BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari berbagai sumber. Data deret waktu (time series) meliputi data tahunan dari tahun 1995 sampai 2009 yang berasal antara lain dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI), situs FAO, United Nations Commodity Trade Statistics Database (COMTRADE) dengan kode HS yang terdiri dari 030232, 030239, 030231, 030233, 030341, 030342, 030349, 030380, 160414, IFS, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP RI), Perikanan dan Kelautan dalam angka, Buletin Infofish, Bank Indonesia, dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Selain itu data juga dilengkapi dengan datadata pendukung lainnya seperti buku, artikel dan jurnal diperoleh dari Lembaga Sumberdaya Informasi (LSI) IPB, perpustakaan BPS, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data dan Jenis data dapat dilihat dari Tabel 4. Tabel 4. Jenis dan Sumber data Penelitian Jenis Data
Sumber Data
1.
Nilai (US$) dan Volume Ekspor Ikan Tuna
UN COMTRADE
2.
Harga Internasional Ikan Tuna (US$/MT)
Buletin INFOFISH
3.
Harga Ikan tuna Indonesia di Pasar Jepang, UN COMTRADE Amerika Serikat dan Uni Eropa
4.
Harga Udang dan ikan salmon
UN COMTRADE
5.
Jumlah Kapal Ikan tuna
KKP RI
6.
Jumlah Tenagakerja sektor perikanan di
BPS RI
7.
Indonesia Nilai Tukar (Rp/US$, Yen/US$,Euro/US$)
Bank Indonesia
8.
Produksi Ikan Tuna Indonesia
BPS RI
9.
GNP
IFS
10.
Jumlah Penduduk Indonesia dan masing-masing IFS negara pengimpor
30
3.2 Alat Analisis Data Metode yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan ThreeStep Least Square untuk menghilangkan autokorelasi dan heterokedastisitas. Program yang digunakan adalah program Eviews dan Microsoft Excel 2007 untuk mengolah data dengan simultan equation model. 3.2.1 Spesifikasi Model
Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem sehingga fenomena aktual dapat direpresentasikan oleh model untuk menjelaskan,
memprediksi
dan
mengontrolnya.
Sementara
itu
model
ekonometrika adalah suatu pola khusus dari model aljabar, yaitu suatu model stochastic yang mencakup satu atau lebih peubah acak (Inriligator,1978). Model ekonometrika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas (explanatory variables) terhadap peubah endogen (dependen variables) khususnya yang menyangkut tanda dan besaran (magnitude and sign) dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi kriteria teori ekonomi (theoritically meaningful), kriteria statistika yang dilihat dari suatu derajat ketepatan (goodness of fit) yang dikenal dengan koefisien determinasi (R2), nyata secara statistik (statistically significant), serta kriteria ekonometrika yang menetapkan apakah suatu taksiran memiliki sifat-sifat seperti yang dibutuhkan seperti unbiasedness, consistency, sufficiency dan efficiency (Koutsoyiannis, 1977). Model ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan simultan, persamaan tunggal adalah persamaan dimana peubah terikat dinyatakan sebagai sebuah fungsi dari satu atau lebih peubah bebas, sehingga hubungan sebab akibat antara peubah terikat dan peubah bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk suatu sistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai peubah dalam persamaan tersebut. Model ekonometrika yang akan digunakan untuk penelitian ini adalah model persamaan simultan. Model persamaan simultan adalah suatu model ekonometrika terdiri dari beberapa persamaan yang perilaku variabel-variabelnya saling berkaitan dan ditentukan secara bersamaan. Persamaan simultan biasa
31
digunakan untuk pemodelan ekonomi dan bisnis, karena proses dan perilaku ekonomi dan bisnis tersebut dapat direpresentasikan dengan baik melalui beberapa persamaan simultan yang saling memiliki ketergantungan. Dalam model persamaan simultan, masing-masing persamaan menjelaskan satu variabel yang ditentukan dalam model tersebut. Persamaan simultan terdiri atas dua jenis persamaan yaitu 1) persamaan struktural, merupakan persamaan yang berupa suatu fungsi, terdiri dari variabel-variabel yang diambil berdasarkan teori ekonomi yang ada, dan 2) persamaan identitas, yaitu persamaan yang bukan merupakan fungsi, namun hanya persamaan yang terdiri dari penjumlahan beberapa variabel. Variabel-variabel dalam persamaan identitas dapat berasal dari variabel dependen pada persamaan struktural, maupun variabel yang berasal dari luar persamaan struktural. Variabel yang digunakan dalam persamaan simultan dibedakan menjadi beberapa jenis. Variabel-variabel tersebut adalah 1) variabel endogen, yaitu variabel yang nilainya ditentukan dalam persamaan struktural dan 2) variabel predetermined yaitu variabel yang nilainya ditentukan terlebih dahulu. Variabel predetermined sendiri terbagi menjadi dua, yaitu a)
variabel eksogen, yaitu
variabel yang nilainya sepenuhnya ditentukan dari luar model persamaan dan b) variabel lagged endogen yaitu variabel yang nilainya ditentukan di dalam sistem persamaan struktural, namun berdasarkan nilai yang telah lalu (Juanda, 2009). Pada penelitian ini akan dirumuskan model ekonometrika kinerja perdagangan ikan tuna yang merupakan persamaan simultan yang terdiri dari beberapa persamaan struktural dan persamaan identitas. Persamaan struktural merupakan representasi dari peubah-peubah endogen dan peubah eksogen yang secara operasional menghasilkan tanda dan besaran nilai-nilai penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang digunakan dalam penelitian ini mengambil model yang terbaik dari beberapa model permintaan ekspor yang dicoba. Dalam konteks perdagangan internasional, maka faktor nilai tukar (exchange rate) sangat berpengaruh, dengan variabel-variabel pendukung lain. Model yang digunakan mengacu pada model yang digunakan pada penelitian Candra F. Ananda dan fungsi permintaan Colman dan trevor Young (1989) dengan penyesuaian model
32
dengan melihat variabel-variabel yang ada karena terdapat adanya keterbatasan data yang menjadi keterbatasan penelitian. 3.2.1.1 Fungsi Produksi Ikan tuna Indonesia Produksi ikan tuna di Indonesia berasal dari produksi hasil tangkapan di laut. Produksi ikan tuna Indonesia diduga dipengaruhi oleh suku bunga riil karena diasumsikan untuk melakukan penangkapan ikan tuna diperlukan investasi yang cukup besar dalam rangka penyediaan gudang pendingin demi menjaga mutu dan kesegaran ikan tuna sebelum dikirim ke pasar, pengepakan barang, dan penyimpanan stok ikan tuna di kapal penangkap sebelum kapal didaratkan di pelabuhan sehingga diperlukan penanaman modal yang sangat berkaitan erat dengan tingkat suku bunga riil karena suku bunga riil yang tinggi akan membuat para investor enggan untuk menanamkan modalnya pada penangkapan ikan tuna dan cenderung menanamkan modalnya pada jalur yang lebih menjanjikan seperti tabungan atau deposito. Selain itu, produksi ikan tuna Indonesia yang merupakan persamaan struktural diduga juga dipengaruhi oleh jumlah kapal penangkap ikan tuna karena semakin banyak kapal yang beroperasi diasumsikan akan menaikkan hasil tangkapan ikan tuna Indonesia, demikian sebaliknya jumlah kapal yang sedikit akan mengurangi hasil produksi ikan tuna Indonesia. Karena keterbatasan data yang ada, kapasitas kapal belum diperhitungkan dalam penelitian ini, dan sebagai pendekatan jumlah kapal dipakai seluruh kapal yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan mengabaikan kapal-kapal ilegal yang tidak terdaftar namun melakukan kegitaan penangkapan di wilayah perairan Indonesia. Produksi ikan tuna Indonesia juga diduga dipengaruhi oleh Tenagakerja yang terlibat pada proses penangkapan ikan tuna Indonesia, dan produksi ikan tuna tahun lalu yang diduga memengaruhi keputusan pihak yang melakukan penangkapan apakah akan melakukan penangkapan atau tidak.
Semakin
berkembangnya teknologi penangkapan juga akan meningkatkan produksi ikan tuna Indonesia¸ variabel trend yang digunakan srbagai proxy perkembangan teknologi dianggap dapat mewakili peran tekhnologi pada proses produksi yang dalam hal ini penangkapan ikan tuna, dan kebijakan pemerintah diduga juga memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia, sehingga kebijakan pemerintah
33
dijadikan dummy variable dengan nilai 0 bila tidak ada kebijakan, dan nilai 1 bila ada kebijakan. Oleh karena itu persamaan produksi ikan tuna dapat dirumuskan sebagai berikut. QTt
= a0+a1IRt+a2JKt+a3TKt + a4QTt-1 + a5T1t + a6KBJK...............................(1)
dimana: QTt
= produksi ikan tuna Indonesia (ton)
a0
= intersept
a 1 - a6
= koefisien parameter
IRt
= real interest rate
JKt
= jumlah kapal
TKt
= tenagakerja yang terlibat
QTt-1
= produksi ikan tuna tahun lalu
T1t
= tren waktu sebagai proxy pengembangan teknologi
KBJK
= kebijakan pemerintah; variabel dummy,0= tidak ada kebijakan 1= ada kebijakan
Tanda dan besaran parameter dugaan yang diharapkan adalah a1<0; dan a2,a3, a4, a5 >0; 0< a6 <1 3.2.1.2. Permintaan domestik Permintaan domestik merupakan persamaan struktural yang diduga dipengaruhi oleh: (1) harga ikan tuna domestik diduga berpengaruh negatif terhadap permintaan domestik ikan tuna, naiknya harga ikan tuna akan menyebabkan turunnya permintaan domestik dan sebaliknya turunnya harga ikan tuna akan meningkatkan permintaan domestik; (2) harga barang substitusi dalam hal ini didekati dengan harga udang, diduga naiknya harga barang substitusi akan menyebabkan beralihnya konsumsi protein ikan tuna menggantikan konsumsi protein dari udang, dan akan meningkatkan permintaan domestik ikan tuna; (3) GNP riil diduga berpengaruh positif terhadap permintaan ikan tuna domestik, kenaikan GNP diasumsikan akan meningkatkan daya beli masyarakat yang akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik; (4) Populasi diduga meningkatnya populasi akan meningkatkan permintaan ikan tuna domestik; (5) Trend sebagai
34
proxy untuk mengcover selera atau preference masyarakat dalam mengkonsumsi ikan tuna. Persamaan permintaan ikan tuna domestik dirumuskan sebagai berikut: QDTt= b0+b1PTDt+b2PUDGt+b3GNPriilt+b4POPt+b5T2t...................................(2) dimana: QDTt
= Permintaan ikan tuna domestik (ton)
b0
= Intersept
b1- b5
= Koefisien parameter
PTDt
= Harga ikan tuna domestik (rp/kg)
PUDGt
= Harga udang (rp/kg)
GNPriilt
= Pendapatan Nasional Riil (trilyun)
POPt
= Jumlah penduduk indonesia
T2t
= Variabel trend, untuk mengcover preference atau selera.
Tanda dan besaran parameter yang diharapkan adalah: b1<0 b2, b3, b4, b5>0 3.2.1.3 Fungsi Ekspor Setelah menjadi komitmen bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia untuk menjadikan ikan tuna Indonesia agar lebih diorentasikan untuk dipasarkan
di domestik dalam rangka perbaikan gizi
masyarakat Indonesia melalui konsumsi ikan, maka untuk fungsi permintaan ikan tuna Indonesia dalam penelitian ini merupakan residu antara produksi dengan permintaan domestik; secara matematis persamaan ekspor ikan tuna Indonesia dapat diturunkan sebagai persamaan identitas sebagai berikut: XTt = QTt – QDTt................................................................................................(3) dimana: XTt
= Ekspor Ikan tuna Indonesia pada tahun t
QTt
= Produksi Ikan tuna pada tahun t
QDTt
= permintaan Ikan tuna Domestik pada Tahun t
Ekspor ikan tuna Indonesia merupakan total ekspor ikan tuna Indonesia ke tiga negara tujuan ekspor dengan permintaan ekspor terbesar yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa serta sisanya yang dirangkum menjadi permintaan ekspor negara-negara lain (Rest of The World). Persamaan permintaan ekspor total merupakan persamaan identitas yang dirumuskan sebagai berikut:
35
XTt
= XTASt+XTJt+XTUEt+XROWt..............................................................(4)
dimana: XTt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Total
XTASt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Amerika Serikat
XTJt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Jepang
XTUEt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna Uni Eropa
XROWt
= Permintaan Ekspor Ikan tuna di Rest Of the World
Permintaan ekspor masing-masing negara Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa akan saling bersubstitusi satu sama lain, sehingga dirumuskan dalam tiga persamaan struktural yang saling memengaruhi, yaitu permintaan ekspor dari Amerika Serikat, permintaan ekspor dari Jepang, dan permintaan ekspor ikan tuna dari Uni Eropa. Permintaan ekspor ikan tuna Indonesia dipengaruhi oleh variabel harga ikan tuna di negara tersebut, harga barang substitusi ikan tuna yang dalam penelitian ini diwakili oleh harga ikan salmon sebagai ikan yang seperti ikan tuna juga dapat dikonsumsi sebagai sashimi dan steak. Harga dari negara eksportir kompetitor yang diwakili oleh Thailand, nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara importir, GNP negara importir, Populasi, tarif impor yang diberlakukan negara importir tersebut, konsumsi ikan domestik negara importir, ada tidaknya kebijakan pemerintah negara importir dalam rangka pembatasan ekspor ikan tuna dari Indonesia, dan tren yang digunakan untuk melihat bagaimana kecenderungan impor dari negara importir tersebut. Persamaan permintaan ekspor merupakan persamaan struktural yang dirumuskan sebagai berikut:
XTASt
=e0+e1PTASt+e2Psalmont+e3Pthait+e4Erriilt+e5GNPt+e6POPt+e7TRFt+ e8KONSt+e9KBJKt+e10TASt................................................................(5)
XTUEt
= f0+f1PTUEt+f2 Psalmont +f3Pthait+f4Erriilt+f5GNPt+f6POPt+f7TRFt+ f8KONSt+f9KBJKt+f10TUEt.............................................................(6)
XTJt
= g0+g1PTJt+g2 Psalmont +g3Pthait+g4Erriilt+g5GNPt+g6POPt+g7TRFt +g8KONSt+g9KBJKt+g10TJt.............................................................(7)
dimana,
36
e0, f0, g0
= Intersept
e1-e10, f1-f10, g1-g10 = Koefisien Parameter XTASt
= permintaan ekspor dari Amerika Serikat
XTUEt
= permintaan ekspor dari Uni Eropa
XTJt
= permintaan ekspor dari Jepang
PTASt
= harga Ikan tuna di Amerika Serikat
PTUEt
= harga Ikan tuna di Uni Eropa
PTJt
= harga Ikan tuna di Jepang
Psalmont = harga ikan salmon sebagai substitusi ikan tuna Pthait
= harga eksportir kompetitor yaitu harga Thailand
Erriilt
= nilai tukar riil
GNPt
= gross national product negara importir
POPt
= populasi negara importir
TRFt
= tarif yang berlaku di negara importir
KONSt
= konsumsi ikan per kapita di negara importir
TASt,TUEt, TJt,= trend untuk mengcover preference KBJK
= kebijakan pemerintah; variabel dummy,0= tidak ada kebijakan 1= ada kebijakan
Tanda dan besaran yang diharapkan adalah: e1, f1, g1, e4, f4, g4, e7, f7, g7<0; e2, f2, g2, e3, f3, g3, e5, f5, g5, e6, f6, g6, e8, f8, g8, e10, f10, g10 >0 ; 0< e9, f9, g9 <1 3.2.1.4. Harga Ikan tuna Domestik Menurut Henderson and Quandt (1980), harga komoditas di pasar ditentukan oleh total penawaran dan permintaanya. Dengan demikian harga ikan tuna Indonesia dipengaruhi oleh penawaran ikan tuna domestik dan permintaan ikan tuna domestik dari sisi dalam negeri. Variabel lain yang memengaruhi harga domestik adalah produksi ikan tuna, harga ikan tuna dunia karena Indonesia adalah small country yang tidak dapat memengaruhi harga dunia, dummy krisis moneter yang memengaruhi kenaikan harga-harga komoditas termasuk harga ikan tuna dan harga ikan tuna tahun lalu. Persamaan harga domestik dapat dirumuskan sebagai berikut:
37
PTD
= h0+h1QTt+h2PX(weightd)t+h3QDTt............................................................................................(8)
dimana: h0
= intersept
h1, h2, h3
= koefisien parameter
PTDt
= harga ikan tuna domestik
QTt
= produksi ikan tuna indonesia (ton)
PX(weightd)t = harga ikan tuna dunia (merupakan harga ekspor weighted by volume impor) QDTt
= permintaan ikan tuna domestik
Tanda dugaan parameter yang diharapkan : h1>0 h2, h3 <0, 0
3.2.2 Identifikasi Model Sistem persamaan simultan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan metode OLS (ordinary least square) yang biasa digunakan dalam persamaan tunggal, akan tetapi harus menggunakan metode ILS, 2SLS, maupun 3SLS berdasarkan hasil identifikasi persamaan. Hal tersebut berarti bahwa sebelum dilakukan pendugaan parameter model, maka harus dilakukan identifikasi terlebih dahulu pada persamaan struktural dalam model. Dengan demikian dapat diketahui apakah persamaan tersebut dapat teridentifikasi (identified) atau tidak. Jika teridentifikasi, apakah bersifat exactly identified atau over identified. Suatu model dikatakan teridentifikasi, jika dapat dinyatakan dalam bentuk statistik unik, yang menghasilkan estimasi parameter yang unik pula. Menurut
Koutsoyianis
(1977),
suatu persamaan dapat dikatakan
teridentifikasi apabila memenuhi order condition. Kondisi order didasarkan atas kaidah penghitungan variabel-variabel yang dimasukkan dan dikeluarkan dari suatu persamaan tertentu. Cara yang dilakukan menguji persamaan-persamaan struktural ini adalah dengan mengelompokkan terlebih dahulu persamaanpersamaan tersebut ke dalam jumlah total persamaan struktural (total variabel endogen), jumlah variabel dalam model (variabel endogen dan predetermined), dan jumlah variabel dalam persamaan yang diidentifikasi. Menurut Koutsoyiannis
38
(1977), rumusan identifikasi model persamaan struktural berdasarkan order condition ditentukan oleh: (K-M) > (G-1) dimana: K= total peubah dalam model, yaitu peubah endogen dan peubah predetermined M= total peubah endogen dan eksogen yang termasuk dalam satu persamaan tertentu dalam model G= total persamaan dalam model, yaitu jumlah peubah endogen dalam model. Jika dalam suatu persamaan dalam model menunjukkan kondisi: (K-M) > (G-1) maka persamaan dinyatakan over identified (K-M) = (G-1) maka persamaan dinyatakan exactly identified (K-M) < (G-1) maka persamaan dinyatakan unidentified Hasil identifikasiuntuk setiap persamaan struktural haruslah exactly identified atau over identified untuk dapat menduga parameter-parameternya. Kendati suatu persamaan memenuhi order condition, mungkin saja persamaan ini tidak teridentifikasi.
Karena itu dalam proses identikfikasi
diperlukan suatu syarat perlu sekaligus cukup. Hal itu dituangkan dalam rank condition untuk identifikasi yang menyatakan bahwa dalam suatu persamaan disebut teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan membentuk minimal satu determinan bukan nol pada order (G-1) dari parameter struktural peubah yang tidak termasuk dalam persamaan tersebut, atau dengan kata lain kondisi rank ditentukan oleh determinan turunan persamaan struktural yang nilainya tidak sama dengan nol (Koutsoyiannis, 1977). Dengan mengikuti prosedur identifikasi yang telah diuraikan di atas maka dari model perdagangan ikan tuna di Indonesia ini dapat diketahui bahwa jumlah predetermined variables adalah 42, sedangkan jumlah persamaan (G) adalah 8 yang terdiri dari 6 persamaan struktural dan 2 persamaan identitas sehingga K=42, M=10 dan G=8, maka K-M=42-10=32 dan G-1=8-1=7, maka (K-M)>(G-1). Oleh karena itu berdasarkan kriteria order condition maka persamaan dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (over identified) sehingga dapat diduga parameterparameternya.
Pendugaan terhadap model yang overidentified tersebut dapat
39
dilakukan dengan menggunakan metode 2SLS atau 3SLS. Model dalam penelitian ini menggunakan program Eviews metode 3SLS karena lebih efisien. Hal tersebut disebabkan metode 3SLS menggunakan seluruh informasi yang ada dalam model dan mengasumsikan adanya keterkaitan antar error dalam persamaan. Elastisitas digunakan untuk mengetahui seberapa besar respon variabel endogen terhadap perubahan variabel eksogen dalam suatu jangka waktu, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mengetahui seberapa respon variabel endogen akibat perubahan variabel eksogen pada jangka pendek, maka digunakan elastisitas jangka pendek. Elastisitas jangka pendek dirumuskan sebagai berikut: Xj
∧
Ej = β j
Y
..................................................................................................... (25)
keterangan: E j = elastisitas jangka pendek variabel-j ∧
β j = koefisien parameter variabel-j X j = rata-rata variabel eksogen-j Y
= rata-rata variabel endogen
Elastisitas jangka pendek menggambarkan berapa persen perubahan variabel endogen akibat dari perubahan variabel eksogen sebesar 1 persen. Sementara itu, untuk mengetahui seberapa besar respon perubahan variabel endogen akibat perubahan variabel eksogen dalam jangak panjang diigunakan elastistas jangka panjang. Elastisitas jangka panjang tersebut dirumuskan sebagai berikut: Ep =
Ej ∧
1− βk
..................................................................................................... (26)
dimana: E p = elastisitas jangka panjang variabel-j
40
E j = elastisitas jangka pendek variabel-j ∧
β j = koefisien parameter variabel-j
Elastisitas jangka panjang menggambarkan berapa persen perubahan variabel endogen akibat perubahan variabel eksogen sebesar 1 persen yang terjadi melalui multiplier effect (Pindyck dan Rubinfield, 1991). 3.2.3 Validasi Model Simulasi alternatif kebijakan dapat dilakukan jika model valid dan memenuhi kriteria secara statistik, sehingga perlu dilakukan validasi model sebelum dilakukan simulasi. Validasi model bertujuan untuk menganalisis sejauh mana model tersebut representatif terhadap kenyataannya. Dalam penelitian ini, kriteria statistik untuk validasi pendugaan yang digunakan adalah: (1) Koefisien determinasi, (2) U-Theil’s Inequality Coefficient (Pindyck and Rubinfield,1991), dan (3) Root Mean Squares Percent Error (RMSPE). Statistik Root Mean Squares Percent Error (RMSPE) dirumuskan sebagai berikut: RMSPE
= √ ∑
Statistik RMSE digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai-nilai peubah endogen hasil pendugaan menyimpang dari alur-alur nilai aktualnya, atau seberapa dekat nilai dugaan itu mengikuti perkembangan nilai aktualnya. Model dinyatakan valid apabila nilai RMSPE berada di bawah 100. Sedangkan statistik Koefisien Determinasi (R2) dinyatakan valid apabila bernilai mendekati 1 (Pindyck dan Rubienfield, 1991). Statistik U-Theil’s dirumuskan sebagai berikut:
U
dimana:
=
∑
∑ ∑
41
= nilai hasil simulasi dasar dari variabel observasi
= nilai aktual variabel observasi
n
= jumlah periode observasi
Nilai U-Theil’s berkisar antara 0 dan 1 dengan kriteria bahwa semakin kecil nilai U-Theil’s yang dihasilkan, maka semakin baik model tersebut. Nilai statistik U bermanfaat untuk mengetahui kemampuan model untuk analisis simulasi peramalan. Nilai koefisien Theil (U) berkisar antara 1 dan 0. Jika U=0 maka pendugaan model sempurna, jika U=1 maka pendugaan model naif. Untuk melihat keeratan arah (slope) antara nilai aktual dengan yang disimulasi dilihat dari koefisien determinasinya (R2). Pada dasarnya makin kecil nilai RMSE dan U-Theil’s dan makin besar nilai R2 maka pendugaan model makin baik. Kriteria untuk menentukan model terbaik adalah: 1. Tingkat signifikansi baik koefisien persamaan maupun persamaan secara keseluruhan; 2. Adanya autokorelasi Pengujian adanya autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji DurbinWatson (Uji D) terhadap model. Adanya autokorelasi membuat model tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen dengan menggunakan variabel independen. Menurut Tweeten (1992) masalah autokorelasi dalam suatu model ekonometrik tibul apabila nilai dari statistik Durbin-Watson berada dibawah 1,25 dan diatas 2,75. 3. Konsistensi dari tanda koefisien regresi dengan koefisien harapan teoritis dan logika. 3.2.4 Simulasi Model Setelah model divalidasi dan memenuhi kriteria secara statistik, maka model tersebut dapat dijadikan sebagai model dasar simulasi.
Model yang
didapatkan digunakan untuk mensimulasikan nilai-nilai dan keadaan di masa yang akan datang dari variabel tak bebas (dependent variable) atas dasar nilai-nilai variabel yang menjelaskan (independent variables) yang telah diketahui atau diharapkan di masa yang akan datang. Menurut Sinaga (1997), simulasi adalah suatu pendekatan untuk mengetahui arah (sign) dan besar (size) perubahan dari suatu atau beberapa variabel endogen
42
(decision variabel) dengan melakukan perubahan satu atau beberapa variabel endogen. Oleh karena itu, simulasi model adalah suatu perubahan yang dilakukan di dalam model tanpa merubah sistem atau dunia nyata.
Simulasi memiliki
beberapa tujuan yaitu: (1) melakukan pengujian dan evaluasi terhadap model, (2) mengevaluasi kebijakan pada masa lampau, (3) membuat peramalan pada masa datang. Analisis simulasi dilakukan untuk mengetahui dampak perubahan faktorfaktor eksternal dan kebijakan terhadap variabel-variabel endogen. Sesuai dengan tujuan penelitian, simulasi yang akan digunakan adalah simulasi historis (ex-post simulation) Simulasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menargetkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar di Asia pada tahun 2015. Langkah utama yang digulirkan adalah membangun minapolitan di 11 WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan). Di dalamnya ada program penambahan 1.000 kapal penangkap ikan berbobot 30 ton ke atas pada 2011. Kapal ini akan dimiliki oleh koperasi atau kelompok nelayan.
Dampak kebijakan pemerintah tersebut dapat dilihat dengan
mensimulasikan kenaikan kapal penangkap sebesar 25 persen yaitu 1000 kapal. Kenaikan kapal penangkap sangat relevan untuk disimulasikan pengaruhnya bagi perubahan produksi ikan tuna Indonesia, serta pengaruhnya bagi permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional. 2. Suku bunga investasi sebagai salah satu faktor yang memengaruhi produksi ikan tuna Indonesia merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dapat dilakukan
atau
dikendalikan
oleh
pemerintah
Indonesia.
Rata-rata
pertumbuhan suku bunga investasi selama kurun waktu penelitian 1990-2009 adalah sebesar 2,5 persen dengan pertumbuhan yang positif. Besarnya suku bunga sangat menentukan iklim investasi, tidak terkecuali dalam investasi di bidang usaha penangkapan dan ekspor ikan tuna Indonesia.
Maka sangat
relevan bila disimulasikan pengaruh penurunan suku bunga investasi sebesar 2,5 persen untuk melihat dampaknya bagi produksi ikan tuna Indonesia, serta
43
pengaruhnya bagi kinerja permintaan ekspor ikan tuna Indonesia di pasar internasional. 3. Jepang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia baik dalam ekspor maupun dalam impor. Hubungan bilateral dalam bidang ekonomi antar kedua negara diperkuat dengan adanya Indonesia Jepang Economic Partnership Agreement yang mulai dirintis sejak tahun 2004. Dampak kerjasama dengan Jepang yang akan menghapus tarif impor ikan tuna segar Indonesia menjadi 0 persen akan meningkatkan permintaan ekspor ikan tuna segar Indonesia dari negara tersebut.
Maka disimulasikan dampak penghapusan tarif impor ikan tuna
Indonesia oleh pemerintah Jepang. Hasil pembicaraan bilateral pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia telah menghasilkan kesepakatan akan adanya penurunan tarif impor ikan tuna Indonesia, dan wacana penghapusan tarif impor ikan tuna dari Indonesia. Meskipun kebijakan ini masih merupakan wacana positif, namun cukup relevan untuk menjadi bahan pertimbangan apakah pelaku usaha ikan tuna Indonesia siap menghadapi harga yang akan semakin murah di Jepang karena pembebasan tarif, dan akibat yang akan muncul karena penghapusan tarif tersebut. 4. Dampak penurunan harga ikan tuna Indonesia dari negara Amerika Serikat sebesar 10 persen. Akibat terjadinya krisis yang berkepanjangan di Amerika Serikat, maka akan menurunkan pengeluaran konsumsi masyarakatnya yang secara langsung juga akan memengaruhi penurunan permintaan terhadap ekspor ikan tuna Indonesia, yang akan menurunkan harga ikan tuna Indonesia di Amerika Serikat. Maka sangat relevan bila disimulasikan penurunan harga impor ikan tuna sebesar 10 persen di negara Amerika Serikat untuk melihat dampaknya pada ekspor ikan tuna Indonesia, untuk menjadi pertimbangan agar pelaku usaha ikan tuna Indonesia siap menghadapi harga yang akan semakin murah di Amerika Serikat, dan akibat yang muncul karena penurunan harga tersebut.