BAB III METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren dan Sidorejo Desa Beji Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta dan hutan Wonosadi. Hutan Wonosadi memiliki luas hutan inti 25 ha, Kehati 5 ha dan hutan penyangga 58 ha. Lokasi kegiatan dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
Gambar 2. Peta Desa Beji
1
2
Gambar 3. Peta hutan Wonosadi
Tata Laksana Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan adalah deskripsi kuantitatif dan kualitatif. Penelitian deskripsi kuantitatif dilakukan dalam beberapa tahapan, diantaranya adalah pengambilan sampel di lapangan, studi pustaka dan analisis data, sedangkan penelitian deskripsi kualitatif adalah penjelasan mengenai data-data yang bersifat kualitatif seperti hasil wawancara dan penjelasan megenai data kuantitatif. 2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuhan, gejalan-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Populasi memiliki batasan yang dapat dibedakan menjadi populasi terbatas atau terhingga, yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif secara jelas karena memiliki karakteristik yang terbatas; serta populasi tak terbatas atau tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat ditemukan batas-batasannya, sehingga tidak dapat
3
dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif (Margoino, 2004). Sehingga dari penjelasan di atas populasi dalam penelitian ini adalah faktor abiotik yang mempengaruhi vegetasi di hutan Wonosadi, vegetasi dan satwaliar yang berada di kawasan hutanWonosadi, serta masyarakat yang ada di Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, D.I Yogyakarta dengan kearifan lokalnya. Sampel merupakan bagian dari populasi, sampel dalam suatu penelitian muncul dikarenakan beberapa hal, diantarana adalah peneliti bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah populasi, sehingga harus meneliti sebagian saja. Selain itu peneliti bermaksud mengadakan generalisasi atau pembaharuan dari penelitian yang sudah ada (Margoino, 2004). Sehingga sampel penelitian yang dikaji dalam penelitian ini adalah suhu, kelembaban tanah, intensitas cahaya, pH tanah dan curah hujan; struktur dan komposisi vegetasi tiap strata yang ada di kawasan hutan Wonosadi dan juga jenis burung yang ada di dalamnya; serta masyarakat yang berada di sekitar hutan Wonosadi yang secara langsung berinteraksi dengan kawasan tersebut (Dusun Duren dan Sidorejo). 3. Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu antribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Variabel penelitian terdiri dari dua, yaitu variabel bebas atau variabel independen dan variabel terikat atau dependen. Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat atau dependen. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena variabel bebas (Sugiyono, 2011). Variabel bebas dalam penelitian ini merupakan bentuk kearifan lokal yang ada di Dusun Duren dan Sidorejo, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, D. I. Yogyakarta dalam interaksinya dengan hutan Wonosadi. Sedangkan variabel terikat adalah vegetasi yang ada di kawasan hutan Wonosadi beserta jenis burung yang ada di dalamnya. Hutan Wonosadi merupakan kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat sekitar secara turun-temurun. Kestabilan komunitas hutan (vegetasi) Wonosadi tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah faktor abiotik dan yang paling terpenting
4
dalam kelangsungan kelestarian hutan adalah interaksi masyarakat berupaka kearifan lokal yang ada di sekitar hutan Wonosadi. Aktivitas manusia dapat secara langsung berpengaruh terhadap kelestarian hutan ataupun kerusakan hutan. 4. Sumber Data Sumber data yang digunakan pada penelitian ini berasal dari dua macam sumber data, yaitu sebagai berikut: a. Data Primer Data perimer yaitu data yang diperloleh langsung dari lapangan berdasarkan hasil pengamatan, observasi, diskusi kelompok dan hasil wawancara mendalam dengan responden yang ada. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi lapangan dan juga wawancara. Observasi lapangan dipergunakan untuk pengambilan sampel abiotik yang terdiri dari intensitas cahaya, suhu tanah, kelembaban tanah dan pH tanah; serta biotik yang terdiri dari struktur dan komposisi tiap strata yang ada di hutan Wonosadi dan jenis burung yang ada di dalamnya. Wawancara dipergunakan untuk mendapatkan data mengenai pola adaptasi beserta perkembangannya yang ada di Dusun Duren dan Sidorejo Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, D.I Yogyakarta terkait dengan pola adaptasi masyarakat dalam interaksinya dengan kawasan hutan Wonosadi. b. Data Sekunder Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer yang diambil di lapangan. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber atau hasil penelitian lain yang dibuat dengan maksud yang berbeda (Kountur, 2007). Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini diantaranya adalah data monografi dari Desa Beji atau BPS Kabupaten Gunungkidul, peta kawasan hutan Wonosadi dan Desa Beji dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul, serta keanekaragaman hayati dari BKSDA D.I. Yogyakarta. 5. Prosedur Pengambilan Data a. Alat dan Bahan Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital untuk dokumentasi, peta administrasi Desa Beji dan kawasan hutan Wonosadi
5
dipergunkan untuk penunjuk lokasi kegiatan, kisi-kisi panduan wawancara yaitu daftar pertayaan yang dipersiapkan untuk membantu dalam melakukan wawancara, GPS dipergunakan untuk mentukan koordinat, patok dipergunakan untuk pembatas dan tempat pengikat tali, soiltester dipergunakan untuk mengukur pH dan kelembaban tanah, tali dipergunakan untuk membatasi peletakan plot, meteran panjang dipergunakan untuk mengukur luas plot, kantong plastik dipergunakan untuk membungkus dan membawa spesies tumbuhan yang belum teridentifikasi, termometer tanah dipergunakan untuk mengukur suhu tanah, kertas label dipergunakan untuk memberi kode pada spesies tumbuhanyang belum teridentifikasi dan binokuler dipergunakan untuk pengamatan satwa. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kearifan lokal masyarakat sekitar yang ada di hutan Wonosadi serta, semua spesies tumbuhan penyusun vegetasi tiap strata dan juga jenis satwa berupa burung. b. Pengumpulan Data Pengambilan data dilakukan dengan melakukan survei pendahuluan untuk mengetahui kondisi masyarakat sekitar dan juga kondisi hutan Wonosadi. Pengumpulan data terbagi dalam dua bagian, yaitu pengumpulan data observasi lapangan dan wawancara. 1) Pengambilan Data Lapangan Data lapangan terbagi dalam tiga tahapan, yaitu pengambilan data abiotik,
pengambilan
data
struktur dan komposisi
vegetasi,
serta
pengambilan data satwa berupa burung. a) Faktor abiotik 1) Pengukuran pH dan kelembaban tanah Alat yang dipergunakan untuk mengukur pH dan kelembaban tanah adalah soil tester. Pengukuran pH dan kelembaban tanah dilakukan pada setiap plot vegetasi (petak ukur) yang dibuat, dengan cara soil tester dibersihkan telebih dahulu, kemudian ujungnya ditancapkan pada tanah. Ditunggu kurang lebih 10 menit, kemudian dibaca dan dicatat angka yang ditunjukkan oleh jarum pada soil tester tersebut, cara ini dipergunakan untuk mengukur pH tanah. Setelah
6
pH tanah didapat, tekan tombol putih pada bagian tengah soil tester selama kurang lebih 30 detik, kemudian dibaca dan dicatat angka yang ditunjukkan oleh jarum pada soil tester dengan satuan persen, cara ini dipergunakan untuk mengetahui kelembaban tanah 2) Pengukuran suhu tanah (oC) Pengukuran suhu tanah dilakukan pada setiap plot vegetasi (petak ukur yang dibuat). Alat yang dipergunakan untuk mengkur suhu tanah adalah thermometer tanah. Sebelum dipergunakan alat dibersihkan terlebih dahulu, kemudian ujung alat ditancapkan dalam tanah dengan posisi 45o, ditunggu kurang lebih 10 menit, kemudian dibaca dan dicatat angka yang ditunjukkan oleh air raksa yang terdapat pada thermometer tanah tersebut 3) Pengukuran intensitas cahaya Pengukuran intensitas cahaya juga dilakukan pada setiap plot vegetasi (peta ukur) yang dibuat. Alat yang dipergunakan adalah lux meter. Lux meter dipersiapkan dan dibuka penutupnya. Ditunggu hingga angka dalam lux meter konstan kemudian angka yang muncul dicatat. 4) Curah hujan Data curah hujan didapat dari Kabupaten Gunungkidul dalam Angka Tahun 2009 dan 2014. Data tersebut kemudian dianalisis untk mengetahui curah hujan yang ada di lokasi kegiatan. b) Data struktur dan komposisi vegetasi Metode yang dipergunakan dalam pengambilan data vegetasi menggunakan metode transek dengan mempertimbangkan keterwakilan vegetasi tipe komunitas yang diamati. Metode ini dipilih dikarenakan merupakan metode yang paling baik untuk mempelajari perubahan stratifikasi vegetasi.
Penentuan plot (petak ukur) dilakukan dengan
metode sistematik, pada lokasi kegiatan dibuat transek yang terdiri dari petak ukur pertransek yang dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
7
Gambar 4. Peletakan plot di lokasi kegiatan (Fachrul, 2008) Keterangan: A = Plot tingkat rumput B = Plot tingkat vegetasi bawah C = Plot tingkat anak pohon (berdiameter < 20 cm) D = Plot tingkat pohon (berdiameter lebih dari 20 cm)
Luas plot untuk masing-masing strata atau tingkat pertumbuhan adalah sebagai berikut: 1) Pohon dengan ukuran plot 20 m x 20 m 2) Anak pohon dengan ukuran 10 m x 10 m 3) Vegetasi bawah dengan ukuran 5 m x 5 m 4) Rumput dengan ukuran 2 m x 2 m Pengambilan data struktur dan komposisi vegetasi dilakukan di hutan inti dengan luas 25 ha dan juga di hutan penyangga dengan luas 58 ha, dikarenakan luas lokasi penelitian kurang dari 1.000 ha maka intensitas pengambilan sampel adalah 10% dari luas hutan baik hutan inti maupun hutan penyangga (Indriyanto, 2008). Sehingga total intensitas pengambilan sampel penelitian ini adalah sebesar 2,5 ha pada hutan inti dan 5,8 ha pada hutan penyangga. c) Data Satwa Liar Keberadaa satwa liar merupakan indikator dari kualitas vegetasi atau habitat hutan, satwa yang biasa menjadi indikator diantaranya adalah burung (Bismark, 2011). Metode yang dipergunakan dalam pengambilan data burung dengan menggunakan metode IPA (Indices Pontuels d’Abondence) atau Point Count. Metode ini dilakukan dengan
8
peneliti atau pengamat berhenti pada suatu titik di habitat yang diamati dan menghitung semua burung yang terdeteksi. Pengamatan dilakukan pada pagi hari dari pukul 06.00 – 09.00 WIB dan sore hari dari pukul 15.00 – 18.00 WIB, hal ini dikarenakan pada jam-jam tersebut burung lebih aktif baik untuk mencari makan ataupun beraktivitas. Penentuan jalur pengamatan dilakukan secara terarah agar burung yang ditemui adalah jenis burung yang ada di habitat tersebut (Bismark, 2011). Pengamatan dilakukan pada dua kawasan yaitu, kawasan hutan konservasi (kawasan hutan inti dan Kehati) dan juga kawasan hutan penyangga yang ada di hutan Wonosadi. Setiap kawasan mengambil satu jalur pengamatan sebagai titik sampel dengan radius 15 meter dan jarak antar titik adalah 200 meter. Hasil yang didapat dengan metode ini berupa kelimpahan relatif. Gambar mengenai contoh bentuk titik pengamatan dengan menggunakan metode Point Count atau IPA.
Gambar 5. Bentuk titik pengamatan dengan menggunakan metode IPA 2) Wawancara Menurut Moleong (2004) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Metode wawancara yang dipergunakan dalam pengambilan data adalah wawancara mendalam (depth interview) yang merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan
cara
langsung
bertatap
muka
dengan
terwawancara
agar
mendapatkan data lengkap dan mendalam (Kriyantono, 2006). Dalam melakukan wawancara, peneliti harus memiliki pedoman wawancara yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut.
9
Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara purposive sampling yang merupakan pemilihan subjek (orang-orang terpilih) yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan (Silalahi, 2012). Kriteria sampel pada penelitian ini adalah tokoh adat, tokoh penting dan juga masyarakat yang dituakan yang berada di sekitar hutan Wonosadi, yaitu di Dusun Duren dan Sidorejo, tokoh adat dan orang-orang yang dituakan di masyarakat tersebut. 6. Analisis Data a. Faktor abiotik Faktor abiotik berupa intensitas cahaya, suhu tanah, kelembaban tanah, pH tanah dan curah hutan dianalisis dengan diskriptif kualitatif. Faktor abiotik intensitas cahaya, suhu tanah, kelembaban tanah dan pH tanah yang diambil di setiap plot vegetasi nilainya diakumulatifkan dan dirata-rata untuk mengetahui faktor abiotik yang optimal di setiap kawasan yang ada di hutan Wonosadi. Data curah hujan dianalisis untuk mengetahui tipe curah hujan di suatu daerah. Tipe curah hujan dapat diketahui dengan menggunakan cara Schmidt dan Ferguson yang didasarkan pada rata-rata jumlah bulan basah dan rata-rata jumlah bulan kering. Apabila curah hujan lebih besar dari 100 mm dikatakan bulan basah dan sebaliknya bila curah hujan kurang dari 60 mm dikatakan bulan kering, sedangkan untuk bulan lembab, yaitu jika curah hujannya antara 60 mm100 mm (Rafi’i, 1995 dalam As-syakur, 2009). Perbandingan antara jumlah rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah merupakan tipe curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson dinyatakan dalam Quotient (Q) seperti pada rumus di bawah ini
Q =
Rerata bulan kering (BK) Rerata bulan basah (BB)
Berdasarkan pada nilai Q (Quotient) di atas maka Schmidt dan Ferguson menggolongkan tipe hujan pada Tabel 1. Tabel 1. No 1
Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson (Rafi’i, 1995 dalam Assyakur, 2009) Tipe Iklim Kriteria A. Sangat Basah 0 < Q < 0,143
10
No 2 4 5 6 7 8 9
B. C. D. E. F. G. H.
Tipe Iklim Basah Agak Basah Sedang Agak Kering Kering Sangat Kering Luar Biasa Kering
Kriteria 0,143 < Q < 0,333 0,333 < Q < 0,600 0,600 < Q < 1,000 1.000 < Q < 1,670 1,670 < Q < 3,000 3,000 < Q < 7,000 7,000 < Q
b. Analisis vegetasi dan satwa Data vegetasi yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui kerapatan jenis, kerapatan relatif, dominansi jenis, dominansi relatif, frekuensi jenis, frekuensi relatif dan Indeks Nilai Penting menggunakan rumus MuellerDombois dan Ellenberg (1974) sebagai berikut: Jumlah individu suatu jenis Luas petak sampel Kerapatan suatu jenis Kerapatan seluruh jenis
1.
K = Kerapatan Jenis
=
2.
KR = Kerapatan Relatif
=
3.
D = Dominansi Jenis
=
∑ luas penutupan spesies Luas seluruh plot
4.
DR = Dominansi Relatif
=
Dominansi suatu jenis Dominansi seluruh jenis
5.
F = Frekuensi Jenis
=
Jumlah petak suatu jenis Jumlah seluruh petak sampel
6.
FR = Frekuensi Relatif
=
Frekuensi suatu jenis Frekuensi seluruh jenis
x 100%
x 100%
x 100%
7. Nilai penting 8. NP = Densitas Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi relatif (Fachrul, 2008) 9. Indeks Diversitas (Shannon-Wiener) Indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk mempelajari pengaruh dari gangguan terhadap lingkungan atau untuk mengetahui tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan (Odum, 1998). Indeks diversitas juga dipergunakan untuk melihat tingkat keanekaragaman burung yang ada
11
di hutan Wonosadi. Indeks keanekaragaman jenis dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener sebagai berikut. H’ = -∑ pi ln pi
(Odum, 1998)
Keterangan: H’
= Keanekaragaman jenis
n
= Nilai penting suatu jenis
N
= Jumlah nilai penting seluruh jenis Besarnya
indeks
keanekaragaman
jenis
Shannon-Wienner
didefinisikan sebagai berikut (Fachrul, 2008): a) Nilai H’>3 menunjukkan keanekaragaman yang tinggi b) Nilai H’ 1 ≤ H’ ≤ 3 menunjukkan keanekaragaman sedang c) Nilai H’ < 1 menunjukkan keanekaragaman rendah. c. Hasil Wawancara Hasil wawancara merupakan data kualitatif yang dianalisis dengan tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehinga kesimpulan akhir dapat diambil. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Sedangkan upaya penarikan kesimpulan sudah mulai dilakukan secara terus-menerus selama proses pengambilan data. Kesimpulan yang dimunculkan merupakan kesimpulan secara umum dan pada akhirnya mengerucut pada inti pokonya.