoro, Institut Teknologi Sepuluh November, dan Universitas Udayana pada bulan Maret 2010 lalu, dengan judul penelitian “Studi Tarif Dasar Listrik Untuk Menuju Tata Kelola Ketenagalistrikan Nasional Yang Sehat” serta Makalah yang disusun oleh Nanang Hariyanto dan Sudarmono Sasmono dalam Seminar IV Teknologi dan Bisnis Ketenagalistrikan Nasional Institut Teknologi Bandung dengan judul Model Ukuran Kesiapan Kandidat Daerah Pelaksana Tarif Listrik Regional Di Indonesia Salah satu sub penelitian dari penelitian tersebut adalah mengenai regionalisasi tarif dimana dengan menggunakan pendekatan teori Development Gap dan Infrastructure Electricity Gap dihasilkan suatu model penerapan dari tarif listrik regional secara umum di Indonesia. Wilayah Jawa Barat dan Banten
sendiri dipandang oleh pendekatan teori tersebut termasuk wilayah yang direkomendasikan untuk melaksanakan kebijakan tarif listrik regional. Penulis tertarik untuk melengkapi penelitian tersebut dengan menampilkan secara rinci daerah-daerah mana saja di Jawa Barat dan Banten yang telah siap untuk menerapkan kebijakan tarif listrik regional dengan melakukan analisis kesenjangan (gap) antar daerah sehingga dihasilkan suatu model strategi penerapan tarif listrik regional untuk daerah Jawa Barat dan Banten. Langkah awal yang dilakukan adalah mengumpulkan data sekunder dari PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten berupa data statistik PLN tahun 2010 serta data statistik seluruh kota dan kabupaten yang terletak di Propinsi Jawa Barat dan Banten dari Badan Pusat Statistik (BPS). Kemudian penulis menentukan narasumber/informan yang representatif untuk diwawancarai sehingga diperoleh bobot dari perbandingan berpasangan antara kriteria-kriteria yang termasuk dalam pendekatan Development Gap dan Infrastructure Electricity Gap. Selanjutnya dilakukan analisis dari hasil pengumpulan data sekunder serta dari hasil wawancara dan penyebaran daftar pertanyaan/kuesioner kepada para narasumber/informan untuk mengetahui urutan prioritas daerah/regional di regional Jawa Barat dan Banten yang telah siap untuk menerapkan tarif regional dengan
menggunakan
proses
segmentasi
berdasarkan
pendekatan
teori
Development Gap dan Infrastructure Electricity Gap akan yang dilakukan dengan menggunakan metoda Analitycal Hierarchy Process (AHP). Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik, dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty pada tahun 1986 (Thomas L. Saaty dalam bukunya Decision Making for Leaders, The Analitycal Hierarchy Process for Decision in Complex World). AHP adalah suatu model yang luwes yang memungkinkan kita untuk melakukan analisis dan mengambil keputusan dengan mengkombinasikan pertimbangan dan nilai pribadi secara logis, dapat menyusun skala baru untuk mengukur sifat-sifat yang telah terjadi. Adapun pengelompokan daerah atau regional yang secara agregat berada dalam kelompok dengan karakteristik yang sama dikelompokkan dengan menggunakan metode cluster analysis dan dianalisis lebih lanjut dengan metoda descriptive analysis. Ada 3 (tiga) prinsip dasar dalam AHP, antara lain : 1.
Memecah-mecah persoalan dan menyusun secara hierarki. Yaitu persoalan yang kompleks dipecah-pecah menjadi unsur yang terpisah-pisah, lalu menyusun secara hierarkis.
2.
Penetapan Prioritas Elemen-elemen yang disusun secara hierarkis ditentukan prioritasnya dengan mensintesis pertimbangan kita terhadap elemen-elemen menurut relatif pentingnya atau yang lebih disukai. Untuk hal tersebut kita harus melakukan perbandingan berpasangan antara elemenelemen tersebut dan melakukan suatu pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen dimaksud.
3.
Konsistensi Logis Konsistensi logis diperlukan dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen agar memperoleh hasil yang akurat dalam dunia nyata. Prosedur AHP ini mengukur konsistensi secara menyeluruh dari berbagai pertimbangan kita dengan Rasio Konsistensi nilainya maksimum harus 10% atau kurang. Konsistensi ada 2 (dua) hal penting yaitu : 1)
Bahwa obyek serupa dikelompokkan secara homogenitas atau secara relevansinya. Contoh : Jeruk dengan Mangga.
2)
Didasarkan pada kriteria tertentu, yang saling membedakan secara logis. Contoh : Tembaga dua kali lebih lunak dari pada besi. Timah tiga kali lebih lunak dari pada tembaga, berarti Timah enam kali lebih lunak dari pada Besi.
Salahsatu prinsip AHP adalah menyusun realitas yang kompleks ke dalam bagian-bagian (elemen-elemen) yang lebih kecil dan seterusnya lalu disusun kembali secara hirarki, elemen-elemen tersebut dijadikan suatu kriteria dan sub kriteria. Hirarki tingkat I adalah fokus yang merupakan tujuan menyeluruh dari sistem ini, untuk Tingkat II adalah sebagai kriteria, sedangkan Tingkat III merupakan sub kriteria dari kriteria Tingkat II, adapun tingkat IV adalah alternatif-alternatif yang dipilih berdasarkan kriteria dan subkriteria yang telah ditetapkan. Hirarki tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini :
Gambar 3.1. Hirarki dalam AHP Dalam penelitian ini, untuk memutuskan daerah mana saja di Jawa Barat dan Banten yang telah siap dan belum siap menerapkan tarif regional maka dibuat suatu analisis dengan menggunakan AHP yang dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.2. Penentuan Daerah yang Telah Siap Menerapkan Tarif Listrik Regional dengan teknik AHP
3.2
Narasumber/Informan
Pada penelitian ini yang menjadi narasumber/informan adalah para pakar/pemerhati kelistrikan dan energi di Jawa Barat dan Banten yang akan dimintai opininya mengenai penerapan tarif listrik regional serta untuk penentuan bobot kriteria/subkriteria yang akan digunakan untuk menentukan kesiapan setiap kota/kabupaten, dilihat dari kondisi ekonomi, potensi energi serta infratruktur yang dimiliki, untuk melaksanakan kebijakan tarif listrik regional di Jawa Barat dan Banten. Dengan mempertimbangkan terbatasnya jumlah dari para pakar kelistrikan dan ekonomi energi di Jawa Barat dan Banten, maka penulis akan menyampaikan daftar pertanyaan/kuesioner dan melakukan wawancara mendalam dengan para pakar kelistrikan dan ekonomi energi dari Institut Teknologi Bandung dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang jumlahnya akan diketahui setelah narasumber mencapai jenuh, atau dengan kata lain para narasumber yang telah diwawancarai memiliki kecenderungan jawaban yang sama untuk setiap pertanyaan yang diberikan sehingga penulis dapat menarik suatu kesimpulan.
3.3
Daftar Pertanyaan/Kuesioner Daftar pertanyaan/kuesioner disusun berupa pertanyaan perbandingan
berpasangan antara dimensi-dimensi dan indikator-indikator yang dalam model AHP disebut sebagai kriteria. Perbandingan berpasangan dilakukan secara
bertingkat. Pada tingkat pertama, perbandingan berpasangan dilakukan antara kriteria development gap dan infrastructure electricity gap. Selanjutnya akan dilakukan perbandingan berpasangan tingkat kedua yaitu antara kriteria-kriteria yang termasuk dalam Development Gap dan kriteria-kriteria yang termasuk ke dalam pendekatan Infrastructure Electricity Gap. Menurut Kusumadewi dkk dalam bukunya Fuzzy Multi Attribute Decision Making (2006:94) : Misalkan O i dan O j adalah tujuan. Tingkat kepentingan relatif tujuan ini dapat dinilai dalam 9 poin, seperti pada Tabel 3.2 berikut ini : Tabel 3.1. Tingkat Kepentingan Relatif Tujuan-Tujuan
Contoh, angka 8 menunjukkan O i delapan kali lebih penting daripada O j atau O i terletak antara sangat kuat dan mutlak lebih penting daripada O j. Kuesioner akan disebar kepada 7 orang narasumber/informan dalam bentuk pertanyaan perbandingan berpasangan dengan 9 (sembilan) pilihan jawaban sebagai berikut :
Tabel 3.2. Pertanyaan Perbandingan Berpasangan PENILAIAN Kriteria/ NO Kondisi
9
3.4
Sangat Jelas Lebih Penting
Pasti/Mutlak Lebih Penting
8
7
Jelas Lebih Penting
6
5
Sedikit Lebih Penting
4
3
Sedikit Lebih Penting
Sama Penting
2
1
2
3
Jelas Lebih Penting
4
5
Sangat Jelas Lebih Penting
6
7
Pasti/Mutlak Lebih Penting
8
Kriteria/ Kondisi
9
Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan adalah: 1.
Data primer. Merupakan data-data yang diperoleh langsung dari lapangan oleh peneliti. Data primer diperoleh dari studi lapangan melalui penyebaran daftar pertanyaan/kuesioner dan wawancara langsung dari narasumber, diskusi, serta seminar-seminar. Informasi yang diperoleh akan diolah untuk menjadi
objek
analisa
tertutama
dalam
menginterpretasikan
atau
menjelaskan makna dari data-data yang diperoleh. 2.
Data sekunder. Merupakan data-data tertulis yang bukan diperoleh dari lapangan secara langsung. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mempelajari dan menganalisis sumber literatur yang ada hubungannya dengan objek penelitian, dalam hal ini tentang kondisi kelistrikan baik itu di Indonesia ataupun wilayah Jawa Barat dan Banten, serta penerapan tarif listrik regional baik yang sudah dilaksanakan (di Batam dan Tarakan) maupun yang masih dalam rencana. Bentuknya dapat berupa buku teks, hasil penelitian, laporan kerja, aturan hukum, terbitan ilmiah seperti jurnal, artikel ilmiah dan sebagainya.
Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: 1.
Daftar Pertanyaan/Kuisioner, yaitu pengumpulan data dan informasi terhadap narasumber yang dilakukan dengan lembar wawancara tertulis untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dari responden terkait objek penelitian.
2.
Wawancara, merupakan teknik tanya jawab dengan pihak-pihak terkait penelitian guna menjaring data yang tidak diperoleh dari daftar pertanyaan/kuesioner dan data sekunder yang dilakukan dengan mengadakan tanya jawab langsung dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian, yaitu para pakar ketenagalistrikan dan ekonomi energi berdasarkan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan wawancara semiterstruktur (Semistructure Interview), yaitu wawancara yang termasuk ke dalam kategori in-depth interview, yang bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana narasumber/informan yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Selama melakukan wawancara, peneliti mendengarkan secara teliti dan mencatat
dan
merekam
narasumber/informan
apa
yang
dikemukakan
oleh
3.
Studi Lapangan (Observasi), merupakan suatu kegiatan untuk dapat memasuki wilayah penelitian dengan maksud agar dapat diperoleh data primer yang dapat dicermati dan dicatat langsung oleh peneliti. Langkah
observasi
dilakukan
dengan
mengikuti
pertemuan-
pertemuan, seminar-seminar yang terkait erat dengan pelaksanaan tarif listrik regional di Indonesia.
3.5
Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2010:59), dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Validasi terhadap peneliti sebagai instrumen meliputi validasi terhadap pemahaman metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk memasuki obyek penelitian, baik secara akademik maupun logistiknya. Yang melakukan validasi adalah peneliti itu sendiri, melalui evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan.
3.6
Metoda Analisis Data 3.6.1
Analytical Hierarchy Process (AHP) Setelah dilakukan pengumpulan data sekunder dan penyebaran
kuesioner kepada responden maka hasilnya akan dianalisis dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik, yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1986. Metoda ini akan membantu penulis untuk menentukan urutan prioritas daerah/regional di regional Jawa Barat dan Banten yang telah siap untuk menerapkan tarif regional dengan menggunakan proses segmentasi berdasarkan pendekatan teori Development Gap dan Infrastructure Electricity Gap akan yang dilakukan dengan menggunakan metoda Analitycal Hierarchy Process (AHP). Penyebaran kuesioner kepada responden dimaksudkan untuk mengetahui bobot setiap indikator dari variabel segmentasi tarif yang telah ditetapkan penulis untuk kemudian diolah menggunakan AHP. Penentuan bobot tiap indikator digambarkan dalam bentuk flow chart pada gambar 3.3 berikut :
START
PENENTUAN MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN
NORMALISASI MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN
UJI KONSISTENSI MATRIKS PERBANDINGAN BERPASANGAN
KONSISTEN TIDAK YA
VEKTOR BOBOT KRITERIA DITERIMA
Gambar 3.3. Flow chart penentuan bobot kriteria
Penjelasan setiap elemen flow chart adalah sebagai berikut : a)
Penentuan matriks berpasangan
Misalkan O 1 , O 2 , ... , O n ; n ≥ 2 adalah tujuan. Matriks perbandingan berpasangan adalah matriks berukuran n x n dengan elemen a ij , merupakan nilai relatif tujuan ke-i terhadap tujuan ke-j. Matriks perbandingan berpasangan dapat dibangun hanya dengan (n-1) perbandingan, yaitu :
Oj O1
a ij
On
a nj
Matriks perbandingan berpasangan dikatakan konsisten jika dan hanya jika untuk setiap i,j, k ≠ i ∈ {1,...,n} ;
a ij = 1 ;
a ij =
a ik = (a ij ) (a jk ) ;
1 ; a ji (3.1)
Vektor bobot dapat ditentukan dengan langkah-langkah berikut :
matriks berpasangan dituliskan dalam bentuk matriks berikut :
w1 w 1 w2 w2 w n w n
w1 w2 wn w2
w1 wn wn w n
dimana w i > 0, i = 1,...,n adalah bobot tujuan ke – i.
Secara umum vektor bobot w = { w 1 , w 2 , ..., w n } untuk n tujuan
dapat diakomodasi matriks A dengan mencari solusi (non-trivial) dari himpunan b persamaan dengan n variabel yang tidak diketahui sebagai berikut : (A) (wT) = (v) (wT)
(3.2)
Jika A konsisten, maka v= n memberikan suatu solusi non trivial yang unik.
(A) (wT) = (n) (wT)
(3.3)
jumlah semua bobot sama dengan satu sehingga jika A adalah matriks perbandingan berpasangan berukuran n x n yang konsisten, maka :
w1 w w (w 1 ) + 1 (w 2 ) + + 1 (w n ) wn w2 w1 T (A) (w ) = w n w2 wn (w n ) (w 1 ) + (w 2 ) + w w1 w1 1
(n )(w 1 ) (n )(w ) 2 = (n )(w n ) (w 1 ) (w ) 2 = (n) (w 3 ) (w 4 ) = (n) (wT)
(3.4)
b) Normalisasi matriks berpasangan Jika A adalah matriks perbandingan berpasangan yang didapatkan dan tidak konsisten, maka vektor bobot yang berbentuk (A) (wT) = (n) (wT) dapat didekati dengan cara : i.
Menormalkan setiap kolom j dalam matriks A, sedemikian
sehingga :
∑a
ij
= 1 , matriks yang baru ini disebut sebagai A’.
i
ii.
Untuk setiap baris i dalam A’, nilai rata-ratanya dapat dihitung
menggunakan persamaan w i =
1 a ij' , dengan w i adalah bobot tujuan ke-i dari ∑ n j
vektor bobot.
c)
Uji konsistensi matriks berpasangan
Misalkan A adalah matriks perbandingan berpasangan dan w adalah vektor bobot, maka konsistensi dari vektor bobot w dapat diuji dengan prosedur berikut :
Hitung (A) (wT)
Hitung t =
Hitung indeks konsisten, CI (consistency index) menggunakan
persamaan
(3.5)
1 n elemen _ ke − i _ pada _(A)( w T ) ∑ n i =1 elemen _ ke − i _ pada _ w T
(3.6)
CI =
t−n n −1
(3.7)
Jika CI = 0 maka matriks A konsisten
Jika
CI ≤ 0,1 maka matriks A cukup konsisten RI n
Jika
CI > 0,1 maka matriks A sangat tidak konsisten RI n
RIn , indeks random adalah nilai rata-rata CI yang dipilih secara acak pada matriks A. Tabel beberapa nilai RIn diberikan pada tabel 3.2 berikut : Tabel 3.3. Indeks Random pada beberapa nilai n
Penentuan matriks perbandingan berpasangan pada penentuan regional tarif dilakukan oleh para ahli kelistrikan. Untuk memudahkan pengolahan data serta memperoleh hasil yang akurat maka peneliti akan dibantu oleh software Expert Choice 11.
3.6.2
Pembuatan matriks nilai objektif setiap alternatif kota/kabupaten
Matriks nilai objektif setiap alternatif kota/kabupaten untuk setiap kriteria pengambilan keputusan dibentuk dari data-data input setiap kriteria. Misalkan
data input untuk kriteria i = 1 sampai n disebut i j , dimana j = 1 sampai n, maka matriks data-data input untuk propinsi ke-i sampai n berbentuk :
𝑖11 ⎡ ⎢𝑖 ⎢ 21 ⎢ ⎢… ⎢ ⎣𝑖𝑛1
𝑖12
…
…
…
𝑖22 𝑖𝑛2
𝑖1𝑛
⎤ 𝑖2𝑛 ⎥ ⎥ ⎥ …⎥ ⎥ 𝑖𝑛𝑛 ⎦
… …
Matriks nilai objektif yang telah ternormalisasi untuk kota/kabupaten ke-i sampai n akan berbentuk :
𝑖11 ⎡ 𝑛 ⎢∑𝑖=1 𝑖𝑖1 ⎢ ⎢ ⎢ 𝑖21 ⎢∑𝑛𝑖=1 𝑖𝑖1 ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ … ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ 𝑖𝑛1 ⎣∑𝑛𝑖=1 𝑖𝑖1 3.6.3
𝑖12 𝑛 ∑𝑖=1 𝑖𝑖2
…
𝑖22 𝑛 ∑𝑖=1 𝑖𝑖2
…
…
…
𝑖𝑛2 ∑𝑛𝑖=1 𝑖𝑖2
…
𝑖1𝑛 ⎤ 𝑛 ∑𝑖=1 𝑖𝑖𝑛 ⎥ ⎥ ⎥ 𝑖1𝑛 ⎥ ∑𝑛𝑖=1 𝑖𝑖𝑛 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ … ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ 𝑖𝑛𝑛 ⎥ ∑𝑛𝑖=1 𝑖𝑖𝑛 ⎦
Perhitungan skor setiap alternatif kota/kabupaten untuk setiap kriteria.
Skor setiap alternatif kota/kabupaten untuk setiap kriteria ditentukan berdasarkan persamaan 3.8.
𝑖
Q ij = ∑𝑛 𝑛1𝑖 . 𝑤𝑗 𝑖=1 𝑖1
(3.8)
Q ij = bobot propinsi i untuk kriteria j W j = bobot kriteria j
3.6.4
Perhitungan skor agregat setiap alternatif kota/kabupaten untuk seluruh kriteria.
Skor agregat setiap alternatif propinsi untuk seluruh kriteria ditentukan berdasarkan persamaan :
𝑖
𝑄𝑖 = ∑𝑛𝑗=1 ∑𝑛 𝑛1 . 𝑤𝑗 𝑖=1 𝑖𝑖1
3.6.5
(3.9)
Cluster analysis
Penentuan kelompok regional tarif dilakukan dengan menggunakan metode cluster analysis (analisis kelompok). Untuk memudahkan pengelompokan region, penulis menggunakan proses pembandingan/benchmarking dengan wilayah yang telah melaksanakan kebijakan tarif listrik regional dan secara empirik telah terbukti sebagai wilayah yang dianggap berhasil menerapkan kebijakan Tarif Listrik Regional. Adapun region tarif di Wilayah Jawa Barat dan Banten dikelompokkan kedalam 3 kelompok, yaitu :
1. Region yang sangat direkomendasikan (highly recommended) adalah wilayah
yang
dapat
menerapkan
tarif
listrik
pada
nilai
keekonomiannya saat ini. Wilayah yang termasuk ke dalam region ini adalah kota atau kabupaten dengan tingkat kemampuan ekonomi masyakarat yang tinggi, kemampuan pemerintah yang tinggi serta keandalan dan ketersediaan infrastruktur kelistrikan yang tinggi pula. Region ini mempunyai score hasil pengolahan AHP yang sama atau lebih besar dari wilayah yang dijadikan benchmark. 2. Region yang masih direkomendasikan (recommended) adalah region yang tidak mempunyai keandalan listrik dan ketersediaan infrastruktur kelistrikan yang cukup memadai namun dianggap dapat menerapkan tarif listrik pada nilai keekonomiannya karena didukung oleh kemampuan ekonomi masyarakat dan pemerintahnya yang tinggi. Region ini mempunyai score hasil pengolahan AHP yang lebih kecil dibandingkan score dari wilayah yang dijadikan benchmark, namun masih lebih tinggi dari rata-rata score keseluruhan region. 3. Region yang tidak direkomendasikan (not recommended) adalah region yang tidak dapat/tidak siap untuk menerapkan tarif listrik pada nilai keekonomiannya. Region ini mempunyai score hasil pengolahan AHP yang lebih kecil dibandingkan score dari wilayah yang dijadikan benchmark dan juga dibawah rata-rata score keseluruhan region. Pada region ini, listrik tetap pada fungsi dasarnya yaitu infrastruktur yang menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakannya.
Selanjutnya hasil dari pengolahan data primer dan sekunder melalui metode AHP dan Clustering akan dianalisis lebih lanjut secara deskriptif berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari hasil wawancara langsung dengan para narasumber.
3.7
Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian perlu disusun agar penelitian yang dilakukan dapat terarah dan terencana dengan baik. Berikut tabel jadwal penelitian ini:
Tabel 3.4. Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
1. Persiapan Penelitian 2. Pra Penelitian dan Bimbingan UP 3. Seminar UP 4. Revisi UP 5. Penelitian Lapangan 6. Konsultasi 7. Ujian Tesis 8. Revisi Tesis
2012 April
Mei
Juni
Juli
Agustus
2013 September
Oktober
November
Desember
Januari