BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus hingga bulan Desember 2013 di Laboratorium Bioteknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran dan Laboratorium Penelitian dan Pelayanan Jurusan Kimia Singaperbangsa. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan April 2013 di Taman Wisata Alam Angke-Kapuk, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan selama penelitian adalah:
Pisau
: untuk memotong sampel
Kantung plastik
: untuk menyimpan sampel
Spatula
: untuk mengambil dan memasukan sampel, untuk
mengerik ekstrak
Tabung reaksi
: untuk tempat pengujian sampel
Rak tabung
: untuk menyimpan tabung reaksi
Pipet tetes
: untuk mengambil larutan
Neraca analitis
: untuk menimbang sampel
Penangas air
: untuk memanaskan sampel
Labu Erlenmeyer
: untuk media maserasi
Gelas ukur 100 ml
: untuk mengukur volume pelarut dan filtrat
Corong
: untuk membantu penyaringan filtrat
Kertas saring
: untuk menyaring filtrat
Rotary evaporator
: untuk menguapkan filtrat
Botol vial
: untuk menyimpan ekstrak
Mikro pipet
:untuk mengambil sampel, pelarut, DPPH, dan BHT
Kuvet
: untuk wadah sampel dalam pengukuran absorbansi
Spektrofotometer UV : untuk mengukur absorbansi
Batang pengaduk
Beaker glass 250 ml : untuk wadah filtrat
: untuk mengaduk sampel
17
18
Corong pisah
: untuk memisahkan fraksi air dan pelarut
Kaki tiga
: untuk menyangga corong pisah
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah:
Akar, batang, kulit batang,
Amil alkohol
dan daun Avicennia marina
FeCl 1%
yang telah dihaluskan
Metanol
Aquades
DPPH
H2SO4 2N
Pereaksi Wagner
Pereaksi Meyer
Kloroform
n-heksan
Asam asetat anhidrida
etil asetat
H2SO4 pekat
etanol 95%
HCl 2N
Reagen Folin-Ciocalteau
Serbuk Mg
N2CO3 5%
HCl 1%
Asam Galat
(2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil)
BHT
(Butylated
Hidroxyl
Toluene)
3.3 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan merupakan metode observasi laboratorium. Uji fitokimia dilakukan menggunakan metode uji Harborne (1987), ekstraksi menggunakan metode maserasi, fraksinasi menggunakan metode corong pisah, uji aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH, dan uji total fenol menggunakan metode Folin-ciocalteau. 3.4 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari beberapa rangkaian kegiatan penelitian yaitu pengambilan sampel, ekstraksi dengan menggunakan metode maserasi, uji fitokimia, dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH (2,2-difenil-1pikrilhidrazil).
19
Gambar 13. Alur Penelitian 3.4.1 Pengambilan dan Persiapan Sampel Pengambilan sampel untuk setiap bagiannya dilakukan secara acak dan diambil dari 3 buah pohon yang berbeda. Untuk kulit batang diambil dari batang setebal ± 1-2 mm. Sampel lalu dimasukkan ke dalam kantong plastik. Setelah itu sampel dikeringkan dengan cara dianginkan. Setelah kering, sampel lalu dihaluskan dengan menggunakan blender. 3.4.2 Uji Fitokimia Uji fitokimia ini dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan aktif yang terdapat pada sampel. Metode yang dilakukan merupakan metode uji berdasarkan Harborne (1987) yang telah dimodifikasi. Uji yang dilakukan antara lain uji flavanoid, senyawa fenolik, alkaloid, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid.
20
1. Uji Flavonoid Sampel sebanyak 2 gram direndam dengan metanol sebanyak 5 ml lalu disaring dengan kapas. Filtrat hasil penyaringan tersebut dibagi ke dalam 3 tabung reaksi dimana masing-masing tabung diberi perlakuan berbeda, yaitu:
Tabung 1: filtrat ditambahkan dengan HCl pekat sebanyak 2 ml lau dikocok kuat. Setelah itu ditambahkan serbuk Mg lalu dikocok kuat. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih dan terdapat perubahan warna larutan menjadi jingga.
Tabung 2: filtrat ditambahkan dengan H2SO4 2N sebanyak 2 tetes lalu dikocok kuat. Hasil positf bila terdapat perubahan warna menjadi kuning merah atau coklat.
Tabung 3: filtrat ditambahkan dengan NaOH 10% sebanyak 2 tetes lalu dikocok kuat hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna kuning merah, coklat, atau hijau.
2. Uji Senyawa Fenolik Sampel sebanyak 1 gram didihkan dengan 25 ml metanol selama ± 5 menit, lalu disaring dalam keadaan panas. Setelah itu ditambahkan kloroform dan air suling (1:1) sebanyak 5 ml, lalu dikocok dan biarkan hingga terbentuk lapisan kloroform dan air. Sebagian dari lapisan kloroform tersebut diteteskan pada plat tetes dan ditambahkan pereaksi FeCl3 1% sebanyak 1-2 tetes. Hasil positif bila terbentuk warna biru keunguan. 3. Uji Alkaloid Uji alkaloid ini dilakukan dengan menggunakan dua pereaksi. Sampel yang telah halus dilarutkan dalam NH4OH 10% lalu ditambahkan CHCl3, dikocok, dan disaring. Filtrat hasil penyaringan ditambahkan HCl 1N lalu dikocok. Teteskan filtrat tersebut ke plat tetes lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi (Meyer dan Wagner). Hasil positif dengan pereaksi Meyer ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih, sedangkan hasil positif dengan pereaksi Wagner ditunjukkan dengan terbentuk endapan berwarna coklat merah.
21
4. Uji saponin Sampel yang telah halus dimasukkan ke dalam beaker glass lalu ditambahkan dengan aquades sebanyak 20 ml. Setelah itu dipanaskan selama 5 menit lalu disaring. Ambil 10 ml filtrat lalu dikocok. Teteskan 1 tetes HCl 2N pada busa yang terbentuk. Apabila busa tetap stabil maka sampel mengandung saponin. 5. Uji tanin Sampel yang telah halus ditambahkan dengan air lalu dididihkan. Setelah mendididih, sampel disaring. Filtrat diambil sebanyak 2 ml lalu ditambahkan FeCl3 1% sebanyak 1-2 tetes. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru tua atau hijau kehitaman. 6. Uji steroid/triterpenoid Lapisan kloroform dari uji fenolik diteteskan ke plat tetes dan dibiarkan sampai kering. Setelah kering, ditambahkan 1 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes H2SO4 pekat. Hasil positif triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuk warna merah dan hasil positif steroid ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau ungu. 3.4.3 Ekstraksi Prosedur ekstraksi ini adalah dengan menimbang sampel yang telah di haluskan sebanyak 30 gram. Sampel dimasukkan ke erlenmeyer dan ditambahkan dengan metanol dengan perbandingan 1:3. Setelah itu didiamkan selama 2X24 jam. Setelahnya sampel disaring dengan menggunakan kertas saring. Ampasnya digunakan kembali untuk perendaman hingga filtrat terlihat bening. Seluruh filtrat hasil penyaringan lalu diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak pekat. 3.4.4 Fraksinasi Fraksinasi ini dilakukan dengan melarutkan 1 gram ekstrak kasar yang memiliki aktivitas antioksidan terbaik ke dalam 20 ml aquades. Setelah itu, larutan aquades dan ekstrak dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan n-heksan dengan perbandingan 1:1. Corong pisah dikocok lalu didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan n-heksan. Kedua lapisan tersebut
22
dipisahkan hingga didapat fraksi air dan fraksi n-heksan. Fraksi n-heksan diuapkan dengan rotary evaporator sedangkan fraksi air kembali dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan etil asetat
dengan perbandingan 1:1.
Corong pisah dikocok lalu didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan etil asetat. Kedua lapisan tersebut dipisahkan hingga didapat fraksi air dan fraksi etil asetat. Fraksi etil asetat diuapkan dengan rotary evaporator sedangkan fraksi air kembali dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan n-butanol dengan perbandingan 1:1. Corong pisah dikocok lalu didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan air dan lapisan n-butanol. Kedua lapisan tersebut dipisahkan hingga didapat fraksi air dan fraksi n-butanol. Fraksi n-butanol diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator. 3.4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Prosedur pengujian aktivitas antioksidan ini dilakukan dengan membuat campuran ekstrak sampel sebanyak 0,01 gram dengan aquades untuk larutan stok. Setelah itu dilakukan pengenceran ke dalam konsentrasi 30, 60, 90, dan 120 ppm. Campuran ekstrak dan metanol kemudian ditambahkan dengan DPPH 1mM sebanyak 500 µl lalu diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah itu dilakukan pengukuran untuk melihat nilai absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang 517 nm. Untuk blanko digunakan campuran 4,5 ml metanol dengan 500 µl DPPH. Sedangkan untuk kontrol positif digunakan 0,0002 mg BHT yang dilarutkan dalam 20 ml metanol sebagai stok yang setelah itu diencerkan dengan konsentrasi 2, 4, 6, dan 8 ppm. 3.4.6 Uji Total Fenol Uji total fenol ini dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteau yang telah dimodifikasi (Ramamoorthy & Bono 2007 dalam Ukhty 2011). Ekstrak sampel sebanyak 5 miligram dilarutkan dalam 2 ml etanol 95%. Setelah itu ditambahkan 5 ml aquades dan 0,5 ml reagen Folin-Ciocalteau 50%. Campuran didiamkan selama 5 menit lalu ditambahkan 1 ml N2CO3 5% kemudian diinkubasi selama 1 jam dalam keadaan gelap dengan suhu kamar. Setelah itu, absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS dengan panjang
23
gelombang 725 nm. Standar yang digunaka adalah asam galat dengan konsentrasi 5, 10, 15, 25, dan 50 ppm. Kandungan total fenol ditunjukkan dalam persen. 3.5 Parameter yang Diamati Parameter yang diamati pada penelitian ini diantaranya adalah:
Perubahan warna, terbentuknya busa (uji saponin), dan terbentuknya endapan pada uji fitokimia.
Tabel 2. Indikator Positif Pada Uji Fitokimia Uji Perubahan Alkaloid
Positif : terbentuk endapan putih (pereaksi Meyer) terbentuk endapan coklat merah (pereaksi Wagner) Flavonoid Positif: terbentuk buih dan warna larutan menjadi jingga (HCl pekat + Mg) perubahan warna menjadi kuning, merah, atau coklat (H2SO4 2N) perubahan warna menjadi kuning, merah, coklat, atau hijau (NaOH 10%) Senyawa fenolik Perubahan warna menjadi biru keunguan Tanin Perubahan warna menjadi biru tua atau hijau kehitaman Saponin Terbentuk busa stabil setelah penambahan HCl 2N Steroid/triterpenoid Perubahan warna menjadi merah (triterpenoid), perubahan warna menjadi biru atau ungu (steroid)
Nilai rendemen dan warna ekstrak pada ekstraksi. Nilai rendemen dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 × 100% 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Perubahan warna setelah penambahan DPPH dan nilai absorbansi pada uji aktivitas antioksidan. Untuk menghitung besarnya aktivitas antioksidan, harus dihitung terlebih dahulu nilai persen penghambatan DPPH (%inhibisi) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: %𝑖𝑛ℎ𝑖𝑏𝑖𝑠𝑖 =
𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝐴 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 100% 𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
dimana A blanko merupakan serapan radikal DPPH pada blanko dan A sampel merupakan serapan radikal DPPH pada sampel. Setelah didapat nilai
24
inhibisi akan dilakukan penghitungan nilai IC50 yang akan digunakan untuk mengetahui kategori aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel. Berikut merupakan kriteria tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH menurut Blois (1958) dalam Jacoeb (2011): Tabel 3. Kriteria Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Kriteria
Nilai IC50
Sangat kuat
<50 ppm
Kuat
50 – 100 ppm
Sedang
101 – 250 ppm
Lemah
251 – 500 ppm
Tidak memiliki antioksidan
>500 ppm
3.6 Analisis Data Hasil uji fitokimia dan nilai rendemen yang didapatkan akan dianalisis secara deskriptif dengan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar. Untuk uji antioksidan, nilai yang didapat dari penghitungan persen penghambatan digunakan untuk membuat grafik antara konsentrasi sampel (sumbu x) terhadap persen penghambatan DPPH (sumbu y) untuk mencari persamaan regresi liniernya. Persamaan regresi y = a + bx yang didapatkan dari grafik tersebut digunakan untuk penghitungan nilai IC50, dimana nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC50. Nilai IC50 ini menunjukkan besarnya aktivitas antioksidan pada sampel. Nilai IC50 merupakan konsentrasi sampel yang dibutuhkan untuk dapat menghambat 50% dari radikal bebas DPPH (Andayani et al. 2008 dalam Kuntorini dan Astuti 2009). Hasil pengolahan data akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel serta grafik.