Bab III Metode Penelitian
III.1 Umum Pada bagian ini diberikan penjelasan mengenai pelaksanaan kegiatan penelitian yang dilakukan. Pada tahap awal dilakukan persiapan peralatan dan bahan, terutama reaktor dan elektroda yang akan digunakan. Penentuan reaktor elektrokoagulasi dan elektroda didasarkan atas referensi dari penelitian-penelitian terdahulu. Sedangkan air limbah yang digunakan pada penelitian ini merupakan limbah asli yang diperoleh dari jasa laundry yang terdapat di perumahan Antapani Bandung. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kualitas Air Teknik Lingkungan ITB. Penelitian dibagi menjadi tiga bagian utama yaitu laju pelepasan ion aluminium beserta distribusi spesies senyawanya, penentuan nilai Critical Micelle Concentration (CMC), dan perbandingan pengolahan air limbah laundry mengunakan reaktor elektrokoagulasi konfigurasi monopolar dengan bipolar. Dan secara umum kerangka penelitiannya dapat dilihat pada Gambar III.1. Melalui data yang diperoleh dari percobaan pada sistem batch dan kontinyu serta dari penentuan laju pelepasan ion aluminium dan nilai CMC, maka akan digunakan untuk menjelaskan proses pengolahan air limbah laundry dengan proses elektrokoagulasi. Kemudian dari hasil analisa data dan pembahasan yang dibantu dengan referensi dari artikel ilmiah tentang penelitian sejenis akan dapat ditarik suatu kesimpulan tentang penelitian ini.
III.2 Reaktor Untuk pengoperasian secara batch, reaktor elektrokoagulasi yang digunakan berkapasitas 0.5 L yang dilengkapi dengan peralatan stirrer untuk mengaduk air limbah supaya konsentrasi koagulan menjadi homogen. Elektroda yang digunakan adalah plat Aluminium (99.7%) dengan ukuran 5x10 cm sebanyak 4 buah. Luas permukaan elektroda anoda pada percobaan ini sebesar 0.01 m2 sehingga 34
diperoleh rasio luas permukaan elektroda terhadap volume reaktor (SA/V) sebesar 20 m2/m3.
Gambar III.1. Kerangka penelitian Penelitian ini menggunakan dua jenis konfigurasi elektroda yaitu monopolar dan bipolar. Pada konfigurasi monopolar, semua elektroda dihubungkan dengan arus listrik yang berasal dari sumber arus DC, yaitu dua elektroda dihubungkan dengan kutub positif dan dua elektroda dengan kutub negatif (Gambar III.2a). Sedangkan pada konfigurasi bipolar hanya satu elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif dan satu elektroda dihubungkan dengan kutub negatif (Gambar III.2b).
35
-
A
V
+
DC Power Supply
-
A
+
V
0.00
-
+
0.00
-
- +
Elektroda
Digital Multimeter
+
Elektroda Reaktor Elektrokoagulasi Magnetic Stirrer
(a)
(b)
Gambar III.2. Skema reaktor elektrokoagulasi dengan pengoperasian batch (a) monopolar (b) bipolar Multimeter dengan merek DEKKO 10 digunakan untuk mengukur kuat arus dan tegangan pada percobaan ini. Selain itu untuk mengukur konduktivitas dan suhu digunakan peralatan Conduktivity meter dengan merek WTW Cond 315i. Adapun susunan peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar III.3. Susunan peralatan pada percobaan elektrokoagulasi secara batch 36
Untuk memperoleh kerapatan arus (current density) yang diinginkan sesuai variasi penelitian maka dilakukan pengecekan terlebih dahulu dengan mengubah-ubah tegangan (voltase). Kerapatan arus yang digunakan pada penelitian ini adalah 50, 75 dan 100 A/m2. Nilai ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Novikora et al. (1982) yaitu 100 A/m2 dan Sleptsov et al. (1988) yaitu 50-100 A/m2. Setelah melakukan percobaan secara batch dilanjutkan dengan percobaan secara kontinyu. Pada percobaan secara kontinyu, reaktor elektrokoagulasi menggunakan model reaktor baffle channel, dimana elektroda diletakkan sepanjang aliran air limbah (Gambar III.4).
Gambar III.4. Reaktor kontinyu Reaktor pada percobaan kontinyu berukuran 20x7x15 cm dengan kapasitas sebesar 1.68 L. Elektroda aluminium yang digunakan sebanyak 14 buah dengan ukuran 5x15 cm dengan bagian yang terendam air sedalam 10 cm sehingga total luas elektroda anodanya ini adalah 0.084 m2. Untuk pengaliran air limbah digunakan sistem gravitasi dengan pengatur debit di bagian inlet. Susunan peralatan pada percobaan secara kontinyu dapat dilihat pada Gambar III.5.
37
DC Power Supply Bak Penampung
-
A
+
V
0.00
Digital Multimeter
Elektroda
Outlet
Flowmeter
Reaktor Elektrokoagulasi
Gambar III.5. Skema reaktor elektrokoagulasi pada percobaan kontinyu
III.3. Proses Elektrokoagulasi Percobaan elektrokoagulasi dilakukan selama 60 menit untuk setiap running dengan interval 10 menit untuk pengambilan sampelnya. Semua percobaan dilakukan pada suhu ruangan, yaitu sekitar 25° C. Setiap sampel yang diambil langsung diukur nilai kekeruhan, konduktivitas, pH dan suhu. Selanjutnya sampel tersebut dianalisa kandungan surfaktan dengan metode MBAS, kandungan bahan organik dengan tes COD dan kandungan fosfatnya. Untuk sampel yang tidak dapat langsung dianalisa maka dilakukan pengawetan sesuai metode yang ada. Pada penelitian ini pH air limbah laundry berkisar antara 8 – 10 sehingga untuk variasi pH dilakukan penambahan H2SO4 untuk memperoleh kondisi asam dan penambahan NaOH untuk memperoleh kondisi basa. Secara ringkas proses penelitian pada pengolahan air limbah laundry dengan elektrokoagulasi untuk konfigurasi monopolar dan bipolar adalah sebagai berikut
38
Tabel III.1. Kerangka penelitian elektrokoagulasi 1. Percobaan Elektrokoagulasi Reaktor Konfigurasi elektroda Kerapatan arus pH Waktu detensi Limbah
Batch Monopolar Bipolar 50, 75 dan 100 A/m2
Kontinyu Monopolar Bipolar 2 100 A/m
pH air limbah dan variasi: 2 ; 4 ; 6 ; 8 ; 10 ; 12
pH air limbah
5, 10, 20, 30, 40, 50, 60 menit asli
10 dan 30 menit asli
2. Penentuan laju pelepasan Aluminium dan distribusi senyawanya Konfigurasi elektroda monopolar & bipolar Kerapatan arus 50, 75 dan 100 A/m2 2 ; 4 ; 6 ; 8 ; 10 ; 12 pH Waktu detensi 10 dan 30 menit 3. Penentuan Critical Micelle Concentration
Dari hasil percobaan tersebut akan diperoleh data yang berisi perubahan konsentrasi dari parameter penelitian. Laju perubahan konsentrasi pada reaktor elektrokoagulasi yang dilakukan pada penelitian ini dinyatakan dengan model kinetika reaksi orde satu (Emamjomeh, 2006) yaitu : (III.1) Dimana Ct adalah konsentrasi pada waktu t, Co adalah konsentrasi di awal percobaan (t=0) dan k adalah nilai kinetika perubahan konsentrasi. Untuk mendapatkan nilai k perlu diplotkan nilai –ln (Ct/Co) terhadap waktu detensi. Dimana nilai k merupakan gradien dari persamaan garis kurva tersebut. Dengan membandingkan nilai k dari perlakuan penelitian maka akan diperoleh variasi penelitian yang menghasilkan efisiensi yang paling baik. III.4. Penentuan Critical Micelle Concentration (CMC) Salah satu fenomena yang terjadi pada larutan surfaktan adalah terbentuknya suatu struktur molekul berbentuk agregat yang dikenal sebagai Micelle. Struktur ini sangat berperan dalam proses penyisihan surfaktan dari air limbah. Untuk mengetahui terbentuknya struktur ini maka dilakukan percobaan untuk mencari nilai Critical Micelle Concentration (CMC).
39
III.4.1. Prosedur Percobaan Pada penelitian digunakan salah satu metode penentuan CMC yakni dengan mengukur konduktivitas dari konsentrasi surfaktan. Metode ini dipilih karena merupakan metode yang sering dipakai untuk penentuan CMC (Holmberg, 2002). Percobaan yang akan dilakukan ini mengacu pada Dieu (2006) yang langkahnya sebagai berikut : 1. Menyiapkan 100 mL larutan 0.02 M sodium dodecylesulfate (SDS), untuk membuat larutan ini digunakan aquades sebagai pelarutnya. 2. Larutan SDS yang sudah dibuat dimasukkan sebanyak 50 mL ke beker glass 100 mL. Selain itu dipersiapkan aguades dalam beker glass yang lain. 3. Mengukur nilai konduktivitas dari larutan SDS 4. Mengencerkan larutan SDS dengan menambahkan 5 mL aquades, kemudian diaduk dan dibiarkan beberapa menit serta diukur nilai konduktivitasnya. Mengulangi langkah ini sampai total larutan menjadi 100 mL. 5. Mengambil seluruh larutan pada langkah 4 dan dimasukkan ke beker glass 150 mL. Mengikuti langkah pengenceran seperti di atas dengan menambahkan 5 mL aquades sampai volume total 150 mL. 6. Mengambil seluruh larutan pada langkah 5 dan dimasukkan ke beker glass 250 mL. Mengikuti langkah pengenceran seperti di atas dengan menambahkan 5 mL aquades sampai volume total 200 mL. Untuk mendapatkan data yang akurat maka dilakukan percobaan yang sama namun menggunakan aquabides sebagai pelarutnya. III.4.2. Analisa Data Dari data percobaan tersebut dibuat grafik hubungan antara konsentrasi surfaktan terhadap nilai konduktivitas, kemudian menentukan nilai CMC dari grafik yang terbentuk yaitu titik bengkok kurva.
40
III.5. Penentuan Laju Pelepasan Ion Aluminium dan Distribusi Spesies Senyawa Aluminium Sebagai agen koagulan, ion aluminium yang terlepas dari elektroda akibat proses elektrokimia diukur nilainya. Pada percobaan ini dilakukan dua cara untuk menghitung ion aluminium yang terlepas. Cara yang pertama dengan menimbang berat elektroda untuk variasi percobaan dengan nilai optimum. Elektroda yang akan ditimbang dibersihkan terlebih dahulu dan kemudian dikeringkan. Hasil pengukuran ini akan dibandingkan dengan nilai yang secara teoritis dihitung dengan hukum Faraday. Cara yang kedua adalah mengukur konsentrasi aluminium yang terlepas ke dalam larutan dengan mempergunakan AAS dimana metode pengukurannya mengacu pada SNI 06-6989.34-2005. Sehingga diperoleh nilai konsentrasi aluminium total (AlT). Dikarenakan pengukuran konsentrasi aluminium dapat mengalami gangguan dengan kehadiran surfaktan (Pakalns, 1977) maka air limbah laundry diganti dengan aquades yang diberi larutan NaCl untuk memperoleh nilai konduktivitas yang sama dengan air limbah. Untuk mendapatkan distribusi spesies senyawa aluminium, yaitu monomer (Ala), polimer (Alb) dan koloid yang sukar bereaksi (Alc) digunakan metode Ferron. Spesies Aluminium yang digolongkan sebagai Ala adalah fraksi yang bereaksi dengan reagen Ferron dengan sangat cepat (sekitar 0-1 menit). Senyawa yang tergolong sebagai monomer (Ala) antara lain Al3+, Al(OH)2+, Al(OH)2+, Al(OH)4, Al6(OH)153+, Al7(OH)174+ dan Al8(OH)204+. Spesies yang bereaksi dengan reagen Ferron dengan cepat tetapi masih dibawah Ala yaitu 1-120 menit digolongkan sebagai Alb. Spesies ini terdiri dari polynuclear Al (Al13O4(OH)247+) yang memiliki struktur yang stabil dan merupakan spesies Al yang memiliki kualitas terbaik yang dapat menghasilkan kemampuan koagulasi yang sangat efektif. Bagian spesies Al yang tidak bereaksi dengan reagen Ferron dalam waktu 120 menit digolongkan sebagai Alc
yang didalamnya termasuk presipitat Al
(Al(OH)3)dan yang berbentuk koloid. Prosentase dari masing-masing spesies dapat dihitung berdasarkan nilai konsentrasi aluminium total (AlT), yaitu : AlT = Ala + Alb + Alc
(III.2)
41
III.5.1. Prosedur Percobaan Metode Ferron yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Parker dan Bertsch (1992). Pada metode ini Al(III) bereaksi dengan reagen Ferron membentuk senyawa kompleks Al-Ferron pada pH 5 dan dibaca pada panjang gelombang 370 nm. Peralatan yang digunakan pada percobaan ini adalah Spektrofotometer UV-Vis bermerek UV-1700 PharmaSpec Shimadzu dengan mempergunakan fasilitas pembacaan kinetik. Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Kualitas Lingkungan UII Yogyakarta.
Gambar III.6. Peralatan Spektrofotometer UV-Vis Adapun prosedur percobaan pada metode Ferron adalah sebagai berikut : 1. Membuat Reagen A (500 mL 0.2% Ferron)
dengan cara melarutkan
1.05 g Ferron (8-hydroxy-7-iodo-5-quinoline sulfonic acid) dengan merek Sigma Chemical dan 0.051 g C12H8N2.H2O dalam 505 mL aquadest yang mendidih dan diaduk dengan kencang. Kemudian larutan tersebut didinginkan pada suhu kamar. 2. Membuat Reagen B (35% w/v NaAc) dengan cara melarutkan 70 g NaAc ke dalam 200 mL aquadest.
42
3. Membuat Reagen C (10% w/v Hydroxylamine HCl) dengan cara melarutkan 20 g NH2OH.HCl dan 8 mL HCl (1:1 v/v) ke dalam 192 mL aquadest. 4. Mencampurkan Reagen A, B dan C dan diencerkan dengan aquadest sampai volume totalnya 1 L. Setelah itu didiamkan selama 4-5 hari pada pH 5.2, reagen Ferron ini dapat digunakan selama 1 bulan. 5. Untuk pengujian diambil 30 µL sampel yang diencerkan dengan aquadest sampai volume totalnya 100 mL dan ditambahkan 10 mL reagen Ferron. 6. Campuran larutan tersebut dikocok supaya homogen dan waktu reaksi langsung dicatat. Secepatnya sampel yang telah bereaksi dimasukkan ke dalam kuvet yang dibilas sebanyak dua kali dengan larutan tersebut dan dimasukkan ke spektrofotometer. Untuk proses ini waktu yang dibutuhkan jangan melebihi 40 detik. 7. Dengan menggunakan panjang gelombang 370 nm secara otomatis direkam pembacaan absorbansi dari detik ke 40 sampai 7200 dengan interval waktu 20 detik.
III.5.2. Analisa Data Untuk menghitung prosentase dari spesies Al maka sebelum dilakukan percobaan diatas maka terlebih dahulu dibuat kurva standar larutan Al (0.001 M AlCl3) sehingga diperoleh persamaan absorbansi dari standar Al-Ferron (Gambar III.7). Hasil pembacaan absorbansi dari masing-masing sampel kemudian dibuat kurvanya. Untuk mendapatkan persamaan garis dari kurva tersebut maka digunakan software Origin Pro 7.0. Dari hasil analisa software tersebut akan diperoleh nilai A0, Ab1 dan Ab2 dan juga nilai kinetikanya. Nilai absorbansi yang didapat diplotkan pada kurva standar Al-Ferron untuk mendapatkan nilai ma, mb1 dan mb2. Kemudian nilai Ala, Alb1 dan Alb2 dihitung dengan persamaan berikut ini %
100%
(III.3)
43
0.800 y = 624x + 0.0806 R² = 0.9873
0.700 Absorbansi
0.600 0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 0
0.0002
0.0004
0.0006
0.0008
0.001
0.0012
Konsentrasi Al (mol/L)
Gambar III.7. Kurva standar Al-Ferron dimana n menyatakan a, b1 atau b2, p adalah jumlah pengenceran, V adalah volume sampel, M adalah konsentrasi sampel yang diencerkan dan 51 adalah berat molekul dari Al2O3 . % %
% 1
% %
(III.4) %
(III.5)
Metode spesifikasi Al ini disebut juga Metode Kalkulasi Kinetik Al-Ferron (AlFerron kinetics calculation method atau KCM). III.6. Metode Pengujian Sampel Prosedur yang digunakan untuk memeriksa sampel pada penelitian ini berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Metode pengujian untuk parameter surfaktan, COD, fosfat dan aluminium secara garis besar dijelaskan pada bagian di bawah ini. III.6.1 Pengujian Surfaktan Pada penelitian ini penentuan kandungan surfaktan anionik di dalam air limbah menggunakan metode MBAS (Methylene Blue Active Surfactant) dengan metode pengujian yang mengacu pada SNI 06-6989.51-2005. Prinsip utama metode pengujian ini adalah surfaktan anionik akan bereaksi dengan metilen biru membentuk pasangan ion berwarna biru yang larut dalam pelarut organik.
44
Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 652 nm. Serapan yang terukur setara dengan kadar surfaktan anionik, yaitu dengan menggunakan kurva standar yang telah dibuat lebih dahulu. 0.6 y = 0.2581x + 0.0035 R² = 0.985
Absorbansi
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi Surfaktan (mg/L)
Gambar III.8. Kurva standar penentuan konsentrasi surfaktan
III.6.2 Pengujian COD Pada penelitian ini, penentuan COD pada air limbah menggunakan metode refluks tertutup secara titrasi dengan metode pengujian yang mengacu pada SNI M-701990-03. Prinsip utama dari metode pemeriksaan ini adalah mengoksidasi senyawa organik dengan K2Cr2O7 pada suasana asam kuat (dilakukan dengan penambahan asam sulfat 4N) pada temperatur 150oC. K2Cr2O7 yang tersisa diukur dengan titrasi menggunakan larutan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dan indikator ferroin. Hal yang sama dilakukan untuk blangko (berupa air suling bebas bahan organik). Konsentrasi COD sebagai mg O2/l dihitung dengan persamaan III.1. COD mg O ⁄l
A
B x C x 8 x 1000 ml contoh air
dengan: A
= ml FAS untuk blangko
B
= ml FAS untuk sampel
C
= Normalitas FAS 45
… … … … . . III. 3
III.6.3. Pengujian Fosfat Pada penelitian ini penentuan kandungan fosfat dalam air limbah menggunakan metode pengujian yang mengacu pada SNI 06-6989.31.2005. Prinsip utama dari metode pemeriksaan ini adalah orto fosfat yang terlarut direaksikan dengan ammonium molibdat dalam suasana asam membentuk asam molibdophosfat. Asam molibdophosfat yang terlarut direduksi dengan SnCl2 menghasilkan senyawa yang berwarna biru. Warna biru yang terjadi diukur intensitasnya pada panjang gelombang 675 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar untuk memperoleh konsentrasi fosfat (Gambar III.8) 0.6 y = 0.2387x + 0.0078 R² = 0.9806
Absorbansi
0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Konsentrasi Fosfat (mg/L)
Gambar III.9. Kurva standar penentuan konsentrasi fosfat
III. 6.4. Pengujian Aluminium Penentuan kandungan aluminium yang terlepas dari elektroda pada proses elektrokoagulasi mengacu pada SNI 06-6989.34-2005. Prinsip utama dari metode ini adalah sampel air yang akan diuji ditambahkan dengan asam klorida. Kemudian sampel tersebut dipanaskan yang bertujuan untuk melarutkan analit aluminium dan menghilangkan zat-zat pengganggu, dan selanjutnya diukur serapannya dengan AAS.
46