BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas tentang peubah penelitian, definisi operasional, metodologi pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur, populasi dan sampel penelitian, serta teknik analisis data yang dijelaskan sebagai berikut:
3.1
PEUBAH PENELITIAN Dalam penelitian ini terdapat dua (2) peubah tak gayut
(independent variable) dan satu (1) peubah gayut (dependent variable) yaitu: Peubah tak gayut
: Kecerdasan emosional (X1) Keharmonisan keluarga (X2)
Peubah gayut
3.2
: Kecenderungan kenakalan remaja (Y).
DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional setiap peubah dalam rancangan penelitian ini
adalah sebagai berikut: 3.2.1
Kecenderungan Kenakalan Remaja Kecenderungan kenakalan remaja adalah dorongan atau keinginan
untuk berperilaku melanggar aturan baik di sekolah maupun aturan dalam masyarakat yang tidak dapat diterima secara sosial berupa pelanggaran status yang merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Kecenderungan kenakalan remaja diukur menggunakan skala kecenderungan kenakalan remaja yang dimodifikasi dari Fitiasari (2008) berdasarkan aspek
60
kecenderungan kenakalan remaja dari Jensen (1985, dalam Sarwono, 2007), yaitu: 1. Keinginan remaja untuk melakukan kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain 2. Kemauan remaja untuk melakukan kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. 3. Keinginan remaja untuk melakukan kenakalan sosial yang tidak menimbulkan
korban
di
pihak
orang
lain:
pelacuran,
penyalahgunaan obat dan hubungan seks pra-nikah 4. Keinginan remaja untuk melakukan kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan membolos, mengingkari status orang tua dengan minggat dari rumah atau membantah perintah mereka dan sebagainya. Penilaian skala ini, semakin tinggi skor skala ini menunjukan semakin tinggi tingkat kecenderungan kenakalan remaja dan sebaliknya semakin rendah skor menunjukan semakin rendah tingkat kecenderungan kenakalan remaja.
61
3.2.2
Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali perasaan,
meraih dan membangkitkan perasaan itu untuk membantu pikiran memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosional dan intelektual (Salovey & Mayer, 1990 dalam Stein & Book, 2002). Skala kecerdasan emosional diukur menggunakan aspek kecerdasan emosional dari Tsaousis (2008) yang berdasarkan teori kecerdasan emosional dari Salovey dan Mayer dengan aspek sebagai berikut: 1. Mengenali emosi diri (expression & recognition of emotions) Mengetahui
apa
yang
dirasakan
pada
suatu
saat
dan
menggunakannya untuk memandu dalam pengambilan keputusan serta menjadi tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. 2. Mengelola emosi (control of emotions) Menangani emosi dalam diri sedemikian rupa sehingga berdampak positif, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi. 3. Memotivasi diri sendiri (use of emotion for fascilitation thinking) Menggunakan hasrat diri yang paling dalam untuk menggerakan dan menuntun menuju sasaran, membantu diri dalam mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
62
4. Mengenali emosi orang lain atau empati (caring or emphaty) Merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, mampu memahami perspektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang lain. Penilaian skala ini, semakin tinggi skor skala ini menunjukan semakin tinggi tingkat kecerdasan emosional remaja dan sebaliknya semakin rendah skor menunjukan semakin rendah tingkat kecerdasan emosional.
3.2.3
Keharmonisan Keluarga Keharmonisan keluarga adalah suatu lingkungan yang diantara
anggotanya tercipta apresiasi dan kasih sayang, komitmen, komunikasi yang positif, mempunyai waktu bersama dalam keluarga, tercipta kesejahteraan spiritual dan memiliki kemampuan untuk mengatasi krisis di dalam keluarga sehingga tercipta kehidupan yang memungkinkan anak tumbuh dan berkembang secara seimbang (Defrain & Stinnet dalam Coombs, 2005). Keharmonisan keluarga diukur dengan memodifikasi American Family Strengths Inventory (DeFrain & Stinnet, 2008) dengan aspek-aspek antara lain: 1. Adanya apresiasi dan kasih sayang (Appreciation and affection) Keluarga yang harmonis memiliki rasa peduli satu sama lain, dan terbuka
dengan
membiarkan
anggota
keluarga
yang lain
mengetahui perasaan mereka. Mereka tidak ragu-ragu untuk mengekspresikan rasa cinta atau kasih mereka kepada anggota keluarga lainnya baik secara verbal maupun non verbal.
63
2. Komitmen (Commitment) Keluarga yang harmonis umumnya berkomitmen bahwa keluarga adalah yang utama. Pekerjaan maupun unsur-unsur lain dari kehidupan tidak akan mengambil waktu terlalu banyak. Anggota keluarga
berdedikasi/rela
berkorban
satu
sama
lainnya,
memberikan waktu dan energi dalam kegiatan keluarga. 3. Komunikasi yang positif (Positive communication) Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga. Anggota keluarga mempunyai keterampilan berkomunikasi
yang
baik,
mereka
dapat
mengidentifikasi
kesulitan, dan menemukan solusi yang efektif untuk semua anggota keluarga. Keluarga yang harmonis biasanya menghabiskan waktu untuk berbicara dan saling mendengarkan satu sama lain. 4. Mempunyai waktu bersama keluarga (Enjoyable time together) Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani anak bermain dan liburan keluarga, mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam kebersamaan ini anak akan
merasa
dirinya
dibutuhkan
dan
diperhatikan
oleh
orangtuanya. 5. Kesejahteraan spiritual (Spiritual well-being) Orang-orang
dalam
keluarga
harmonis
menggambarkan
spiritualitas dalam berbagai cara, beberapa berbicara tentang keimanan terhadap Tuhan, harapan atau rasa optimisme dalam hidup, beberapa yang lain mengungkapkan spiritualitas dalam hal nilai-nilai etis dan komitmen. Keluarga yang harmonis juga ditandai dengan terciptanya kehidupan beragama dalam rumah
64
tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat nilai-nilai moral dan etika kehidupan. 6. Kemampuan untuk
mengatasi
stres
dan krisis
(Succesful
management of strees and crisis) Sebagian besar masalah di dunia ini dimulai atau berakhir di keluarga. Kadang-kadang keluarga atau anggota keluarga secara tidak sengaja menciptakan masalah dalam keluarga, dan kadangkadang dunia menciptakan masalah bagi keluarga, dan hampir selalu keluarga akan terjebak dengan masalah tidak peduli apa penyebabnya. Dalam keluarga yang harmonis, anggota keluarga memiliki kemampuan untuk mengelola dengan baik stres yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan kesulitan atau krisis yang terjadi dalam kehidupan secara kreatif dan efektif. Mereka tahu bagaimana mencegah masalah sebelum terjadi, dan bagaimana bekerja sama untuk menghadapi tantangan dalam hidup (DeFrain & Stinnett 2002, dalam Coombs, 2005). Penilaian skala ini, semakin tinggi skor skala ini menunjukan semakin tinggi tingkat keharmonisan keluarga dan sebaliknya semakin rendah skor menunjukan semakin rendah tingkat keharmonisan keluarga.
65
3.3
METODE PENGUMPULAN DATA Skala yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu skala
kecerdasan
emosional,
skala
keharmonisan
keluarga
dan
skala
kecenderungan kenakalan remaja. Skala psikologi yang digunakan dalam penelitian ini, dikembangkan berdasarkan skala Likert dengan 5 alternatif jawaban, yakni: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral: tidak dapat menentukan dengan pasti (N), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Responden diminta memberikan jawaban dengan tanda centang (√) pada kolom yang telah disediakan. Skor tertinggi diberi angka 5 dan skor terendah diberi angka 1.
3.3.1 Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Skala kecenderungan kenakalan remaja yang dipakai dalam penelitian dimodifikasi dari skala kecenderungan kenakalan remaja Fitiasari (2008) dengan reliabilitas 0,801. Skala ini berdasar pada aspek kecenderungan kenakalan menurut Jensen (1985, dalam Sarwono 2007).
66
Tabel 3.1 Blue Print Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Aspek
Indikator
Nomor Aitem Favorable Unfavorable 1, 7, 18 11
Total
Keinginan remaja untuk melakukan kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain
Perkelahian
Penggunaan benda tajam
17, 20, 26
13
4
Kemauan remaja untuk melakukan kenakalan yang menimbulkan korban materi
Perusakan
3, 12, 19
23
4
Pencurian
10, 22, 30
5
4
Keinginan melakukan kenakalan sosial
Merokok, mengkonsumsi minuman keras dan menyalahgunakan obat terlarang Hubungan Seks pra-nikah Tidak mematuhi aturan/tata tertib sekolah: -terlambat, -bolos - mengeluarkan kata-kata makian Tidak mematuhi aturan dalam keluarga dan norma dalam masyarakat
9, 21, 24
15
4
8, 14, 25
16
4
2, 27, 31
28
4
4, 6, 29
32
4
24
8
32
Keinginan untuk melakukan kenakalan yang melawan status
Total
4
67
3.3.2 Skala Kecerdasan Emosional Skala kecerdasan emosional yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada The Greek Emotional Intelligence Scale yang disusun Tsaousis (2008). Validitas dari skala ini bergerak dari 0,800 sampai 0,920 dengan tingkat reliabilitas 0,900. Skala ini terdiri dari 20 aitem, penulis memodifikasi menjadi 32 aitem yang disesuiakan dengan tujuan penelitian. Tabel 3.2 Blue Print Skala Kecerdasan Emosional Aspek
Indikator
Nomor Aitem Favorable
Total
Unfavorable
Mengenali emosi diri (expression & recognition of emotions)
Mampu mengenali dan memahami apa yang sedang dirasakan
1, 6, 7
3
4
Mengetahui penyebab emosi yang sedang dirasakan
2, 8, 11
12
4
Mengelola emosi (control of emotions)
Mampu mengontrol emosi diri sendiri
4, 5, 9, 13, 16, 17, 21
20
8
Memotivasi diri sendiri (use of emotion for fascilitation thinking) Mengenali emosi orang lain atau empati (caring or emphaty)
Memiliki rasa optimis pada diri sendiri
10, 14, 18
22
4
Mampu menyemangati diri sendiri Mampu memahami apa yang dirasakan oleh orang lain Menemukan cara untuk mengenali atau mengetahui apa yang dirasakan orang lain
15, 19, 28
25
4
23, 27, 29
31
4
24, 26, 30
32
4
25
7
32
Total
68
3.3.3 Skala Keharmonisan Keluarga Skala keharmonisan keluarga yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada aspek keharmonisan keluarga yang dikemukakan DeFrain dan Stinnet (2002, dalam Coombs, 2005) dengan memodifikasi dari American Family Strengths Inventory. Skala ini pernah dimodifikasi dan digunakan oleh Xie, Defrain, Meredith dan Combs (1996) dengan reliabilitas 0,970. Selain itu juga pernah dimodifikasi dan digunakan oleh Murni (2004) dengan tingkat reliabilitas 0,808. Selanjutnya oleh Widayati (2014) dalam penelitiannya dengan reliabilitas 0,900. American Family Strengths Inventory terdiri dari 82 aitem, selanjutnya penulis mengadopsi dan memodifikasi skala ini menjadi 36 aitem yang disesuikan dengan tujuan penelitian.
69
Tabel 3.3 Blue Print Skala Keharmonisan Keluarga Aspek Adanya apresiasi dan kasih sayang (Appreciation and affection)
Indikator Saling peduli
Nomor Aitem Favorable Unfavorable 1 8
Total 2
Hubungan persahabatan antara anggota keluarga Saling menghargai
15, 22
-
2
Kepercayaan
7, 27
-
2
Kejujuran
18
23
2
Kesetiaan
9, 16
2
Komunikasi terbuka
14, 19
2
Diskusi dalam keluarga Menghindari sikap saling menyalahkan Berkumpul
2, 11
-
2
4
12
2
6
10
2
Mempunyai waktu bersama keluarga (Enjoyable time together)
Menikmati kebersamaan Menyediakan waktu untuk keluarga
17, 21
-
2
Terciptanya kesejahteraan spiritual (Spiritual wellbeing)
Beribadah
25
30
2
Diskusi tentang ajaran agama Kasih sayang
29
35
2
32, 34
-
2
26, 31
-
2
33
36
2
20, 28
-
2
29
7
36
Komitmen (Commitment)
Komunikasi yang positif (Positive communication)
Kemampuan untuk mengatasi stres dan krisis (Succesful management of strees and crisis)
Mampu menghadapi masalah Tidak saling bertengkar Ketahanan menghadapi masalah Total
3,13
2
5, 24
2
70
3.4
POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.4.1 Populasi Populasi penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon yang berjumlah 156 siswa. Pemilihan populasi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 13 Ambon dengan alasan ditemui fenomena kecenderungan kenakalan remaja yang cukup marak. Selain itu rentan umur siswa berada pada tahap remaja awal yang tentunya akan mengalami berbagai perubahan secara fisik maupun psikologis.
3.4.2 Sampel Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah seluruh siswa kelas VIII berjumlah 156 siswa. Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Menurut Sugiyono (2010) sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi dijadikan sampel. Sampel dalam penelitian ini memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Anak remaja (laki-laki dan perempuan) berusia 13-17 tahun. 2. Tinggal bersama dengan orang tua 3. Bukan anak tunggal
71
3.5
DAYA DISKRIMINASI DAN RELIABILITAS ALAT UKUR
3.5.1 Uji Daya Diskriminasi Aitem Uji daya diskriminasi alat ukur merupakan bentuk pengujian terhadap ketepatan alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Suatu alat ukur dikatakan valid apabila dapat digunakan untuk mengukur apa yang sebenarnya hendak diukur sehingga memberikan informasi yang akurat (Azwar, 2009; Sugiyono, 2010). Dengan demikian, alat ukur yang valid merupakan alat ukur yang benar-benar tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur. Untuk menentukan apakah sebuah aitem dinyatakan valid atau tidak maka Azwar (2009) menetapkan patokan besaran koefisien corrected item-total correlation <0,30 sebagai batas minimal valid tidaknya sebuah ítem. Artinya, bila koefisien corrected item-total correlation lebih besar atau sama dengan 0,30 maka hal ini mengindikasikan aitem tersebut memiliki daya diskriminasi yang memadai.
3.5.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana suatu hasil pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan (Azwar, 2009). Penentuan reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan metode Alpha Cronbach. Nilai koefisien alpha yang dianggap reliabel jika memenuhi minimal 0,60 (Ghozali, 2009).
72
3.6
UJI ASUMSI KLASIK Uji asumsi klasik dilakukan sebelum pengujian hipotesis. Dalam
asumsi klasik terdapat beberapa pengujian yang harus dilakukan, yakni uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas, uji linearitas dan uji homogenitas.
3.6.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, peubah gayut memiliki distribusi normal ataukah tidak (Ghozali, 2009). Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Ada dua cara untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisi grafik yang digunakan adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal dan melihat normal probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kolmogorov-Smirnov dimana data dinyatakan terdistribusi normal jika nilai signifikansi Kolmogorov-Smirnov di atas 0,05.
73
3.6.2 Uji Multikolinearitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar peubah tak gayut atau tidak. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi yang tinggi di antara peubah tak gayut. Santoso (2000) menjelaskan, bahwa model regresi yang bebas multikolinearitas apabila mempunyai nilai VIF di sekitar angka 1, dan mempunyai angka tolerance mendekati 1.
3.6.3 Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Apabila varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tidak berubah, maka disebut sebagai homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dalam suatu model regresi linier berganda adalah dengan melihat grafik scatterplot. Jika titik-titik tidak membentuk pola tertentu dan menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Santoso (2000) menjelaskan, jika titik-titik tidak mempunyai pola yang jelas, serta menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
74
3.7
UJI HIPOTESIS Untuk pengujian hipotesis dan teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda yang diolah melalui SPSS for windows evaluation version 16. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peubah tak gayut yaitu: Kecerdasan Emosional (X1), Keharmonisan Keluarga (X2), terhadap peubah gayut yaitu Kecenderungan Kenakalan Remaja (Y).
Bentuk persamaan regresi sebagai berikut: Y = α + β1 X1 + β2 X2 + e
3.8
Y
=
Kecenderungan Kenakalan Remaja
α
=
Konstanta
β1
=
Koefisien regresi Kecerdasan Emosional
β2
=
Koefisien regresi Keharmonisan Keluarga
X1
=
Kecerdasan Emosional
X2
=
Keharmonisan Keluarga
UJI COBA INSTRUMEN Kualitas skala psikologi sangat ditentukan oleh kualitas aitem-
aitem di dalamnya. Oleh karena itu, selain berbagai masalah yang menyangkut penulisan aitem, salah satu hal yang perlu mendapat perhatian dalam penyusunan skala psikologi adalah prosedur analisis dan seleksi aitem (Azwar, 2012). Dalam prosedur analisis dilakukan uji coba. Dalam penelitian uji coba dilakukan dengan responden siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga pada tanggal 17-18 Maret 2015 dengan 56 siswa.
75
Distribusi frekuensi responden try-out berdasarkan jenis kelamin dilihat pada Tabel 3.4 di bawah ini: Tabel 3.4 Karakteristik Responden Try-out menurut jenis kelamin Jenis Kelamin
Jumlah Responden
Presentase
Laki-Laki
30
54%
Perempuan
26
46 %
56
100%
Total
Dari Tabel 3.4 di atas terlihat responden try-out yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 30 orang dengan presentase sebesar 56% dan perempuan berjumlah 26 orang dengan presentase sebesar 46%. 3.8.1 Hasil Uji Coba Skala Kecenderungan Kenakalan Remaja Uji coba instrumen kecenderungan kenakalan remaja sebanyak 32 aitem. Setelah melakukan diskriminasi aitem melalui corrected item-total correlation diperoleh 4 aitem gugur dengan koefisien korelasi <0,30 dinyatakan gugur. Adapun aitem yang gugur tersebut adalah nomor: 5, 13, 15, 16. Koefisien cronbach’s alpha dari 28 aitem adalah 0,878 untuk skala kecenderungan kenakalan remaja. Sebaran aitem yang valid dan yang gugur disajikan di dalam tabel 3.5 di bawah ini:
76
Tabel 3.5 Sebaran aitem valid dan gugur skala kecenderungan kenakalan remaja No.
Aspek Kecenderungan Kenakalan Remaja
1. Keinginan remaja untuk melakukan kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain 2. Kemauan remaja untuk melakukan kenakalan yang menimbulkan korban materi 3. Keinginan melakukan kenakalan sosial 4. Keinginan untuk melakukan kenakalan yang melawan status Total
Jumlah Aitem
Nomor Aitem Aitem Valid 1, 7, 11, 17, 18, 20, 26
Aitem Gugur 13
8
3, 10, 12, 19, 22, 23, 30
5
8
8, 9, 14, 21, 24, 25 2, 4, 6, 27, 28, 29, 31, 32
15, 16
28
4
8
8
32
3.8.2 Hasil Uji Coba Skala Kecerdasan Emosional Aitem yang digunakan untuk menjaring data kecerdasan emosional siswa sebanyak 32 aitem. Setelah melakukan diskriminasi aitem melalui corrected item-total correlation diperoleh 8 aitem gugur dengan koefisien korelasi <0,30 dinyatakan gugur. Adapun aitem yang gugur tersebut adalah nomor: 3, 6, 8, 12, 20, 22, 31, 32. Koefisien cronbach’s alpha dari 24 aitem sebesar 0,876. Sebaran aitem yang valid dan yang gugur disajikan di dalam tabel 3.6 di bawah ini:
77
Tabel 3.6 Sebaran Aitem Valid dan gugur Skala Kecerdasan Emosional Aspek Mengenali emosi diri (expression & recognition of emotions)
Jumlah Aitem 8
Mengelola emosi (control of emotions)
8
Memotivasi diri sendiri (use of emotion for fascilitation thinking) Mengenali emosi orang lain atau empati (caring or emphaty)
8
Total
32
8
Nomor Aitem Aitem Valid Aitem Gugur 1, 2, 7, 8, 11, 3, 6, 8, 12 12 4, 5, 9, 13,16, 17, 21 10, 14, 15, 18, 19, 25, 28 23, 24, 26, 27, 29, 30, 31 24
20
22
31, 32
8
3.8.3 Hasil Uji Coba Skala Keharmonisan Keluarga Aitem yang digunakan untuk menilai keharmonisan keluarga adalah sebanyak 36 aitem. Setelah melakukan diskriminasi aitem melalui corrected item-total correlation diperoleh 3 aitem gugur dengan koefisien korelasi <0,30 dinyatakan gugur. Adapun aitem yang gugur tersebut adalah nomor: 9, 12, 35. Koefisien cronbach’s alpha dari 33 aitem sebesar 0,935. Sebaran aitem yang valid dan yang gugur disajikan di dalam Tabel 3.5 di bawah ini:
78
Tabel 3.7 Sebaran Aitem Valid dan gugur Skala Keharmonisan Keluarga No.
Aspek
Jumlah Aitem 6
Nomor Aitem Aitem Valid Aitem gugur 1, 3, 8, 13, 15, 22,
1.
Adanya apresiasi dan kasih sayang (Appreciation and affection)
2.
Komitmen (Commitment)
6
7, 16, 18, 23, 27
9
3.
Komunikasi yang positif (Positive communication)
6
2, 4, 11, 14, 19
12
4.
Mempunyai waktu bersama keluarga (Enjoyable time together) Terciptanya kesejahteraan spiritual (Spiritual wellbeing) Kemampuan untuk mengatasi stres dan krisis (Succesful management of strees and crisis) Total
6
5, 6, 10, 17, 21, 24
-
6
25, 29, 30, 32, 34
35
6
20, 26, 28, 31, 33, 36
-
36
33
3
5.
6.
79