BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain dalam penelitian ini menggunakan desain Deskriptif Korelasi dengan pendekatan Cross Sectional, yaitu penelitian untuk mengetahui hubungan pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruangan rawat inap Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan sebanyak 105 orang perawat tahun 2013. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari jumlah keseluruhan perawat yang bekerja di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014. Jumlah sampel diambil dengan menggunakan Rumus Arikunto (2006) yaitu : 30% x 105 Perawat = 32 Perawat Berdasarkan Rumus Arikunto (2006), didapatkan jumlah sampel sebanyak 32 perawat dengan pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu mengambil responden yang kebetulan ada atau yang sedang dinas pada tempat penelitian (Notoadmojo, 2010). C. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.
2. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Bulan November 2013 sampai Juni Tahun 2014. D. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional No. 1.
2.
Varibel Penelitian Independen: Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan
Dependen: Kepuasan Kerja Perawat pelaksana
Defenisi Operasional
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
Suatu fungsi kepemimpinan kepala ruangan untuk meningkatkan efisiensi kerja perawat secara maksimal, serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, dinamis demi tujuan yang ingin dicapai.
Kuisioner
Kategori Baik : 62-82 Cukup:41-61 Kurang:20-40
Ordinal
Suatu kondisi dimana perawat merasa senang, nyaman dan terhadap pekerjaan yang terkait dengan instruksi yang telah diberikan oleh kepala ruangan kepada perawat pelaksana.
Kuisioner
Ketegori Baik:62-82 Cukup:41-61 Kurang:20-40
Ordinal
E. Aspek Pengukuran 1. Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Untuk mengukur fungsi pengarahan kepala ruangan, maka dibentuk kuisioner dengan 20 pernyataan. 10 dengan pernyataan positif (nomor 1 s/d 10) dan 10 untuk pernyataan negatif ( nomor 11 s/d 20 ) ,dengan 4 pilihan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS). Skor yang telah ditentukan untuk pernyataan positif sangat setuju = 4, setuju = 3, kurang setuju = 2, tidak setuju =1, sebaliknya skor untuk pernyataan negatif dengan jawaban tidak setuju = 4, kurang setuju = 3, setuju = 2, sangat setuju =1. Jumlah skor tertinggi = 80 dan jumlah skor terendah = 40 dengan rumus statistik (Notoatmodjo, 2010) :
Rentang (Nilai Tertinggi − Nilai terendah) Banyak Kelas (BK)
Keterangan:
=
I
: Panjang interval
Rentang
: Nilai tertinggi – Nilai terendah
Banyak kelas
: Jumlah kategori =
Keterangan: Kategori baik diberi skor
80 − 20 3 60 = 3
= 20
: 62-82
Kategori cukup diberi skor
: 41-61
Kategori kurang baik diberi skor
: 20-40
2. Kepuasan Kerja Untuk mengukur kepuasan kerja perawat pelaksana maka dibentuk kuisioner dengan 20 pernyataan. Dengan 4 pilihan jawaban sangat setuju (SS) = 4, setuju (S) = 3, kurang setuju (KS) = 2, tidak setuju (TS) = 1. Jumlah skor tertinggi = 80 dan jumlah skor terendah = 20 dengan rumus statistik (Notoatmodjo, 2010) : Rentang (Nilai Tertinggi − Nilai terendah) Banyak Kelas (BK)
Keterangan:
=
I
: Panjang interval
Rentang
: Nilai tertinggi – Nilai terendah
Banyak kelas
: Jumlah kategori
=
Keterangan:
80 − 20 3 60 = 3
= 20
Kategori puas diberi skor
: 52-82
Kategori cukup puas diberi skor
: 41-61
Kategori kurang puas diberi skor
: 20-40
F. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden dengan menggunakan kuisioner dan daftar pernyataan oleh peneliti yang diberikan secara langsung kepada respoden yang akan diteliti. Sebelum pengumpulan data dilakukan, peneliti terlebih dahulu diberikan penjelasan tentang isi dari daftar pernyataan dan maksud penelitian ini kepada responden. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu teknik data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Medical Record RSU Sari Mutiara Medan berupa data jumlah perawat setiap ruang rawat inap serta karakterisrik kepala ruangan. G.Etika Penelitian Penelitian dilakukan dengan melibatkan perawat sebagai subjek penelitian. Oleh karena itu peneliti memahami prinsip-prinsip etika penelitian supaya tidak melanggar hak-hak otonomi perawat yang juga menjadi klien (Nursalam, 2008). Terdapat empat prinsip utama dalam etik keperawatan, meliputi :
1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk menuntukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu memberikan informasi kepada calon responden yaitu : tentang pelaksanaan penelitian, resiko penelitian, keuntungan yang mungkin didapat dan kerahasiaan informasi. Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan mempertimbangkan dengan baik, responden diberikan Informed Consent. 2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan Subjek (respect for privacy and confidentiality) Peneliti merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut privasi responden yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara meniadakan identitas subjek dan diganti dengan kode tertentu. 3. Menghormati Keadilan dan Inklusivitas (respect for justice inclusiveness) Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat dan hati-hati serta professional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek. H. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Notoatmodjo (2010), Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data melalui beberapa tahap : a. Editing Editing data dilakukan peneliti untuk pengecekan kelengkapan data yang telah dikumpulkan, hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam penelitian. Editing dilakukan segera setelah peneliti memperoleh hasil kuisioner yang diisi langsung oleh responden, sehingga apabila terjadi kesalahan data dapat segera
diperbaiki. Pada saat peneliti meminta kuisioner kepada responden, bila peneliti mendapatkan satu responden yang sengaja menjawab tidak lengkap sesuai denga pernyataan-pernyataan pada kuisioner, pada kasus tersebut peneliti mengambil tindakan klarifikasi kepada responden mengenai beberapa item pernyataan yang tidak diisi dan memberi kesempatan sekali lagi kepada responden untuk mengisi kuisioner yang belum terisi tersebut. b. Coding Data yang dikumpulkan diberi kode dan dikelompokkan untuk mempermudah analisa data yang dilakukan dalam bentuk tabel. Pada variabel fungsi pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan menggunakan angka Baik=1, Cukup=2, Kurang=3. Sementara pada variabel kepuasan kerja perawat pelaksana menggunakan angka Baik=1, Cukup=2, Kurang=3. Selain itu, beberapa unsur lain ikut dilakukan coding adalah (1) Umur : 20-25 tahun diberi kode 1, 26-30 diberi kode 2, 31-35 diberi kode 3, >30 tahun diberi kode 4. (2) Jenis Kelamin : laki-laki diberi kode 1, perempuan diberi kode 2. (3) Pendidikan terakhir : DIII Keperawatan diberi kode 1, S1 Keperawatan diberi kode 2. (4) Lama Kerja : 1-2 tahun diberi kode 1, 2-4 tahun diberi kode 2, 4-6 tahun diberi kode 3, >6 diberi kode 4. c. Entry Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka/ huruf), dimasukkan ke dalam program software komputer. Setelah peneliti mengubah data responden dan hasil kuisioner kedalam bentuk angka, selanjutnya peneliti memasukan data tersebut kedalam software computer (microscoft excel) yaitu dalam bentuk master tabel, kemudian peneliti memasukan data kedalam bentuk SPSS 15.0 untuk menguji data tersebut ke uji statistik Sperman’s.
d. Tabulating Proses menyajikan data terutama pengolahan data dengan menggunakan tabel, baik tabel distribusi frekuensi maupun tabulasi silang. Peneliti memasukkan data ke dalam tabel frekuensi untuk mempermudah pengolahan data dan analisa data dan pengambilan keputusan yaitu memasukkan karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, pendidikan dan lama kerja, memasukkan data fungsi pelaksanaan pengarahan kepala ruangan ke dalam tabel frekuensi fungsi pelaksanaan pengarahan kepala ruangan, memasukkan data kepuasan kerja perawat pelaksana ke dalam tabel frekuensi kepuasan kerja perawat pelaksana. 2. Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing variabel dengan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan dari variabel pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan, variabel kepuasan kerja perawat pelaksana. 2. Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara dua variabel dependen dan independen dengan menggunakan uji statistik Spearman pada α = 0.05 dengan Ci=95%. Bila hasil analisa diperoleh nilai p value > 0.05, maka Ha ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara pelaksanaan fungsi pengarahan dan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014. Jika nilai p value < 0.05, maka Ha diterima yang artinya ada hubungan antara pelaksanaan fungsi pengarahan dan kepuasan kerja perawat di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum RSU Sari Mutiara Medan RSU Sari Mutiara berada di Jln. Kapten Muslim No.79 Medan. RSU Sari Mutiara adalah rumah sakit swasta yang memiliki pelayanan klasifikasi tipe “B”. RSU Sari Mutiara Medan memiliki visi dan misi untuk menciptakan dan memberikan pelayanan yang berkualitas terhadap masyarakat. RSU Sari Mutiara memiliki 105 perawat pelaksana dengan 9 ruangan rawat inap (lantai 2A, 2B, 2C, lantai 3, ruang naonatus lantai 4, ruang stella 2A, stella 2B, stella 3A dan stella 3B). Setiap ruang rawat inap RSU Sari Mutiara masing-masing dpimpin oleh seorang kepala ruangan (karu), dimana peran kepala ruangan bertugas mengkontrol semua tindakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat pelaksana serta memberikan arahan kepada para perawat pelaksana. Di RSU Sari Mutiara, pemilihan sebagai kepala ruangan mempunyai kriteria, seperti pendidikan harus S1 Keperawatan, selain itu lama kerja juga berpengaruh untuk dijadikan sebagai seorang kepala ruangan. Mayoritas yang menjabat sebagai kepala ruangan di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara adalah DIII Keperawatan dan lama kerja lebih dari 2 tahun. Manajemen keperawatan yang diterapkan di RSU Sari Mutiara Medan masih menggunakan model penugasan fungsional, dimana pada model ini kepala ruangan menentukan tugas setiap perawat dalam suatu ruangan dan perawat akan melaporkan tugas-tugas yang dikerjakan kepada kepala ruangan. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam membuat laporan pasien. Dalam model penugasan fungsional ini, koordinasi antar perawat dan kepala ruangan terlihat juga masih kurang. Model penugasan fungsional ini, hanya berorientasi pada penugasan tugas, bukan kualitas, sehingga pendekatan secara holistik susah dicapai. Oleh
karena itu, penugasan fungsional adalah salah satu model penugasan yang sangat tepat jika jumlah perawatnya terbatas. Fungsi pengarahan dalam bentuk supervisi maupun motivasi masih kurang dirasakan oleh perawat di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan,
dimana pemberian motivasi kepada perawat pelaksana
masih jarang diberikan kepada perawat yang bertujuan untuk memotivasi, membimbing maupun mengarahkan para perawat pelaksana. Pelaksanaaan supervisi yang seharusnya terjadwal secara tersusun dan seharusnya didiskusikan secara bersama-sama kepala ruangan dengan perawat masih jarang dilakukan, sedangkan kepuasan yang dirasakan para perawat di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara masih terbilang cukup, hal ini diakibatkan karena masih adanya perubahan atau terjadinya rotasi tempat kerja yang membuat perawat merasa kurang puas terhadap lingkungan yang baru, tempat perawat ditempatkan. Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 8 Mei sampai dengan 10 Juni 2014. Penelitian ini melibatkan 32 responden yaitu perawat.
2. Analisa Uivariat a. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Lama Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014 (n = 32) Variabel Umur Jenis kelamin Pendidikan
Lama kerja
Jumlah
Persentase (%)
20-25 tahun
4
12.5
26-30 tahun
27
84.4
>30 tahun
1
3.1
Laki-laki
1
3.1
Perempuan
31
96.9
DIII
30
94
S1
2
6
1-2 tahun
7
22
2-4 tahun
15
47
4-6 tahun
8
25
>6 tahun
2
6
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan umur mayoritas umur responden 26-30 tahun sebesar 84,4%, berdasarkan jenis kelamin responden mayoritas perempuan sebesar 96,9%, berdasarkan pendidikan responden mayoritas pendidikan DIII Keperawatan sebesar 94%, berdasarkanm lama kerja responden mayoritas lama kerja 2-4 tahun sebesar 47%.
b. Distribusi Frekuensi Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014 (n = 32) Variabel
Jumlah
Persentse (%)
Baik
2
6,3
Cukup
29
90,6
Kurang
1
3,1
Berdasarkan tabel 4.2 diatas, dapat diketahui bahwa pelaksanaan fungsi kepala ruangan yang dinilai oleh perawat pelaksana mayoritas cukup sebesar 90,6%. c. Distribusi Frekuensi Kepuasan Kerja Perawat Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014 (n = 32) Variabel
Jumlah
Persentse (%)
Baik
1
3,1
Cukup
21
65,6
Kurang
10
31,3
Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat diketahui bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana mayoritas cukup sebesar 65,6%.
3. Analisa Bivariat a. Hubungan Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014 Tabel 4.4 Tabulasi Silang Antara Hubungan Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014 (n = 32) Pelaksanaan
Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana
Fungsi
Baik
Pengarahan
Total
p
Cukup
Kurang
n
%
n
%
N
%
3,1
0
0
2
6,3
20
62,5
9
28,1
29
90,6
n
%
Baik
1
3,1
Cukup
0
0
Kurang
0
0
0
0
1
3,1
1
3,1
Jumlah
1
3,1
21
65,6
10
31,3
32
100
Kepala Ruangan
1
0,018
Berdasarkan tabel 4.4 diatas, dapat dilihat pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan baik sebesar 6,3% dengan kepuasan kerja perawat pelaksana baik sebesar 3,1%, cukup sebesar 3,1%, dan kurang sebesar 0%. Pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan cukup sebesar 90,6%, dengan kepuasan kerja perawat pelaksana baik sebesar 0%, cukup sebesar 62,5%, dan kurang sebesar 28,1%. Fungsi pengarahan kepala ruangan kurang sebesar 3,1%, dengan kepuasan kerja perawat pelaksana baik sebesar 0%, cukup sebesar 0%, dan kurang sebesar 3,1%.
Dari hasil uji statistic Sperman’s menunjukkan bahwa nilai p value sebesar 0.018 ( α < 0.05) yang berarti ada hubungan antara pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan dengan kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2014. B. Pembahasan 1. Intrepetasi dan Diskusi Hasil Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang “Hubungan Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014” yang didapat peneliti adalah: a. Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan Berdasarkan hasil uji statistik penelitian pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan yang dinilai oleh perawat pelaksana baik sebesar 6,3%, cukup sebesar 90,6%, dan kurang sebesar 3,1%. Pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan mayoritas cukup, hal ini disebabkan mayoritas responden menjawab kurang setuju pada tentang pelaksanaan fungsi perngarahan dalam bentuk supervisi pada pernyataan kuisioner tentang penentuan tujuan supervisi bersama dengan perawat (kuisioner 4). Menurut Puguh (2012), supervisi merupakan salah satu fungsi pengarahan yang yang harus dilakukan oleh seorang kepala ruangan yang dapat digunakan sebagai upaya menjamin kualitas tindakan keperawatan yang ingin dicapai. Teori yang sama dikemukan oleh Wiyana (dalam Khana, 2008), supervisi merupakan salah satu proses kegiatan atau pelaksanaan sistem manajemen yang merupakan bagian dari fungsi pengarahan serta pengawasan dan pengendalian (controlling). De Kron dan Gray (dalam Khana, 2008), mengartikan supervisi sebagai kegiatan
yang
merencanakan,
mengarahkan,
membimbing,
mengajar,
mengobservasi, mendorong, memperbaiki, mempercayai dan mengevaluasi
secara
berkesinambungan
anggota
secara
menyeluruh
sesuai
dengan
kemampuan dan keterbatasan yang dimiliki anggota, sehingga dengan adanya supervisi dari kepala ruangan fungsi pengarahan akan terlaksana dengan baik. Menurut Kuswantoro (2007), menyebutkan supervisi sebagai suatu proses kegiatan pemberian dukungan sumber-sumber (resources) yang dibutuhkan perawat dalam rangka menyelesaikan tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Mulyati (2005), menyebutkan supervisi merupakan salah satu cara yang tepat untuk mencapai tujuan pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan keperawatan. Supervisi pada dasarnya tidak mencari siapa yang salah, tetapi memberi
petunjuk,
bimbingan
dan
pengarahan
supaya
dapat menyelesaikan tugas secara efektif dan efisien. Pemimpin
perawat diharapkan
dapat menjalin hubungan interpersonal yang erat dengan para staf agar tujuan supervisi yang meliputi: meningkatkan motivasi, kreatifitas dan kemampuan para perawat pelaksana dapat tercapai. Sehingga peningkatan kualitas pelayanan keperawatan akan dapat terwujud (Mulyati, 2005). Menurut Gillies (dalam Zakiyah, 2012), kegiatan supervisi akan mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, lingkungan kerja dan jumlah sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Oleh karena itu tujuan supervisi diarahkan pada kegiatan, mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti akan peran dan fungsinya sebagai staf dan difokuskan pada kemampuan staf dan pelaksanaan keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan (Gillies dalam Zakiyah, 2012). Menurut Simamora (2009), bahwa fungsi pengarahan dari kepala ruangan didapatkan melalui: saling memberi motivasi, membantu pemecahan masalah, melakukan pendelegasian, menggunakan komunikasi yang efektif, melakukan
kolaborasi dan koordinasi. Kegiatan saling memberi motivasi merupakan unsur yang penting dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan asuhan keperawatan di ruang rawat inap. Hal-hal yang perlu dilakukan oleh kepala ruang adalah selalu memberikan umpan balik terhadap hal-hal yang positif, memanggil perawat yang kurang termotivasi, mungkin prestasi yang dicapai perlu diberikan penghargaan (Simamora, 2009). Menurut Muninjaya (2004) terdapat lima tujuan dan fungsi pengarahan, antara lain : (1) Pengarahan bertujuan menciptakan kerja sama yang lebih efisien. Pengarahan memungkinkan terjadinya komunikasi antara atasan dan bawahan. (2) Pengarahan bertujuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf. (3) Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan. Perawat yang diarahkan jika salah, diberi motivasi jika kinerja menurun, dan diberi apresiasi atas hasil kerja akan memberikan penguatan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan. (4) Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf. (5) Pengarahan bertujuan membuat organisasi berkembang lebih dinamis. Menurut Widyastuti (2008), supervisi harus dilakukan oleh perawat manajer yang memiliki kompetensi baik dalam
manajemen maupun
asuhan
keperawatan serta menguasai pilar-pilar profesionalisme. Materi supervisi atau pengawasan harus disesuaikan dengan uraian tugas masing-masing staf perawat yang disupervisi, hal tersebut dimaksudkan agar perawat dapat mempersiapkan diri ketika disupervisi oleh atasan namun bukan berarti mengada-ada. Kegiatan supervisi yang dilakukan secara optimal dapat menjamin kegiatan pelayanan sesuai dengan standar mutu profesional yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi (PPNI 2002, dalam Widyastuti, 2008). Mayoritas responden menjawab kurang setuju dalam pelaksanaan fungsi pengarahan dalam segi pendelegasian tugas pada peryataan tentang kepala ruangan menentukan sendiri waktu untuk memeriksa pekerjaaan yang
didelegasikan oleh kepala ruangan kepada perawat (kuisioner no 14). Menurut Cecep (2013), delegasi merupakan suatu penyelesaian tanggungjawab di suatu organisasi yang harus dilakukan bersama-sama dengan staf agar proses delegadi terlaksana secara efektif. Delegasi merupakan suatu proses dimana sesorang atasan mempercayakan pekerjaan dan tanggung jawab tertentu pada seseorang untuk dikerjakan (Cecep, 2013). Pada pelaksanaan fungsi pengarahan dari segi motivasi, responden menjawab kurang setuju apabila perawat membutuhkan bimbingan dan arahan yang disampaikan oleh kepala ruangan (kuisioner no 13). Didalam lingkungan perusahaan sangat diperlukan motivasi kerja, maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan usaha dan ketenangan kerja, sehingga apa yang menjadi kehendak dan cita – cita kedua belah pihak dapat diwujudkan (Vest dan Markham dalam Donny, 2005). Menurut Cecep (2013), motivasi diartikan sebagai dorongan, kekuatan, kebutuhan, semangat yang mendorong seseorang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Menurut Wiramihardja (dalam Efa dkk, 2011), motivasi diartikan sebagai kebutuhan psikologis yang telah memliki corak atau arah yang ada dalam diri individu yang harus dipenuhi kejiwaannya terpelihara, yaitu keadaan seimbang yang nyaman. Pada pelaksanaan fungsi pengarahan dari segi manajemen konflik, mayoritas responden menjawab kurang setuju apabila terjadi suatu masalah, kepala ruangan menceritakan masalah yang terjadi kepada orang yang seharusnya tidak perlu tahu (kuisioner 18). Menghadapi konflik ditempat kerja, seorang manajer harus mampu menjadi penegah konflik dan menyelesaikannya, konflik yang terjadi didiskusikan bersama dengan staf tanpa perlu melibatkan orang yang lain yang tidak perlu dalam penyelesaian konflik yang terjadi. (Marquis, dalam Simamora 2009).
Konflik hadir kapan saja, ketika satu perangkat tujuan, kebutuhan atau minat tidak sesuai dengan perangkat yang lain. Strategi manajemen konflik terdiri dari kolaborasi, kompromi, kompetisi, akomodasi, dan menghindar (Marquis dalam Simamora, 2009). Menurut asumsi peneliti, fungsi pengarahan dari kepala ruangan sangat penting dan selalu berkaitan erat dengan perencanaan kegiatan keperawatan di ruang rawat inap dalam rangka menugaskan perawat untuk melaksanakan tujuan yang akan ditentukan dalam melakukan asuhan keperawatan. Fungsi pengarahan bertujuan untuk membuat para perawat pelaksana semakin termotivasi dalam melaksanakan arahan dari kepala ruangan sesuai dengan tujuan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan secara efisien. b. Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Berdasarkan hasil uji statistik penelitian terhadap kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSU Sari Mutiara Medan bahwa kepuasan kerja perawat pelaksana baik sebesar 3,1%, cukup sebesar 65,6%, dan kurang sebesar 31,3%. Kepuasan kerja perawat pelaksana mayoritas cukup hal ini disebabkan dari perawat kurang puas dalam hal penempatan lingkungan kerja, pola interaksi sesama rekan maupun dengan kepala ruangan terlihat kaku, kurangnya kesempatan pengembangan karir serta pelatihan untuk perawat pelaksana belum sepenuhnya dirasakan oleh perawat pelaksana. Menurut Sigit, bahwa pencapaian kepuasan kerja perawat bisa melalui adanya pekerjaan yang menantang, tanggung jawab, potensi pengembangan diri, otonomi, wewenang, lingkungan kerja yang menyenangkan, jam kerja yang disepakati (Mariner, dalam Sigit). Menurut Cusway dan Lodge (dalam Sigit), kepuasan kerja perawat didapatkan karena adanya keanekaragaman pekerjaan, pengawasan, relevansi tugas, umpan balik hasil dan pertumbuhan pribadi. Kepuasan bisa ditingkatkan dengan berbagai macam cara seperti menciptakan kondisi kerja, sistem supervisi yang baik, pemberian wewenang atau otonomi, umpan balik, kesempatan berkembang.
Menurut Eka (2008), kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan sasaran penting dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), karena secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap produktifitas kerja. Seorang karyawan akan memberikan pelayanan dengan sepenuh hatinya kepada organisasi sangat tergantung pada apa yang dirasakan karyawan itu terhadap pekerjaan, rekan kerja, dan supervisor. Perasaan dan kepuasan karyawan mempengaruhi perkembangan pola interaksi rutin. Kepuasan dan sikap karyawan merupakan faktor penting dalam menentukan tingkah laku dan respon mereka terhadap pekerjaan dan melalui tingkah laku serta respon inilah dapat dicapai efektifitas organisasional (Handoko dalam Eka, 2008). Menurut teori Barry & Huston (dalam Ahcmad, 2001), kepuasan discrepancy dan lawler facet, semakin kecil perbedaan antara keinginan dan hasil yang diperoleh karyawan berhubungan kuat dengan kepuasan seseorang. Teori sejalan yang dikemukakan oleh Robins SP (dalam Mipratul, 2010) menyatakan umur berpengaruh terhadap kepuasan kerja seseorang. Menurut Zachliherni (2010), kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja perawat, dimana kinerja perawat yang baik dihasilkan dari fungsi pengarahan yang baik dari kepala ruangan. Kepuasan kerja yang baik dapat diperoleh seseorang jika didukung oleh faktor eksternal, salah satu contohnya adalah memiliki hubungan yang baik dengan atasan dan rekan kerja. Menurut Robbins (dalam Agustina, 2009)
mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya, dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksaan organisasi, memenuhi standar kinerja. Menurut Siagian (dalam Wahyuningrum, 2008), kepuasan kerja ialah sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Artinya secara umum dapat dirumuskan bahwa seseorang yang memiliki rasa puas terhadap pekerjaannya akan mempunyai sikap yang positif terhadap organisasi dimana ia berkarya.
Seseorang yang merasa puas dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek harapan dalam dirinya saling mendukung, dan sebaliknya jika aspek tersebut tidak mendukung, seseorang akan merasa tidak puas. Aspek –aspek yang terlibat dalam pekerjaan antara lain upah atau gaji yang diterima, kesempatan pengambangan karir, hubungan dengan rekan kerja pegawai yang lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan dan mutu pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan diri sendiri antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan (Mangkunegara, 2009 ,dalam Mazly ;2010). Menurut Robbins (2006), mengatakan bahwa para pekerja yang bahagia tidak selalu menjadi pekerja yang produktif. Menurut( Kreitner dan Kinicki (2010) dalam Ana, 2008), mengatakan bahwa kepuasan kerja dengan produktivitas pegawai sangat berhubungan dan hal ini menjadi kunci utama bagi manager untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawainya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Maylor (dalam Astuti, 2010) menyebutkan dalam penelitian kualitatifnya bahwa tingkat kepuasan perawat yang cukup akan menyebabkan penurunan kualitas kerja perawat sehingga akan berdampak pada mutu pelayanan keperawatan yang diberikan. Pelayanan keperawatan yang berkualitas akan mendukung kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima. Menurut asumsi peneliti, bahwa kepuasan kerja itu merupakan indikator terpenting dalam bekerja di suatu instansi. Kepuasan kerja perawat dapat meningkat dengan terpenuhinya faktor-faktor kepuasan, akan menjadikan perawat pelaksana memberikan pelayanan asuhan keperawatan didalam instansi rumah sakit.
c. Hubungan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Sperman’s, diperoleh hasil nilai p = 0,018 (α < 0,05) berarti ada hubungan antara Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2014. Supervisi merupakan salah satu fungsi pengarahan dalam manajemen, dimana supervisi adalah proses pemberian bimbingan, pengarahan, dorongan, melakukan observasi, dan evaluasi terhadap tindakan keperawatan. Kondisi penerapan supervisi oleh kepala ruangan terhadap perawat pelaksana RSU Sari Mutiara Medan tergolong cukup. Berdasarkan hasil proporsi atas jawaban yang diberikan oleh responden, diketahui bahwa sebagian besar responden mendapatkan bentuk supervisi yang memberikan tanggapan yang cukup apabila perawat berkonsultasi, memberikan pengarahan, dan memberikan petunjuk petunjuk mengenai tindakan keperawatan. Menurut Sujono (2007, dalam Andriani 2012) mengatakan bahwa supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan peningkatan kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Menurut Wahyudi (2011), jika supervisor ini dekat dengan karyawan dan menguasai liku-liku pekerjaan serta penuh dengan sifat- sifat kepemimpinan maka suasana kerja akan bergairah dan bersemangat dan sebaliknya, apabila supervisor tersebut angkuh, mau benar sendiri, tidak mau mendengarkan, akan menciptakan situasi kerja yang tidak mengenakkan, dan dapat menurunkan semangat kerja. Pengawasan tetap dibutuhkan untuk mencegah ketidakpuasan pada kerja perawat pelaksana. Dengan itu dapat diketahui bahwa pelaksanaan supervisi juga memiliki andil terhadap kepuasan kerja perawat.
Hasil penelitian yang dilakukan Ram Tahun 2005 tentang supervisi kepala ruangan dengan kepuasan perawat pelaksana di RSUD Liunkendage menunjukkan ada hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan perawat pelaksana di RSUD Liunkendage Tahuna. Seperti yang di dikemukakan oleh Wahyudi (2011) bahwa pelaksanaan supervisi oleh kepala ruangan memiliki pengaruh terhadap kepuasan perawat pelaksana Supervisi dari Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat di RSUD Dr. Soedarso Pontianak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zachliherni Tahun 2010 di RSUP Dr Kariadi Semarang Universitas Muhamadiyah, menunjukkan adanya hubungan dimana didapat suatu kesimpulan terdapat hubungan yang signifikan antara ketrampilan, kompetensi supervisor dengan kepuasan kerja perawat pelaksana. Sejalan dengan penelitian Agustina tahun 2009 menyatakan ada hubungan antara manajemen keperawatan terhadap tingkat kepuasan perawat di ruang rawat inap RSUD Kota Semarang. Zachliherni (2010), menyebutkan kepala ruangan merupakan seorang tenaga perawat profesional yang bertanggung jawab dan berwenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan disuatu
ruangan. Dalam menjalankan
tanggung jawabnya, kepala ruangan mengelola ruangan secara profesional dengan mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh depkes, untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang berkualitas melalui pelaksanaan fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaturan ketenagaan, pengarahan, evaluasi dan pengendalian mutu pelayanan keperawatan. Kepala ruangan dalam mengelola pelayanan keperawatan di Rumah Sakit adalah sebagai seorang manajer mempunyai tanggung jawab untuk meletakkan teori manajemen keperawatan serta mengelola lingkungan organisasi untuk menciptakan iklim yang seoptimal dan senyaman mungkin dan menjamin kesiapan dalam asuhan keperawatan oleh perawat pelaksana.
Kepuasan penyelenggara layanan perawat pelaksana sangatlah penting, tetapi kepuasan ini sering terabaikan atau terlupakan. Penyelenggara layanan kesehatan yang frustrasi dan kecewa atau tidak puas akan menjadi kurang produktif dan kurang efisien. Kepuasan perawat pelaksana dalam jangka panjang akan mempunyai dampak ekonomi. Dengan demikian pengukuran kepuasan perawat pelaksana selalu harus dilihat dalam hubungannya dengan harapan-harapan. Menurut asumsi peneliti, faktor lain yang juga mempengaruhi fungsi pengarahan dengan kepuasan kerja adalah metode kepemimpinan yang dipakai kepala ruangan dalam memberikan pengarahan kepada para perawat pelaksana sehingga akan memberikan gambaran tingkat kepuasan kepada para perawat pelaksana yang bekerja diruang rawat inap. Tehnik kepala ruangan dalam melakukan supervisi terhadap kerja perawat yang seharusnya harus dilakukan secara berkesinambungan agar menjadikan para perawat semakin terarah terhadap pekerjaan dan pengarahan yang sedang dijalankan sesuai arahan dari kepala ruangan. Selain itu, unit kerja yang berbeda memiliki karakteristik pekerjaan yang berbeda, tingkat tanggung jawab yang berbeda, hubungan atasan bawahan yang berbeda sehingga diasumsikan turut mempengaruhi suasana dan kepuasan kerja dari tenaga keperawatan. Karakteristik dari masa kerja juga berdampak pada tingkat kepuasan, dimana karyawan baru cenderung kurang puas dibandingkan dengan karyawan yang lebih senior. Dalam arti lain, perawat yang lebih berpengalaman memiliki lebih tinggi kepuasan kerjanya dari pada mereka yang kurang memiliki pengalaman kerja.
2. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah sampel masih terlampau sedikit dan ruangan yang diambil hanya 4 ruang rawat inap saja yaitu Lantai IIA, Lantai IIB, Lantai IIC, dan Lantai III. Sehingga penelitian kurang tepat dikatakan mewakili keseluruhan ruangan dan rumah sakit lain di Medan atau Sumatera Utara. Oleh karena itu, peneliti menyarankan bagi peneliti selanjutnya supaya menggunakan sampel yang lebih besar dan ruangan yang lebuh banyak serta menggunakan rumah sakit – rumah sakit lain.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan uraian pembahasan mengenai “Hubungan Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014”, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Mayoritas pelaksanaan fungsi pengarahan kepala ruangan yang dinilai oleh perawat pelaksana mayoritas cukup sebesar 90,6%. 2. Mayoritas kepuasan kerja perawat pelaksana yang cukup sebesar 65,6%. 3. Ada hubungan antara Pelaksanaan Fungsi Pengarahan Kepala Ruangan Dengan Kepuasan Kerja Perawat Di Ruang Rawat Inap RSU Sari Mutiara Medan Tahun 2014 dengan p value = 0,018. B. Saran Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang diberikan sehubungan dengan penelitian ini adalah: 1. Bagi manajemen RSU Sari Mutiara Disarankan kepada kepala ruangan kiranya dapat mempertahankan dan meningkatkan metode
dan tehnik dalam melakukan supervisi secara
berkesinambungan dan berkala, memberikan motivasi kepada perawat pelaksana yang nantinya akan memberikan semangat dan kepuasan dalam melaksanakan tugas dan berdampak pada pelayanan rumah sakit yang berkualitas. 2. Bagi perawat RSU Sari Mutiara Dengan adanya supervisi dan motivasi dari kepala ruangan, dapat meningkatkan semangat serta kepuasan bagi perawat pelaksana dalam bekerja di instansi rumah sakit, yang nantinya akan berdampak pada pemberian pelayanan keperawatan yang prima.
3. Bagi peneliti selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lanjutan mengenai analisa faktor-faktor fungsi pengarahan kepala ruangan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber dasar untuk dapat dilanjutkan pada penelitian dengan skala yang lebih besar, dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan ditempat yang lebih luas.