BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah “Explanatory Research” dibidang gizi masyarakat, yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antar variabel. Metode yang digunakan adalah survey dengan pendekatan belah lintang (Crossectional) dimana variabel sebab dan akibat diambil dalam waktu yang bersamaan( Singarimbun, 1987 ).
B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Posyandu Mawar V kelurahan Tingkir Tengah Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.Waktu penelitian dilakukan mulai dari penyusunan proposal sampai dengan penulisan Karya tulis Ilmiah yaitu bulan April – Juli tahun 2006.Sedangkan pengambilan data pada bulan Juni 2006.
C. Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah semua keluarga yang mempunyai balita yang ada di Posyandu Mawar V Kelurahan Tingkir Tengah Kota Salatiga yang berjumlah 45 keluarga. Pada penelitian ini tidak dilakukan penarikan sampel karena semua anggota populasi diteliti.
D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis data Jenis data yang diambil dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. -
Data primer meliputi
identitas responden, umur, pendidikan, dan
pengetahuan gizi ibu, sedangkan balita meliputi data nama, tanggal lahir, jenis kelamin dan berat badan. -
Data sekunder meliputi data posyandu dan data monografi kelurahan setempat, yang meliputi keadaan geografis dan keadaan penduduk.
13
2. Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melaui wawancara langsung dengan ibu balita berdasarkan kuesioner dan pengukuran antropometri. 3. Alat Pengumpulan Data Sebagai instrumen pengumpulan data adalah kuesioner, KMS/ buku KIA dan dacin dengan ketelitian 0,1 kg.
E. Pengolahan dan Analisis Data 1. Pengolahan Data Data yang diperoleh diedit untuk diperiksa apakah ada kesalahan dalam pengisian setelah itu diolah dan hasilnya disusun dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi untuk data pendidikan ibu, pengetahuan gizi ibu dan status gizi balita. a. Pendidikan Ibu Pendidikan ibu dihitung dengan tahun sukses, dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan yang diberi kode sesuai dengan tingkatan sekolah yaitu: 1.
Pendidikan dasar
: 1 - 9 tahun
2.
Pendidikan menengah : 10-12 tahun
3.
Pendidikan tinggi
: ≥ 13 tahun
b. Pengetahuan Gizi Ibu Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor yang telah dijadikan persen. Kategori pengetahuan gizi dibagi dalam tiga kelompok yaitu : 1. Baik bila skor
> 80 %
2. Sedang bila skor 60 – 80 % 3. Kurang bila skor < 60 % c. Status Gizi Balita Status gizi balita diolah berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan menggunakan baku rujukan WHO – NCHS dan dikelompokkan berdasarkan hasil kesepakatan pakar gizi pada bulan Mei tahun 2005 di Semarang mengenai klasifikasi status gizi di Indonesia yaitu :
14
1.
Gizi lebih, bila Z- score terletak > + 2SD
2.
Gizi baik, bila Z- score terletak ≥ -2 SD s/d +2 SD
3.
Gizi kurang, bila Z- score terletak -3 SD sampai < -2 SD
4.
Gizi buruk, bila Z- score terletak <-3 SD
Cara pengolahan data dengan menggunakan Z- score dengan indeks BB/U.) 2. Analisis Data: Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan masing-masing variabel yang diteliti dengan melihat distribusi frekuensinya. Untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Analisis analitik hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita menggunakan uji korelasi Rank Spearman dan hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita menngunakan uji Korelasi Pearson.
F. Definisi Operasional 1. Pendidikan Ibu Balita Lamanya pendidikan formal yang ditempuh ibu balita diukur berdasarkan tahun sukses sekolah. Skala ukur : Interval 2. Pengetahuan Gizi Ibu Balita Kemampuan ibu dalam menjawab pertanyaan tentang pengetahuan gizi dan status gizi, diukur dengan memberi skor pada kuesioner. Bila jawaban benar diberi skor 1,dan 0 bila salah. Maka nilai yang akan didapat antara 0-25. Selanjutnya dilakukan penjumlahan skor dibagi jumlah pertanyaan dikali 100%. Skala ukur : Interval 3. Status Gizi Balita Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat komsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Diukur berdasarkan hasil pengukuran antropometri dengan menggunakan indeks BB/U dihitung dengan cara perhitungan Z skor. Skala ukur : Interval.
15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Keadaan Geografis Kelurahan Tingkir tengah kecamatan Tingkir Kota Salatiga merupakan salah satu dari 6 ( enam ) kelurahan di Kecamatan Tingkir, dimana batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : -
Sebelah Utara
: Kelurahan Tingkir Lor
-
Sebelah Selatan
: Desa Bener Kabupaten Semarang
-
Sebelah Barat
: Kelurahan Cebongan
-
Sebelah Timur
: Desa Barukan Kabupaten Semarang
Luas wilayah Kelurahan Tingkir Tengah adalah : 134539 Ha 2. Keadaan Penduduk a. Menurut kelompok umur dan jenis kelamin Pada bulan Juni 2006 penduduk kelurahan Tingkir Tengah berjumlah 3430 jiwa yang terdiri dari 1747 orang laki-laki dan 1683 perempuan. Distribusi penduduk menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2. TABEL 2 KEADAAN PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR DAN JENIS KELAMIN Kelompok umur (th)
Laki-laki
Perempuan
jumlah
230 116 114 0-4 323 148 175 5-9 274 127 147 10 - 14 268 119 149 15 - 19 306 163 143 20 - 24 350 169 181 25 - 29 683 344 339 30 - 39 467 221 246 40 - 49 233 118 115 50 - 59 296 158 138 60 + Jumlah 1747 1683 3430 Sumber : Monografi Kelurahan Tingkir Tengah Tahun 2006
% 6,7 9,4 7,9 7,8 8,9 10,2 19,9 13,6 6,8 8,6 100,0
16
Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur yang paling banyak adalah kelompok usia 30-39 tahun ( 19,9 % ) sedangkan kelompok yang paling rendah adalah usia 0-4 tahun ( 6,7 % ) b. Menurut mata pencaharian Gambaran distribusi penduduk kelurahan Tingkir Tengah menurut mata pencaaharian bagi umur 10 tahun ke atas dapat dilihat pada Tabel 3. TABEL 3 KEADAAN PENDUDUK MENURUT MATA PENCAHARIAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Mata Pencaharian Petani Sendiri Buruh Tani Buruh Bangunan Buruh Industri Sopir/Angkutan Swasta Pengusaha Pedagang PNS TNI Pensiunan Lain-lain Jumlah
Jumlah 72 130 107 140 14 751 85 114 78 19 42 72 1624
% 4,4 8,0 6,6 8,6 0,8 46,3 5,3 7,0 4,8 1,2 2,6 4,4 100,0
Sumber :Monografi Kelurahan Tingkir Tengah tahun 2006 Dari Tabel 3 diketahui sebagian besar mata pencaharian penduduk Tingkir Tengah adalah dari sektor swasta yaitu sebesar 751 orang (46,3 %), Petani sendiri 4,4%, sedangkan yang paling sedikit adalah pekerjaan angkutan sebesar 0,8%. c.
Menurut tingkat pendidikan Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan terjadi proses perkembangan atau penambahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 4.
17
TABEL 4 KEADAAN PENDUDUK MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN No 1 2 3 4 5 6 7 8
Tingkat Pendidikan Sarjana Tamat Akademi PT Tamat SLTA Tamat SMP Tamat SD Belum Tamat SD Tidak Sekolah Jumlah
Jumlah 170 84 67 798 554 896 483 147 3199
% 5,3 2,6 2,1 24,9 17,3 28 15,1 4,6 100,0
Sumber : Monografi Kelurahan Tingkir Tengah Tahun 2006 Dari Tabel 4 nampak bahwa sebagian besar penduduk Kelurahan Tingkir Tengah berpendidikan rendah yaitu dari yang tidak sekolah sampai dengan lulus SMP sebanyak 2080 orang atau ± 65%, meskipun ada juga yang sampai perguruan tinggi namun proporsinya sedikit. . 3. Sarana umum dan sarana kesehatan yang ada Sarana umum yang ada di kelurahan Tingkir Tengah sampai dengan tahun 2006 terdiri dari 1 balai kelurahan, 7 masjid, 45 Mushola, 2 SD, 1 MI, 1Pondok pesantren dan 3 TK. Sarana kesehatan yang ada di kelurahan Tingkir tengah sampai tahun 2006 meliputi 2 praktek bidan, 2 praktek dorter, 1 Apotek, dan 9 Posyandu ,yang salah satu diantaranya adalah poyandu Mawar V. 4. Keadaan umum Posyandu Mawar V Kelurahan Tingkir tengah Posyandu Mawar V adalah posyandu yang terletak di RW 7 yang 10 RT berada dipinggiran jalan raya Salatiga - Suruh.,mempunyai 45 meliputi anak balita, 6 orang kader dimana kegiatan posyandu dilaksanakan sekali sebulan yaitu setiap hari senin minggu ketiga.Pelayanan Posyandu meliputi penimbangan, imunisasi dan pelayanan pengobatan dari Puskesmas Cebongan sebagai pembina wilayah di kelurahan Tingkir Tengah.
18
B. Gambaran Umum Ibu Balita 1. Umur Ibu Balita Umur ibu tertua 44 tahun dan umur termuda 21 tahun, selanjutnya dikelompokkan berdasarkan umur. Data distribusi umur ibu dapat dilihat pada Tabel 5. TABEL 5 DISTRIBUSI IBU BALITA MENURUT UMUR No 1 2 3 4 5 6
Kelompok Umur (th)
Jumlah
21 - 24 25 - 28 29 - 32 33 - 36 37 - 40 41 - 44 Jumlah
7 8 14 9 4 3 45
% 15.6 17.8 31.2 20.0 8.8 6.6 100,0
Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa kelompok umur 29-32 th prosentasenya 31.2% dan kelompok umur 41-47 tahun 6,6%.
2. Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan hal yang diperlukan bagi kemajuan dan kelangsungan masa depan bangsa dan negara, terutama bagi seorang ibu yang merupakan tempat belajar yang pertama kali bagi anak. Distribusi ibu balita menurut tingkat pendidikan selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 6. TABEL 6 DISTRIBUSI IBU BALITA MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN No 1 2 3
Pendidikan Dasar Menengah Tinggi Jumlah
Jumlah 29 13 3 45
% 64,4 28,9 6,7 100,0
Dari Tabel 6 diketahui Ibu balita dengan tingkat pendidikan dasar sebanyak 29 orang (64,4%), menengah 28,9% dan tingkat pendidikan tinggi sebesar 6,7%. Pendidikan ibu merupakan salah satu unsur penting yang ikut
19
menentukan keadaan gizi anak.Penelitian lain mengemukakan bahwa ibu dengan pendidikan yang tinggi maka prevalensi gizi kurang umumnya rendah, sebaliknya bila pendidikan ibu rendah prevalensi gizi kurang umumnya tinggi (Sayogya, 1983).
3. Pengetahuan Gizi Ibu Tingkat pengetahuan gizi ibu bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor pendidikan. Pengetahuan ibu diharapkan berperan dalam peningkatan status gizi balitanya. Skor pengetahuan gizi ibu tertinggi adalah 100, sedangkan terendah 72 sehingga skor rata-rata adalah 86,58 dengan standar deviasi 10,060. Distribusi ibu balita menurut pengetahuan gizi dapat dilihat pada Tabel 7 TABEL 7 DISTRIBUSI IBU BALITA MENURUT PENGETAHUAN GIZI No Kategori pengetahuan 1 sedang 2 baik Jumlah
Jumlah
(%)
17 28 45
37,8 62,2 100,0
Dari Tabel distribusi pengetahuan gizi ibu diketahui ibu dengan pengetahuan gizi baik sebanyak 28 orang (62,2%) dan ibu dengan pengetahuan
gizi
sedang
sebanyak
37,8%.Sedangkan
ibu
dengan
pengetahuan gizi kurang tidak ditemukan. Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa, media elektronik, buku atau kerabat dekat. Pengetahuan dapat membentuk keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai kenyataan tersebut. Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikomsumsi, dan akan lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut.
20
C. Keadaan Umum Balita 1. Jenis Kelamin Distribusi jenis kelamin balita dapat dilihat pada Tabel 8 TABEL 8 DISTRIBUSI BALITA MENURUT JENIS KELAMIN No 1 2
Jenis Kelamin laki-laki perempuan Jumlah
Jumlah 20 25 45
% 44.4 55.6 100,0
Dari Tabel 5 diketahui bahwa dari 45 balita, 25 orang berjenis kelamin perempuan dan 20 orang (44,4%) jenis kelamin laki-laki.
2. Status Gizi Balita Status gizi yang baik penting bagi kesehatan dan kesejahteraan setiap orang. Seseorang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat penting yang diperlukan tubuh. Dari hasil pengolahan data dengan perhitungan Z skor diketahui
nilai
maximal Z Skor adalah 1,4 dan nilai minimal -2,8 sehingga rata-rata nilai Z skor -0,715 dengan Standar Deviasi 1,4349. Data dan jumlah distribusi balita berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 9. TABEL 9 DISTRIBUSI BALITA BERDASARKAN STATUS GIZI No
Status Gizi
Jumlah
%
1
Kurang
11
24,4
2
Baik
34
75,6
Jumlah
45
100,0
Dari distribusi Tabel 9 diketahui bahwa dari 45 orang anak balita 11 orang diantaranya (24,4%) mempunyai status gizi kurang dan 34 anak mempunyai status gizi baik. Sedangkan untuk anak yang status gizi buruk maupun lebih tidak ditemukan.
21
Dampak dari status gizi yang kurang baik akan mengganggu perkembangan dan pertumbuhan fisik balita, seperti balita yang menderita KEP. Pada umumnya penderita KEP terjadi marasmus dan kwashiorkor, atau marasmus kwashiorkor. Apabila keadaan ini tidak segera mendapat perhatian maka akan menyebabkan kematian pada penderita KEP. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah kemiskinan, pendidikan yang rendah, pengetahuan gizi yang kurang, lingkungan yang kurang sehat, asupan gizi yang kurang, penyakit infeksi dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai. D. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita Tingkat pendidikan ibu lebih penting dalam menentukan status gizi anak daripada pendidikan ayah. Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita, dapat dilihat pada Gambar 2 GAMBAR 2 TINGKAT PENDIDIKAN IBU DENGAN STATUS GIZI BALITA 2
1
0
status gizi balita
-1
-2
-3 4
6
8
10
12
14
16
18
pendidikan ibu
Dari hasil Gambar 2 dapat dilihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi pendidikan ibu balita semakin baik status gizi balitanya..Dengan
22
menggunakan uji korelasi Rank Spearman terdapat hasil signifikan 0,007 ( p value < 0,05) dengan nilaai r = 0,398 dengan demikian Ha diterima. Jadi ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi balita. Pendidikan ibu merupakan salah satu unsur penting yang menentukan keadaan gizi anak. Penelitian lain mengemukakan bahwa masyarakat dengan pendidikan
cukup
tinggi
maka
pravalensi
gizi
kurang
umumnya
rendah,sebaliknya bila pendidikan ibu rendah pravalensi gizi kurang tinggi . Pendidikan ibu juga berperan dalam penyusunan pola makan rumah tangga maupun pola pengasuhan anak (Sayogya, 1983). E. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Balita Dari hasil penelitian diperoleh hubungan pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita, dapat dilihat pada Gambar 3 GAMBAR 3 PENGETAHUAN GIZI IBU DEGAN STATUS GIZI BALITA 2
1
0
status gizi balita
-1
-2
-3 70
80
90
100
110
pengetahuan ibu
Dari hasil Gambar 3 dapat dilihat ada kecenderungan semaki tinggi pengetahuan ibu semakin baik status gizi balita. Dari hasil hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi balita dengan menggunakan uji Korelasi
23
Pearson dengan hasil signifikan = 0,001 (p-value < 0,05 ) sehingga terima Ha, jadi ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita. Nilai koefisien korelasi ( r ) didapat = 0,493 artinya kekuatan / keeratan hubungan termasuk kuat dan berpola linier positif. Semakin
tinggi
pengetahuan
gizi
seeorang
akan
semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikomsumsi. Ibu yang pengetahuan gizinya rendah akan berprilaku memilih makanan yang menarik panca indra dan tidak memilih berdasarkan nilai makanan tersebut (sediaoetama, 1989) dengan demikian pengetahuan gizi ibu sangat menentukan arah perkembangan dan pertumbuhan anak balita, serta menentukan status gizi balitanya. Menurut Notoatmodjo (1997), dikatakan bahwa perilaku didasari oleh pengetahuan akan lebih permanen dianut oleh seseorang dibanding dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuknya sikap dan tindakan dalam mengurus rumah tangga khususnya untuk mengurus anak balita dalam penanggulangan status gizi kurang. .
24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.
KESIMPULAN 1.
Sebagian besar ibu (64,4%) memiliki pendidikan tingkat dasar yaitu 1-9 tahun, menengah 13 orang (28,9%) dan pendidikan tinggi 3 orang (6,7%).
2.
Sebanyak 62,2% ibu balita mempunyai tingkat pengetahuan baik dan 17 orang ibu (37,8%) tingkat pengetahuan gizinya sedang.
3.
Status gizi balita sebagian besar (75,6%) mempunyai status gizi baik dan 11 orang (24,4%) mempunyai status gizi kurang.
4.
Ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi balita.
5.
Ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita.
B.
SARAN Penyuluhan tentang gizi dari tenaga kesehatan perlu ditingkatkan baik melalui kegiatan posyandu, pertemuan dasawisma, PKK guna meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu balita akan pentingnya pengetahuan tentang gizi, dimana dengan semakin tinggi pengetahuan ibu tentang gizi kemungkinan besar akan meningkat status gizi anak balita.
25
DAFTAR PUSTAKA Almatsier,S, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia,Jakarta. Apriaji, 1986, Gizi Keluarga, Gramedia , Jakarta Depkes RI, 1998, Laporan Studi Analisis Besar dan Luasnya Masalah Kurang Kalori, Protein serta Faktor yang Mempengaruhi, Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Jakarta. Depkes RI, 1999, Pedoman Tata Laksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga, Departemen Kesehatan, Jakarta. Hardinsyah, 1985, Ekonomi Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya keluarga, Fakultas Pertanian IPB . Kardjati, 1985, Aspek Kesehatan dan Gizi anak Sapihan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Khomsan Ali, 2000, Teknik Pengukuran Pengetahuan gizi, Institut Pertanian Bogor. Notoatmodjo Soekidjo, 1997, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-prinsip Dasar, PT. Bineka Cipta, Jakarta . Roesli,U. 2001, Bayi Sehat Berkat ASI Ekskulsif, Jakarta. PT Elex Media Komputindo. Sayogya, 1983 , Tingkat Pendapatan Rumah Tangga dan Kecukupan, Departemen Kesehatan , Jakarta. Soekirman, 2000, Pemanfaatan Antropometri sebagai Indikator Sosial Ekonomi, Jakarta. Soekirman, 2001, Ilmu Gizi dan Aplikasinya, Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Sediaoetama,1989. Ilmu Gizi . Dian Rakyat, Jakarta. Singarimbun,M, 1987. Metodologi Penelitian Survei,LP3ES,Jakarta. Suharjo,1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi, Bumi Aksara, Jakarta. Supariasa,Bakri S,Fajar I,2002. Penilaian Status Gizi,Buku Kedokteran EGC, Jakarta.