BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Penelitian ini merupakan Observasional Analitik yaitu mengamati dan menganalisis data yang diolah dan disajikan sesuai dengan tujuan.[29] Metode yang digunakan adalah survey dan wawancara dengan alat bantu kuesioner dan pemeriksaan laboratorium. dengan pendekatan cross sectional, yaitu menganalisis hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat pada waktu yang sama.[21] B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi mempunyai pengertian sebagai keseluruhan dari subyek penelitian.[24] Populasi yang dijadikan sebagai subyek penelitian adalah seluruh anak di Kelurahan Karangroto yang sampai bulan Mei 2010 berusia 1-4 tahun dan dalam kurun waktu 6 bulan terakhir tidak minum obat cacing, responden dalam penelitian ini adalah ibu. Dari 454 anak, yang menurut pengasuh anak yang tidak meminum obat cacing selama 6 bulan terakhir sebanyak 156 anak. Besar sampel pada penelitian ini diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:[26] n =
Z2 α/2 *p(1-p) N d2(N-1) + Z2 α/2 *p(1-p)
Keterangan : n
: Besar Sampel yang diperlukan
Z α/2
: Nilai Z pada derajat kepercayaan 1-α /2 (1,96)
P
: Proporsi hal yang diteliti (0,8)
d
: Presisi (10% )
N
: Jumlah populasi
Dari rumus di atas diperoleh jumlah sampel sebagai berikut: n = =
1,962 x 0,8(1-0,8) 454 0,12 (454-1) + 1,962 x 0,8 (1-0,8) 279,05 5,144
= 54 Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Proportional
random sampling, yaitu sampel diambil secara random/acak di setiap posyandu. Sampel yang didapat sebagai berikut: Tabel 3.1 Jumlah Sampel Posyandu Nama Posyandu
Jumlah Sampel
1. Posyandu Delima/ RW I
49 anak 49 −−−−−−− X 54 = 6 454
2. Posyandu Mangga/ RW II
87 anak 87 −−−−−−− X 54 = 10 454
3. Posyandu Belimbing/ RW III
133 anak 133 −−−−−− X 54 = 17 454
4. Posyandu Manggis/ RW IV
35 anak 35 −−−−−−− X 54 = 4 454
5. Posyandu Anggur/ RW V
50 anak 50 −−−−−−− X 54 = 6 454
6. Posyandu Jambu/ RW VI
20 anak 20 −−−−−−− X 54 = 2 454
7. Posyandu Duku/ RW VII
9 anak
8. Posyandu Semangka/ RW VIII
9 −−−−−−− X 54 = 1 454 61 anak
9. Posyandu Pisang/ RW IX
61 −−−−−−− X 54 = 7 454 10 anak 10 −−−−−−− X 54 = 1 454
Dalam masing-masing Posyandu diambil sampel denga cara: Jumlah balita dimasing-masing posyandu dikalikan populasi anak seluruhnya dikalikan jumlah sampel yang dikehendaki. pemilihan responden dengan cara random agar tiap anak mempunyai peluang yang sama menjadi sampel.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan kurang lebih selama 1 minggu untuk pengambilan sampel dan pemeriksaan di Laboratorium. Tempat penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang.
D. Variabel dan Devinisi Operasional 1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas 1) Kebiasaan ibu dan anak mencuci tangan sebelum makan. 2) Kebiasaan memakai alas kaki 3) Frekuensi memotong kuku 4) Kebiasaan bermain ditanah
5) Lantai rumah 6) Ketersediaan air bersih 7) Kebiasaan BAB di jamban b. Variabel Terikat Infestasi cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang. 2. Definisi Operasional a. Kebiasaan ibu mencuci tangan Adalah kebiasaan ibu membasuh tangan dengan air dan sabun sebelum menyuapi anak. 1. Biasa
2. Tidak biasa
Skala : Nominal b.
Kebiasaan anak mencuci tangan. Adalah Kebiasaan membasuh tangan dengan air dan sabun sebelum makan, setelah bermain, setiap jajan disekolah/ dirumah, setelah BAB. 1. Biasa
2. Tidak biasa
Skala : Nominal c. Kebiasaan memakai alas kaki adalah kebiasaan anak memakai sandal atau sepatu setiap bermain didalam dan diluar rumah. 1. Pakai alas kaki
2. Tidak pakai alas kaki
Skala : Nominal d. Frekuensi memotong kuku ibu Ibu memangkas
dan membersihkan kuku minimal 1 minggu sekali dan
membersihkan sela-sela kuku setiap mencuci tangan sehingga tidak ada kotoran hitam di sekitar kuku meskipun kuku tersebut pendek. 1. Kuku bersih
2. Kuku kotor
Skala : Nominal e. Frekuensi memotong kuku anak Kuku anak dipangkas dan dibersihkan minimal 1 minggu sekali, setiap mencuci tangan sela-sela kuku dibersihkan sehingga tidak ada kotoran hitam di sekitar kuku meskipun kuku tersebut pendek. 1. Kuku bersih
2. Kuku kotor
Skala : Nominal f. Kebiasaan bermain ditanah Adalah aktifitas bermain yang mengakibatkan tangan, kuku, kaki dan kulit kontak langsung dengan tanah. 1. Biasa
2. Tidak biasa
Skala : Nominal g. Kepemilikkan jamban Adalah ketersediaan tempat untuk BAB bagi keluarga yang merupakan milik keluarga yang memenuhi syarat jamban leher angsa dengan septictank atau cemplung tertutup, serta jamban selalu dibersihkan setiap selesai BAB. 1. Punya
2. Tidak punya
Skala : Nominal h. Lantai rumah Adalah jenis bahan yang digunakan sebagai lantai selain dari tanah (keramik, plester). 1. Kedap air
2. Tidak kedap air
Skala : Nominal i. Ketersediaan air bersih Adalah kecukupan air yang memenuhi syarat air bersih yaitu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna untuk kebutuhan hidup sehari-hari. 1. Ada
2. Tidak ada
Skala : Nominal j. Infestasi cacing adalah ditemukannya telur cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang dalam tinja anak pada pemeriksaan laboratorium secara mikroskopis.. 1. Positif
2. Negatif
Skala : Rasio E. Proses Pemeriksaan Tinja 1.
Tahap pengumpulan Tinja Tahap pengumpula tinja di lakukan oleh orangtua anak sendiri yang sebelumnya telahdiberi pengarahan tentang cara pengambilan tinja yang benar yang antara lain
tinja tidak boleh bercampur dengan air seni (tinja murni), setelah pengarahan masing-masing orangtua anak diberi satu pot plastik untuk tempat tinja saat dirumah. Pot plastik tersebut lengkap ditulis identitas anak yang bersangkutan antara lain nama, alamat. Setelah pembagian pot tempat tinja 2 sampai 3 hari kemudian diharapkan semua responden sudah mengumpulkan pot berisi tinja, untuk diperiksa di laboratorium.
2.
Proses pemeriksaan tinja dengan cara flotasi dengan larutan NaCl jenuh (Metoda Willis) a. Bahan yang diperlukan 1) Sepotong bambu/ lidi 2) Larutan garam dapur jenuh (larutan Brine) 3) Gelas beker 30 ml 4) Tabung reaksi ukuran 13x 150 mm 5) Kaca benda 6) Kaca tutup b. Cara kerja 1) Isi tabung reaksi dengan larutan Brine sampai penuh 2) Masukkan tinja sebanyak ± 1 gram kedalam gelas beker 3) Hancurkan tinja dengan bambu pengaduk sambil menambahkan larutan Brine sedikit demi sedikit sehingga homogen, tuangkan seluruh larutan Brine kedalam gelas beker dan campur dengan baik. 4) Tuangkan kembali isi gelas beker kedalam tabung reaksi sampai penuh, bagian-bagian keras yang terapung pada permukaan larutan diangkat dengan lidi. 5) Letakkan kaca tutup diatas tabung sehingga menyentuh permukaan larutan, bila demikian isi larutan harus penuh. 6) Diamkan selama ± 45 menit 7) Setelah itu kaca tutup diambil dan di letakkan diatas kaca benda 8) Periksa dengan mikroskop.[24]
F. Metode Pengumpulan Data Cara Pengumpulan Data a. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan memakai alas kaki, frekuensi memotong kuku, kebiasaan bermain ditanah dan ketersediaan air bersih. b. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang lantai rumah dan kepemilikkan jamban. c. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menmgetahui ada tidaknya telur cacing dalam tinja. d. Data Primer Yaitu data yang pengumpulannya diperoleh peneliti secara langsung melalui tahapan: 1) Mengunjungi tempat tinggal ibu balita (sampel penelitian) sesuai dengan kontak waktu yang disepakati. 2) Memberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan sifat keikutsertaan dalam penelitian. 3) Melakukan wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan kuesioner penelitian. e. Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Semarang, dan Laporan kegiatan Posyandu Kelurahan Karangroto. G. Metode Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Data yang telah dikumpulkan kemudian dilakukan pengolahan yang meliputi:
a. Editing Pada tahap ini dilakukan proses pengecekkan jumlah kuesioner, kelengkapan data yang diantaranya kelengkapan identitas, lembar kuesioner dan kelengkapan isian kuesioner.
b. Koding Dilakukan dengan cara memberi kode angka pada variabel untuk memudahkan analisa data. 1.Ya
2. Tidak
c. Skoring 1. Kebiasaan mencuci tangan a. Biasa bila jawaban benar = 5 b. Tidak biasa bila jawaban benar <5 2. Kebiasaan memakai alas kaki a. Pakai alas kaki, bila jawaban benar =1 b. Tidak pakai alas kaki, bila jawaban < 1 3. Kebersihan Kuku a. Kuku bersih, bila jawaban benar = 5 b. Kuku kotor, bila jawaban benar <5 4. Kebiasaan bermain ditanah a. Biasa, bila jawaban benar = 2 b. Tidak biasa, bila jawaban benar <2 5. Kepemilikan jamban a. Punya, bila jawaban benar =4 b. Tidak Punya, bila jawaban benar <4 6. Jenis lantai rumah a. Kedap air, bila jawaban benar =1 b. Tidak kedap air, bila jawaban benar <1 7. Ketersediaan air bersih a. Ada, bila jawaban benar = 3 b. Tidak ada, bila jawaban benar <3
d. Tabulating Tabulating merupakan tahap ketiga yang dilakukan setelah proses editing dan coding, kegiatan tabulating dalam penelitian meliputi pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian dimasukkan ke dalam tabel-
tabel yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner yang telah ditentukan skornya. e. Entry Data Suatu proses memasukkan data yang telah diperoleh menggunakan fasilitas komputer dengan menggunakan sistem atau program komputer. 2. Analisa Data a. Analisa Univariat Menganalisa Variabel Kebiasaan ibu dan anak mencuci tangan sebelum makan, frekuensi memotong kuku, kebiasaan bermain ditanah, lantai rumah, ketersediaan air bersih dan BAB di jamban. dengan menggunakan tabel frekuensi atau grafik, Diamati dan ditampilkan dalam bentuk prevalensi. b. Analisa Bivariat Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan terikat dengan skala nominal yaitu hipotesis hubungan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Uji statistik yang digunakan dalam faktor risiko kecacingan disesuaikan dengan jenis skala data variabel bebas dan variabel terikat yakni menggunakan uji Chi square.
H. Jadwal Penelitian Berikut ini merupakan jadwal pelaksanaan penelitian: Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan Penelitian Kegiatan
Waktu
Pengajuan tema skripsi
Januari 2010
Penyusunan proposal
Februari- April 2010
Seminar proposal
Mei 2010
Pengambilan data
Juni 2010
Penyusunan hasil penelitian
Juni 2010
Ujian skripsi
Juli 2010
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Kelurahan Karangroto berada di Wilayah kerja Puskesmas Bangetayu Kecamatan Genuk Kota Semarang. Karangroto merupakan daerah persawahan dengan Luas wilayah 214,656 Ha. Jumlah penduduk di Kelurahan Karangroto sebanyak 8602 jiwa tediri dari laki-laki sebanyak 4,234 jiwa dan perempuan sebanyak 4,368 jiwa. Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai buruh pabrik di sekitar wilayah Kelurahan Karangroto. Para orangtua bekerja anak di asuh oleh tetangga ataupun kerabat mereka yang sudah tidak mampu lagi untuk bekerja. Higine dan sanitasi lingkungan diwilayah ini sangat kurang baik, ini terlihat dengan masih terbukanya selokan yang berada di depan rumah penduduk yang menyebabkan air selokan meluap apabila hujan turun, terdapat beberapa kandang kambing yang berdempetan dengan rumah penduduk dan anakanak terkontak langsung dengan kotoran hewan tersebut dikarenakan anak-anak terbiasa bermain disekitar rumah. Dari informasi yang diperoleh dari pihak puskesmas masalah kecacingan sudah tidak ada lagi dan tidak termasuk sepuluh besar penyakit, dikarenakan setiap enam bulan sekali anak-anak diberi obat cacing melalui kader-kader posyandu yang berada di masing-masing RW. 2. Analisa Univariat Dalam penelitian ini untuk analisa univariat mencakup umur, jenis kelamin, kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan memakai alas kaki, kebrsihan kuku, kebiasaan bermain ditanah, kepemilikkan jamban, jenis lantai rumah dan ketersediaan air bersih dapat ditunjukkan pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur, Jenis Kelamin, Kebiasaan mencuci tangan, Kebiasaan memakai alas kaki, Kebersihan kuku, Kebiasaan bermain ditanah, Kepemilikkan jamban, Lantai rumah, Ketersediaaan air bersih No 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Variabel Umur a. 1 tahun b. 2 tahun c. 3 tahun d. 4 tahun Jenis kelamin a. Laki-laki b. Perempuan Kebiasaan Mencuci Tangan a. Biasa b. Tidak biasa Kebiasaan Memakai Alas Kaki a. Pakai alas kaki b. Tidak pakai alas kaki Kebersihan Kuku a. Kuku bersih b. Kuku kotor Kebiasaan bermain ditanah a. Biasa b. Tidak biasa Kepemilikkan jamban a. Memiliki b. Tidak memiliki Lantai rumah a. Kedap air b. Tidak kedap air Ketersediaan air bersih a. Ada b. Tidak ada Infestasi cacing a. Positif b. Negatif
F
%
6 12 27 9
7,4 25,9 50 16,7
28 26
48,1 51,9
2 52
3,7 96,3
53 1
98,1 1,9
6 48
11,1 88,9
53 1
98,1 1,9
51 3
94,4 5,6
47 7
87 13
54 -
100 -
8 46
14,8 85,2
a. Umur Umur balita terendah 1 tahun, tertinggi 4 tahun dengan rata-rata 1,52. Frekuensi terbanyak pada umur 3 tahun yaitu senbanyak 50%. b. Jenis Kelamin Distribusi anak menurut jenis kelamin hampir berimbang walaupun lebih banyak anak laki-laki dari pada perempuan. c. Kebiasaan Mencuci Tangan
Mencuci tangan adalah aktifitas yang dilakukan sebelum makan, setelah bermain dan setelah BAB. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 3,7% yang terbiasa melakukan kebiasaan mencuci tangan. d. Kebiasaan Memakai Alas Kaki Kebiasaaan memakai alas kaki adalah kebiasaan anak memakai sandal atau sepatu setiap bermain didalam dan diluar rumah. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 1,9% yang terbiasa memakai alas kaki. e. Kebersihan Kuku Kebersihan kuku adalah aktifitas yang dilakukan dengan memangkas dan memotong kuku satu minggu sekali dan membersihkan sela-sela kuku setiap mencuci tangan. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 88,9% memiliki kuku kotor. f. Kebiasaan Bermain ditanah Bermain ditanah adalah aktifitas fisik yang mengakibatkan tangan, kuku, kaki dan kulit kontak langsung dengn tanah. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 98,1% terbiasa bermain ditanah. g. Kepemilikkan Jamban Kepemilikkan jamban adalah tempat untuk BAB bagi keluarga yang merupakan milik keluarga yang memenuhi syarat kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 keluarga sebanyak 94,4% memiliki jamban. h. Lantai Rumah Lantai rumah mencakup bahan yang digunakan sebagai lantai rumah yang terbuat dari bahan yang kedap air. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 87% yang lantai rumahnya kedap air. i. Ketersediaan Air Bersih Mencakup kecukupan air yang memenuhi syarat air bersih yaitu tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak 100% mempunyai ketersediaan air bersih. j. Infestasi Cacing Terdapat telur cacing dalam tinja anak pada pemeriksaan laboratorium,
berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 14,8% terinfeksi cacing usus. Tabel 4.2 Hasil Observasi Tentang Higiene Perorangan No
Pertanyaan
A
Kebiasaan mencuci tangan 1. Sebelum menyuapi anak ibu mencuci tangan terlebih dahulu pakai sabun. 2. Sebelum makan anak dibiasakan untuk mencuci tangan pakai sabun. 3. Setelah bermain anak langsung mencuci tangan. 4. Sebelum jajan disekolah/ dirumah anak mencuci tangan terlebih dahulu. 5. Setelah BAB anak dibiasakan mencuci tangan pakai sabun.
B. C.
D.
Kebiasaan memakai alas kaki 1. Setiap keluar dihalaman anak selalu memakai sandal/sepatu. Kebersihan Kuku 1. Kuku ibu dipotong dan dibersihkan 1 minggu sekali. 2. Kuku anak dipotong dan dibersihkan 1 minggu sekali. 3. Setiap mencuci tangan sela-sela kuku dibersihkan. 4. Kuku ibu pendek bersih. 5. Kuku anak pendek bersih. Kebiasaan bermain ditanah 1. Setiap bermain anak selalu ditanah. 2. Jenis permainan yang digunakan kontak langsung dengan tanah.
Jawaban Benar Salah (%) (%) 98,1
1,9
13
87
77,8 5,6
22,2 94,4
31,5
68,5
87
13
100 100 11,1 100 50
88,9 50
98,1 98,1
1,9 1,9
Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan hasil penelitian sebanyak 98,1% ibu terbiasa mencuci tangan sebelum menyuapi anaknya, dan sebanyak 13% anak dibiasakan mencuci tangan dengan memakai sabun. Sedangkan pada kebersihan kuku sebanyak 11,1% anak, biasa mencuci tangan dan membersikan sela-sela kuku saja. Tabel 4.3 Hasil Observasi Tentang Sanitasi Lingkungan No
Pertanyaan
Jawaban Benar Salah (%) (%)
A.
B. C.
Kepemilikkan jamban 1. Keluarga memiliki jamban sendiri 2. Kalau ya, apakah anggota keluarga menggunakan jamban sehat (jamban yang memenuhi syarat kesehatan jamban leher angsa dengan septictank, cemplung tertutup). 3. Anak usia 1-4 tahun BAB dijamban. 4. Apakah jamban selalu dibersihkan Jenis lantai rumah Jenis lantai rumah kedap air Ketersediaan air bersih 1. Anggota keluarga menggunakan/ memanfaatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari. 2. Air yang digunakan memenuhi syarat kesehatan (tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna) 3. Sumber air bersih dari PAM
98,1 100
1,9 -
96,3 96,3
3,7 3,7
87
13
100
-
100
-
100
-
Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil penelitian sebanyak 87%
anak
mempunyai lantai rumah yang kedap air. 3. Analisa Bivariat a.
Hubungan Antara Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Infestasi yang Cacing Hasil uji hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan infestasi cacing yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square ditunjukkan pada table 4.4.
Tabel 4.4 Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan Anak di Kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang No
1 2
Kebiasaan Mencuci Tangan Biasa Tidak
Infestasi Cacing Negatif N % 1 50 45 86,5
n 1 7
Positif % n 50 2 13,5 52
Total % 100 100
p-value
0,277
biasa Total
46
14,8
8
85,2
54
100
Berdasarkan tabel 4.4 dari 2 anak yang biasa mencuci tangan ternyata 1 anak (50%) positif terinfeksi STH, sedangkan pada 52 anak yang tidak biasa mencuci tangan sebelum makan yang positif terinfeksi STH sebanyak 7 anak (13,5%). Dalam hal ini menunjukkan bahwa anak yang biasa mencuci tangan mempunyai kecenderungan infestasi cacingnya lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tidak biasa mencuci tangan. Hasil uji satistik dengan Chi-square menghasilkan p= 0,277 (>0,05) artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infestasi cacing. b. Hubungan Antara Kebiasaan Memakai Alas Kaki dengan Infestasi Cacing Hasil uji hubungan memakai alas kaki dengan infestasi cacing yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square ditunjukkan pada table 4.5. Tabel 4.5 Hubungan Kebiasaan Memakai Alas Kaki Anak di Kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang No
1 2
Kebiasaan Memakai Alas Kaki Pakai Tidak Pakai Total
Infestasi Cacing Negatif N % 45 84,9 1 100 46 85,2
Total
Positif % n % 8 15,1 53 100 0 1 100 8 14,8 54 100
p-value
n
1,000
Berdasarkan tabel 4.5 pada kelompok anak yang memakai alas kaki, terdapat 15,1% positif terinfeksi STH, sedangkan pada kelompok yang tidak memakai alas kaki justru tidak ada yang positif terinfeksi STH. Dalam hal ini menunjukkan bahwa anak yang biasa memakai alas kaki mempunyai kecenderungan infestasi cacingnya lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak biasa memakai alas kaki. Hasil uji satistik dengan Chi-square p=1,000 (>0,05) yang artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan memakai alas kaki dengan infestasi cacing. c. Hubungan antara Kebersihan Kuku dengan Infestasi Cacing Hasil uji hubungan kebersihan kuku dengan infestasi cacing yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square ditunjukkan pada table 4.6 Tabel 4.6 Hubungan Kebersihan Kuku Ibu dan Anak di kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang No
1 2
Kebersihan Kuku Kuku bersih Kuku kotor Total
Infestasi Cacing Negatif N % 4 66,7 42 87,5 46 85,2
n 2 6 8
Positif % 33,3 12,5 14,8
Total N 6 48 54
% 100 100 100
pvalue 0,213
Berdasarkan tabel 4.6 pada kelompok anak yang kebersihan kukunya terjaga, terdapat 33,3% positif terinfeksi STH, sedangkan pada kelompok yang tidak menjaga kebersihan kuku justru hanya 12,5 % yang positif terinfeksi STH. Dalam hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki kuku bersih mempunyai kecenderungan infestasi cacing nya jauh lebih tinggi. Hasil uji satistik dengan Chi-square p=0,213 (>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan memotong kuku dengan infestasi cacing.. d. Hubungan antara Kebiasaan Bermain ditanah dengn Infestasi Cacing Berdasarkan tabel 4.7 pada kelompok anak yang biasa bermain ditanah, terdapat 15,1% positif terinfeksi STH, sedangkan pada kelompok yang tidak biasa bermain ditanah justru tidak ada yang positif terinfeksi STH. Dalam hal ini menunjukkan
bahwa
anak
yang
biasa
bermain
ditanah
mempunyai
kecenderungan infetasi cacingnya lebih tinggi. Hasil uji satistik dengan Chi-square p=1,000 (>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan bermain ditanah dengan infestasi
cacing. Hasil uji hubungan kebiasaan bermain ditanah dengan infestasi cacing yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square ditunjukkan pada tabel 4.7. Tabel 4.7 Hubungan Kebiasaan Bermain Anak di kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang No
1 2
Kebiasaan bermain ditanah Biasa Tidak biasa Total
Infestasi Cacing Negatif N % 45 84,9 1 100 46 85,2
n 8 0 8
Positif % 15,1 14,8
p-value
Total N 53 1 54
% 100 100 100
1,000
e. Hubungan antara Kepemilikkan Jamban dengan Infestasi Cacing Berdasarkan tabel 4.8 pada kelompok yang memiliki jamban, terdapat 15,7% positif terinfeksi STH, sedangkan pada kelompok yang tidak memiliki jamban justru tidak ada yang positif terinfeksi STH. Dalam hal ini menunjukkan bahwa anak yang mempunyai jamban sendiri mempunyai kecenderungan infestasi cacingnya lebih tinggi. Hasil uji satistik dengan Chi-square p=1,000 (>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kepemilikkan jamban dengan infestasi cacing. Hasil uji hubungan kepemilikkan jamban dengan infestasi cacing yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square ditunjukkan pada table 4.8. Tabel 4.8 Hubungan Kepemilikkan Jamban di Kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang No
1 2
Kepemilikkan Jamban Punya Tidak punya Total
Infestasi Cacing Negatif N % 43 84,3 3 100 46 85,2
Positif % 8 15,7 0 8 14,8 n
Total n 51 3 54
% 100 100 100
pvalue 1,000
f. Hubungan antara Lantai Rumah dengan Infestasi Cacing Hasil uji hubungan lantai rumah dengan infestasi cacing yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square ditunjukkan pada table 4.9. Tabel 4.9 Hubungan Jenis Lantai Rumah di kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang No 1 2
Jenis Lantai Rumah Kedap air Tidak Kedap air Total
Infestasi Cacing Negatif Positif N % N % 40 85,1 7 14,9 6 85,7 1 14,3
n 47 7
% 100 100
46
54
100
85,2
8
14,8
Total
p-value 1,000
Berdasarkan tabel 4.9 pada kelompok yang jenis lantai rumahnya kedap air, terdapat 14,9% positif terinfeksi STH, sedangkan pada kelompok yang lantai rumahnya tidak kedap air justru hanya 14,3% yang positif terinfeksi STH. Dalam hal ini menunjukkan bahwa anak yang lantai rumahnya kedap air mempunyai kecenderungan infestasi cacingnya lebih tinggi. Hasil uji satistik dengan Chi-square p=1,000 (>0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara lantai rumah dengan infestasi cacing. g. Hubungan antara Ketersediaan Air Bersih dengan Infestasi Cacing Hasil uji hubungan ketersediaan air bersih dengan infestasi cacing yang dilakukan dengan menggunakan uji chi-square ditunjukkan pada table 4.9 Tabel 4.10 Hubungan Ketersediaan air bersih di kelurahan Karangroto Kecamatan Genuk Kota Semarang No 1 2
Ketersediaan Air bersih Ada Tidak Ada Total
Infestasi Cacing Negatif Positif N % n % 46 85,2 8 14,8 46 85,2 8 14,8
Total n 54 54
% 100 100
Uji chi-square hanya dapat dilakukan apabila ada variasi nilai pada variabel yang diteliti, pada variabel ketersediaan air bersih seluruh sampel mempunyai ketersediaaan air bersih sehingga tidak dapat dilakukan pengujian dengan chi-square.
B. Pembahasan 1. Hubungan Antara Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Infestasi Cacing Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infestasi cacing yang diperoleh dari uji statistik Chi- square dengan p= 0,277. Hal ini dapat dilihat bahwa anak yang terbiasa mencuci tangan dan terinfeksi cacing usus sebanyak 1 orang (50%), sedangkan yang tidak biasa mencuci tangan dan terinfeksi cacing usus sebanyak 7 orang (13,5%).
Dalam penelitian ini anak yang biasa mencuci tangan lebih banyak terinfeksi cacing usus yakni sebanyak 13,5%. Pada umumnya anak-anak sangat senang bermain ditanah, dan apabila tidak biasa mencuci tangan sebelum makan maka debu-debu yang menempel pada tangan dan apabilaikut tertelan bersama makanan maka anak akan berpeluang terinfeksi cacing usus. Telur cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor. [30] Dalam penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infestasi cacing. Hal ini dimungkinkan karena anak yang tidak mencuci tangan masih disuapi oleh ibunya karena anak usia 1-4 tahun masih dalam pengawasan orangtua mereka. Jenis infestasi cacing pada lokasi penelitian sebagian besar adalah Ascariasis, dimana jenis cacing ini ditularkan melalui mulut (oral).[33]
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci tangan. Maka hendaklah anak-anak dibiasakan mencuci tangan sebelum makan agar larva cacing tidak tertelan bersama makanan. Cacing yang paling sering ditemui ialah cacing gelang, cacing tambang, cacing pita, dan cacing kremi.[14] 2. Hubungan Antara Kebiasaan Memakai Alas Kaki dengan Infestasi Cacing Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang terbiasa memakai alas kaki sebanyak 15,1% terinfeksi cacing usus, sedangkan yang tidak terbiasa memakai alas kaki tidak ada yang terinfeksi cacing usus. Artinya persentase kecacingan lebih besar pada anak yang terbiasa memakai alas kaki. Secara statistik belum menunjukkan hubungan yang bermakna antara kebiasaan memakai alas kaki dengan infestasi cacing, Hasil uji chi-square menunjukkan p-value sebesar 1,000 lebih besar dari 0,05 (1,000>0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan memakai alas kaki dengan infestasi cacing. Dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara kebiasaan memakai alas kaki dengan infestasi cacing dimungkinkan karena jenis infestasi cacing pada penelitian ini sebagian besar adalah Ascariasis. Jenis cacing ini ditularkan melalui mulut (oral) bukan menebus kulit melalui kaki sebagaimana cacing tambang dan Strogyloides strecoralis.[33] yang memakai alas kaki tetap terinfeksi cacing usus hal ini terjadi karena bisa saja anak dalam hal kebersihan higiene perorangan dan sanitasi lingkungannya tidak dilakukan dengan baik dan benar. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan himbauan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1990) bahwa anak harus dibiasakan memakai alas/sandal untuk menjaga kesehatannya dan terhindar dari penyakit cacingan. [8] 3. Hubungan antara Kebersihan Kuku dengan Infestasi Cacing Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki kuku bersih sebanyak 33,3% terinfeksi cacing usus sedangakan yang tidak memiliki kuku bersih sebanyak 12,5% terinfeksi cacing usus. Artinya persentase kecacingan justru lebih besar pada anak yang memiliki kuku bersih. Secara
statistik belum menunjukkan hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infestasi cacing. Hasil uji chi-square menunjukkan p-value sebesar 0,213 lebih besar dari 0,05 (0,213>0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kuku dengan infestasi cacing. Meskipun kuku sudah dibersihkan dan dipotong pendek, telur cacing juga dapat menempel pada makanan yang dibawa oleh debu dan apabila ikut tertelan maka anak akan berisiko teinfeksi STH.[3]
Dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara kebersihan kuku dengan infestasi cacing, dimungkinkan karena anak yang memiliki kuku kotor bisa jadi mempunyai kebiasaan mencuci tangan yang baik, serta kebersihan yang mencakup higiene perorangan dan sanitasi lingkungan dilakukan dengan baik dan anak usia 1-4 tahun pada saat makan masih disuapi oleh ibu atau pengasuhnya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Srisasi gandahusada. Bahwa kebersihan perorangan penting untuk pencegahan penyakit cacingan, kuku sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari penularan cacing dari tangan ke mulut.[3] 4. Hubungan antara Kebiasaan Bermain ditanah dengn Infestasi Cacing Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang terbiasa bermain ditanah sebanyak 15,1% terinfeksi cacing usus sedangkan yang tidak biasa bermain ditanah tidak ada yang terinfeksi cacing usus. Artinya persentase kecacingan lebih besar pada anak yang biasa memakai alas kaki. Secara statistik belum menunjukkan hubungan yang bermakna antara Kebiasaan bermain ditanah dengan infestasi cacing. Hasil uji chi-square menunjukkan p-value sebesar 1,000 lebih besar dari 0,05 (1,000>0,05), yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan bermain ditanah dengan infestasi cacing. Anak-anak
biasanya
paling
suka
ketika
bermain
ditanah,
rasa
keingintahuan mereka membuat mereka lebih aktif ketika bemain di lingkungan sekitar rumah. Kontak fisik langsung dengan tanah dapat memungkinkan anak terinfeksi STH.
Dalam penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan bermain ditanah dengan infestasi cacing ini dimungkinkan karena tanah disekitar lingkungan rumah tidak disukai cacing untuk perkembangbiakannya sehingga dalam tanah tersebut tidak terdapat telur cacing. [3] [4]
5. Hubungan antara Kepemilikkan Jamban dengan Infestasi Cacing Persentase kecacingan pada keluarga anak balita yang punya jamban 15,7% dari 51 orang terinfeksi cacing usus, sedangkan yang tidak punya jamban tidak ada yang terinfeksi cacing usus. Artinya persentase kecacingan lebih besar pada keluarga yang mempunyai jamban. Secara statistik belum menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=1,000>0,05). Dari hasil survey dilapangan responden yang tidak mempunyai jamban BAB di jamban milik tetangga dan di jamban milik umum. dalam penelitian ini yang tidak memiliki jamban tidak terinfeksi cacing usus hal ini terjadi karena anak yang tidak memiliki jamban melakukan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan dengan baik dan benar. Tinja yang terdapat telur cacing apabila dibuang disembarang tempat akan menyebabkan orang lain terinfeksi STH, karena telur cacing akan diterbangkan oleh angin dan apabila hinggap di makanan dan tertelan oleh orang lain maka orang tersebut telah terinfeksi cacing usus. Jamban adalah bangunan untuk tempat buang air besar dan buang air kecil. Buang air besar dan air kecil harus di dalam jamban, jangan di sungai atau di sembarang tempat karena dapat menimbulkan penyakit. [31] Bertambahnya penduduk yang tidak seimbang dengan area pemukiman timbul masalah yang disebabkan oleh pembuangan kotoran manusia yang meningkat. Dilihat dari kesehatan masyarakat masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah pokok yang harus diatasi karena kotoran manusia (faeces) adalah sumber penyebaran penyakit yang multi kompleks. [31] Dalam pebelitian ini tidak ada hubungan yang bermakana antara kepemilikkan jamban dengan infestai cacing, ini dimungkinkan karena sebagian
besar responden mempunyai jamban sendiri untuk BAB dan anak usia 1-4 tahun dibiasakan untuk tidak BAB dilingkungan sekitar rumah, sehingga penyebaran penyakit melalui tinja dapat dicegah. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bendabenda yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya.[16] Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Evi Yulianto (2007) pada anak SD Rowosari 01, yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara kepemilikkan jamban dengan infestasi cacing dikarenakan dari 45 siswa didapatkan siswa yang teinfeksi cacing dan tidak memiliki jamban sebanyak 6 anak (40%), sedangkan siswa yang memiliki jamban dan terinfeksi cacing sebanyak 3 anak (10%). 6.
Hubungan antara Lantai Rumah dengan Infestasi Cacing Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 54 orang anak didapatkan anak yang lantai rumahanya kedap air dan terinfeksi cacing usus sebanyak 14,9%, sedangakn anak yang lantai rumahnya tidak kedap air dan terinfeksi cacing usus sebanyak 14,3%. Artinya persentase kecacingan lebih besar pada anak yang lantai rumahnya kedap air. Secara statistik tidak hubungan yang bermakna antara lantai rumah dengan infestasi cacing, dari uji Chi-square diperoleh p-value 1,000>0,05. Anak-anak setelah bermain diluar rumah apabila didalam rumah lantainya tidak kedap air maka anak akan semakin berisiko terinfeksi soil transmitted helminth. Syarat-syarat rumah yang sehat jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai dapat terbuat dari ubin, semen, kayu dan tanah yang disirami kemudian dipadatkan. [31]
Dalam penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis lantai rumah dengan infestasi cacing, ini dimungkinkan karena sebagian besar responden mempunyai lantai rumah yang kedap air. Dalam penelitian ini responden yang mempunyai lantai rumah yang kedap air lebih banyak terinfeksi cacing usus. Ini dapat terjadi karena anak kebersihan higiene perorangan dan sanitasi lingkungannya tidak baik. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang menyatakan. bahwa syarat-syarat rumah yang sehat dapat mengindarkan dari berbagai penyakit adalah rumah yang memiliki jenis lantai yang tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim penghujan. Lantai rumah dapat terbuat dari ubin atau semen, kayu, dan tanah yang disiram kemudian dipadatkan. [16] 7. Hubungan antara Ketersediaan Air Bersih dengan Infestasi Cacing Dari seluruh responden semua merasa memiliki ketersediaan air bersih, tetapi 14,8% diantaranya positif terinfeksi cacing usus. Variabel ini tidak dapat diuji dengan chi- square, uji chi-square hanya dapat dilakukan apabila ada variasi nilai pada variable tersebut. Ketersediaan air bersih sangat berperan penting dalam penyebaran penyakit, apabila ketersediaan air bersih tercukupi maka masyarakat tidak menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari, yang mana air sungai telah tercemar dengan berbagai macam limbah manusia. Berdasarkan hasil penelitian, Kelurahan Karangroto termasuk kelurahan yang ketersediaan airnya bersih karena untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari seperti memasak, air untuk minum, mandi dan BAB mudah didapatkan karena banyak masyarakat telah menggunakan air sumur dan air PAM. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa air sehat adalah air bersih yang dapat digunakan untuk kegiatan manusia dan harus terhindar dari kuman-kuman penyakit dan bebas dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut.[18] Mengetahui tanda air bersih secara fisik dapat dibedakan melalui indera manusia antara lain dapat dilihat, dirasa, dicium, dan diraba yaitu air tidak boleh berwarna harus jernih sampai kelihatan dasar tempat air itu, air tidak boleh keruh harus bebas dari pasir, debu, lumpur, sampah busa, dan kotoran lainnya. Air
tidak boleh berbau harus bebas dari bahan kimia seperti bau busuk, dan bau belerang. Air harus sesuai dengan suhu sekitarnya atau lebih renndah, tidak boleh suhunya lebih tinggi. [18] Dalam penelitian ini tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan air bersih dengan infestasi cacing, ini dimungkinkan karena sebagian besar masyarakat telah memiliki ketersediaan air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan himbauan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1990) yang menyatakan bahwa air sehat adalah air bersih yang dapat digunakan untuk kegiatan manusia dan harus terhindar dari kuman-kuman penyakit dan bebas dari bahan-bahan kimia yang dapat mencemari air bersih tersebut, sehingga orang yang memanfaatkan air bersih tidak menjadi sakit.[18] Akibat air yang tidak sehat dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti: penyakit perut (kolera, diare, disentri, keracunan, dan penyakit perut lainnya), penyakit cacingan (cacing pita, cacing gelang, cacing kremi, demam keong, kaki gajah).[18]
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1.
a. Sebagian besar (96,3%) responden melakukan kebiasaan mencuci tangan dengan kategori biasa. b. Sebagian besar (98,1%) responden memakai alas saat bermain atau keluar rumah. c. Sebagian besar (88,9%) responden mempunyai kuku kotor. d. Sebagian besar (98,1%) responden terbiasa bermain ditanah.
2.
Sebagian besar (94,4%) responden memiliki jamban sendiri dan dipergunakan oleh anggota keluarga.
3.
Sebagian besar (87%) responden mempunyai lantai rumah kedap air.
4.
Sebagian besar (100%) responden memiliki ketersediaan air bersih.
5.
Hanya 8 orang (14,8%) anak yang terinfeksi cacing usus.
6.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan infestasi cacing.
7.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan memakai alas kaki dengan infestasi cacing.
8.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara frekuensi memotong kuku dengan infestasi cacing.
9.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan bermain ditanah dengan infestasi cacing.
10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kepemilikkan jamban dengan infestasi cacing. 11. Tidak ada hubungan yang bermakna antara lantai rumah dengan infestasi cacing. 12. Tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan air bersih dengan infestasi cacing.
B. Saran 1. Instansi pemerintah Adanya peningkatan kerjasama antara Dinas kesehatan dengan Puskesmas untuk memberi bimbingan, pengarahan tentang higiene perorangan dan sanitasi lingkungan kepada warga masyarakat dalam upaya
menurunkan prevalensi
kecacingan. 2. Masyarakat Diharapkan peran serta orang tua dalam usaha pencegahan dan pengobatan penyakit cacingan. 3. Sekolah Peningkatan kerjasama antara kepala sekolah dan guru untuk memberi bimbingan, pengarahan tentang hygiene perorangan dan sanitasi kepada anak dalam upaya menurunkan prevalensi penyakit
lingkungan
cacingan.