14
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar 1). Pra pengolahan citra dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai dengan Juni 2012.
Gambar 1 Peta administrasi Kecamatan Cikalong 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Citra Landsat Kecamatan Cikalong Tasikmalaya tahun 1994, 2000, 2005, dan 2010. 2. Peta Rupa Bumi Indonesia daerah Jawa Barat skala 1:25000 tahun 2000.
15
3. Tegakan hutan rakyat di wilayah Kecamatan Cikalong. 3.2.2 Alat Alat-alat yang digunakan, yaitu: GPS Garmin 60 csx, kamera digital, alat tulis sebagai peralatan di lapangan. Sedangkan untuk analisis data, digunakan satu unit peralatan komputer dengan software ArcGIS 9.3, Erdas Imagine 9.1, Microsoft Office 2007, Google Earth. 3.3 Tahapan kegiatan penelitian Penelitian ini dilakukan dalam enam tahap, yaitu pengumpulan data, pengolahan awal citra (pre-image processing), pengambilan data di lapangan (ground check), pengolahan citra (image processing), analisis perubahan penutupan lahan, dan pengolahan data wawancara di lapangan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luasan hutan rakyat. 3.3.1 Pengumpulan data Data-data yang dikumpulkan meliputi: Citra satelit Landsat tahun perekaman 1994, 2000, 2005, dan 2010, Peta Rupa Bumi Indonesia daerah Tasikmalaya skala 1:25000 tahun 2000, data sebaran dan luasan hutan rakyat Kecamatan Cikalong, dan data wawancara lapangan dengan petani responden. 3.3.2 Pengolahan awal citra (pre-image processing) 3.3.2.1 Penentuan kombinasi band citra Landsat Dalam intrepetasi citra, pengaturan kombinasi band terbaik menjadi sangat penting dilakukan untuk mencirikan kenampakan objek untuk memudahkan intrepeter dalam melakukan analisis visual atau digital citra. Kombinasi band yang dipilih mengacu pada komposit warna standar Dephut dengan kombinasi band 5-4-3 dan tampilan komposit ini mendekati alami yang dibuat dengan menggunakan panjang gelombang (λ) atau spektrum infra-merah sedang (λ 1,2 ~ 3,2 μm), inframerah dekat (λ 0,7 ~ 0,9 μm) da spektrum merah atau hijau (λ 0,6 ~ 0,7 atau 0,5 ~ 0,6 μm) secara berturut-turut pada bidang warna RED, GREEN, dan BLUE pada saat mendisplai citra (JICA et al 2011).
16
Keterangan: skala 1:20000
Gambar 2 Tampilan visual citra Landsat kombinasi band 5-4-3 resolusi 30 m tahun1994 3.3.2.2 Koreksi geometrik citra Koreksi geometrik adalah suatu proses memproyeksikan data pada suatu bidang sehingga mempunyai proyeksi yang sama dengan proyeksi peta. Koreksi ini dilakukan untuk memudahkan pengecekan objek citra di lapangan, memudahkan penggabungan citra dengan sumber lain agar tidak mengalami distorsi luas atau memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel (Jaya 2002). Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan metode berdasarkan titik kontrol lapangan (Ground Control Point/GCP). Secara umum, tahapan melakukan rektifikasi adalah sebagai berikut (Jaya 2010) : 1. Memilih titik kontrol lapangan (Ground Control Point/GCP). GCP tersebut sedapat mungkin adalah titik-titik atau obyek yang tidak mudah berubah dalam jangka waktu lama misalnya belokan jalan, tugu di persimpangan jalan dan atau sudut-sudut gedung (bangunan). Hindari menggunakan belokan sungai atau delta sungai karena mudah berubah dalam jangka waktu tertentu. GCP juga harus tersebar merata pada citra yang akan dikoreksi. 2. Membuat persamaan tranformasi yang digunakan untuk melakukan interpolasi spasial persamaan ini umumnya berupa persamaan polynomial baik orde 1, 2, maupun 3.
17
3. Menghitung kesalahan (Root Mean Square Error/RMSE) dari GCP yang terpilih. Umumnya tidak boleh lebih besar dari 0,5 piksel. 4. Melakukan interpolasi intensitas (nilai kecerahan) dengan salah satu metode berikut, yaitu nearest neigbour, bilinier, dan cubic convolution, sekaligus membuat citra baru dengan sistem koordinat yang ditentukan. Pada penelitian ini, proses koreksi geometrik dilakukan pada citra satelit Landsat resolusi 30 m tahun 1994, 2000, 2005, dan 2010. Koreksi geometrik dikakukan pada masing-masing citra untuk mencocokkan koordinat citra dengan koordinat geografis di lapangan. 3.3.2.3 Pemotongan citra (cropping) Sebelum melakukan analisis visual dan digital citra, dilakukan pemotongan citra satelit Landsat resolusi 30 m dengan kombinasi band 5-4-3 dengan luasan sebagian daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah sesuai dengan lokasi penelitian yang akan dilakukan yaitu Kecamatan Cikalong. 3.3.2.4 Identifikasi awal tutupan lahan Identifikasi awal citra Landsat kombinasi RGB 5-4-3 untuk mengetahui perubahan tata guna lahan yang digunakan untuk hutan rakyat. Metode yang digunakan dalam intrepetasi awal citra adalah metode analisis visual pada citra Landsat tahun 2010 dan 2005 dan metode analisis digital pada tahun 2000 dan 1994. Menurut Jaya (2010), analisis diartikan sebagai kegiatan penguraian dan atau penelaahan data serta hubungan antar komponen data itu sendiri, dalam hal ini adalah nilai kecerahan (Brightness Value/BV) atau nilai digital (Digital Number/DN). Analisi citra Landsat dapat menggunakan metode analisis visual dan analisis digital. Analisi visual merupakan kegiatan mengamati citra secara visual yang dilakukan oleh intrepeter dengan tujuan untuk mengidentifikasi objek dari citra tersebut. Dalam analisis ini, ketepatan proses identifikasi objek tergantung dari kemampuan masing-masing intrepeter dalam identifikasi citra sehingga dalam penggunaan analisis ini sering terjadi perbedaan hasil identifikasi dari tiap intrepeter. Sedangkan analisis digital merupakan analisis citra yang mengacu pada data-data numerik yang besarannya dinyatakan dengan bit. Semakin besar bitnya maka semakin
18
banyak kemungkinan kandungan informasi yang ada di dalamnya (Jaya 2010). Pada citra Landsat TM yang digunakan adalah data 8 bit dengan variasi sebesar 256 level ( 3.3.2.5 Pembuatan titik lokasi pengamatan Penentuan
titik
lokasi
pengamatan
di
lapangan
ditentukan
dengan
menggunakan metode purposive sampling dengan mempertimbangkan tingkat keterwakilan dari tiap kelas dan tingkat penyebaran titik pada lokasi penelitian. Total jumlah titik lokasi pengamatan yang digunakan adalah 110 titik dengan rincian 65 titik untuk kelas hutan rakyat dan 5 titik untuk tiap kelas yang lain dengan jumlah 9 kelas. 3.3.3 Pemeriksaan lapangan (Ground check) Pemeriksaan di lapangan bertujuan untuk mencocokkan tutupan yang telah diidentifikasi pada masing-masing citra dengan melihat kenampakan tutupan lahan yang sebenarnya di lapangan. Selain itu, pemeriksaan di lapangan juga bertujuan untuk mencari informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pengolahan lahan dengan hutan rakyat. Dalam menggali informasi tersebut digunakan teknik open type interview dan nonstructured interview. Kegiatan pemeriksaan di lapangan dilakukan dengan menelusuri lokasi-lokasi pengamatan yang telah ditentukan
meliputi pengambilan titik-titik pengamatan, dokumentasi
contoh-contoh penutupan atau penggunana lahan, dan wawancara terhadap patani hutan rakyat di lokasi pengamatan yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan untuk memahami serta mengenal kondisi daerah penelitian yang dilakukan. 3.3.4 Pengolahan citra satelit Landsat 3.3.4.1 Klasifikasi visual Klasifikasi visual citra Landsat dilakukan dengan bantuan Google Earth dan mengacu pada buku panduan intrepetasi Landsat. Unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis dalam intrepetasi tipe penggunaan lahan/vegetasi diuraikan sebagai berikut (Lillesand dan Keifer 1994) :
19
1
Ukuran Ukuran meliputi panjang, lebar, luas, sehingga antara objek yang satu dengan yang lain dapat dibedakan dan dibuat batasan.
2
Rona (Tone) Rona menunjukkan perbedaan gelap terangnya suatu objek yang dipengaruhi oleh tingkat kelembaban, misalnya adanya genangan atau keadaan vegetasi penutup tanah itu sendiri.
3
Warna Warna sangat dipengaruhi oleh reflektansi yang berbeda, dan setiap vegetasi atau tanaman dapat memberikan warna alami (true colour) maupun warna semu (false colour).
4
Tekstur Tekstur merupakan gabungan antara rona dengan ukuran serta jarak yang satu dengan yang lain. Tekstur dapat dibedakan menjadi halus atau kasar, seragam atau tidak seragam.
5
Pola Pola merupakan susunan suatu objek yang terjadi secara alami ataupun buatan.
6
Asosiasi Asosiasi digunakan untuk memperhatikan keterkaitan antara suatu obyek atau fenomena dengan obyek atau fenomena lain, yang digunakan sebagai dasar mengenali obyek yang dikaji.
3.3.4.2 Klasifikasi terbimbing (supervised classification) Klasifikasi terbimbing adalah klasifikasi yang dilakukan dengan arahan analisis (supervised) dengan kriteria pengelompokan kelas ditetapkan berdasarkan penciri kelas (signature class) yang diperoleh analisis melalui pembuatan “training area” (Jaya 2010). Tahap ini dilakukan secara otomatis oleh komputer untuk mendapatkan hasil berupa citra yang terklasifikasi. Metode ini bertujuan untuk mengelompokkan piksel yang belum diketahui identitasnya berdasarkan vektor rata-rata dan matriks ragam peragam dari setiap pola spektral kelas informasi. Piksel dimasukkan menjadi salah satu kelas yang memiliki
20
probability (peluang) paling kecil. Klasifikasi terbimbing disederhanakan menjadi 6 tahapan , yaitu tahap penentuan kelas contoh (training area), penandaan area contoh (signature), klasifikasi, analisis keterpisahan kelas, akurasi, serta tahap penyajian hasil (output). 3.3.4.3 Analisis separabilitas Metode ini digunakan untuk mengetahui tingkat keterpisahan kelas yang diwakili oleh area contoh dengan mengukur jarak antar kelas secara statistik. Jarak ini digunakan untuk menggambarkan apakah kelas-kelas contoh yang diambil cukup homogen dan mempunyai ragam kecil. Ukuran keterpisahan kelas dihitung berdasarkan persamaan Transformed Divergence (TD), yaitu : = 2000 (1 – exp
) …………(Jaya 2010)
Keterangan : TD = Transformed Divergence = Divergence baris ke-i dan kolom ke-j i dan j = The two signatures (classes) being compared Hasil analisis separabilitas diukur berdasarkan beberapa kriteria yang dikelompokan ke dalam lima kelas dimana setiap kelasnya mendeskripsikan kuantitas keterpisahan tiap tutupan lahan. Kelima kelas yang diklasifikasikan dalam Jaya (2002) tersebut yaitu : 1. Tidak terpisah
= <1600
2. Cukup baik
= 1600 – 1699
3. Baik
= 1700 – 1899
4. Sangat baik
= 1900 – 1999
5. Sempurna
= 2000
3.3.4.4 Uji akurasi Pada penelitian ini, untuk mengetahui tingkat keakuratan klasifikasi tutupan lahan hasil intrepetasi citra, perlu dilakukan uji akurasi klasifikasi. Akurasi klasifikasi merupakan akurasi yang sering dianalisis menggunakan suatu matrik kontingensi, yaitu suatu matrik bujur sangkar yang memuat jumlah piksel yang diklasifikasikasi. Matrix ini juga sering disebut dengan “error matrix” atau “confusion matrix”.
21
Akurasi klasifikasi umumnya dilakukan dengan metode overall accuracy, akan tetapi akurasi ini umumnya terlalu over estimate sehingga jarang digunakan sebagai indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi karena hanya menggunakan piksel-piksel yang terletak pada diagonal suatu matrik contingency. Secara matematis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : OA =
∑
Menurut (Jaya 2010), saat ini akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi Kappa. Akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matrik. Secara matematik, akurasi Kappa ini dihitung dengan rumus sebagai berikut : K=
∑
∑ ∑
Keterangan : = nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i = jumlah piksel dalam kolom ke-i = jumlah piksel dalam baris ke-i = banyaknya piksel dalam contoh Tabel 3 Skema perhitungan akurasi Dikelaskan ke kelas -
Jumlah Piksel
Kelas referensi A A B C Total piksel Akurasi Pengguna Sumber: Jaya (2010)
B
⁄
C
⁄
Akurasi Pembuat Total Piksel ⁄ ⁄ ⁄
⁄
Presentase ketepatan klasifikasi juga dapat dilihat dari nilai akurasi pembuat dan akurasi penggunanya. Secara matematis dapat ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut (Jaya 2010) : UA =
PA =
Keterangan : UA = User accuracy PA = Producer’s accuracy = Nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i = Jumlah piksel dalam kolom ke-i = Jumlah piksel dalam baris ke-i
22
Producer’s accuracy adalah probabilitas atau peluang rata-rata (%) suatu piksel akan diklasifikasikan dengan benar dan secara rata-rata menunjukkan seberapa baik setiap kelas di lapangan telah diklasifikasi. Ukuran ini juga dapat digunakan untuk menduga rata-rata dari kesalahan omissi (omission error). Sedangkan user’s accuracy adalah probability atau peluang rata-rata suatu piksel dari citra yang telah terklasifikasi, secara aktual mewakili kelas-kelas tersebut di lapangan. Ukuran ini juga menduga kesalahan komisi (commission error). 3.3.5 Analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat Analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat adalah proses mengidentifikasi perubahan suatu obyek atau fenomena yang dilakukan dengan membandingkan secara langsung antara citra-citra digital yang direkam pada saat yang berbeda : time series analysis. Perubahan yang terdapat pada citra-citra beda waktu tidak sekedar mengimplikasikan perbedaan di dalam karakteristik unsur-unsur di permukan bumi, tetapi juga dapat merefleksikan variasi normal yang belum terkarakteristikkan dan dapat ditemukan pada suatu periode waktu ke waktu berikutnya (Prahasta 2008). Berdasarkan hasil dari klasifikasi citra multi waktu, selanjutnya dilakukan analisis perubahan penutupan lahan hutan rakyat dengan cara menumpang tindihkan (overlay) citra hasil klasifikasi pada tiap waktu. Selain itu, analisis perubahan tutupan lahan hutan rakyat dapat dilakukan dengan cara diklasifikasikan secara terpisah, kemudian dilakukan perbandingan (post-classification comparasion). Dengan cara ini, dapat mengetahui luas perubahan tutupan lahan hutan rakyat yang terjadi. 3.3.6 Identifikasi faktor-faktor penyebab berubahnya luas hutan rakyat Pengolahan dan analisis data wawancara hasil observasi langsung ke lapangan dilakukan secara deskriptif dengan menjelaskan informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan perubahan dinamika perkembangan hutan rakyat. Menurut Hardjanto (2003) dalam Rato (2011), faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan hutan rakyat di Jawa, yaitu : 1.
Faktor tradisi, fungsi ekonomi rumah tangga, dan fungsi tata air sebagai faktor kekuatan internal.
23
2.
Luas pemilikan lahan, teknologi pemanenan dan pasca panen, serta keterbatasan modal dan informasi sebagai faktor kelemahan internal.
3.
Tingginya permintaan pasar, pertumbuhan industri kayu, dan infrastruktur jalan desa sebagai faktor kesempatan eksternal.
4.
Besarnya
permintaan
kayu,
ketergantungan
kepada
agen
pemasaran,
pertumbuhan tenaga kerja, dan ketidakpastian pemanfaatan lahan terlantar sebagai faktor ancaman eksternal.
24
Tabel 4 Bagan alir pengolahan dan analisis data Pengumpulan data
Citra landsat tahun 1994, 2000, 2005, 2010
- Koreksi geometrik - Cropping - Identifikasi awal tutupan lahan dengan analisis visual dan digital - Penentuan titik pengamatan
Peta rupa bumi Jawa Barat skala 1:25000
Ground Check (Cek lapangan)
-
Analisis hasil pengamatan lapangan : Klasifikasi visual Klasifikasi terbimbing Analisis separabilitas Akurasi kappa
Citra hasi klasifikasi
Overlay
Analisis perubahan tutupan lahan hutan Rakyat
Data perubahan luas hutan rakyat dan faktor-faktor penyebab
Data wawancara petani responden