BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian “Khazanah Verbal Kepadian Komunitas Tutur Bahasa Kodi, Sumba Barat Daya: Kajian Ekolinguistik” ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan fakta dan informasi tentang kekayaan ideososio-biologis komunitas tutur Kodi. Pendekatan ini dipilih untuk mendapatkan fenomena KVK bahasa Kodi yang nyata dan masih digunakan oleh komunitas bahasa Kodi dan sumber data yang alamiah sebagai perwujudan kehidupan sosiokultural-ekologis masyarakat Kodi.
3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini berlokasi di Sumba Barat Daya. Sumba Barat Daya merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat. Kabupaten Sumba Barat Daya berbatasan langsung dengan Kabupaten Sumba Barat di sebelah timur, di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia, di sebelah utara berbatasan dengan Laut Sumba, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sumba Timur. Etnis Kodi tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Kodi, Kecamatan Kodi Utara, Kecamatan Kodi Bangedo, dan Kecamatan Kodi Balaghar. Tempat penelitian yang dipilih adalah Desa Wai Makaha di Kodi Balaghar. Pemilihan desa ini didasarkan atas rekomendasi informan awal yang memiliki kedekatan dengan masyarakat Desa Wai Makaha sehingga peneliti
46
47
mengalami kemudahan dalam menjaring data. Berdasarkan pengamatan peneliti, desa ini adalah desa yang aman dan masyarakatnya menerima pendatang dengan baik. Masyarakat desa ini masih melaksanakan kegiatan penanaman padi ladang dan memiliki hamparan ladang yang sangat luas. Peneliti bisa mempelajari proses tanam, panen, dan kegiatan merontokkan butir padi dari tangkainya di desa ini. Di samping itu juga, dapat melihat secara langsung benda-benda yang berhubungan dengan padi yang sangat sulit didapatkan di tempat lain.
3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sehubungan dengan itu, data yang diperlukan adalah data lisan berupa leksikon dan tuturan. Leksikon dan tuturan diperoleh secara langsung yang berhubungan dengan hal-hal kepadian. Data lisan diperoleh melalui wawancara. Bentuk data lisan berupa khazanah verbal tentang kepadian dalam bahasa Kodi. Tidak semua khazanah verbal bahasa Kodi yang dijadikan data untuk penelitian ini. Data yang digunakan berupa satuan-satuan kebahasaan yang mengodekan dan mengandung makna referensial eksternal tentang kepadian yang ada dalam lingkungan alam dan lingkungan sosial-budaya komunitas tutur bahasa Kodi. Data yang didapatkan di lapangan adalah berupa kata berkategori nomina dan verba serta gabungan kata yang memiliki fungsi representasi leksikonleksikon kepadian dalam kegiatan penanaman padi ladang di Kodi. Selain itu, juga digali secara intensif tentang tuturan kepadian yang digunakan dalam setiap
48
upacara dan mitos yang berkembang di masyarakat tentang asal mula padi di Kodi.
3.3.2 Sumber Data Sumber data primer pada penelitian ini adalah penutur bahasa Kodi yang menempati wilayah Kecamatan Kodi Balaghar, tepatnya Desa Wai Makaha. Penentuan informan penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling (Sugiyono, 2012: 219). Penentuan informan dilakukan saat peneliti memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. Peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data awal yang diperlukan untuk mengenali keseluruhan medan penelitian. Selanjutnya, informan awal dapat memberikan petunjuk kepada peneliti tentang informan lain yang dipertimbangkan dapat memberikan data lebih lengkap. Informan yang diperlukan dalam penelitian ini berjumlah empat orang. Kriteria informan dalam penelitian ini, antara lain (1) sehat jasmani dan rohani; (2) berumur antara 40 sampai dengan 65 tahun; (3) mempunyai banyak waktu untuk diwawancarai, dan kriteria yang tidak kalah pentingnya, yaitu (4) cukup lama terlibat secara aktif dalam segala kegiatan penanaman padi ladang dan sangat memahami kegiatan penanaman padi ladang dan sering berkecimpung dalam kegiatan adat.
49
3.4 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini berbentuk daftar pertanyaan. Daftar yang digunakan adalah daftar pertanyaan untuk wawancara tak terstruktur, daftar pertanyaan untuk wawancara terstruktur, dan daftar leksikon. Daftar pertanyaan untuk wawancara tak terstruktur berguna untuk mendapatkan informasi awal yang masih bersifat umum mengenai kegiatan penanaman padi ladang. Daftar pertanyaan untuk wawancara terstruktur untuk memperoleh data selengkap-lengkapnya mengenai penanaman padi ladang di Kodi. Daftar leksikon berfungsi untuk mendapatkan leksikon-leksikon kepadian yang merepresentasikan kegiatan penanaman padi ladang.
3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Ada dua macam metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode simak dan metode cakap. Metode simak dengan teknik simak bebas libat cakap, sedangkan metode cakap dengan teknik cakap semuka, sedangkan metode simak dan cakap juga dengan teknik rekam dan teknik catat. Pemilihan teknik simak bebas libat cakap didasarkan atas peneliti yang tidak ikut serta dalam pembicaraan karena peneliti bukan penutur asli bahasa Kodi. (Sudaryanto, 1993: 133, 137). Metode cakap dengan teknik cakap semuka dilakukan dengan jalan mengadakan wawancara berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara yang pertama kali dilakukan saat peneliti baru memasuki lapangan adalah wawancara tak terstruktur. Wawancara tak terstruktur digunakan dalam
50
pengamatan awal peneliti untuk mengetahui secara lebih mendalam objek yang diteliti. Peneliti berusaha mendapatkan informasi awal yang berhubungan dengan objek sehingga peneliti dapat menentukan secara pasti permasalahan yang harus diteliti. Dalam wawancara tak terstruktur, peneliti belum mengetahui secara pasti data yang akan diperoleh sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan pembicaraan informan. Berdasarkan analisis terhadap setiap jawaban informan tersebut, peneliti dapat mengajukan berbagai pertanyaan berikutnya yang lebih terarah pada tujuan penelitian. Karena wawancara yang dilakukan tidak terstruktur, pencatatan dan pemilahan data harus segera dilakukan, yang kemudian dilanjutkan dengan membuat rangkuman yang lebih sistematis terhadap hasil wawancara. Hubungan satu data dengan data yang lain perlu dikonstruksikan sehingga menghasilkan pola dan makna tertentu. Setelah pembuatan rangkuman sebagai hasil wawancara tak terstruktur, peneliti telah mengetahui unsur-unsur yang bisa ditanyakan secara terstruktur kepada informan agar lebih menukik kepada pokok permasalahan. Cara ini dikenal juga dengan wawancara terstruktur. Percakapan diarahkan oleh peneliti untuk memperoleh data yang selengkap-lengkapnya sesuai dengan harapan. Metode simak dan cakap juga harus diperkuat dengan metode partisipasif. Dalam metode partisipasif, peneliti melakukan pengamatan dengan cara terlibat langsung dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan informan (Sugiyono, 2012) yang terkait dengan kepadian. Beberapa contohnya adalah berpartisipasi dalam proses tanam, proses panen, proses merontokkan butir padi dari tangkainya, menumbuk padi, dan menampi beras. Dengan berpartisipasi langsung peneliti
51
dapat menyimak dan menanyakan semua hal yang terkait dengan setiap kegiatan berladang sehingga data yang didapatkan lebih akurat karena semua benda atau cara berladang sudah diketahui dan dapat menunjang pencarian data yang lain.
3.6 Metode dan Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah mengolah data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode distribusional, yaitu metode yang meneliti sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur di dalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri-ciri khas kebahasaan satuan-satuan lingual tertentu. Jadi, unsur-unsur bahasa tersebut dianalisis sesuai dengan perilaku atau tingkah laku kebahasaannya (Subroto, 1992: 64). Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung dengan membagi satuan lingual menjadi beberapa bagian atau unsur dan unsur-unsur tersebut dipandang sebagai bagian yang langsung membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 31). Penelitian KVK ini adalah penelitian terhadap bahasa yang tidak dikuasai oleh peneliti sehingga peneliti sangat memerlukan bantuan informan kunci. Peneliti memberikan berbagai alternatif pembagian sebagai bahan pemancing sehingga informan kunci dapat memberikan ketentuan yang tepat tentang setiap bagian yang merupakan unsur (yaitu dengan ciri fungsional, bermakna, bagi satuan lingual yang dibentuknya). Dengan demikian, pembagian yang dilakukan oleh peneliti tidak dibuat-buat. Berikut ini adalah contoh data untuk penerapan teknik bagi unsur langsung.
52
pa-noto-ni ndalu tana pa-noto-wa-ndi la ndalu tana mete bana-noto-do-ngo boha watu kaka
Satuan lingual di atas pada awalnya adalah panotoni, panotowandi, dan bananotodongo. Ketiga bentuk di atas memiliki kemiripan bentuk noto sehingga bisa dipilah menjadi pa-notoni, pa-noto-wandi, dan bana-noto-dongo. Setelah beberapa kali pemancingan maka didapatkan pembagian unsur panotoni menjadi pa-noto-ni, panotowandi menjadi pa-noto-wa-ndi, dan babanotodongo menjadi bana-noto-do-ngo. Teknik bagi unsur langsung dibantu dengan beberapa teknik lanjutan, yaitu teknik lesap (delesi), teknik ganti (substitusi), teknik balik (permutasi), teknik ubah ujud (parafrase), dan teknik baca pemarkah (Sudaryanto, 1993: 36). Teknik lesap dilaksanakan dengan melesapkan suatu unsur yang terdapat pada satuan lingual tertentu (Sudaryanto, 1993: 37). Berikut ini adalah penggunaan teknik lesap. Oro inda mburu a karena tidak turun ART „Karena hujan tidak jatuh‟ *Oro inda a karena tidak ART „Karena tidak hujan‟
urra hujan
urra hujan
Oro inda kedu a weiyo karena tidak terjun ART air „Karena air tidak terjun‟ *Oro inda a karena tidak ART „Karena tidak air‟
weiyo air
53
Unsur yang ditebalkan dalam contoh di atas adalah unsur mburu „turun‟ dan kedu „terjun‟. Jika unsur mburu „turun‟ dan kedu „terjun‟ dilesapkan, maka hasil yang didapatkan tidak gramatikal. Itu menunjukkan bahwa unsur mburu „turun‟ dan ura „hujan‟ serta kedu „terjun‟ dan weiyo „air‟ memiliki kadar keintian yang tinggi sehingga unsur mburu dan kedu sangat diperlukan untuk membentuk suatu teks yang utuh. Teknik ganti dilaksanakan dengan menggantikan suatu unsur dalam satuan lingual dengan unsur yang lain di luar satuan lingual tersebut (Sudaryanto, 1993: 37). Penggunaan teknik ganti dalam analisis data penelitian ini adalah sebagai berikut. Ha-mburu-ndi wini „menurunkan bibit‟ Ha-mburu-ndi pare „menurunkan padi‟
Dalam data di atas, wini dapat digantikan dengan pare. Berdasarkan hal itu, dapat diketahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur yang digantikan dan unsur pengganti. Kedua unsur di atas berada dalam kelas atau kategori yang sama, yaitu nomina. Teknik balik berupa pembalikan unsur dalam satuan lingual tertentu (Sudaryanto, 1993: 72). Teknik balik berguna untuk mengetahui kadar ketegaran letak suatu unsur dalam susunan beruntun. Jika unsur tertentu dapat dipindahkan tempatnya dalam susunan beruntun, maka unsur yang bersangkutan memiliki kadar ketegaran letak yang rendah (kurang tegar) (Sudaryanto, 1993: 74). Ha-mburu-ngo-ka *Ha-mburu-ka-ngo
wini wini
54
Unsur hamburungoka dalam data di atas terdiri atas unsur ha-, mburu, -ngo-, dan ka. Jika letak unsur-unsur tersebut dibalik menjadi ha-mburu-ka-ngo, maka hasilnya tidak gramatikal karena pemarkah -ka selalu berada di akhir pemarkah ngo-. Karena unsur-unsur tersebut tidak dapat dibalik, maka kadar ketegaran unsur-unsur yang membentuk hamburungoka tinggi. Teknik parafrase digunakan untuk mengubah wujud salah satu atau beberapa unsur satuan lingual yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993: 38). Penggunaan teknik ini berguna untuk memperluas suatu pertuturan. Berikut ini adalah contoh penggunaan teknik parafrase. Bha-ngandi-ya wei huhu wei baba ASP-bawa-3TG-A air susu air pangkuan „Membawa air susu air pangkuan‟ „Menanam bibit padi‟
Contoh data di atas adalah bhangandiya wei huhu wei baba. Bhangandiya wei huhu wei baba dimaknai secara harfiah menjadi membawa air susu dan air pangkuan. Bentuk yang penting dalam data di atas adalah bentuk bhangandiya. Berdasarkan konteks, petikan teks tersebut dapat diparafrasekan menjadi menanam bibit padi (wei huhu wei baba). Bhangandiya yang berarti membawanya dapat diparafrasekan menjadi menanamnya (bibit padi). Teknik analisis lainnya adalah teknik baca markah. Teknik baca markah adalah teknik untuk dapat menemukan kejatian satuan lingual melalui pemarkah yang dimiliki. Pemarkahan menunjukkan kejatian satuan lingual atau identitas konstituen tertentu. Kemampuan membaca peranan pemarkah itu berarti kemampuan menentukan kejatian yang dimaksud (Sudaryanto, 1993: 95). Teknik ini dilakukan dengan melihat pemarkah dalam suatu satuan lingual. Pemarkah itu
55
sebagai tanda pengenal satuan lingual yang diamati. Berikut ini adalah contoh penerapan teknik baca markah. Henggoro-ya a kalimbya bongkar-3TG-A ART rangkaian padi yang memuncak „Membongkar rangkaian padi yang memuncak‟
Dalam contoh data di atas terdapat unsur henggoroya yang dipilah menjadi unsur henggoro dan -ya. Henggoro berarti membongkar, sedangkan -ya adalah klitik pronomina persona ketiga tunggal yang mengacu kepada kalimbya „rangkaian padi yang memuncak‟. Teknik baca markah sangat penting untuk mengetahui kejatian nomina yang diacu oleh klitik -ya dalam contoh data di atas. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data leksikon, antara lain (1) memilah leksikon-leksikon berdasarkan kata dan gabungan kata; (2) menentukan kategori setiap kata dalam leksikon; (3) mengidentifikasi unsur-unsur pembentuk kata dan gabungan kata; (4) mengklasifikasikan gabungan kata ke dalam gabungan kata predikatif, kata majemuk, ungkapan, dan frase. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penganalisisan tuturan kepadian, antara lain (1) membagi setiap satuan lingual yang berupa tuturan ke dalam teksteks; (2) memilah setiap teks ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil; (3) mencari makna per glosnya; (4) membuat parafrase dari setiap teks; dan (5) setiap teks yang memadai untuk diletakkan di dalam pembahasan dipilah untuk dimasukkan ke analisis bentuk, fungsi, dan makna.
56
3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Pada tahap penyajian peneliti menampilkan hasil penelitian dalam wujud laporan tertulis yang telah dihasilkan dari kerja analisis. Pada penyajian hasil analisis data digunakan metode informal dan formal. Metode informal merupakan perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa. Sebaliknya, metode formal merupakan perumusan dengan tanda-tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto, 1993: 145). Penyajian hasil analisis tersebut menggunakan teknik deduktif dan induktif. Teknik deduktif adalah cara penyajian dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat umum kemudian dikemukakan hal-hal yang bersifat khusus sebagai penjelas. Teknik induktif adalah cara penyajian dengan mengemukakan hal-hal yang bersifat khusus kemudian dikemukakan hal-hal yang bersifat umum (Hadi, 2004: 47).