BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif lebih mengutamakan proses daripada hasil sehingga dalam hal ini penulis secara langsung berada di daerah pengamatan (DP) untuk mengamati keadaan kebahasaan, melakukan wawancara atau tanya jawab, mencatat, dan merekam berbagai aktivitas atau gejala kebahasaan. Selain itu penulis juga mengumpulkan berbagai keterangan tidak terstruktur yang ditemui selama penelitian yang diperkirakan dapat dijadikan sebagai tambahan bahan penelitian. Berbeda dengan penelitian kualitatif, dalam penelitian kuantitatif sejak awal perancangannya harus mempertimbangkan masalah yang diteliti, tujuan penelitian, data, variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, tabulasi data, dan analisis data agar dapat dilaksanakan dengan memakai prosedur-prosedur statistik. Kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk menentukan status isolek Jawa di Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku.
B. Data dan Sumber Data Penelitian Data dalam penelitian ini berbentuk tuturan spontan dan wajar dari masyarakat Kecamatan Giriwoyo, Punung, dan Pringkuku yang dalam hal ini diambil secara purposive sampling. Dengan menggunakan daftar tanyaan rancangan Nothofer penulis berusaha memperoleh data kebahasaan yang wajar. Sebagai bahan acuan pengumpulan data penulis menggunakan 838 glos kosakata, frasa, dan kalimat yang 24
25 terbagi menjadi beberapa medan makna berikut ini: A. Bagian Tubuh (1—82); B. Kata Ganti, Sapaan, dan Acuan (83—96); C. Sistem Kekerabatan (97—147); D. Kehidupan dan Aktivitas Masyarakat (148—176); E. Rumah dan Bagiannya (177— 213); F. Peralatan dan Perlengkapan (214—257); G. Makanan dan Minuman (258— 286); H. Tumbuhan dan Hasil Olahan (287—355); I. Binatang dan Bagiannya (356— 410); J. Waktu, Musim, Keadaan Alam, Benda Alam, dan Arah (411—502); K. Gerak dan Kerja (503—648); L. Perangai, Sifat, dan Warna (649—737); M. Penyakit (738—755); N. Pakaian dan Perhiasan (756—770); O. Bilangan dan Ukuran (771— 802); P. Frase (803—813); Q. Kalimat (814—838). Daftar tanyaan yang ada penulis terapkan pada setiap DP. Penulis menetapkan 6 titik sebagai DP yang terdiri 4 DP diambil dari wilayah Kecamatan Giriwoyo, 1 DP dari wilayah Kecamatan Punung, dan1 DP dari wilayah Kecamatan Pringkuku. Penetapan DP ini didasarkan pada keragaman penggunaan isolek yang disebabkan jarak, keadaan geografis, dan sosial. Keenam DP itu adalah Desa Tawangharjo (DP 1), Kelurahan Giriwoyo (DP 2), Desa Gedongrejo (DP 3), Kelurahan Girikikis (DP 4), Desa Mendolo Kidul, Kecamatan Punung (DP 5), dan Desa Dersono, Kecamatan Pringkuku (DP 6). Hubungan DP bervariasi antara satu dengan yang lainnya. DP 1 yaitu Desa Tawangharjo terletak di bagian barat laut Kecamatan Giriwoyo berbatasan dengan Kecamatan Eromoko di sebelah barat dan Kecamatan Baturetno di sebelah utara. DP ini dialiri sungai Bengawan Solo di sebelah utara dan barat, sungai inilah yang menjadikan daerah ini subur dengan sawah irigasi dan berbagai hasilnya. DP 2 adalah Kelurahan Giriwoyo disinilah pusat administrasi dan pemerintahan serta pusat perekonomian Kecamatan Giriwoyo. DP 2 ini terletak di bagian tengah Kecamatan Giriwoyo dengan dilalui jalan raya Jogja—Solo—Pacitan.
26 Sebelah utara DP 2 ini terbentang sawah hijau karena dialiri sungai Bengawan Solo sementara di sebelah selatan berupa pegunungan. DP 3 adalah Desa Gedongrejo terletak di bagian timur Kecamatan Giriwoyo berbatasan dengan Kabupaten Pacitan di sebelah selatan, Kecamatan Karangtengah di sebelah timur, dan Kecamatan Batuwarno di sebelah utara. DP 3 ini dialiri sungai Bengawan Solo dan sebagian besar wilayahnya berupa pegunungan, hutan, ladang, dan persawahan irigasi. DP 4 adalah Kelurahan Girikikis yang terletak di bagian selatan Kecamatan Giriwoyo berbatasan dengan Desa Tirtosworo di sebelah barat, Desa Guwotirto di sebelah utara, Kabupaten Pacitan di sebelah timur, dan Kecamatan Giritontro di sebelah selatan. Keadaan DP 4 ini mirip dengan DP 3 dengan adanya hutan dan ladang yang mendominasi. Daerah ini dapat dikatakan daerah yang merupakan deretan pegunungan seribu karenanya sumber air dan sungai di DP 4 ini cukup sulit ditemukan namun demikian terdapat danau-danau kecil sebagai penampung air. DP 5 adalah Desa Mendolo Kidul, Kecamatan Punung. DP ini berjarak sekitar 25 km dari Kecamatan Giriwoyo dan dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Desa ini terlihat hijau karena merupakan daerah pegunungan dan sebagian besar warganya adalah petani. Keadaan kebahasaan di DP 5 ini sudah menunjukkan adanya variasi dengan DP 2 meskipun tidak begitu banyak, hal ini terjadi karena masih adanya kemungkinan berkomunikasi di antara keduanya. DP 6 adalah Desa Dersono, Kecamatan Pringkuku. Desa ini berupa tanah pegunungan yang kaya akan sumber air dan dialiri beberapa sungai. Kebanyakan penduduknya merupakan petani yang bekerja di tegal. Desa ini termasuk desa
27 pedalaman yang tidak dilalui jalan raya dan merupakan DP yang terletak paling selatan dan paling dekat dengan DP 5. Tabel berikut penulis sajikan untuk memperjelas posisi DP di atas. Tabel 01 Posisi DP No. DP
Nama DP
Posisi dari pusat
1
Desa Tawangharjo
Barat
2
Kelurahan Giriwoyo
Pusat
3
Desa Gedongrejo
Timur
4
Kelurahan Girikikis
Selatan
5
Desa Mendolo Kidul
Selatan
6
Desa Dersono
Selatan
Penomoran DP dapat dilakukan dengan berbagai cara, Mahsun (2011: 140) memperlihatkan enam cara penomoran DP sebagai berikut: 1. Melingkar ke dalam
2. Melingkar ke luar
3. Horizontal ke kanan
4. Horizontal ke kiri
5. Vertikal ke atas
6. Vertikal ke bawah
28 Berdasarkan beberapa teknik penomoran DP di atas penulis memilih teknik horizontal ke kanan sehingga tergambarkan peta dasar seperti berikut: Gambar 03 Peta Dasar
Ditentukannya DP selalu berkaitan dengan informan sebagai sumber data penelitian. Penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan pada beberapa syarat seperti yang disampaikan oleh Nadra dan Reniwati (2009: 37—40) yaitu (1) berusia 40—60 tahun, (2) berpendidikan tidak terlalu tinggi, maksimum setingkat SMP, (3) berasal dari desa atau daerah penelitian, (4) lahir dan dibesarkan serta menikah dengan orang yang berasal dari daerah penelitian, (5) memiliki alat ucap yang sempurna dan lengkap. Terhadap informan bersyarat ini dilakukan wawancara dengan situasi akrab dan dekat sehingga menghasilkan data yang maksimal.
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data Data tersedia dengan diperoleh melalui kontak antara penulis dengan informan di daerah penelitian. Namun demikian kontak saja tidak dapat menjamin diperolehnya data yang sesuai dengan tujuan penelitian karena itu perlu adanya suatu metode. Istilah metode di dalam penelitian linguistik dapat ditafsirkan sebagai strategi kerja
29 berdasarkan ancangan tertentu (Soebroto, 2007: 36). Sementara itu istilah teknik ditafsirkan sebagai langkah dan kegiatan yang dilakukan di dalam kerangka kerja strategi tertentu. Metode pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan cakap disertai dengan beberapa tekniknya. Metode simak direalisasikan dengan menyimak pemakaian bahasa lisan yang bersifat wajar dan spontan dari masyarakat di daerah penelitian. Metode simak ini memiliki teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik lanjutan yakni teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik rekam, dan teknik catat. Teknik sadap yaitu penulis menyadap penggunaan bahasa oleh masyarakat khususnya informan di daerah pengamatan. Teknik simak libat cakap yaitu penyadapan yang disertai dengan keikutsertaan penulis dalam dialog atau percakapan baik aktif maupun reseptif, dan keikutsertaannya diakui oleh lawan bicara. Teknik simak bebas libat cakap yaitu penyadapan tanpa keikutsertaan penulis dalam percakapan, penulis hanya sebagai pemerhati atas penggunaan bahasa yang dilakukan pihak lain. Teknik rekam yaitu penggunaan alat rekam untuk mendokumentasikan penggunaan bahasa yang disadap, hal ini penting untuk penelitian dialektologi karena berkaitan dengan fonetis. Teknik catat yaitu pencatatan data-data dan hal-hal pendukung yang diperoleh. Dikarenakan data dalam penelitian ini berkaitan dengan tuturan maka pencatatan berian (transkripsi fonetis) menggunakan font Fonetis, di antaranya a, b, c, d, D, e, E, |, f, g, h, i, I, j, k, ?, l, m, n, G, ,, o, O, p, q, r, s, t, T, u, U, v, w, x, y, z. Metode cakap direalisasikan dengan melakukan
percakapan dengan
masyarakat di daerah pengamatan yang dalam hal ini adalah para informan terpilih. Metode ini memiliki teknik dasar berupa teknik pancing dan teknik lanjutan berupa teknik cakap semuka dan teknik cakap tidak semuka.
30 Terdapat tiga hal yang membedakan teknik pemancingan dengan teknik yang lainnya yaitu a) tuturan yang diperoleh melalui teknik pemancingan itu pendekpendek, umumnya tidak lebih panjang dari suatu kalimat tunggal dan biasanya di luar konteks, b) pemancingan ditujukan terhadap analisis beberapa aspek sistem linguistis, c) pemancingan dibatasi oleh hubungan-hubungan manusiawi yang terjalin akrab antara penulis dan informan yang mempengaruhi sifat-sifat data yang diperoleh dan diinterpretasikannya (Samarin, 1988: 162—163). Teknik cakap semuka merupakan kegiatan memancing dengan melakukan percakapan langsung atau tatap muka. Teknik cakap tidak semuka merupakan kegiatan memancing tanpa percakapan langsung dan atau kontak antara penulis dan informan. Teknik cakap tidak semuka tidak digunakan dalam penelitian ini karena dialektologi sangat berkaitan erat dengan bunyi bahasa sehingga tanpa adanya kontak dikhawatirkan akan terjadi kesalahan.
D. Metode Analisis Data Cukup banyak metode yang dapat digunakan dalam analisis isolek sebagai bahasa, dialek, atau subdialek dalam kajian dialektologi. Menurut Mahsun (2011) metode tersebut terdiri dari metode pemahaman timbal balik, metode leksikostatistik, metode dialektometri, metode homals, metode berkas isoglos, metode rekonstruksi prabahasa, dan metode penentuan dialek yang inovatif dan konservatif. Metode pemahaman timbal balik (mutual intelligibility) pertama kali dikemukakan oleh Voegelin dan Harris (1951). Konsep pemahaman timbal balik memiliki prinsip dasar, bahwa jarak spasial berbanding lurus dengan tingkat pemahaman (Mahsun, 2011: 160). Maksudnya, suatu daerah pakai isolek memiliki pemahaman timbal balik sesuai dengan jarak kedekatannya dengan pusat penyebaran.
31 Semakin dekat dengan pusat penyebaran, semakin tinggi tingkat pemahaman timbal balik. Sebaliknya, semakin jauh dari pusat penyebaran, semakin rendah tingkat pemahaman timbal baliknya. Metode dialektometri diperkenalkan oleh Seguy pada tahun 1973 dan sebelumnya telah diperkenalkan pertama kali oleh ahli ilmu bahasa E. Bagby Atwood (1955). Dialektometri adalah ukuran secara statistik yang dipergunakan untuk melihat berapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat di tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat yang diteliti tersebut (Revier dalam Ayatrohaedi, 1983: 32). Menurut Mahsun (2011: 172) perhitungan dengan dialektometri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (a) segitiga antar-DP dan (b) permutasi antar-DP. Untuk penghitungan dengan segitiga antar-DP dilakukan dengan ketentuan berikut: a. DP yang diperbandingkan hanya DP yang berdasarkan letaknya masingmasing mungkin melakukan komunikasi. b. Setiap DP yang mungkin berkomunikasi secara langsung dihubungkan dengan sebuah garis sehingga diperoleh segitiga-segitiga yang beragam bentuknya. c. Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan, pilih salah satu kemungkinan saja, dan sebaiknya dipilih yang berdasarkan letaknya lebih dekat satu sama lain. Berdasarkan ketentuan di atas diperoleh peta segitiga dialektometri berikut:
32 Gambar 04 Peta Segitiga Dialektometri
Selain segitiga dialektometri terdapat pula segibanyak dialektometri. Segibanyak dialektometri lebih jelas menggambarkan batas-batas antar-DP sehingga jika segitiga dialektometri bersifat menghubungkan maka segibanyak dialektometri ini lebih bersifat memisahkan DP. Dengan segibanyak dialektometri akan terlihat jelas perbedaan dan persamaan isolek antar-DP sehingga dapat diketahui tingkat perbedaannya, apakah berbeda wicara, subdialek, dialek, atau bahasa. Bentuk segibanyak dialektometri yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: Gambar 05 Peta Segibanyak Dialektometri
33 Selanjutnya kategori dalam penentuan status isolek digunakan rumus berikut: (S x 100) = d% n Keterangan: S = jumlah beda dengan DP lain n
= jumlah peta yang diperbandingkan
d
= jarak kosakata dalam persentase Persentase jarak kosakata antar-DP diperoleh dengan memperhitungkan
jumlah beda antar-DP dikalikan seratus kemudian hasilnya dibagi dengan banyaknya peta yang diperbandingkan. Persentase jarak kosakata tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan hubungan antar-DP dan status isolek dengan ketentuan berikut: Perbedaan bidang leksikon 81 % ke atas
: dianggap perbedaan bahasa
51—80 %
: dianggap perbedaan dialek
31—50%
: dianggap perbedaan subdialek
21—30 %
: dianggap perbedaan wicara
20 % ke bawah
: dianggap tidak ada perbedaan
Perbedaan bidang fonologi 17 % ke atas
: dianggap perbedaan bahasa
12—16 %
: dianggap perbedaan dialek
8—11 %
: dianggap perbedaan subdialek
4—7 %
: dianggap perbedaan wicara
0—3 %
: dianggap tidak ada perbedaan
(Guiter dalam Mahsun, 2011: 176)
34 Selain menggunakan dialektometri dilakukan pula penghitungan dengan permutasi.
Permutasi
adalah
proses
perubahan
deret
unsur-unsur
kalimat
(Kridalaksana, 2001: 170). Penghitungan dengan permutasi ini memungkinkan penghitungan jarak kosakata satu dengan lainnya yang berjauhan dan tidak mungkin dilakukan dengan penghitungan dialektometri.
E. Metode Pemaparan Hasil Analisis Data Pemaparan hasil analisis penelitian ini disajikan melalui dua cara yaitu dengan metode informal dan metode formal. Sudaryanto menjelaskan bahwa metode informal adalah pemaparan hasil analisis dengan menggunakan kata-kata biasa dan metode formal adalah pemaparan hasil analisis dengan menggunakan tanda atau lambanglambang (1993: 145). Metode formal yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berbentuk tabel, peta, dan penggunaan lambang-lambang fonetis misalnya, tanda […] kurung siku untuk mengapit unsur fonetis.