36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain kelompok kontrol non-ekivalen. Dalam penelitian ini kelas eksperimen maupun kelas kontrol tidak dikelompokkan secara acak, melainkan menerima subjek sampel apa adanya, yaitu dalam bentuk kelas-kelas yang sudah terbentuk sebelumnya. Desain penelitian dapat diilustrasikan sebagai berikut: O
X
O
--------------------O
O
(Borg dan Gall, 1989: 690)
Keterangan: O
= Pretes dan postes
------- = Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dibentuk secara acak X
= Perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual Penelitian
ini
dilaksanakan
untuk
melihat
peningkatan
kemampuan
komunikasi dan penalaran matematis siswa yang mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional. Selain itu tujuan lainnya dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan soft skill siswa yang mendapat model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual dan siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan konvensional. Penelitian ini dilakukan pada dua kelas yang memiliki kemampuan yang homogen dan materi pembelajaran matematika yang sama. Materi dalam penelitian ini adalah Kubus dan Balok. Kedua kelas dibandingkan dengan memberikan perlakuan yang berbeda. Pada kelas eksperimen diberikan perlakuan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual, sedangkan Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
pada kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran konvensional. Langkahlangkah dalam penelitian ini adalah: 1. Menentukan sekolah tempat penelitian, yaitu SMP BPI Bandung. 2. Setelah sekolah ditentukan, selanjutnya dipilih dua kelas yang kemampuannya homogen, yaitu kelas VIII C dan VIII D yang kemudian disebut kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk menentukan kelas eksperimen atau kelas kontrol dilakukan dengan cara undian. 3. Menentukan materi pelajaran, yaitu Kubus dan Balok. 4. Mengadakan
pretes
kepada
masing-masing
kelas
untuk
mengetahui
kemampuan awal siswa tentang materi Kubus dan Balok. 5. Melaksanakan pembelajaran materi Kubus dan Balok pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual, dan pada kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional selama 6 pertemuan (12 jam pelajaran). 6. Memberikan postes
kepada
masing-masing kelas untuk
mengetahui
kemampuan akhir siswa tentang materi Kubus dan Balok.
B. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP BPI Bandung. Peneliti akan melakukan penelitian pada dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen adalah kelas yang mendapatkan perlakuan pendekatan kontekstual disertai model pembelajaran Mood CURDER. Kelas kontrol adalah kelas yang mendapatkan perlakuan pembelajaran matematika dengan konvensional. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII. Sampel yang diambil sebanyak dua kelas dari empat kelas yang ada di SMP BPI Bandung yang mempunyai karakteristik dan kemampuan homogen, yaitu kelas VIII C dan kelas VIII D yang masing-masing disebut sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pengambilan kelas VIII sebagai sampel dengan pertimbangan:
Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
38
1. Pemilihan tingkat kelas disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dalam hal ini kelas yang dipilih kelas VIII karena siswa kelas VIII sudah terbiasa dengan pembelajaran di tingkat SMP dan diharapkan dapat lebih mandiri dibandingkan siswa kelas VII. Siswa kelas VIII dianggap lebih cocok untuk menjadi sampel dalam penelitian ini karena dalam waktu 1 tahun ke depan siswa tersebut harus mempersiapkan diri secara akademik dan mental untuk menghadapi ujian nasional. 2. Terdapat beberapa materi yang diperkirakan cocok diterapkan dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual untuk mengetahui kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa.
C. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. 1. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau variabel penyebab, dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual. 2. Variabel terikat adalah variabel yang tergantung pada variabel bebas, dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill.
D. Instrumen Penelitian Pada penelitian ini dikembangkan empat buah instrumen yang terbagi menjadi dua jenis, yaitu instrumen tes dan non-tes. Instrumen tes antara lain tes komunikasi matematis siswa dan tes kemampuan penalaran matematis siswa. Sedangkan, instrumen non-tes, antara lain lembar observasi, dan angket untuk mengetahui soft skill siswa. 1. Soal Pretes dan Postes a. Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
39
Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal komunikasi matematis. Soal ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual mengenai materi Kubus dan Balok.
Tabel 3.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Skor Menulis Menggambar Ekspresi Matematika 0 Tidak ada jawaban Gambar yang Gambar tersebut diberikan tidak berarti apamenunjukkan apa bahwa tidak memahami konsep 1
Hanya sedikit dari penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis yang benar
Hanya sedikit dari Hanya sedikit dari gambar, diagram, model matematika atau tabel yang yang benar benar
2
Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat secara matematis masuk akal namun hanya sebagian yang benar
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel namun kurang lengkap dan benar
Membuat model Matematika dengan benar, namun salah mendapatkan solusi
3
Penjelasan konsep, ide atau situasi dari suatu gambar, yang diberikan dengan kata-kata sendiri dalam bentuk penulisan kalimat matematika masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis atau terdapat kesalahan bahasa
Melukiskan diagram, gambar, atau tabel secara lengkap dan benar
Membuat model matematika dengan benar, kemudian melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara benar dan lengkap
4
Penjelasan konsep, ide atau
Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
40
situasi dari suatu gambar yang diberikan dengan kata-kata dalam bentuk penulisan kalimat secara matematik masuk akal dan jelas, serta tersusun secara logis
Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996)
b. Tes Kemampuan Penalaran Matematis Tes ini berupa uraian, yang soalnya terdiri dari soal-soal penalaran. Soal ini digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan penalaran siswa setelah mendapatkan
model
pembelajaran
Mood
CURDER
dengan pendekatan
kontekstual mengenai materi Kubus dan Balok. Pedoman penskoran tes kemampuan penalaran matematis yang akan digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis Skor Indikator 0 Tidak menjawab pertanyaan/menjawab tidak sesuai dengan pertanyaan/tidak ada yang benar. 1 Hanya sebagian dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumenargumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar. 2 Hampir semua dari penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumenargumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan benar. 3 Semua penjelasan dengan menggunakan gambar, fakta dan hubungan dalam menyelesaikan soal, mengikuti argumen-argumen logis, dan menarik kesimpulan logis, dijawab dengan lengkap dan benar. Diadaptasi dari Cai, Lane dan Jakabcsin (1996) Sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen tes tersebut terlebih dahulu diujicobakan pada sekolah lain. Uji coba instrumen ini dilakukan kepada siswasiswa yang sudah mempelajari materi Kubus dan Balok. Uji coba instrumen dilakukan pada siswa kelas IX SMP KP 2 Baleendah pada tanggal 6 Maret 2013. Setelah dianalisis data hasil uji coba diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada soal Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
sukar, oleh karena itu instrumen diperbaiki kemudian dikonsultasikan dengan ahlinya. Setelah disetujui ahlinya, instrumen diuji coba lagi untuk yang kedua kalinya pada siswa yang sama saat uji coba pertama pada tanggal 9 Maret 2013. Data yang diperoleh dari uji coba instrumen tersebut dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran instrumen tersebut dengan menggunakan program Anates Versi 4.0.7. Seluruh perhitungan dengan menggunakan program tersebut dapat dilihat pada Lampiran B. Selengkapnya proses penganalisisan data hasil uji coba instrumen meliputi hal berikut ini: 1) Analisis Validitas Soal Suatu alat evaluasi disebut valid (absah atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003). Oleh karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang dievaluasi itu (Suherman, 2003). a. Validitas isi dan validitas muka Instrumen tes komunikasi dan penalaran dikonsultasikan kepada ahlinya untuk mengetahui validitas isi dan validitas muka, yaitu berkenaan dengan ketepatan alat ukur pada materi yang diujikan, kesesuaian antara indikator dan butir soal,serta kejelasan bahasa atau gambar dalam soal. b. Validitas empirik Instrumen yang digunakan pada penelitian ini perlu dilakukan uji validitas. Validitas butir soal dari suatu tes adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir soal dalam mengukur apa yang seharusnya diukur dengan butir soal tersebut (Sudijono, 2007). Perhitungan validitas butir soal dilakukan dengan program Anates Versi 4.0.7. Interpretasi yang lebih rinci mengenai perhitungan tersebut dibagi ke dalam kategori-kategori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
42
Klasifikasi Koefisien Validitas (Suherman 2003) Koefisien Validitas Interpretasi Sangat tinggi Tinggi (baik) Sedang (cukup) Rendah (kurang) Sangat rendah Tidak valid Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji validitas untuk tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis dapat diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.4 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi 1 0,860 Tinggi Sangat Signifikan 2 0,848 Tinggi Sangat Signifikan 3 0,763 Tinggi Sangat Signifikan 4 0,801 Tinggi Sangat Signifikan 5 0,773 Tinggi Sangat Signifikan 6 0,726 Tinggi Sangat Signifikan Tabel 3.5 Interpretasi Uji Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis Nomor Soal Korelasi Interpretasi Validitas Signifikansi 1 0,845 Tinggi Sangat Signifikan 2 0,732 Tinggi Sangat Signifikan 3 0,827 Tinggi Sangat Signifikan 4 0,733 Tinggi Sangat Signifikan 5 0,656 Sedang Signifikan 6 0,658 Sedang Signifikan Tabel 3.4 dan 3.5 di atas menunjukkan bahwa enam butir soal kemampuan komunikasi dan empat butir soal kemampuan penalaran mempunyai validitas tinggi. Hal ini berarti semua soal tersebut mempunyai validitas yang baik dan untuk kriteria signifikansi dari korelasinya semua soal sangat signifikan. Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
43
Sedangkan untuk dua butir terakhir soal kemampuan penalaran mempunyai validitas sedang dan berarti kedua soal tersebut mempunyai validitas yang sedang dan untuk kriteria signifikansi dari korelasinya kedua soal tersebut signifikan. 2) Analisis Reliabilitas Soal Reliabilitas suatu alat ukur atau alat evaluasi dimaksudkan sebagai suatu alat yang memberikan hasil yang tetap sama (konsisten, ajeg). Hasil pengukuran itu harus tetap sama (relatif sama) jika pengukuran yang diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang berbeda, waktu yang berbeda, dan tempat yang berbeda pula. Tidak terpengaruh oleh perilaku, situasi, dan kondisi. Alat ukur yang reliabilitasnya tinggi disebut alat ukur yang reliabel (Suherman, 2003). Peneliti menggunakan program Anates Versi 4.0.7 untuk menghitung koefisien reliabilitas seperti pada perhitungan validitas butir soal. Tingkat reliabilitas dari soal uji coba didasarkan pada klasifikasi Guilford (Suherman, 2003), yaitu sebagai berikut Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Interpretasi 0,90 ≤ < 1,00 Sangat tinggi 0,70 ≤ < 0,90 Tinggi 0,40 ≤ < 0,70 Sedang (cukup) 0,20 ≤ < 0,40 Rendah < 0,20 Sangat rendah Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji reliabilitas untuk
tes
kemampuan
komunikasi
dan
penalaran
matematis
dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 3.7 Hasil Uji Reliabilitas Tes Kemampuan Komunikasi dan Penalaran Matematis Kemampuan Koefisien Reliabilitas Interpretasi Komunikasi 0,92 Sangat Tinggi Penalaran 0,86 Tinggi
Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
44
Tabel 3.7 menunjukkan bahwa reliabiltas tes kemampuan komunikasi termasuk dalam kategori sangat tinggi dan untuk tes kemampuan penalaran termasuk dalam kategori tinggi. Hal ini berarti kedua instrumen ini reliabel untuk digunakan sebagai alat ukur.
3) Analisis Indeks Kesukaran Soal Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan derajat kesukaran suatu butir soal disebut indeks kesukaran (Suherman, 2003). Koefisien indeks kesukaran untuk setiap butir soal dihitung dengan menggunakan program Anates Versi 4.0.7. Indeks kesukaran yang paling banyak digunakan, diklasifikasikan sebagai berikut (Suherman, 2003)
Tabel 3.8 Klasifikasi koefisien indeks kesukaran Koefisien Indeks Kesukaran Klasifikasi IK = 1,00 Soal terlalu mudah 0,70 ≤ IK< 1,00 Soal mudah 0,30 ≤ IK< 0,70 Soal sedang 0,00
45
6
0,18
Sukar
Tabel 3.10 Tingkat Kesukaran Tes kemampuan Penalaran Nomor Soal Indeks Kesukaran Interpretasi 1 0,32 Sedang 2 0,42 Sedang 3 0,38 Sedang 4 0,50 Sedang 5 0,62 Sedang 6 0,19 Sukar Tabel 3.9 dan 3.10 menunjukkan bahwa soal kemampuan komunikasi dan
penalaran
matematis
butir
pertama
sampai
dengan
butir
kelima
termasuk dalam kategori soal dengan tingkat kesukaran yang sedang, sedangkan pada butir keenam untuk masing-masing tes termasuk dalam kategori soal yang sukar. 4) Analisis Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang kurang pandai atau berkemampuan rendah (Suherman, 2003). Daya pembeda masing-masing butir soal dihitung dengan menggunakan progam Anates Versi 4.0.7. Adapun kriteria pengklasifikasian yang banyak digunakan sebagai ketentuan penafsiran koefisien daya pembeda setiap butir soal adalah sebagai berikut (Suherman, 2003) Tabel 3.11 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda Koefisien Daya Pembeda Interpretasi Sangat baik Baik Cukup Jelek Sangat jelek
Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
46
Hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran B. Hasil uji daya pembeda untuk
tes
kemampuan
komunikasi
dan
penalaran
matematis
dapat
diinterpretasikan dalam tabel dibawah ini. Tabel 3.12 Daya Pembeda Tes kemampuan Komunikasi Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi 1 0,44 Baik 2 0,44 Baik 3 0,52 Baik 4 0,39 Cukup 5 0,43 Baik 6 0,36 Cukup Tabel 3.13 Daya Pembeda Tes kemampuan Penalaran Nomor Soal Daya Pembeda Interpretasi 1 0,39 Cukup 2 0,48 Baik 3 0,39 Cukup 4 0,32 Cukup 5 0,39 Cukup 6 0,30 Cukup Tabel 3.12 terlihat bahwa pada butir soal kesatu, kedua, ketiga dan kelima termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal keempat dan keenam termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang cukup baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Tabel 3.13 terlihat bahwa pada butir soal kedua termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang baik sedangkan pada butir soal lainnya termasuk kategori soal dengan daya pembeda yang cukup baik. Oleh karena itu, instrumen tersebut dapat digunakan untuk membedakan antara siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. 2. Lembar Observasi Lembar observasi berupa daftar isian yang diisi oleh observer selama pembelajaran berlangsung di kelas eksperimen. Lembar observasi ini digunakan untuk mengamati secara langsung aktivitas dari pembelajaran dengan model Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
47
pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang dilakukan oleh guru dan siswa sehingga diketahui gambaran umum dari pembelajaran yang terjadi. Tujuan dari diadakannya lembar observasi ini adalah untuk memberikan refleksi pada proses pembelajaran, agar pembelajaran berikutnya dapat menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Observer dalam penelitian ini adalah guru matematika SMP BPI Bandung. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru disajikan dalam Lampiran B. 3. Angket Soft Skill Angket soft skill pada penelitian ini akan diberikan pada siswa untuk diisi, dan diberikan setelah siswa melakukan pembelajaran baik di kelas eksperimen maupun
di
kelas
kontrol.
Angket
pada
penelitian
ini
terdiri
dari
peryataan-pernyataan yang kemudian akan dinilai oleh siswa pernyataan mana yang sesuai dengan kata hati siswa untuk mengetahui soft skillnya. Angket yang digunakan untuk mengukur soft skill adalah angket skala sikap Likert. Jawaban dari pernyataan angket skala likert ada lima, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk menghindari kecenderungan siswa memilih netral karena tidak berani memihak, maka poin netral dihilangkan, sehingga angket yang digunakan empat skala yaitu setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Angket soft skill ini terdiri dari 30 butir pernyataan, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B. Sebelum digunakan dalam penelitian ini, angket tersebut diuji coba keterbacaan oleh 5 siswa kelas VIII SMP KP 2 Baleendah pada tanggal 6 maret 2013.
E. Pengembangan Bahan Ajar Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan ajar matematika dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang akan digunakan di kelas eksperimen. Sedangkan bahan ajar yang digunakan di kelas kontrol adalah bahan ajar dengan pembelajaran konvensional. Bahan ajar
Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
48
yang dibuat berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu kurikulum yang sedang berlaku di lapangan. Bahan ajar yang digunakan pada kelas eksperimen akan dibuat sesuai dengan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual yang isinya memuat materi Kubus dan Balok. Bahan ajar yang disusun diharapkan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis serta soft skill siswa. Dalam menyusun bahan ajar, peneliti menyesuaikan bahan ajar dengan LKK yang digunakan dalam pembelajaran melalui pertimbangan ahli. RPP dan LKK dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran A.
F. Prosedur Penelitian Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini: Identifikasi Masalah
Penyusunan Bahan Ajar
Uji Coba Instrumen
Penyusunan Instrumen
Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
49
Analisis Validasi, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda
Pelaksanaan Penelitian
Tes Awal
Kelompok Eksperimen dengan Model Pembelajaran Mood CURDER dengan Pendekatan Kontekstual
Tes Akhir dan Angket
Kelompok Kontrol dengan Pembelajaran Konvensional
Analisis Data
Kesimpulan
Pemberian: -
Angket
Gambar 3.1 Prosedur Penelitian
- Observasi G. Analisis Data Wawancara Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini merupakan data mentah yang perlu dilakukan pengolahan data sehingga data tersebut menjadi bermakna. Data tersebut akan lebih bermanfaat dan dapat memberikan gambaran tentang permasalahan yang diteliti, maka data tersebut harus diolah terlebih dahulu sehingga memberikan arah untuk menganalisis lebih lanjut. Data yang diperoleh kemudian dilakukan pengolahan data dan analisis terhadap data-data tersebut untuk menguji hipotesis penelitian. Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap hasil data pretes dan peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa (indeks gain) serta data angket soft skill dari kelas eksperimen dan kelas kontrol. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: a. Menguji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data kedua kelas sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Apabila hasil pengujian Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
50
menunjukkan bahwa data berdistribusi normal maka pengujian dilanjutkan dengan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji KolmogorovSmirnov. Sedangkan jika hasil pengujian menunjukkan data tidak berdistribusi normal maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji normalitas dilakukan terhadap skor pretes dan gain dari dua kelompok siswa (kelas eksperimen dan kontrol). Uji normalitas dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 16.0. b. Menguji Homogenitas Variansi Uji homogenitas varians digunakan untuk mengetahui apakah kedua kelompok sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Apabila kedua kelompok data (sampel) tersebut berasal dari populasi-populasi dengan varians yang sama dinamakan populasi homogen. Uji homogenitas dilakukan dengan uji Levene’s test dengan bantuan program SPSS versi 16.0. c. Uji Beda Dua Kelompok Jika data kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen digunakan statistik uji-t (Independent-samples t test). Tetapi, jika data yang dianalisis tidak berdistribusi normal dan tidak homogen, maka digunakan uji Mann-Whitney. Uji-t dilakukan dengan bantuan program SPSS 16.0. d. Analisis Data Indeks Gain Untuk mengetahui besarnya peningkatan kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka dilakukan analisis terhadap hasil pretes dan postes. Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi rata-rata (average normalized gain) oleh Meltzer (2002) yang diformulasikan sebagai berikut. 〈 〉 Indeks gain tersebut diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria yang diungkapkan oleh Hake (Meltzer, 2002) dalam Tabel 3.14. Tabel 3.14 Klasifikasi Gain Ternormalisasi Indeks Gain Interpretasi Tinggi Sedang Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
51
Rendah Urutan cara pengolahan data pretes dan gain ternormalisasi disajikan di bawah ini.
Analisis Data Pretes dan Gain Ternormalisasi
Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov
Data tidak berdistribusi normal Uji Non-Parametrik Mann-Whitney
Data berdistribusi normal Uji Homogenitas Varians dari Dua Kelompok dengan Levene’s test
Tidak homogen
Uji-t’
Homogen
Uji-t
Gambar 3.2 Bagan Prosedur Analisis Data e. Analisis Data Angket Soft Skill Data hasil angket soft skill diberikan poin untuk setiap pernyataan, yaitu 1 (STS), 2 (TS), 3 (S), 4 (SS) untuk pernyataan positif, sebaliknya akan diberi skor 1 (SS), 2 (S), 3 (TS), 4 (STS) untuk pernyataan negatif. Telah dikatakan sebelumnya bahwa angket yang digunakan untuk mengukur soft skill adalah Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
52
angket skala sikap Likert dengan data yang dihasilkan berupa data dengan skala ordinal. Untuk menghitung persentase data digunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: P
= Persentase jawaban.
f
= Frekuensi jawaban.
n
= Banyaknya responden. Penafsiran data angket siswa dilakukan dengan menggunakan kategori
persentase berdasarkan Hendro (Yulianti, 2009). Tabel 3.15 Klasifikasi Gain Data Angket Soft Skill Presentasi Jawaban Interpretasi Seluruhnya Hampir seluruhnya Sebagian besar Setengahnya Hampir setengahnya Sebagian kecil Tak seorang pun Untuk pengujian hipotesisnya, karena data hasil angket soft skill adalah data dengan
skala
ordinal
maka
dilakukan
uji
Mann-Whitney,
dan
untuk
pengklasifikasian tinggi dan rendahnya soft skill siswa, rentang skor dihitung dengan menetapkan lebar interval menggunakan rumus sebagai berikut (Azwar, 2008):
Keterangan: Skor tertinggi
: jumlah pernyataan x skor tertinggi
Skor terendah
: jumlah pernyataan x skor terendah
Jumlah kategori
: jumlah kategori jawaban
Tinggi rendahnya hasil penilaian soft skill dikategorikan sebagai tinggi, sedang dan rendah. Oleh karena pernyataan berjumlah 30, jumlah pilihan jawaban Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
53
4, maka skor tertinggi 4x30=120 dan skor terendah 1x30=30. Lebar interval dihitung sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, peneliti mengkategorikan soft skill rendah, sedang dan tinggi dengan rentang skor masing-masing: 30-59, 60-89, 90-120. f. Analisis Data Lembar Observasi Data hasil observasi dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Mood CURDER dengan pendekatan kontekstual. Hasil akhir dari pengolahan data ini merupakan persentase tiap aspek aktivitas berdasarkan kecerdasan yang merupakan hasil pengamatan seluruh pertemuan. Persentase pada suatu aktivitas dihitung dengan:
Keterangan: P = Persentase (%) aktivitas guru atau siswa. Q = Skor total pengamatan aktivitas seluruh pertemuan. R = Skor maksimum setiap aspek aktivitas dari seluruh pertemuan, yaitu 24.
H. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Penelitian Langkah-langkah persiapan penelitian yang dilakukan peneliti adalah: a. Diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis, yaitu melakukan kajian
literatur
menggunakan
terhadap model
pembelajaran
pendekatan
kontekstual
kemampuan
komunikasi
soft
skill
siswa.
Hasil
pembelajaran
serta dan dari
matematika
Mood
CURDER
pembahasan penalaran
kajian
ini
dengan
mengenai
matematis berbentuk
dan
serta
proposal
penelitian. Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
54
b. Seminar Proposal di Sekolah Pascasarjana UPI, dilanjutkan dengan perbaikan proposal penelitian. c. Pembuatan bahan ajar dan instrumen penelitian yang terdiri dari soal tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis siswa, angket soft skill, dan lembar observasi. d. Melakukan uji coba soal tes di SMP KP 2 Baleendah Bandung. e. Permohonan izin penelitian kepada Rektor melalui Direktur Sekolah Pascasarjana
UPI
dan
permohonan
izin
penelitian
kepada
Kepala SMP BPI 1 Bandung. f. Setelah
disetujui
dan
diterima
oleh
Kepala
Sekolah
yang
bersangkutan, penulis langsung terjun ke lapangan melaksanakan penelitian. 2. Pelaksanaan Penelitian Tahap pertama setelah persiapan penelitian memadai, dilanjutkan dengan pemilihan dua kelas sampel penelitian dari empat kelas yang ada dan terpilih yaitu kelas VIII-C sebagai kelas eksperimen dan VIII-D sebagai kelas kontrol. Tahap kedua yaitu pelaksanaan pretes untuk soal tes kemampuan komunikasi dan penalaran matematis. Pada penelitian ini, peneliti sendiri yang berperan sebagai guru yang memberikan materi pelajaran pada kedua kelas tersebut. Selama pelaksanaan pembelajaran, kedua kelas mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal materi pelajaran yang diajarkan dan jumlah jam pelajaran yang diberikan. Pelaksanaan pembelajaran dengan model Mood CURDER dan pendekatan kontekstual dilakukan sebanyak enam kali pertemuan, dimana satu kali pertemuan sama dengan 2 jam pelajaran, dan 1 jam pelajaran sama dengan 40 menit. Selama proses pembelajaran, siswa kelas eksperimen dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 4 siswa, dan dalam kelompok kecil tersebut dibagi lagi menjadi 2 pasangan. Pada setiap pembelajaran yang berlangsung di kelas eksperimen dilakukan observasi terhadap kegiatan guru dan siswa yang dilakukan oleh guru Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
55
matematika di sekolah tersebut. Tahap ketiga yaitu pelaksanaan postes pada kedua kelas tersebut. Setelah postes dilakukan, siswa diminta untuk mengisi angket soft skill.
Aan Staniatin, 2013 Model Pembelajaran Mood Curder Dengan Pendekatan Kontektual Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi,Penalaran Matematis dan Soft Skill Siswa SMP Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu