BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memilki tahapan berpikir
kritis-ilmiah, dimana seorang peneliti berpikir induktif, yaitu menangkap fakta dan fenomena sosial, melalui pengamatan di lapangan, menganalisis dan berupaya melakukan teorisasi berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti (Bungin, Burhan. 2007). Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus melalui pendekatan kualitatif. Studi kasus merupakan kajian mendalam tentang peristiwa, lingkungan dan situasi tertentu yang memungkinkan untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu hal. Studi kasus cenderung menghasilkan kesimpulan dari suatu kekhususan yang dapat atau tidak dapat diterapkan pada situasi yang lebih umum. Topik penelitian mengenai fungsi advokasi SBSI 1992 dalam memperjuangkan hak normatif buruh ini memiliki kekhasan yang berbeda dengan kondisi di tempat dan waktu yang berbeda.
3.2
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Sekretariat DPD Serikat Buruh Sejahtera
Indonesia 1992 (SBSI 1992) yang berada di Jl.Djamin Ginting No. 273 Kecamatan Medan Baru, Medan, Sumatera Utara. Alasan memilih SBSI 1992 adalah SBSI 1992 merupakan organisasi yang memilki nama besar dan merupakan serikat buruh yang sudah lama berdiri yaitu sejak kepemimpinan Soeharto pada masa orde baru dan memilki dasar yang kuat baik dari segi
39 Universitas Sumatera Utara
finansial maupun dari segi jumlah anggota. SBSI 1992 didirikan pada saat rezim orde baru berkuasa dan sebuah organisasi yang merupakan lambang perlawanan buruh paada masa orde baru. SBSI 1992 telah mapan finansial dan mempunyai jumlah anggota yang relatif besar serta memiliki DPD (Dewan Pimpinan Daerah) serta DPC (Dewan Pimpinan Cabang) di tujuh belas Provinsi di Indonesia.
3.3
Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis Unit analsis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian
atau unsur yang menjadi fokus penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992), Sumatera Utara. 3.3.2 Informan Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam melakukan penelitian. Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian (Bungin, 2007). Untuk memperoleh informan digunakan dengan cara purposive sampling dengan cara pengambilan sampel sumber data dengan kriteria tertentu. Kriteria dalam penelitian ini adalah orang-orang yang dianggap paling mengetahui topik penelitian. Dengan demikian dapat dihasilkan seorang informan kunci yang dapat membantu peneliti memahami apa yang sedang terjadi. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
40 Universitas Sumatera Utara
1.
Pengurus Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992) Dewan Pimpinan Daerah Sumatera Utara
2.
Buruh yang menjadi anggota di DPD Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992), Sumatera Utara
3.
3.4
Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Provinsi Sumatera Utara
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data dan informasi dalam penelitian di lapangan, maka
diperlukan adanya alat pengumpulan data. Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang menjelaskan dan menawab masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, teknik pegumpulan data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan data tersebut maka peneliti memakai teknik pengumpulan data dengan cara sebagai berikut: 3.4.1 Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari lapangan oleh peneliti berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dari objek penelitian. Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini maka peneliti melakukan cara penelitian lapangan yaitu: 1.
Observasi Observasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan. Observasi adalah kemampuan yang dimiliki manusia menggunakan pengamatannya melalui panca indranya (Bungin, 2007). Dalam penelitian ini, peneliti berada di DPD SBSI 1992 Sumut untuk mengamati kegiatan advokasi yang dilakukan oleh SBSI
41 Universitas Sumatera Utara
1992 tetapi tidak ikut terlibat. Peneliti melakukan observasi saat pengurus dan anggota DPD SBSI 1992 melakukan persiapan Mayday. 2.
Wawancara Wawancara adalah melakukan suatu percakapan atau tanya jawab dengan
informan secara mendalam. Peneliti akan berusaha menggali informasi yang dari interview guide yang telah disusun sebelumnya. Hal-hal yang akan diwawancarai adalah hal-hal yang terkait dengan judul penelitian yaitu, apa saja fungsi-fungsi serikat buruh, bagaimana serikat buruh memperjuangkan hak-hak normatif buruh dan apa saja manfaat yang didapatkan buruh dengan menjadi anggota serikat buruh. 3.
Dokumentasi Dilakukan dengan menggunakan alat bantu yang dapat mengabadikan
informasi-informasi pendukung dalam penelitian seperti kamera, alat perekam. Dokumentasi juga dilakukan dengan tujuan untuk menutupi keterbatasan dari peneliti untuk mengingat hal-hal yang mendetail dari kejadian yang terjadi di lapangan. Dalam hal ini peneliti melakukan dokumentasi saat SBSI 1992 dan buruh melakukan rapat persiapan aksi Mayday dan melakukan dokumentasi saat melakukan aksi demo dalam memperingati Mayday pada tanggal 2 Mei 2016. 3.4.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Data ini sebagai salah satu aspek pendukung keabsaan penelitian. Data ini berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu
42 Universitas Sumatera Utara
dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku referensi, skripsi, dokumen majalah, jurnal dan bahan dari situs-situs internet dan hasil penelitian terdahulu yang yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan beberapa informasi berupa berita elektronik yang terkait dengan buruh dan SBSI 1992 dalam melakukan advokasi.
3.5
Interpretasi Data Interpretasi data atau penafsiran data merupakan suatu kegiatan
menggabungkan antara hasil analisis dengan permasalahan penelitian untuk menemukan makna yang ada dalam permasalahan. Dalam tahap ini data akan dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikan rupa sampai berhasil mengumpulkan kebenaran yang berguna untuk menjawab persoalan yang diajukan oleh peneliti. (Koentjaraningrat, 1998; 328) Analisis data dimulai dengan menelaah data yang telah terkumpul dalam proses penelitian, kemudian membca dan mempelajarinya untuk dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan membuat rangkuman atau inti dari permasalahan sehingga tetap berada dalam fokus penelitian. Interpretasi data dilakukan melalui upaya mengolah data, memadukan atau menggabungkannya, dan
memutuskan
untuk
menceriterikannya
kepada
orang
lain
yang
dikomunikasikan melalui penulisan laporan penelitian. Data-data yang telah diperoleh dari lapangan dalam rangkaian atau proses penelitian, selanjutnya diurutkan, dikelompokkan kedalam kateegori-kategori, diatur, dan dipelajari untuk kemudian ditulis dalam bentuk laporan secara seksama untuk mendapatkan kesimpulan dan juga hasil penelitianyang baik.
43 Universitas Sumatera Utara
3.6 No
Jadwal Kegiatan Kegiatan
Bulan Ke1
1
Pra Observasi
√
2
Acc Judul Penelitian
√
3 4
Penyusunan Proposal √ Penelitian Seminar Proposal Penelitian
5
Revisi Proposal Penelitian
6 7
Penelitian Lapangan dan Interpretasi Data Penulisan Penelitian Akhir
8
Bimbingan
9
Sidang Meja Hijau
3.7
2
3
√
√
4
5
6
7
√
√
√
√
√
√
√
√
8
9
√ √ √
√ √
Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa adanya keterbatasan yaitu
kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah masih kurang memadai. Dalam melakukan wawancara mendalam terhadap informan, penelti tidak dapat meggali lebih dalam informasi dari informan. Hal ini dikarenakan oleh keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh informan saat wawancara berlangsung. Terlepas dari masalah teknis penulisan dan penelitian, peneliti berusaha untuk melakukan kegiatan penelitian semaksimal mungkin agar data yang diperoleh bersifat valid dan tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi.
44 Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN INTERPRETASI DATA
4.1
Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1
Gambaran Umum Ketenagakerjaan Kota Medan
Kota Medan merupakan salah satu pusat perekonomian regional terpenting di pulau Sumatera dan salah satu dari tiga kota metropolitan baru di Indonesia, memiliki kedudukan, fungsi dan peranan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa perdagangan dan keuangan secara regional/internasional di kawasan barat Indonesia. Kota Medan secara administratif pemerintahan saat ini terdiri dari 21 Kecamatan dengan 151 Kelurahan, yang terbagi atas 2.001 lingkungan. Berdasarkan batas wilayah administratif, Kota Medan relatif kecil dibanding kota lainnya. Namun posisi kota Medan secara regional dalam bidang ekonomi sangat penting karena kota ini berada dalam wilayah hinterland dengan basis ekonomi sumberdaya budaya, jasa dan pariwisatawa yang relatif kuat dan besar. Berdasarkan
deskripsi
karakteristik
wilayah,
Kota
Medan
dapat
diidentifikasi sebagai wilayah yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu pusat perekonomian daerah dan regional yang penting serta utama di Pulau Sumatera. Potensi itu dapat dilihat dari kedudukan, fungsi dan peranan Kota Medan yang penting dan strategis sebagai pintu gerbang utama bagi kegiatan jasa, perdagangan barang dan keuangan domestik, maupun regional/internasional di kawasan barat Indonesia. Dengan dukungan faktor-faktor dominan yang
45 Universitas Sumatera Utara
dimilikinya, pembangunan dan pengembangan fisik Kota Medan diarahkan untuk kepentingan kerjasama pembangunan kawasan industri dan perdagangan baru. Pertumbuhan ekonomi Kota Medan dipengaruhi oleh pertambahan jumlah tenaga kerja dan investasi terutama di sektor tersier (jasa-jasa) dan sekunder (industri pengolahan). Kota Medan merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia, sebagaimana kota besar pada umumnya, Medan memiliki kawasan industri. Saat ini terdapat dua kawasan industri di Medan yaitu Kawasan Industri Medan (KIM) 1 dan KIM 2 yang berlokasi di dekat Pelabuhan Belawan. KIM memiliki luas lahan 514 Ha dan menyediakan fasilitas listrik 120 MW. Saat ini terdapat 86 perusahaan swasta nasional dan 17 perusahaan asing yang menempati lokasi tersebut. Hal ini sebagai pertanda bahwa Kota Medan dinilai sebagai kota yang relatif aman untuk berinvestasi di Indonesia. Sebagai satu wilayah yang tidak bisa dipisahkan dari aturan pengupahan secara nasional, di Propinsi Sumatera Utara dan secara khusus Kota Medan, kebijakan pengupahan dan berbagai regulasi perburuhan tetap menjadi kendala bagi perbaikan nasib buruh. Kacaunya sistem pengupahan dan minimnya aspek keadilan kebijakan pengupahan tersebut ternyata belum disoroti secara serius oleh elemen demokrasi di Indonesia. Memang sejak kebijakan upah minimum diberlakukan secara nasional, perdebatan kebijakan pengupahan tidak pernah berhenti. Namun perdebatan tersebut masih sekedar pengkritisan pelaksanaan sistem tanpa menyentuh konsep paling dasar dari pengupahan. Perdebatan yang bermuara pada keinginan perubahan kebijakan yang selama ini berlangsung masih bersifat incremental (tambal sulam). Sejak kebijakan upah minimuum dijalankan, praktis sebenarnya tidak ada perubahan yang cukup mendasar dan komprehensif.
46 Universitas Sumatera Utara
Lihat saja misalnya kebijakan pergeseran kewenangan pengupahan dari pusat ke daerah,
yang
sebenarnya
hanya
merupakan
konsekuensi
formal
dari
diberlakukannya undang-undang desentralisasi atau otonomi daerah. Pergeseran kewenangan tersebut di tingkat substansial tidak merubah persoalan utama pengupahan. Proses demokratisasi pengupahan masih dilihat secara parsial, namun masih tetap dalam ruang kebijakan yang sama. Fokus persoalan yang selama ini diasumsikan menjadi substansi pengupahan masih pada aspek konsistensi, ketaatan pemerintah dan pengusaha dalam menerapkan kebijakan perburuhan, termasuk aturan pengupahan, redefinisi konsep dasar upah, maupun pada level peran institusi stakeholder pengupahan. Tuntutan yang diusung oleh elemen pergerakan buruh masih pada seputar tekanan kepada pemerintah dan pengusaha untuk menjalankan aturan pengupahan tanpa melihat sisi fundamen politik ekonomi yang mendasari berbagai kebijakan upah buruh. Contoh paling jelas dalam melihat periferal-nya elemen perburuhan dalam persoalan pengupahan adalah yang diungkapkan oleh ILO (International Labour Organization). Laporan organisasi buruh internasional tersebut cenderung melihat persoalan pengupahan pada level marginal. Proses penetapan kebijakan upah yang sebelumnya ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Menteri Tenaga Kerja sudah mulai didistribusikan kepada kepala daerah, yakni Gubernur dalam menentukan UMP (Upah Minimum Propinsi), Bupati/Walikota yang merumuskan dan menentukan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Prinsip pergeseran kewenangan yang sebenarnya bertujuan agar unsur lokalitas lebih dipertimbangan dalam proses perumusan dan
47 Universitas Sumatera Utara
penetapan upah ternyata tidaklah signifikan sama sekali dalam menaikkan upah buruh, apalagi meningkatkan kesejahteraan buruh secara umum. Kondisi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) ikut memicu kenaikan sejumlah produk. Kenaikan tarif dasar listrik dan BBM medorong sebelas serikat pekerja atau buruh di kota Medan meminta agar UMK direvisi. Ke-11 serikat buruh tersebut adalah SBMUI Sumut, SPN Medan, SPS Sejati Medan, SBSU Medan, GSBI Medan, KC FSMI Medan, SBMI Mandiri, SBBI Medan, SP Kahudpar SPSI, Lomonik SBSI Medan dan SBSI 1992. Hal ini menjadi bahan pertimbangan untuk Dewan Pengupahan Kota Medan dalam menentukan ketetapan upah minimum kota (UMK). Sistem pengupahan merupakan salah satu sub sistem pokok yang memiliki peran krusial yang cenderung punya dinamika sendiri. Dewan pengupahan memiliki tugas umtuk memberi pertimbangan dan merumuskan kebijakan pengupahan dan mengembangkan sistem pengupahan yang sesuai dengan pedoman kenaikan upah minimum regional secara keseluruhan. Dampak kenaikan harga BBM dan TDL sangat mempengaruhi kehidupan buruh. Lonjakan harga mengakibatkan daya beli buruh berkurang dengan UMK yang diterima. Tabel 4.1 Upah Minimum Kota Medan Tahun 2012-2016 Tahun
Jumlah UMK
2012
Rp. 1.400.000,00
2013
Rp. 1.650.000,00
2014
Rp. 1.851.500,00
2015
Rp. 2.037.000,00a
2016
Rp. 2.272.000,00
Sumber tabel: kompas.com, 2016
48 Universitas Sumatera Utara
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa gaji buruh di kota Medan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Namun kenaikan ini dinilai kurang maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidup buruh yang sudah berkeluarga. Rendahnya pendapatan atau gaji yang diterima buruh saat ini menjadi masalah yang sangat penting. Kebutuhan hidup buruh semakin hari semakin mahal tidak dapat terpenuhi dengan gaji yang diterima buruh saat ini. Upah yang diterima oleh buruh menjadi acuan untuk menentukan kesejahteraan hidup buruh. Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi maka buruh membutuhkan gaji yang yang cukup. Jumlah gaji yang hanya mengalami sedikit kenaikan sementara kebutuhan hidup bertambah seperti adanya bencana alam, sakit, uang sekolah, harga BBM naik, biaya transportasi, biaya listrik, biaya air, biaya telepon serta biaya untuk sewa rumah. Hal ini menyebakan kesejahteraan buruh semakin rendah karena buruh tidak dapat memenuhi kebutuhannya. Hal ini yang menjadi salah satu faktor yang mendorong buruh untuk melakukan aksi protes terhadap kebijakan upah yang diberlakukan oleh pemerintah. 4.1.2 Angkatan Kerja Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin, Pendidikan dan Lapangan Pekerjaan Kota Medan Perkembangan keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada tahun 2015 menunjukkan adanya peningkatan jumlah angkatan kerja, jumlah penduduk bekerja, jumlah pengangguran terbuka maupun tingkat penganguran terbuka. Jumlah angkatan kerja di Kota Medan mencapai 974.951 orang dibagi atas angkatan kerja Laki-laki sebanyak 619.377 orang dan angkatan kerja Perempuan sebanyak 15.930 orang.
49 Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Ke atas Yang Termasuk Angkatan Kerja Menurut Umur dan Jenis Kelamin Golongan Laki-laki Umur 15-19 24.102 20-24 91.773 25-29 89.033 30-34 90.160 35-39 69.662 40-44 77.656 45-49 64.883 50-54 47.058 55-59 33.970 60+ 31.080 Jumlah 619.377 Sumber: Medan Dalam Angka 2015
Perempuan
Jumlah
21.420 66.300 61.300 41.684 32.640 45.120 33.166 24.514 13.500 15.930 355.574
45.522 158.073 150.333 131.844 102.302 122.776 98.049 71.572 47.470 47.010 974.951
Penduduk kota Medan yang termasuk angkatan kerja berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan masih didominasi oleh angkatan kerja dengan pendidikan terakhir jenjang SMA sebanyak 336.444 orang. Tabel 4.3 Penduduk Kota Medan Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Termasuk Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Dan Jenis Kelamin Pendidikan Tinggi No Yang Ditamatkan 1. Tidak/Belum Pernah Sekolah/Tidak/Belum Tamat SD 2. SMP 3. SMA 4. SMK 5. Diploma I/II/III 6. Akademi/Universitas Jumlah Sumber: Medan Dalam Angka 2015
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
67.752
54.504
122.256
102.413 210.800 121.336 15.637 101.439 619.377
46.425 125.644 46.965 19.272 62.764 355.574
148.838 336.444 168.301 34.909 164.203 974.951
Penduduk Kota Medan yang merupakan angkatan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan
sektor pertnian, erkebunan, kehutanan, perburuhan dan
50 Universitas Sumatera Utara
perikanan sebanyak 31.424 orang. Pada sektor Pertambangan dan Penggalian sebanyak 1.580 orang. Jumlah angkatan kerja yang bekerja pada sektor Industri sebanyak 133.662 orang. Tabel 4.4 Penduduk Kota Medan Yang Berumur 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Lapangan Pekerjaan Dan Jenis Kelamin Lapangan Laki-laki Pekerjaan Utama Pertanian, Perkebunan, 28.278 Kehutanan, Perburuhan dan Perikanan Pertambangan dan 1.580 Penggalian Industri 95.930 Listrik, Gas dan Air 5.848 Minum Konstruksi 41.185 Perdagangan Besar, 185.446 Rumah Makan dan Jasa Akomodasi Transportasi, 82.988 Pergudangan dan Komunikasi Lembaga Keuangan, 35.784 Usaha Persewaan Bangunan dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan, 91.767 Sosial dan Perorangan Jumlah 568.806 Sumber: Medan Dalam Angka 2015
Perempuan
Jumlah
3.146
31.424
0
1.580
37.732 721
133.662 6.569
2.186 147.470
43.371 332.916
7.904
90.892
19.461
55.245
95.088
186.855
313.708
882.514
51 Universitas Sumatera Utara
4.2
Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI 1992) 4.2.1 Sejarah Beridirinya SBSI 1992 ( Indonesian Prosperity Trade Union 1992) (SBSI 1992) SBSI 1992 pada awalnya bernama Serikat Buruh Sejahtera Indonesia
(SBSI) dan berbentuk federasi atau disebut Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FSBSI). FSBSI didirikan pada tanggal 25 April 1992 di Hotel Cipayung, Bogor, Jawa Barat. Adapun tokoh yang memprakarsai terbentuknya organisasi buruh SBSI adalah sebagai berikut: 1. Gus Dur ( KH. Abdurrahman Wahid) 2. Asmara Nababan ( Tokoh HAM) 3. Sabam Sirait 4. Dr. Muchtar Bebas Pakpahan, SH 5. Sunarti 6. Tohap Simanungkalit 7. Dr. Sukowaluyo Mintohardjo, Mr FSBSI pada saat itu merupakan organisasi terlarang yang dituduh sebagai organisasi kekiri-kirian. Pada Kongres I yang dilakukan pada tanggal 21 April 1992, Kepengurusan Federasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia atau disebut FSBSI diketuai oleh Dr. Muchtar Pakpahan. Dr. Muchtar Pakpahan memimpin FSBSI sampai pada tanggal 23 April 2003. Pada Kongres IV yang dilaksanakan pada tanggal 25 April 2003 sampai dengan 1 Mei 2003 di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, FSBSI pecah menjadi dua kelompok yaitu :
52 Universitas Sumatera Utara
a.
Kelompok 1, yaitu KSBSI yang merubah identitasnya dari federasi
menjadi konfederasi (FSBSI menjadi KSBSI). Pada saat kongres yang diadakan di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta terpilih Rekson Silaban, SE sebagai ketua KSBSI. b.
Kelompok 2, yaitu SBSI kembali ke semangat deklarasi
atau
disebut FSBSI 1992. Pada Kongres I yang dilaksanakan pada tanggal 24-26 April 2003 di Hotel Rolex, Jakarta terpilih Tohap Simanungkalit sebagai ketua dan Sunarti sebagai sekretaris dengan masa jabatan Mei 2003 sampai dengan November 2005. Pada tanggal 11 September sampai dengan 14 September 2005 Federasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia 1992 (FSBSI 1992) melakukan Refleksi dan Kongres I yang dilaksanakan di Karang Anyar, Solo, Jawa Tengah. Pada Kongres II Raswan Suryana terpilih sebagi ketua umum dan Ir. Dahlan Gurning sebagai sekretaris menggantikan kepemimpinan sebelumnya yang dipimpin oleh Tohap Simanungkalit. Pada tahun 2010 FSBSI 1992 melakukan Refleksi dan Kongres III di Jl. Ir. Juanda, dengan hasil kongres Sunarti sebagai ketua dan Danis sebagai sekretaris dengan masa jabatan 2010-2014. Pada tanggal 22-24 April 2011 dilaksanakan musyawarah nasional (Jakarta munas) di Asrama Haji, Podok Gede, Jakarta. Dalam munas ini Sunarti kembali terpilih menjadi ketua umum FSBSI 1992 untuk periode 2011-2015. Kepengurusan periode 2011-2015, yaitu Asep Djamaludin sebagai Ketua Bidang Konsolidasi dan Keorganisasian, Thomas Aquino, SH sebagai Ketua Bidang Hukum dan HAM, Drs. Pahala PS. Napitupulu, BA sebagai Ketua Bidang Jaringan Kerja dan Hubungan Internasional, Herman sebagai Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan, Yosafati
53 Universitas Sumatera Utara
sebagai Sekretaris dan Gunawan sebagai Wakil Sekretaris, indarti sebagai Bendahara dan Suhendi sebagai Wakil Bendahara Tohap Simanungkalit. 4.2.2 Deskripsi SBSI 1992 A.
DPD SBSI 1992 Sumatera Utara
DPD SBSI 1992 Sumatera Utara sudah berdiri sejak FSBSI didirikan pada tanggal 21 April tahun 1992. SBSI pertama sekali didirikan di Sumatera Utara dan gerakan perlawanan buruh secara nasional di Indonesia juga diawali di Sumater Utara yang dilakukan oleh aktivis atau anggota SBSI. Gerakan perlawanan buruh Indonesia secara nasional terjadi pada tanggal 14 April 1994 dan kejadian tersebut dicatatkan sebagai “ Peristiwa April Kelabu”. Pada saat 14 April 1994 terjadi pergolakan atau perlawan buruh di 32 kota di Indonesia. Sekitar 60.000 orang buruh di Kota Medan turun ke jalan yang mengakibatkan kerusuhan di pusat kota Medan. Kerusuhan ini mengakibatkan satu orang pengusaha tewas yang belakangan diketahui bernama Johannes. Banyak tokoh dan aktivis SBSI yang ditangkap dan dihukum, ada juga yang menjadi buronan dan tidak terjerat hukum. Kepengurusan DPD SBSI 1992 di Sumatera Utara sudah mengalami pergantian pengurus, yaitu pada tahun 2000-2011 dipimpin oleh Drs. Pahala PS Napitupulu dan Kepengurusan tahun 2011- 2016 dipimpin oleh Drs. Pahala PS Napitupulu. Namun pada tahun 2014 terjadi pergantian kepengurusan yaitu pergantian sekretaris DPD Bambangyang diberhentikan karena timdakan indisipliner. DPP SBSI 1992 menerbitkan surat keputusan susunan kepengurusan DPD SBSI 1992 Sumut untuk periode 2014-2016 yang ketuanya tetap diputuskan Drs. Pahala PS Napitupulu.
54 Universitas Sumatera Utara
B. Kepengurusan DPD SBSI 1992 Sumatera Utara Kepengurusan DPD FBSI 1992 Sumatera Utara membawahi 11 Dewan Pengurus Cabang yaitu sebagai berikut : Tabel 4.5 Kepengurusan DPD SBSI 1992 Sumut DPC SBSI 1992 kota Medan DPC SBSI 1992 kabupaten Deli Serdang DPC SBSI 1992 kabupaten Langkat/ Binjai DPD SBSI 1992 SUMUT
DPC SBSI 1992 kota Tebing Tinggi DPC SBSI 1992 kabupaten Batu Bara DPC SBSI 1992 kabupaten Simalungun DPC SBSI 1992 kabupaten Tobasa DPC SBSI 1992 kabupaten Tapanuli Tengah DPC SBSI 1992 kabupaten Sibolga DPC SBSI 1992 kabuaten Nias Selatan DPC SBSI 1992 kabupaten Dairi
Sumber: temuan di lapangan, 2015 Dewan Perwakilan Daerah SBSI 1992 Sumatera Utara membawahi 11 Dewan Pimpinan Cabang yang akan membantu DPD SBSI 1992 Sumut untuk mengatasi permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi oleh buruh. Sebelas DPC yang ada dalam wilayah cakupan DPD SBSI 1992 Sumut saling berkoordinasi dan melaporkan masalah yang ditangani setiap DPC kepada DPD SBSI 1992 Sumut sebagai penanggungjawab.
55 Universitas Sumatera Utara
4.2.3 Dasar dan Tujuan Dibentuknya Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992) Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992) adalah organisasi yang berkedudukan di tempat Dewan Pengurus Pusat (DPP) dan berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan AD/ART pasal 8 organisasi ini didirikan dengan tujuan: 1. Mewujudkan masyarakat buruh yang sejahtera, terdidik, terorganisir, memiliki solidaritas sesama buruh serta menjunjung tinggi HAM dan demokrasi 2. Mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, demokratis, produktif dan berkeadilan sosial. 3. Mewujudkan masyarakat buruh yang berperan aktif dalam menentukan kebijakan manajemen perusahaan termasuk kepemilikan saham. 4. Ikut mewujudkan masyarakat adil dan makmur. 5. Mendorong terciptanya pemerintahan yang bersi, demokratis dan berwibawa. Untuk mencapai tujuannya, SBSI 1992 berfungsi melakukan pendidikan, pengorganisasian, advokasi, membangun semangat solidaritas dan pemberdayaan ekonomi masyarakat buruh. SBSI 1992 adalah organisasi buruh yang berdaulat, demokratis, independen, mandiri dan tidak merupakan bagian dari partai politik manapun baik langsung maupun tidak langsung.
56 Universitas Sumatera Utara
4.2.4 Kepengurusan dan Anggota SBSI 1992 4.2.4.1 Kepengurusan SBSI 1992 SBSI 1992 adalah organisasi yang berbentuk federasi. Organisasi ini memiliki struktur organisasi dan kepengurusan (AD/ART pasal13 dan pasal 14): 1) Pengurus Komisariat (PK) Pengurus Komisariat minimal 3 (tiga) orang terdiri atas: Ketua, Sekretaris, Bendahara. 2) Dewan Pengurus Cabang (DPC) Dewan Pengurus Cabang minimal 3 (tiga) orang yaitu: Ketua, Sekretaris, Bendahara. 3) Koordinator Wilayah (KORWIL) Koordinator Wilayah dijabat oleh 1 (satu) orang dan dapat dibantu oleh beberapa divisi sesuai kebutuhan. 4) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Dewan Pengurus Pusat terdiri dariseorang Ketua Umum, seorang Ketua Bidang Konsolidasi dan Keorganisasian, seorang Ketua Bidang Hukum dan HAM, seorang Ketua Bidang Jaringan Kerja dan Hubungan Internasional, seorang Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan, seorang Sekretaris Umum, seorang Wakil Sekretaris Bidang Data dan Informasi, seorang Bendahara Umum dan seorang Wakil Bendahara. 5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Badan Pemeriksa Keuangan terdiri dari seorang Ketua dan 2 (dua) orang anggota.
57 Universitas Sumatera Utara
6) Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) Majelis Pertimbangan Organisasi terdiri dari seorang Ketua dan beberapa anggota. 4.2.4.2 Keanggotaan SBSI 1992 Yang menjadi anggota adalah buruh dan anggota afiliasi yang dapat menerima dan menaati AD/ART, keputusan kongres dan keputusan-keputusan organisasi lainnya. Anggota dari organisasi ini terdiri dari anggota biasa dan anggota afiliasi. Adapun kewajiban anggota yang harus dijalankan adalah sebagai berikut: 1.
Menaati AD/ART serta keputusan organisasi
2.
Membela dan menjunjung tinggi nama baik organisasi
3.
Membayar uang iuran keanggotaan setiap bulan
4.
Turut aktif melaksanakan keputusan organisasi
5.
Menghadiri rapat, pertemuan dan kegiatan yang diadakan organisasi
6.
Tidak menjadi anggota atau pengurus organisasi lain yang sejenis.
Anggota biasa dan anggota afiliasi mempunyai hak suara, memilih dan dan dipilih, memperoleh segala pelayanan yang dilakukan organisasi organisasi. 4.2.5
Struktur Kepengurusan
Struktur Organisasi Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Periode: 2010 – 2014 adalah sebagai berikut:
58 Universitas Sumatera Utara
Bagan No.4.1 Struktur Organisasi SBSI 1992
MPO
DPP
HUKUM & HAM
HUBIN
MPO
DIKLAT
LITBANGPOL
KORWIL
DPC
DPC
DPC
PK
PK
PK
ANGGOTA
ANGGOTA
ANGGOTA
Keterangan : Garis Instruksi Garis Koordinasi Sumber: AD/ART SBSI 1992,2010-2014 Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) dan Badan Pemerikasa (BPK) berkoordinasi dengan Dewan Pengurus Pusat (DPP) untuk menjalankan organisasi. MPO dan BPK memiliki fungsi untuk mengawasi keberlangsungan organisasi baik di wilayah maupun di pusat. DPP memiliki beberapa divisi untuk 59 Universitas Sumatera Utara
menjalankan visi dan misi organisasi seperti divisi Hbungan Internasional (HUBIN), Hukum dan HAM, Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT), dan divisi LITBANGPOL.
DPP
memberikan
instruksi
kepada
divisi-divisi
untuk
menjalankan fungsi masing-masing sesuai dengan kebutuhan organisasi. DPP berkoordinasi dan mengawasi berjalannya Korwil (DPD) di berbagai wilayah di Indonesia. Korwil akan bertanggung jawab ke DPP sebagai struktur organisasi tertinggi. Korwil memiliki beberapa cabang (DPC), dan DPC akan membentuk Pengurus Komisariat (PK) yang menempati struktur paling akhir dalam organisasi. Korwil, DPC, PK dan anggota akan bekoordinasi dengan DPP yang memiliki struktur organisasi yang paling tinggi.
4.2.5.1 Dewan Pengurus Pusat (DPP) Untuk memimpin dan melaksanakan kegiatan organisasi, maka dibentuk Susunan Personalia Dewan Pengurus Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Masa Bakti 2010-2014 berikut:
Tabel 4.6 Susunan Personalia DPP SBSI 1992 Ketua Umum Sunarty Ketua Bidang Konsolidasi dan Keorganisasian Ketua Bidang Hukum dan HAM
Yosafati waruwu
Ketua Bidang Jaringan Kerja dan Hubungan Internasional
Drs. Pahala PS. Napitupulu, BA
Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan
Hermawan
Sekretaris Umum
Danis, A.Ma.SH
Wakil Sekretaris Umum Bidang Data dan Informasi
Suhendy
Thomas Aquino, SH
60 Universitas Sumatera Utara
Bendahara Umum
Gunawan
Wakil Bendahara Umum
M. Dini Haryani Syarief, SE,MM
Sumber: AD/ART SBSI 1992, Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 yang beralamat di Jalan Dr. KRT Radjiman Widyodiningrat, Jakarta Timur telah tercatat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Madya Jakarta Timur pada tanggal 5 Oktober 2005. Bukti pencatatan Dewan Pimpinan Pusat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 : 530/IV/N/X/2005 pada tanggal 4 Oktober 2005 dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Madya Jakarta Timur. Kepengurusan DPP SBSI 1992 juga tercatat dalam akta yang disahkan oleh Notaris-PPAT Ilyas, SH,MKn pada tanggal 11 Maret 2011. 4.2.5.2 Dewan Pengurus Daerah (DPD) SBSI 1992 SUMUT Untuk memimpin dan melaksanakan kegiatan organisasi di daerah, maka dibentuk Susunan Personalia Dewan Pengurus Daerah Sumatera Utara Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Masa Bakti 2011-2016: Tabel 4.7 Susunan Personalia DPD SBSI 1992 Sumut Periode 2014-2016 Ketua Drs. Pahala PS Napitupulu Ketua Bidang Konsolidasi dan Keorganisasian Ketua Bidang Hukum dan HAM
Drs.Erwin Manalu
Ketua Bidang Pendidikan dan Latihan
Drs. M. Tumpal H Sihombing
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Organisasi Sekretaris
Drs. Adi Susanto Purba
Herman Brahmana, S.H
Agustina Sinulingga
61 Universitas Sumatera Utara
Sekretaris Bidang Data dan Informasi
Ir. Frans Martin
Bendahara
Nurmian Marbun, SH
Wakil Bendahara
Drs. Arden Manik
Sumber: dokumentasi DPD SBSI 1992, 2014 Dewan Pengurus Daerah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia mendaftarkan diri ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Keputusan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.Kep.16/Men/2001 tanggal 15 Februari 2001, Dewan Pengurus Daerah Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 Provinsi Sumatera Utara yang beralamat di Jalan Letjend Jamin Ginting No.273 Medan, Sumatera Utara telah tercatat sebagai Serikat Buruh dengan nomor suratnya No.001/DPD SBSI 1992/SU/VII/2011 pada tanggal 26 Juli 2011. Selain pencatatan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, SBSI 1992 juga mendaftarkan kepengurusan periode 2011-2016 melalui Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat.
4.3
Profil Informan 4.3.1
Pengurus DPD SBSI 1992 Sumatera Utara
1. Ketua DPD SBSI 1992 Sumatera Utara Drs. Pahala PS Napitupulu, lahir di Balige pada tanggal 09 Oktober 1959 bertempat tinggal di Jalan Sejati Gang Kasih Nomor 23 A, Kelurahan Sarirejo, Medan Polonia. Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA memiliki dua orang anak (satu orang anak laki-laki dan satu orang anak perempuan). Beliau merupakan alumni dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara tahun 1998. Beliau
62 Universitas Sumatera Utara
menjabat sebagai ketua DPD SBSI 1992 Sumatera Utara dari tahun 2000 sampai tahun 2016. Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA merupakan salah satu pengurus di DPD SBSI 1992 Sumatera Utara, saat ini beliau diamanahkan untuk menjabat sebagai ketua DPD SBSI 1992 Sumatera Utara. Awalnya beliau hanya menjadi orang yang mengorganisasikan gerakan buruh bawah tanah dan mulai ikut dalam kepengurusan pada tahun 1996 dan menjabat sebagai ketua di Bidang Konsolidasi dan Keorganisasian. Beliau diangkat sebagai ketua selama enam belas tahun (16 tahun) dikarenakan oleh pengalaman beliau dalam bidang organisasi sangat baik. Hal ini terbukti dari keikutsertaan beliau dalam kepengurusan DPP SBSI 1992 yang berkedudukan di Jakarta. Beliau dipercaya untuk menempati posisi Ketua Bidang Jaringan Kerja dan Hubungan Internasioanal masa pimpinan Ibu Sunarty periode 2010 samapai dengan tahun 2016. Selama enam belas tahun kepemimpinannya beliau sudah banyak menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang ditangani oleh DPD SBSI 1992 Sumatera Utara. Beliau merupakan pemimpin yang amanah dan masih dipercayakan oleh anggotanya untuk pemimpin DPD SBSI 1992 Sumatera Utara selama enam belas tahun kepemimpinannya. Beliau adalah pemimpin yang kharismatik saat memimpin aksi-aksi yang dilakukan oleh DPD SBSI 1992 Sumatera Utara dalam rangka menyuarakan hak-hak buruh.
63 Universitas Sumatera Utara
2. DPD SBSI 1992 Sumatera Utara Sumarlin Marbun, SH berusia 38 tahun dan memiliki satu orang anak. Beliau merupakan seorang advokad lulusan dari Universitas Darma Agung tahun 2012. Beliau tinggal di Jalan Temperai Lestari II No.419 Blok V Griya Martubung, Medan. Beliau merupakan wakil ketua dari Lembaga Bantuan Hukum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (LBH-SBSI 1992) Provinsi Sumatera Utara. Beliau menjadi kuasa hukum buruh dalam menyelesaikan masalah ketenagakerjaan di Disnaker karena beliau dipercayai untuk menangani kasus-kasus buruh dan memproses berkas-berkas buruh yang diproses oleh Disnaker. Kasus diproses oleh Disnaker bagian pengawasan dan penyelesaian Permasalahan Hubungan Industrial yang ditangani oleh mediator. Beliau biasanya membawa berkas buruh dan langsung mendatangi kantor Disnaker Sumut yang berada di Jalan Asrama untuk menemui pejabat yang bersangkutan untuk menyelesaikan permasalahan buruh. 4.3.2 1.
2.
Anggota DPD SBSI 1992 Sumatera Utara Nama
: Suyadin A.S
Umur
: 45 tahun
Alamat
: Jalan Pisang No.40 Helvetia, Medan
Pekerjaan
: Satpam Bank CIMB Niaga
Nama
: Hendrikus P Siregar
Umur
: 42 tahun
64 Universitas Sumatera Utara
Alamat
: Jalan Boxit Gang Perjuangan Lingkungan I, Medan
Pekerjaan
: Satpam Bank CIMB Niaga
Kedua buruh ini merupakan buruh yang bekerja di perusahaan outsourcing penyedia jasa security atau satpam yaitu PT Tunas Artha Gadatama. PT Tunas Artha Gardatama beralamat di Jalan Eka Bakti No. 3F, Medan dan memiliki kantor pusat di Jakarta. Kedua buruh ini ditempatkan di Bank CIMB Niaga. Kedua buruh diatas merupakan buruh yang tidak menerima hak-hak normatifnya dari PT Tunas Artha Gardatama. Kedua buruh dengan didampingi oleh SBSI 1992 mengajukan surat pengaduan yang ditujukan ke Disnakertrans
Provsu
untuk
menggugat
PT
Tunas
Artha
Gardatama. 4.3.3 1.
Disnaker Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Disnakertrans Provinsi
Sumatera Utara Marolop S, SE adalah seorang pegawai negeri sipil yang bekerja sebagai penyidik pegawai negeri sipil di Disnakertrans Provsu. Beliau saat ini berusia 51 tahun dan tinggal di Jalan Dorowati Lorong Gereja, Sidorame, Medan. Beliau bekerja sebagai PPNS dari tahun 1992 sampai dengan sekarang. Selaku PPNS di Disnakertrans Provsu beliau melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang ada di Provinsi Sumatera Utara. Beliau berhak memberikan nota peringatan kepada perusahaan
65 Universitas Sumatera Utara
yang melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang yang berlaku dan perjanjian bersama yang disahkan oleh pihak perusahaan dan buruh. 2.
Mediator Hubungan Industrial Disnakertrans Provinsi Sumatera Utara Christian Panggabean, SH, M.Hum menjabat sebagai mediator hubungan industrial ( Mediator HI) di Disnakertrans Provsu. Beliau saat ini berusia 34 tahun, meskipun terbilang muda beliau menjalankan tugasnya dengan baik berdasarkan prosedur dan undang-undang yang berlaku. Beliau tinggal di Jalan Flamboyan 1/1 Komplek Pemda Tingkat II, Medan. Beliau memfasilitasi pengusaha dan buruh yang berselisih untuk melakukan mediasi guna mencapai kesepakatan bersama dan memberikan anjuran yang dianggap dapat menyelesaikan permasalahan antara kedua belah pihak yang berselisih.
4.4
Pembahasan 4.4.1
Konflik Realistis Buruh dalam Hubungan Industrial
Menurut Coser konflik realistis berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipan dan yang ditujukan ada obyek yang dianggap mengecewakan. Dalam hubungan Industrial, buruh dan pengusaha terikat perjanjian kerja bersama. Perjanjian kerja bersama menjadi pedoman bagi buruh dan pengusaha untuk menjalankan kewajiban dan menerima hak masing-
66 Universitas Sumatera Utara
masing. Perjanjian kerja bersama mengatur semua ketentuan-ketentuan dalam menjalankan hak dan kewajiban keduan pihak. Dalam penelitian ini konflik realistis dalam hubungan industrial merupakan konflik yang tampak antara pengusaha dan buruh. Konflik realistis terjadi karena pengusaha tidak memenuhi hak buruh. Hak tersebut sudah diatur dalam perjanjian kerja bersama. Pengusaha melanggar isi perjanjian kerja bersama dan tidak menjalankan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati. Hak buruh yang tidak diterima oleh buruh mendorong buruh melakukan perlawanan. Buruh menuntut haknya agar dipenuhi oleh pengusaha. Dalam penelitian ini, buruh yang menjadi anggota SBSI 1992 menyatakan kecewaan buruh terhadap pengusaha yang tidak memenuhi hak normatif yang seharusnya diterima oleh buruh. Kekecewaan yang dialami oleh buruh karena hak normatifnya tidak dipenuhi oleh pengusaha disampaikan melalui SBSI 1992. SBSI 1992 sebagai wakil buruh melakukan musyawarah dengan pengusaha untuk menyampaikan tuntutantuntutan buruh. Musyawarah tersebut merupakan langkah advokasi secara bipartit. Sedangkan advokasi secara tripartit yang dilakukan oleh SBSI 1992 untuk memperjuangkan hak buruh dengan melakukan pengaduan kepada Disnaker. Hak normatif merupakan tuntutan yang mendorong buruh untuk melakukan perjuangan. Problematika yang dihadapi oleh buruh berkaitan dengan kesejahteraan hidupnya, pemenuhan gaji atau UMR yang layak, tunjangan sosial dan kesehatan, isu-isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Semua problematika tersebut merupakan hak normatif yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan. Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA:
67 Universitas Sumatera Utara
“Hak normatif adalah hak yang sudah diatur dalam undang-undang. Hak yang tidak diberikan biasanya upah atau UMP dibawah standar, uang lembur, jam lembur yang diabaikan.”(Wawancara 23 April 2016)
Hak normatif meruupakan hak yang sudah melekat pada diri buruh yang diatur oleh Undang Undang Ketenagakerjaan. Pernyataan diatas juga diungkapkan oleh Bapak Marolop S, SE: “Masalah yang dilaporkan buruh ke Disnaker adalah masalah PHK sepihak, hak normatif yaitu masalah upah, kesejahteraan buruh, lembur, perlindungan dan BPJS.”(Wawancara 11 Mei 2016)
Pernyataan dari Bapak Christian Panggabean, SH, M.Hum yang mendukung pernyataan dari Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA dan Bapak Marolop S, SE mengenai hak normatif buruh: “...ada empat masalah ketenagakerjaan berdasarkan undang-undang yaitu masalah perselisihan hak, masalah kepentingan, masalah PHK dan masalah antar SP/SB. Perselisihan hak menyangkut masalah hak normatif yang diatur oleh undang-undang ketenagakerjaan. Permasalahan kepentingan menyangkut masalah isi perjanjian kerja bersama. Masalah antar SP/SB adalah perselisihan antar SP/SB dalam perusahaan terkait serikat mana yang berhak mewakili pekerja dalam perundingan dengan pemerintah untuk memutuskan UMP atau UMK maupun hak-hak pekerja yang ditulis dalam perjanjian kerja bersama.”(Wawancara 11 Mei 2016)
Hak normatif buruh yang tidak dipenuhi oleh pengusaha menimbulkan perlawanan dari buruh. Buruh tentunya tidak tinggal diam menerima perlakukan dari pengusaha yang tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. Pengusaha dalam prakteknya tidak menjalankan perjanjian kerja yang telah disepakati menimbulkan pemasalahan industrial. Permasalahan yang tampak anatara buruh dan pengusaha adalah konflik realistis. Konflik realistis terjadi karena tidak dijalankannya perjanjian kerja bersama. Gesekan-gesekan yang
68 Universitas Sumatera Utara
terjadi antara pengusaha dan buruh tidak dapat dihindari karena menyangkut keberlangsungan hidup buruh. Bagan 4.2 Konflik Realistis dalam Hubungan Industrial
Hak Normatif
Buruh
Konflik Realistis
Pengusaha
Ketidakpatuhan pengusaha untuk memenuhi hak-hak buruh merupakan akibat dari kurangnya fungsi pengawasan dari Disnaker atau pemerintah. Tuntutan-tuntutan yang tidak dipenuhi oleh pengusaha membuat pengusaha memilih untuk menutup perusahaannya (lock out) bahkan ada pengusaha yang melarikan diri. Keadaan seperti ini membuat buruh tidak bisa melakukan apa-apa dan hanya menonton saja bahkan mereka yang sudah putus asa mengambil beberapa barang dan mesin yang ada di pabrik. Pemerintah hanya diam saja tanpa ada klarifikasi yang jelas dan keputusan yang jelas terhadap masalah pengusaha yang lari dan tidak memenuhi hak buruh. Harusnya ada penyelesaian langsung dari pemerintah, apabila pengusaha lari maka aset yang masih ada harus disita dan dieksekusi di pengadilan yang menyatakan perusahaan tersebut pailit kemudian membayar hak buruh dari hasil penyitaan aset-aset perusahaan. Namun pada
69 Universitas Sumatera Utara
kenyataannya eksekusi yang seharusnya dilakukan tidak terlaksana sesuai dengan peraturan yang berlaku. 4.4.2
SBSI 1992 Sebagai Lembaga Katup Penyelamat
Sebagai sebuah institusi SBSI 1992 memungkinkan pengungkapan rasa tidak puas terhadap struktur sesuai dengan sistem yang berlaku sehingga meminimalisir pertentangan yang terjadi antara pihak pengusaha dengan buruh. Seperti yang diungkapkan oleh Coser bahwa konflik yang terjadi dalam tatanan masyarakat mendorong masyarakat untuk mengetahui hak yang seharusnya mereka dapatkan dari pihak pengusaha dan cara untuk memperjuangkan hak tersebut yang diwadahi oleh SBSI 1992. Buruh meyadari bahwah mereka harus memperjuangkan hak-hak yang seharusnya diterima oleh buruh. SBSI 1992 yang menjadi katup penyelamat meredakan permusuhan agar pihak-pihak yang bertentangan yaitu buruh dan pengusaha tidak memanas. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Drs. Pahala Napitupulu PS, BA: “...hubungan antara SBSI 1992 dan pengusaha adalah mitra, SBSI 1992 tidak hanya membela buruhnya tapi juga ikut membela pengusaha saat bermasalah. Misalnya, TPL (Toba Pulp Lestari) yang terancam ditutup namun SBSI 1992 mengatakan jangan ditutup karena kemana para buruh jika perusahaan ditutup. Aqua farm yang terancam ditutup juga mendapat pembelaaan dari SBSI 1992. Hanya sebagian kecil pengusaha yang menganggap bahwa SBSI 1992 penting dan menerima kehadiran SBSI 1992 sebagai mitra pengusaha. Serikat buruh tidak semata-mata membela buruh namun juga membela perusahaan saat mendapatkan masalah contohnya, saat pasokan bahan baku PT Bangun Gundar yang ditahan oleh pihak beacukai di pelabuhan Belawan SBSI 1992 meminta agar bahan baku tidak ditahan agar buruh dapat melanjutkan pekerjaannya. Sama halnya dengan Aqua Farm yang mau ditutup karena destinasi wisata Danau Toba, SBSI 1992 menolak ditutupnya perusahaan dan meminta untuk memperbaiki sistem limbahnya bukan menutup peternakan ikannya. Tidak selamanya SBSI 1992 hanya membela buruh, perusahaan dianggap sebagai milik bersama karena merupakan tempat untuk mencari nafkah para buruh. Buruh hidup dari perusahaan dengan bekerja di perusahaan. Bukan berarti kita membenci perusahaan ketika menyuarakan aspirasi buruh tetapi perusahaan harus
70 Universitas Sumatera Utara
memberikan hak buruh karena buruh melaksanakan kewajibannya seperti kerja 8 jam, disiplin dan tepat waktu.” (Wawancara 23 April 2016) Sebagaimana yang dinyatakan oleh Lewis Coser bahwa lewat katup penyelamat permusuhan dihambat agar tidak berpaling melawan obyek aslinya. Tetapi penggantian yang demikian mencakup juga biaya bagi sistem sosial maupun bagi individu: mengurangi tekanan untuk menyempurnakan sistem untuk memenuhi
kondisi-kondisi
yang sedang berubah maupun membendung
ketegangan dalam diri individu, menciptaan kemungkinan tumbuhnya ledakanledakan destruktif. SBSI 1992 menghambat buruh agar tidak langsung melawan obyek asli yaitu pengusaha. SBSI 1992 meredakan konflik yang terjadi antara buruh dan pengusaha agar tidak terjadi perlawanan yang bersifat merusak yang dapat merugikan kedua belah pihak yang sedang bertikai. Buruh yang merasa tertindas atas perlakuan pengusaha yang tidak memberikan haknya bisa saja langsung melakukan perlawanan tanpa pikir panjang, namun karena buruh sudah diberikan pendidikan dan pengarahan agar tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan mereka. Penyampaian hak-hak buruh harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. SBSI 1992 memegang peran yang penting terhadap penyelesaian konflik antara buruh dan pengusaha. SBSI 1992 mendengarkan aspirasi buruh dan menyampaikannya kepada pihak pengusaha dan tidak memperkeruh masalah dengan mengabil keuntungan dari masalah yang terjadi. SBSI 1992 harus mendukung sepenuhnya kepentingan buruh dan bersikap selayaknya organisasi yang sedang melakukan advokasi terhadap hak buruh. Apabila kepentingan buruh terhambat maka SBSI 1992 tempat berlindungnya
71 Universitas Sumatera Utara
buruh harus membuka jalan agar buruh bisa melaksanakan kewajibannya. Seperti yang dilakukan SBSI 1992 yang langsung mendatangi pihak beacukai yang menahan bahan baku agar mengeluarkan bahan baku dan buruh bisa melanjutkan pekerjaanya. Apabila perusahaan berhenti untuk beroperasi maka buruh tidak dapat melakukan kewajibannya sehingga buruh dapat meminta haknya yaitu upah yang layak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan buruh. SBSI 1992 menampung aspirasi buruh dan menyampaikannya kepada pengusaha dan pemerintah selaku pengawasan hubungan industrial antara buruh dan pengusaha. Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah membantu berjalannya hubungan industrial yang harmonis. Pemerintah memegang peran penting dalam hubungan industrial, fungsi pengawasan yang berjalan baik akan mengurangi pelanggaranpelanggaran perjanjian kerja bersama. Tindakan yang tegas dari pemerintah terhadap pelanggaran yang terjadi membuat pengusaha akan berpikit dua kali untuk tidak melaksanakan perjanjian kerja bersama dan peraturan perundangudangan yang mengatur tentang masalah perburuhan. Serikat pekerja dalam hal ini SBSI 1992 menjadi tameng yang akan melindungi buruh sebagai anggotanya agar tidak mendapatkan perlakuan yang semena-mena dari pengusaha di perusahaan tempat buruh bekerja. Serikat buruh dibentuk agar buruh merasa nyaman dan mendapat jaminan atas kelangsungan dalam pekerjaan. SBSI 1992 yang memiliki basis masa yang besar dan solid menjadi kekuatan dalam sistem Hubungann Industrial sehingga SBSI 1992 dapat melakukan advokasi dan menghindari kerugian bagi buruh. Serikat buruh merupakan tempat bersandar bagi buruh. Dengan rasa solidaritas dan perasaan senasib sepenanggungan maka serikat buruh akan melakukan advokasi terhadap
72 Universitas Sumatera Utara
perusahaan. bukan hanya perusahaan saja yang dapat dikritisi tetapi kebijakankebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Advokasi yang dilakukan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah dilakukan dengan cara melakukan orasi dan unjuk rasa seperti yang dilakukan SBSI 1992 dalam memperingati Mayday, masalah yang disuarakan adalah masalah kebijakan pemerintah mengenai Upah Minimum Provinsi dan Kota yang dianggap kurang memenuhi kebutuhan buruh.
Sebagai
individu
buruh
tidak
akan
mampu
melindungi
dan
memperjuangkan kepentingan dan hak-hak yang dimiliki, dan hanya melalui serikat pekerjalah memungkinkan buruh menjadi lebih terwakili dan untuk mempertinggi kekuatan dalam menghadapi tekanan dan tantangan yang dihadapi buruh saat ini dan kedepan.
4.4.3
Proses Advokasi SBSI 1992 Dalam Memperjuangkan Hak
Buruh Advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahapmaju (incremental). Dengan kata lain, Advokasi bukan revolusi, tetapi lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan peranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem yang berlaku. Tujuan dari advokasi adalah menempatkan perubahan sosial sebagai bagian dari dinamika yang dikendalikan oleh masyarakat. Bagi buruh, sulit untuk mencari sistem yang mendukung kepentingannya. Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI 1992) hadir untuk menyuarakan hak-hak buruh yang tidak diberikan oleh pengusaha. Dalam memperjuangkan ha-hak buruh SBSI 1992
73 Universitas Sumatera Utara
melakukan advokasi baik secara bipartit maupun tripartit. Hal ini sesuai dengan penyataan dari Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA: “Bentuk advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 melalui dua cara yaitu bipartit dan tripartit. Pertama, bipartit dilakukan dengan cara melakukan pendekatan dengan pengusaha. Kedua, tripartit dilakukan dengan mengundang pihak Disnaker apabila proses bipartit tidak dapat menyelesaikan masalah antara buruh dan pengusaha.”(Wawancara 23 April 2016)
Hal ini juga diungkapkan oleh pihak Disnaker yang mendukung pernyataan dari Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA yaitu Bapak Marolop S, SE: “Permasalahan buruh dapat diselesaikan secara bipartit yaitu pertemuan antara buruh dan pengusaha untuk membicarakan hak-hak buruh yang belum terpenuhi. Ya... kalau tidak terselesaikan saat itu juga maka bisa dilanjutkan dengan penyelesaiaan secara tripartit. Kalau tripartit itu penyelesaian dilakukan oleh buruh, pengusaha dan pemerintah yang disini diwakili oleh Disnaker.”(Wawancara 11 Mei 2016)
Proses Advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 selaku wakil buruh secara bipartit merupakan langkah awal yang wajib dilakukan. Serikat buruh dan pengusaha melakukan pertemuan untuk menyampaikan hak-hak yang ditutuntut buruh dan pengusaha menyatakan sikapnya atas tuntutan yang telah disampaikan oleh serikat buruh. Menurut Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA langkah lanjutan yang diambil oleh SBSI 1992 adalah sebagai berikut: “Menunggu hasil dari keputusan Disnaker pihak Serikat buruh melakukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial agar kasus yang dihadapi dapat diproses. Selain langkah diatas, proses advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 adalah pertama melakukan bipartit jika tidak dapat diselesaikan maka SBSI 1992 mengambil tindakan pelumpuhan perusahaan atau mogok kerja dan demonstrasi sambil melakukan gugatan ke pengadilan. Proses advokasi bipartit dilakukan dengan menyurati perusahaan untuk memberitahukan dan memaparkan hak-hak buruh yang tidak terpenuhi. Keinginan buruh di luar peraturan perundang-undangan seperti extra pudding.”(Wawancara 23 April 2016)
74 Universitas Sumatera Utara
Proses
advokasi
yang
dilakukan
oleh
serikat
buruh
dalam
memperjuangkan hak buruh dapat dilakukan melalui proses tripartit yang melibatkan pemerintah. Disnaker memfasilitasi perundingan antara buruh dan pengusaha. Proses advokasi secara tripartit yang mempertemukan buruh, pengusaha dan Disnaker diproses oleh bagian pengawasan dan mediator hubungan industrial. Proses penyelesaian perselisihan antara buruh dan pengusaha dilakukan melalui proses-proses yang sesuai prosedur. Hal ini juga diungkapkan oleh Bapak Marolop S, SE: “Buruh melakukan pengaduan ke Disnaker agar masalah yang mereka hadapi dapat terselesaikan. Masalah PHK dilakukan dengan cara mediasi melalui mediator dan selanjutnya hasil mediasi dilakukan anjuran. Apabila anjuran tidak dilaksanakan oleh para pihak maka proses penyelesaian diajukan oleh Disnaker ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Hasil putusan juga tidak dilaksanakan maka dapat diajukan untuk diproses kembali oleh pengawas tenaga kerja. Apabila hak-hak normatif yang merupakan hak pekerja tidak dilaksanakan sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan maka pekerja dapat mengajukan pengaduan ke Disnaker untuk dilakukan pemeriksaan dan penyidikan.”(Wawancara 11Mei 2016)
Apabila pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya atas pelanggaran peraturan maka selanjutnya dilakukan proses projustitia oleh pegawai pengawas keenagakerjaan atau penyidik PNS yang selanjutnya untuk dapat diproses ke tingkat pengadilan.pertimbangan yang dilaksanakanadalah PB atau Perjanjian Bersama dimana masing-masing pihak saling menerima kesepakatan yang dilakukan kedua belah pihak dalam permasalahan ketenagakerjaan. Atas surat pengaduan pelapor ke Disnaker maka petugas Disnaker membuat surat perintah untuk dilakukan pemeriksaan ke perusahaan. Setelah itu masing-masing pihak diundang ke Disnaker untuk diadakan pertemuan di Disnaker membahas masalah pengaduan tersebut melalui mediator. Sanksi atas pelanggaran yang dilakukan
75 Universitas Sumatera Utara
oleh pengusaha sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Pengawasan dilakukan secara rutin oleh pengawas ke perusahaan. apabila ada temuan maka pengawas melakukan tindakan atau pembinaan melalui nota pemeriksaan sebagai peringatan untuk dilaksanakan. Disnaker menyurati kembali perusahaan unutk menindaklanjuti perusahaan yang tidak melaksanakan nota peringatan. Advokasi secara tripartit yang difasilitasi oleh Disnaker bagian Hubungan Industrial akan dilimpahkan kepada mediator. Seperti yang diungkapkan oleh pihak Disnaker yang diwakili oleh Bapak Christian Panggabean, SH, M.Hum: “...langkah-langkah penyelesaian masalah ketenagakerjaan melalui mediator yaitu buruh melakukan pengaduan ke Disnaker kemudian pengaduan diterima oleh Disnaker kemudian pengaduan masuk ke bagian umum. Setelah pengaduan masuk ke bagian umum maka pimpinan melakukan disposisi ke mediator. Mediator selaku orang yang melakukan mediasi membuat surat panggilan ke pengusaha dan buruh untuk menghadiri sidang mediasi ke-I. Setiap panggilan dibuat daftar hadir oleh mediator yang diisi oleh kedua belah pihak dimana ada hasil perundingan dan kesimpulan dari sidang mediasi.”(Wawancara 11 Mei 2016)
Ada beberapa kemungkinan dalam sidang mediasi yang difasilitasi oleh mediator. Kemungkinan-kemungkinan yang muncul dalam sidang mediasi dijelaskan oleh Bapak Christian Panggabean, SH, M.Hum sebagai berikut: “...kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam sidang mediasi yaitu pertama, apabila panggilan I salah satu pihak ada yang tidak menghadiri sidang mediasi ke-I maka akan ada panggilan ke-II. Apabila pada sidang mediasi ke-I kedua pihak hadir akan tetapi tidak terjadi titik temu maka mediator membuat surat panggilan ke-II. Sidang mediasi ke-I kedua pihak hadir dan mencapai titik temu maka akan ditandatangani Surat Perjanjian Bersama. Kedua, panggilan ke-II untuk mengahadiri sidang mediasi ke-II jika terjadi titik temu maka kedua belah pihak akan menandatangani surat perjanjian bersama. Jika tidak terjadi titik temu maka akan ada panggilan ke-III untuk mengahadiri sidang mediasi keIII. Ketiga, jika sidang mediasi ke-III terjadi titik temu maka ditandatangani surat perjanjian bersama, jika tidak terjadi titik temu
76 Universitas Sumatera Utara
maka akan ada anjuran dari mediator. Anjuran ini biasanya berupa penyelesaian masalah ketenagakerjaan di Pengadilan Hubunngan Industrial.”(Wawancara 11 Mei 2016)
Pertimbangan yang diambil oleh mediator disesuaikan pada kasus per kasus karena setiap kasus memiliki penyelesaian yang berbeda dengan teknik penyelesaian yang berbeda pula. Yang utamanya adalah bahwa mediator menyelesaikan masalah atau kasus berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku. Pemerintah dalam hal ini mediator bertindak sebagai regulator dalam menyelesaikan permasalahan ketenagakerjaan dan menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Semua kasus ketenagakerjaan diselesaikan berdasarkan aturan dan rasa kekeluargaan. Suatu perselisihan hubungan industrial sampai ke pengadilan apabila kedua belah pihak yang berselisih (pengusaha dan buruh) masing-masing bersikeras dengan pendapat dan keinginannya. Sehingga pemerintah dalam hal ini mediator yang sudah memfasilitasi mediasi mengeluarkan anjuran untuk dibawa dan diteruskan ke PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Hal ini terjadi akibat kerasnya kedua belah pihak dalam mempertahankan pendapat dan keinginannya sehingga tidak terdapat titik temu dalam sidang mediasi yang difasilitasi oleh mediator. Bentuk kegiatan advokasi terdiri dari kampanye, lobi, mengorganisasikan kelompok korban, menciptakan tekanan massa lewat demonstrasi dan membangun koalisi. Betuk advokasi lain yang dilakukan oleh SBSI 1992 yaitu dengan cara melakukan aksi yang menjadi agenda wajib setiap tahunnya. Setiap tahunya SBSI 1992 melakukan aksi seperti aksi Mayday untuk menyuarakan aspirasi buruh. Aksi mayday biasanya dilakukan sendiri oleh semua anggota yang tergabung dalam SBSI 1992 atau dapat dilakukan secara aliansi bersama dengan
77 Universitas Sumatera Utara
anggota serikat pekerja yang lain. Aksi Mayday sendiri merupakan aksi yang dilakukan untuk menyampaikan ketidakpuasan buruh terhadap kebijakankebijakan yang dibuat oeh pemerintah. Aksi Mayday yang dilakukan SBSI 1992 dilaksanakan pada hari Senin tanggal 2 Mei 2016. SBSI 1992 mengambil sikap untuk tidak ikut melaksanakan aksi Mayday bersama pemerintah pada hari Minggu tanggal 1 Mei 2016. Hal ini dikarenakan oleh SBSI 1992 harus menjadi oposisi positif terhadap pemerintah dan jika SBSI 1992 ikut merayakan Mayday bersama pemerintah maka SBSI 1992 tidak lagi independen. Pada aksi Mayday yang dilakukan pada tanggal 2 Mei 2016 terdapat beberapa poin penting yang disuarakan oleh SBSI 1992 yaitu, menuntut agar Perusahaan Aquafarm yang ada di detinasi wisata Danau Toba tidak ditutup. Apabila perusahaan yang berada di destinasi wisata Danau Toba ditutup maka buruh akan kehilangan pekerjaannya. Masalah kedua yang disuarakan oleh SBSI 1992 pada aksi Mayday adalah masalah premanisme, ada indikasi preman berkedok outsourcing yang mengganggu buruh di KIM I. Ketiga, masalah pelanggaran isi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan masalah fungsi pengawasan Disnaker yang tidak berjalan dengan baik. 4.4.4
Keberhasilan Advokasi SBSI 1992 dalam Penyelesaian Kasus
Buruh Advokasi memiliki fungsi untuk memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi buruh dan keluarganya. SBSI 1992 memberikan bantuan hukum secara langsung kepada anggota yang memerlukan dalam perselisihan hubungan industrial. SBSI 1992 memberikan penyuluhan dan pelatihan serta memberikan informasi kepada buruh
78 Universitas Sumatera Utara
mengenani hubungan industrial. Selain itu SBSI juga memberikan saran-saran kepada buruh mengenai masalah hubungan industrial. Ruang lingkup advokasi ketenagakerjaan yang dilakukan oleh SBSI 1992 adalah advokasi mengenai perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh. Tahap-tahap advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 yaitu, pertama anggota (buruh) melaporkan masalah hubungan industrial yang dihadapinya kepada koordinator divisi Lembaga Hukum dan HAM. Kedua, buruh dan koordinator divisi Lembaga Hukum dan HAM membahas tindakan apa yang akan diambil untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh buruh. Ketiga, konsultasi lanjutan. Keempat, penanganan kasus yaitu berkas-berkas buruh yang bersangkutan dikumpulkan
kemudian diberikan kepada perusahaan sehingga dilakukan
advokasi secara bipartit. Jika dalam pertemuan antara buruh dan perusahaan tidak terjadi kesepakatan maka serikat buruh melalui kuasa hukum akan mengajukan laporan kepada Dinas Tenagakerja baik itu bagian Pengawasan dan Penyelesaian Hubungan Industrial. Kasus dibawah ini merupakan gambaran advokasi yang telah dilakukan oleh SBSI 1992. Kasus PT Tunas Artha Gardatama yang melanggar Perjanjian Kerja Bersama dengan tidak membayar sisa kontrak selama 7 (tujuh) bulan sebanyak Rp. 12.000.000,00. Pengaduan mengenai pelanggaran hak normatif dan sisa kontrak dilaporkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara. Kasus ini diproses di bagian Pengawasan Disnakertrans dimana Perjanjian Bersama ditandatangani di oleh penerima kuasa, pengusaha dan disaksikan oleh pengawas dari Disnakertrans. Isi dari perjanjian bersama adalah
79 Universitas Sumatera Utara
sepakat untuk menyelesaikannya tanpa ada unsur paksaan dan menyelesaikan pembayaran sisa kontrak selama 7 (tujuh) bulan sebanyak Rp. 12.000.000,00. Setelah sisa kontrak dibayarkan oleh pengusaha maka hubungan kerja antara buruh dan pengusaha telah berakhir. PT Tunas Artha Garatama adalah perusahaan penyedia jasa satpam atau security, jadi ini perusahaan outsourcing. Kantor pusatnya berada di Jakarta,bukan merupakan perusahaan produksi. Kedua karyawan (Suyadin AS dan Hendrikus P Siregar) ditempatkan di Bank CIMB Niaga. Kasus ini hanya sampai di bagian pengawasan Disnakertrans saja karena kedua belah pihak telah sepakat menyelesaikannya secara damai dan pengusaha bersedia membayar sisa kontrak. Kasus yang masuk ke bagian pengawasan atau Pengawas Pegawai Negeri Sipil adalah kasus yang menyangkut hak-hak normatif seeperti gaji diawah UMP atau UMK, cuti tidak diberikan, jaminan kesehatan (BPJS) tidak diberikan, dan lembur tidak dibayar. Kasus yang masuk ke bagian Penyelesaian Hubungan Industrial yang ditangani oleh mediator adalah kasus PHK dan menyangkut pembayaran pesangon. Advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 untuk memperjuangkan hak normatif buruh PT Tunas Artha Gardatama yang diselesaikan di Disnaker bagian pengawasan berhasil. Keberhasilan advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 didukung oleh semua pihak yang berhungan yaitu buruh dan pmerintah. Tuntutantuntutan yang diajukan oleh buruh ke pengusaha dipenuhi sehingga buruh dapat menerima hak normatifnya. Hal ini tidak akan terjadi jika buruh tidak menyadari kelasnya. Kesadaran kelas yang dialami oleh buruh mendorong mereka untuk membentuk serikat buruh dan menjadi anggota buruh. Kekuatan buruh dalam menyuarakan haknya semakin kuat karena mereka bersatu dalam satu serikat
80 Universitas Sumatera Utara
buruh. Perjuangan mereka akan sia-sia jika mereka hanya bergerak sendiri-sendiri tanpa bantuan dari buruh lain yang memiliki nasib yang sama. Jika para buruh bersatu dalam serikat buruh, maka posisi tawar buruh akan lebih besar jika berhadapan dengan pemilik modal. Tidak ada yang meragukan kekuatan buruh jika mereka bersatu, bahkan negara pun akan gentar melawannya. Advokasi yang dilakukan SBSI 1992 dapat dikatakan berhasil bila hak-hak normatif buruh terpenuhi. Proses yang panjang sebanding dengan tujuan akhir yang bisa dicapai oleh SBSI 1992 dalam memperjuangkan hak normatif buruh. Berikut ini beberapa contoh keberhasilan perjuangan SBSI 1992 dalam memperjuangkan hak normatif buruh. Tabel 4.8 Keberhasilan Advokasi SBSI 1992 No
Nama
Perusahaan
Kasus Yang Diperjuangkan
Hasil Putusan
1.
Risnawati Sitanggang,
PT Mutiara Laut Abadi Jalan Pulo Buton KIM II Mabar
PHK dan Pesangon yang tidak dibayar oleh perusahaan
Pihak pengusaha dan buruh setuju untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara damai. Pengusaha membayar uang pesangon kepada karyawan yang bersangkutan
PT Kencana Plastik Jalan Binjai KM 12
PHK dan Pesangon yang tidak diberikan oleh penrusahaan, upah di bawah
Pengusaha setuju untuk memberikan uang pesangon sebesar Rp. 12.000.000, 00
Ade Ningsih Silalahi, Betty Sihombing
2.
Sultan Siregar M. Taufik Sanda Sanjaya
81 Universitas Sumatera Utara
UMP, cuti tidak diberikan, BPJS Kesehatan tidak ada, upah lembur tidak diberikan
kepada buruh dan buruh tidak akan menuntut kembali
3.
Anto
PT Sumber Pesangon yang Lautan Rejeki tidak dibayar Jalan Sei Mayang, oleh perusahaan Sunggal
Kedua belah pihak setuju untuk berdamai dan tuntutan buruh dipenuhi
4.
M. Prayuda
PT. Ultra Plastik
Pesangon yang tidak diberikan oleh perusahaan
Pengusaha memberikan uang pesangon dan kedua belah pihak setuju untuk menyelesaikan masalah tersebut secara bipartit dan tidak memperpanjang masalah
5.
Dodot Sembiring PT. Canang Indah
PHK dan pesangon buruh tidak dibayar
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberikan anjuran agar pengusaha memberikan uang pesangon kepada buruh yang bersangkutan
82 Universitas Sumatera Utara
6.
Marolop
PT. Canang Indah
PHK dan pesangon yang tidak dibayar
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial melalui mediator memberikan anjuran agar pengusaha memberikan uang pesangon kepada buruh yang bersangkutan
7.*)
Syarifuddin
PT. Growth Asia
PT. Growth Asia melakukan PHK karena buruh yang bersangkutan adalah dalang penggerak massa saat terjadi mogok kerja
Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan memutuskan bahwa PT. Growth Asia membayarkan uang pesangon buruh yang bersangkutan.
8.
Lastri Simamora
PT. Dambosko Broton Jalan Sutomo No.6 Medan
Pesangon tidak dibayar oleh perusahaan
Mediator Hubungan Industrial menganjurkan perusahaan membayar uang pesangon
Sumber tabel: temuan di lapangan, 2016 *) Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (putusan.mahkamahagung.go.id)
83 Universitas Sumatera Utara
Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan bukan tanpa perlawanan, buruh tetap mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam keputusanya untuk melakukan Pemutusan hubungan kerja (PHK). Masalah lainya yang muncul adalah mengenai hak-hak pekerja. Pesangon yang menjadi hak dari pekerja terkadang tidak dibayarkan dengan alasan pengusaha tidak mampu untuk membayar. Alasan pengusaha tidak dapat memenuhi hak-hak normatif buruh adalah perusahaan tidak sanggup memenuhi hak normatif buruh. Tidak ada alasan yang jelas dari pengusaha mengenai pemenuhan hak normatif buruh. Saat melakukan advokasi secara tripartit SBSI 1992 melakukan intervensi atau tekanan agar Disnaker bersikap netral atau tidak berpihak kepada salah satu pihak dan bersikap independen. Sulit untuk mengukur kesetiaan Disnaker terhadap buruh karena masih ada dijumpai pihak-pihak mereka yang diam-diam mendatangi pengusaha. Hal ini menjadi masalah sampai sekarang karena kurangnya fungsi pengawasan dari pemerintah terhadap pengusaha dan buruh. PHK adalah perkara yang biasa dalam dunia ketenagakerjaan. PHK dapat dianggap menjadi hal yang biasa bila terjadi keseimbangan antara buruh dan pengusaha. Keseimbangan yang dimaksud adalah keadaan dimana buruh dan pengusaha menyepakati dan melaksanakan Kesepakata Kerja Bersama (KKB). Saat pengusaha melakukan PHK terhadap buruh maka pengusaha harus menbayar pesangon kepada buruh sesuai dengan KKB yang telah disepakati bersama. PHK merupakan momok yang sangat ditakuti oleh buruh, hal ini disebabkan oleh karena menyangkut keberlangsungan hidup buruh yang bersangkutan. Sistem dalam
perusahaan
tidak
berjalan
sesuai
dengan
harapan
membuat
84 Universitas Sumatera Utara
keberlangsungan
perusahaan
terancam.
Perusahaan
mengalami
kerugian,
kebangkrutan dan tidak mendapatkan laba menjadi alasan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja. Dengan posisi tawar yang rendah maka buruh tidak dapat berbuat apa-apa. SBSI 1992 hadir sebagai wadah buruh untuk memperjuangkan haknya saat perusahaan mengalami masalah. SBSI 1992 melindungi buruh dari perusahaan yang tidak membayar hak buruh berupa pesangon atas jasa buruh. Pesangon dan tunjangan merupakan hak buruh yang harus dibayar oleh perusahaan sesuai dengan aturan yang berlaku. Buruh sudah melakukan kewajibannya dengan bekerja di perusahaan maka perusahaan juga harus melaksanakan kewajibannya dengan memberikan pesangin dan tunjangan bila perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja. Advokasi mengajak buruh untuk menjadi subjek dalam perubahan sosial. Advokasi mengajak buruh untuk ikut mengendalikan perkembangan yang terjadi pada diri buruh. Advokasi mengajak buruh untuk tidak bersedia dikendalikan oleh pengusaha sebagai pihak yang berkuasa. Dari beberapa data diatas dapat menjelaskan bahwa SBSI 1992 telah berhasil dalam melakukan advokasi terhadap buruh karena buruh sudah bersedia untuk bergabung dalam serikat buruh sehingga tidak dapat dikendalikan oleh pengusaha. Buruh mengambil bagian dalam proses advokasi untuk memperjuangkan hak-hakn normatif buruh dan beperan aktif dalam menentukan perubahan dalam Hubungan Industrial dengan advokasi, buruh disadarkan bahwa buruh memiliki hak dan kesempatan untuk melindungi kepentingan buruh. Keberhasilan yang telah dicapai oleh SBSI 1992 tidak terlepas dari dukungan dari berbagai pihak khusunya buruh. Buruh yang memilih untuk diam saja atas perlakuan tidak adil dari pengusaha hanya menambah daftar
85 Universitas Sumatera Utara
panjang perjalanan perburuhan di Indonesia. Buruh yang menyadari kelasnya memilih untuk bersatu dengan buruh lainnya dan bergabung dalam serikat buruh. Seperti yang dilakukan oleh buruh yang menjadi anggota SBSI 1992 yang memilih bergabung dan memperjuangkan hak-haknya bersama dengan buruh lainnya. Perjuangan buruh semakin efektif karena perjuangan yang mereka lakukan dengan massa yang lebih banyak dan sadar bahwa mereka tidak lagi berdiam diri saja tanpa melakukan apa-apa. Dari data diatas dapat dilihat bahwa SBSI 1992 membantu buruh untuk mendapatkan hak normatif yang memang seharusnya diterima oleh buruh. Proses advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 dengan melakukan proses perundingan secara biartit dan tripartit guna menentang kebijakan perusahaan yang kurang berpihak kepada buruh. Hal tersebut tidak akan terjadi bila buruh hanya diam saja dan tidak melakukan perlawanan, pengusaha hanya akan memandang sebelah mata buruh yang melakukan tuntutan secara sendiri-sendiri. Buruh yang membutuhkan pendampingan harus dikawal dan dijaga agar pengusaha tidak semena-mena terhadap buruh dan menganganggap bahwa buruh adalah alat produksi. Buruh harus diperlakukan sebagai bagian dari perusahaan karena tanpa buruh perusahaan yang didirikan pengusaha tidak dapat berjalan. Buruh dan pengusaha dapat menjalin hubungan industrial yang harmonis apa bila masingmasing menjalankan hak dan kewajibannya. Melihat persoalan ketenagakerjaan yang kompleks, tentu saja juga membutuhkan pemecahan yang komprehensip dan sistemis. Sebab, persoalan tenaga kerja bukan lagi merupakan persoalan individu, yang bisa diselesaikan dengan pendekatan individual. Akan tetapi, persoalan tenaga kerja merupakan
86 Universitas Sumatera Utara
persoalan sosial yang akhirnya membutuhkan penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh. 4.4.5 Tantangan Yang Dihadapi Oleh SBSI 1992 dalam Advokasi Masa sekarang organisasi buruh mengalami tantangan dan rentan terhadap perpecahan karena fondasi yang tidak kuat. Perpecahan ini misalnya seperti perbedaan pendapat antara pengurus dan anggota atau internal organisasi yang berujung dengan kekecewaan dan langsung membentuk organisasi buruh tandingan. Hal ini juga menyebabkan kurangnya kekompakan antar organisasi untuk memperjuangkan hak buruh. Seharusnya sesama organisasi buruh saling mendukung karena memiliki kepentingan dan tujuan yang sama yaitu memperjuangkan hak buruh. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Drs. Pahala PS Napitupulu, BA sebagai berikut: “...kalau dulukan masalah organisasi yang membela buruh berasal dari pihak pemerintah tetapi kalau sekarang masalah itu berasal dari dalam diri pengurus. Yang saya rasa hal ini diakibatkan oleh kurangnya toleransi dalam menerima perbedaan pendapat dan tidak lagi saling percaya satu sama lain. Padahal alangkah baiknya jika kami dapat bekerjasama dengan organisasi buruh yang lain dalam memperjuangkan hak buruh. Namun untuk sekarang itu sudah sangat susah. Belum lagi kurangnya dukungan dari pemerintah yang hanya memberikan janji tapi tidak pernah terealisasikan, sehingga kami sulit untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada anggota kami.”(Wawancara 23 April 2016) Tabel 4.9 Dinamika Yang Dihadapi Oleh SBSI 1992 No
Internal Dulu
1. Pendidikan terakhir pengurus rendah
Eksternal Sekarang
Pengurus memiliki tingkat pendidikan minimal sarjana dan memiliki
Dulu
Sekarang
Organisasi buruh dibatasi pergerakannya oleh
Pemeritah memberikan kekebebasan berserikat namun kurang
87 Universitas Sumatera Utara
2. Seluruh elemen yang ada dalam serikat buruh (buruh dan pengurus serikat buruh) bahumembahu untuk memperjuangkan hak-hak buruh, tidak memperebutkan kekuasaan 3. Jumlah cabang organisasi yang masih terbatas membuat jangkauan atau cakupan SBSI 1992 tidak cukup untuk menangani kasus buruh
pengalaman organisasi yang baik
pemerintah
pendampingan terhadap organisasi
Dualisme kepemimpinan dalam organisasi dan perebutan kursi kepemimpinan
Perwakilan Disnaker sepenuhnya menjalankan tugasnya sesuai dengan undangundang yang berlaku
Adanya keberpihakan yang dilakukan oleh perwakilan dari Disnaker ke pengusaha
Pengusaha hanya menggunakan preman saat buruh melakukan demo
Pengusaha sering menggunakan OKP (pemuda setempat) untuk menakutnakuti buruh di sekitar pabkri
Jumlah anggota yang meningkat dan semakin banyaknya cabang organisasi sehingga memudahkan DPD menangani kasus-kasus
Sumber tabel: temuan di lapangan, 2016
Saat ini tantangan yang sangat berat dihadapi oleh serikat buruh, dimana mereka akan tetap mempertahankan kondisi tradisional yang mereka miliki atau berubah menjadi dinamis. Menetapkan strategi baru dalam proses perorganisasian dan perekruitan anggota adalah tindakan yang harus diambil oleh serikat buruh. Tantangan lain dari serikat buruh yaitu, layanan publik tidak hanya seputar kepentingan
anggota
(buruh)
tetapi
bagaimana
mempertahankan
dan
meningkatkan kualitas layanan publik (Quality Public Services): kampanye anti-
88 Universitas Sumatera Utara
korupsi, kampanye anti-privatisasi, kampaye positif image dan kualitas pelanggan, dan sebagainya. Kekuatan serikat buruh ditentukan oleh solidaritas dan kesatuan yang aktif para anggotanya serta mampu mewakili kepentingan mereka yang berbeda, anggota menjadi kunci. Tanpa buruh maka serikat buruh adalah omong kosong. Serikat buruh adalah juga organisasi yang permanent dan berkelanjutan yang berarti bahwa dibutuhkan kepercayaan dan pengakuan yaitu kepemimpinan serikat buruh yang kuat dan benar-benar mewakili kepentingan anggotanya. Jangan menjadikan organisasi ini sebagai alat atau kendaraan pribadi/kelompok tertentu, dan yang terpenting adalah buruh harus ikut secara aktif berkontribusi bagi pertumbuhan organisasi yang demokratik, mandiri, bebas dan benar-benar mewakili kepentingan dan hak-hak buruh.
89 Universitas Sumatera Utara
Bab V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Kekecewaan yang dialami oleh buruh karena haknya tidak dipenuhi oleh
pengusaha disampaikan melalui Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992). Problematika yang dihadapi oleh buruh berkaitan dengan kesejahteraan hidupnya, pemenuhan gaji atau UMR yang layak, tunjangan sosial dan kesehatan, isu-isu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan ketersediaan lapangan pekerjaan. Proses untuk memperjuangkan hak yang dilakukan oleh SBSI 1992 merupakan advokasi terhadap buruh. Advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 dalam memperjuangkan hak normatif buruh dilakukan melalui proses bipartit dengan pengusaha dan secara tripartit bersama dengan pengusaha dan pemerintah. Advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 untuk memperjuangkan hak buruh PT Tunas Artha Gardatama yang diselesaikan di Disnaker bagian pengawasan berhasil. Keberhasilan advokasi yang dilakukan oleh SBSI 1992 didukung oleh semua pihak yang berhubungan yaitu buruh, pengusaha dan pemerintah. Tuntutan-tuntutan yang diajukan oleh buruh ke pengusaha dipenuhi sehingga buruh dapat menerima haknya. Hal ini tidak akan terjadi jika buruh tidak menyadari kelasnya. Kesadaran
kelas yang dialami oleh buruh mendorong
mereka untuk membentuk serikat buruh dan menjadi anggota buruh. Kekuatan buruh dalam menyuarakan haknya semakin kuat karena buruh bersatu dalam satu serikat buruh yaitu SBSI 1992.
90 Universitas Sumatera Utara
Keberhasilan advokasi yang dilakukan SBSI 1992 ditempuh dengan proses yang panjang. Penyelesaian permasalahan antara buruh dan pengusaha ditempuh dengan dua cara yaitu penyelesaian secara bipartit dan tripartit. Penyelesaian secara bipartit dilakukan dengan cara musyawarah antara pengusaha dan buruh dimana buruh menyampaikan hal-hal yang menjadi tuntutannya untuk dipenuhi oleh pengusaha. Penyelesaian secara bipartit tidak selesai maka langkah selanjutnya adalah SBSI 1992 mengajukan pengaduan kepada Disnaker bagian Pengawasan. Kasus PT Tunas Artha Gardatama yang menyakut perselisihan hak ditangani oleh bagian pengawasan. Pengaduan yang diajukan oleh SBSI 1992 diproses oleh Penyidik PNS yang meninjau perusahaan dan melakukan penyelidikan. Setelah mendapatkan bukti atas pelanggaran yang dilakukan oleh PT Tunas Artha Gardatama maka pengawas membuat surat undangan kepada kedua pihak yang berselisih. Buruh dan pengusaha akan dipertemukan di Disnaker untuk membahas masalah pengaduan yang dilakukan oleh buruh. Setelah diproses oleh pengawas pada akhirnya pengusaha PT Tunas Artha Gardatama memutuskan untuk memenuhi semua tuntutan yang diajukan oleh buruh. Permasalahan antara buruh dan pengusaha dapat terselesaikan apabila kedua belah pihak sama-sama sepakat untuk menyelesaikannya secara damai dan tidak bersikeras terhadap pendapatnya sendiri. Betuk advokasi lain yang dilakukan oleh SBSI 1992 yaitu dengan cara melakukan aksi yang menjadi agenda wajib setiap tahunnya. Setiap tahunya SBSI 1992 melakukan aksi seperti aksi Mayday untuk menyuarakan aspirasi buruh. Aksi mayday biasanya dilakukan sendiri oleh semua anggota yang tergabung dalam SBSI 1992 atau dapat dilakukan secara aliansi bersama dengan anggota
91 Universitas Sumatera Utara
serikat pekerja yang lain. Aksi Mayday sendiri merupakan aksi yang dilakukan untuk menyampaikan ketidakpuasan buruh terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. SBSI 1992 menghambat buruh agar tidak langsung melawan obyek asli yaitu pengusaha. SBSI 1992 meredakan konflik yang terjadi antara buruh dan pengusaha agar tidak terjadi perlawanan yang bersifat merusak yang dapat merugikan kedua belah pihak yang sedang bertikai. Buruh yang merasa tertindas atas perlakuan pengusaha yang tidak memberikan haknya bisa saja langsung melakukan perlawanan tanpa pikir panjang, namun karena buruh sudah diberikan pendidikan dan pengarahan agar tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan mereka. Penyampaian hak-hak buruh harus dilakukan sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku. SBSI 1992 memegang peran yang penting terhadap penyelesaian konflik antara buruh dan pengusaha. SBSI 1992 mendengarkan aspirasi buruh dan menyampaikannya kepada pihak pengusaha dan tidak memperkeruh masalah dengan mengabil keuntungan dari masalah yang terjadi.
5.2
Saran Hubungan Industrial dapat berjalan dengan baik jika komponen yang
terlibat di dalamnya saling mendukung satu dengan yang lainnya. Buruh, pengusaha dan pemerintah harus menjalankan peran dan fungsinya masingmasing agar tercipta Hubungan Industrial yang harmonis. Buruh memperjuangkan haknya demi kesejahteraan hidupnya. Buruh tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya apabila pengusaha tidak mejalankan kewajibannya yaitu memberikan
92 Universitas Sumatera Utara
upah yang layak dan memberikan hak-hak buruh yang telah disepakati bersama. Pemerintah sebagai regulator dalam Hubungan Industrial mengawasi agar buruh dan pengusaha menjalankan hak dan kewajibannyaa. Pemerintah mengatur kebijakan yang menyangkut masalah ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah haruslah menguntungkan kedua belah pihak yaitu buruh dan pengusaha agar tidak ada yang merasa dirugikan. Banyak sekali masalah yang dihadapi oleh buruh yang berhubungan degan Hubungan Industrial. Buruh yang sadar akan kelasnya tentunya akan melakkan perlawanan apabila mengalami eksploitasi. Tentu saja kesadaran ini mendorong buruh untuk membentuk serikat yang bertujuan untuk membantu buruh menyelesaikan masalah Hubungan Industrial dan menjamin kesejahteraan buruh. Serikat buruh yang dibentuk oleh buruh tentu saja mengalami kendala dalam proses memperjuangkan hak buruh untuk itu diperlukan koordinasi antara buruh dan pengurus serikat buruh. . 1. Anggota dan Pengurus SBSI 1992 harus menjunjung tinggi nilai-nilai yang
diyakini
dan
dimiliki
oleh
organisasi:
AD/ART
dan
peraturan/Kebijakan yang diputuskan bersama oleh serikat pekerja agar keberlangsungan organisasi dapat bertahan dan semakin kokoh. Buruh dan serikat buruh harus saling mendukung agar dapat mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan buruh yang dicita-citakan buruh. Perjuangan buruh masih panjang dan harus tetap berpegang pada ideologi yang dijunjung bersama-sama karena tanpa ideologi serikat buruh tidak dapat berjalan.
93 Universitas Sumatera Utara
2. Kembangkan prinsip membantu serikat pekerja adalah membantu buruh sehingga buruh bersama-sama membangun serikat pekerja yang kokoh. Buruh harus membangun solidaritas antar sesama buruh untuk mempererat kekuatan dalam memperjuangkan haknya. Selain itu, serikat buruh dapat bergabung dengan organisasi nasional dan internasional untuk membantu buruh mendapatkan pengalaman dan informasi mengenai keadaan ketenagakerjaan
yang
sedang
berlangsung
secara
nasional
dan
internasional. 3. Buruh harus berperan aktif dan mengambil bagian dalam kepengurusan serikat buruh karena buruh merupakan bagian dari serikat buruh yang memperjuangkan hak buruh. Tidak menjadikan serikat buruh sebagai alat untuk memenuhi kepentingan pribadi atau oknum-oknum tertentu. Serikat buruh bukan wadah bagi undividu atau kelompok untuk mencapai tujuan pribadi melainkan untuk mencapai tujuan bersama yaitu kesejahteraan buruh. 4. Di perusahaan buruh harus dilibatkan menjadi komponen atau pemilik perusahaan dengan memberikan saham kosong kepada buruh agar buruh merasa memiliki perusahaan dan menjaga perusahaan seperti milik sendiri. Pengusaha menganggap buruh sebagai alat produksi bukan bagian dari perusahaan. Hal ini yang menjadikan pengusaha memperlakukan buruh semena-mena. Pengusaha tidak menyadari bahwa tanpa keberadaan buruh maka proses produksi tidak dapat berjalan. Buruh dan pengusaha merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena saling membutukan satu sama lain. Pengusaha tidak dapat menjalankan
94 Universitas Sumatera Utara
perusahaan apabila tidak
ada buruh. Sebaliknya, buruh tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya apabila tidak bekerja di perusahaan milik pengusaha. 5.
Fungsi pengawasan yang dilakukan pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh Disnaker harus lebih efektif dan tegas dalam menindak lanjuti pelanggaran yang terjadi dalam hubungan industrial anatara buruh dan pengusaha. Disnaker harus bersifat netral dan menjadi pihak penengah yang dapat menyelesaikan permasalahan industrial. Yang mengisi jabatan dalam Disnaker haruslah individu yang memiliki latar belakang pendidikan yang berhubungan dengan perburuhan sehingga lebih memahami masalah perburuhan.
95 Universitas Sumatera Utara