BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian survei ini bersifat deskriptif yaitu mengetahui gambaran proses pembuatan tahu dan hasil analisis bahaya fisik, bahaya kimia dan bahaya biologis pada Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang di produksi di industri rumah tangga di Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan Medan Polonia. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua industri rumah tangga yang memproduksi Tahu Cina dan yang memproduksi Tahu Sumedang di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. Di Kelurahan Sari Rejo sendiri terdapat beberapa industri rumah tangga pembuatan tahu baik yang masih menggunakan peralatan sederhana maupun yang sudah menggunakan teknologi mesin. Alasan pemilihan lokasi ini karena kedua industri rumah tangga inilah yang sudah menggunakan teknologi mesin dan wilayah pemasaran produknya yang sudah luas dibandingkan industri rumah tangga lain yang ada di Kelurahan Sari Rejo. Sampel dari lokasi penelitian kemudian dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya. Untuk pemeriksaan bahaya fisik dilakukan di laboratorium Gizi FKM USU.
Universitas Sumatera Utara
3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan mulai Oktober-November 2014. 3.3 Objek Penelitian Objek penelitian adalah Tahu Cina dan Tahu Sumedang yang diproduksi di Kelurahan Sari Rejo. 3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer Untuk mengetahui di tahap mana saja akan ditemukan titik kritis maka pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan dokumentasi proses pembuatan Tahu Cina dan proses pembuatan Tahu Sumedang. Pada setiap tahapan proses pembuatan tahu akan digunakan form pohon keputusan (decision tree). Sampel untuk pemeriksaan bahaya mikrobiologis, bahaya kimia dan bahaya fisik yaitu beberapa potongan tahu yang diambil dari satu baki pencetakan. Untuk pengambilan sampel perlu disiapkan alat seperti termos, plastik putih, botol air mineral, sarung tangan, dan alkohol 96%. Proses pengambilan sampel dilakukan secara hati-hati untuk mencegah adanya kontaminasi dari peneliti maupun dari lingkungan. Prosedur pengambilan sampel untuk air pencucian dan perendaman kedelai adalah sebagai berikut: (1) Siapkan termos yang sudah disterilkan dengan membilasnya menggunakan alkohol. (2) Siapkan dua buah botol yang sudah diberi tanda untuk wadah pengambilan air pencucian dan perendaman kedelai, bilas kedua botol dengan alkohol.
Universitas Sumatera Utara
(3) Gunakan sarung tangan lalu semprot dengan alkohol (4) Masukkan botol ke dalam drum pencucian kedelai. Setelah sampel kira-kira sudah cukup botol kemudian ditutup (5) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (6) Untuk pengambilan air perendaman, masukkan botol ke dalam drum perendaman kedelai. Setelah sampel kira-kira sudah cukup botol kemudian ditutup (7) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (8) Tutup termos dengan rapat lalu diikat dengan lakban (9) Sampel dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya Pengambilan sampel tahu dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: (1) Ambil plastik putih, bilas dengan alkohol (2) Gunakan sarung tangan lalu semprot dengan alkohol (3) Ambil beberapa potongan tahu lalu masukkan ke dalam plastik (4) Semprotkan udara sekitar dengan alkohol lalu masukkan sampel ke dalam termos (5) Tutup termos dengan rapat lalu diikat dengan lakban (6) Sampel dibawa ke laboratorium Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan (BARISTAND) untuk diperiksa bahaya mikrobiologis dan kimianya
Universitas Sumatera Utara
Untuk pemeriksaan bahaya fisik, prosedur kerjanya sebagai berikut: (1) Dengan menggunakan sarung tangan steril, ambil beberapa potongan tahu dari baki pencetakan yang sama untuk sampel mikrobiologis dan kimia. Masukkan ke dalam plastik putih yang sudah disterilkan dengan alkohol (2) Tahu kemudian dibawa ke laboratorium Gizi FKM USU (3) Tahu digerus diatas gelas objek secara perlahan dengan menggunakan spatula (4) Isi gelas beaker dengan air secukupnya lalu masukkan tahu yang sudah digerus (5) Amati apakah ada cemaran, baik yang mengapung seperti serpihan kayu maupun cemaran yang tenggelam mis. butiran pasir 3.4.2 Data Sekunder Meliputi gambaran umum wilayah Kelurahan Sari Rejo dan informasi yang relevan dengan penelitian ini. 3.5 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian menggunakan form identifikasi bahaya dan form pohon keputusan (decision tree) titik kritis. 3.6 Defenisi Operasional 1. Analisis bahaya adalah proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya yang berdampak pada keamanan pangan dalam proses pembuatan tahu. 2. Identifikasi titik kritis adalah penentuan suatu titik atau tahap yang dianggap rawan dan harus dikendalikan dengan melihat secara langsung proses pembuatan tahu dengan menggunakan form pohon keputusan (decision tree).
Universitas Sumatera Utara
3. Tahu Cina adalah tahu yang diperoleh dari Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. 4. Tahu Sumedang adalah tahu yang diperoleh dari Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Kelurahan Sari Rejo, Medan Polonia. 5. Bahaya fisik adalah adanya benda asing seperti pasir, kerikil, potongan kayu, rambut, atau cemaran lainnya yang ditemukan pada produk tahu. 6. Formalin adalah bahan tambahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan dan pengawet mayat. 7. Mikroba adalah mikroorganisme atau organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan. 8. Logam berat adalah adanya kandungan timbal, tembaga, dan arsen pada produk tahu yang yang berasal dari bahan maupun peralatan yang digunakan pada proses pembuatan tahu. 3.7 Alat dan Bahan 3.7.1 Penentuan Adanya Formalin dengan Metode Destilasi a.
Peralatan
Berikut ini adalah peralatan yang digunakan untuk uji formalin: 1) Neraca analitik 2) Erlenmeyer 3) Seperangkat alat destilasi 4) Tabung reaksi 5) Penangas air
Universitas Sumatera Utara
b. Bahan 1) Tahu Cina 2) Tahu Sumedang 3) Aquadest 4) Asam phospat 85% 5) Larutan AgNo3 6) Asam kromatoprat 0,5% dalam H2SO 4 60% c. Cara Kerja 1. Timbang 50 gr sampel masukkan ke dalam labu destilasi 2. Tambahkan 100 ml aqaduest dan 5 ml Asam phospat 85% 3. Pasang alat destilasi, lakukan destilasi sampai diperoleh destilat 50 ml yang ditampung di dalam erlenmeyer yang berisi 10 ml aquadest (ujung pendingin harus tercelup ke dalam aquadest) 4. Sebagian di destilat masukkan ke dalam tabung reaksi + Asam kromatoprat 0,5% dalam H2SO4 60%, panaskan dalam water bath sampai menjadi warna ungu (Cahyo dan Diana, 2006). 3.7.2 Penentuan Angka Lempeng Total a. Peralatan 1) Timbangan dengan ketelitian 0,0001 g 2) Alat hitung koloni 3) Autoclave 4) Stomaker
Universitas Sumatera Utara
5) Inkubator 35 ± 1°C 6) Anaerobic jar 7) Cawan petri 15 mm x 90 mm 8) Botol pengencer 9) Batang gelas bengkok dengan diameter 3-4mm, panjang tangkai 15-20mm 10) Pipet gelas: 0,1 ml; 1 ml; 5 ml dan 10 ml b. Bahan 1) Tahu Cina 2) Tahu Sumedang c. Media dan pengencer 1) Plate Count Agar (PCA) 2) Larutan Butterfield’sphosphate Buffered 3) Gas pack dan indikator air anaerob d. Cara Kerja 1. Masing-masing sampel ditimbang 25 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian ditambahkan larutan buffer phosphat pH.7.0 hingga mencapai volume 100 ml, kemudian dikocok sampai homogen 2. Dengan menggunakan pipet steril, pindahkan 1 ml suspensi di atas ke dalam larutan buffer Phosfat. Lakukan pengenceran sampai di dapat pengenceran 10-1, kemudian sebanyak 1 ml dari tiap pengenceran tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml buffer
phosphat (pengenceran
10 -2).
Universitas Sumatera Utara
Pengenceran
dilanjutkan
hingga
terbentuk
suspensi
akhir
dengan
pengenceran 10-6. 3. Dengan menggunakan pipet ambil 1 ml dari setiap pengenceran 10 -1, 10-2 dst masukkan ke dalam cawan petri steril. Lakukan secara duplo untuk setiap pengenceran. 4. Ke dalam cawan petri tuang 12 ml – 15 ml PCA, cawan petri digoyang hingga suspensi tersebar merata 5. Setelah agar menjadi padat, cawan diinkubasi pada suhu 22°C ± 1°C selama 48 jam ± 2 jam dalam posisi dibalik 6. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung (Harmita dan Maksum, 2006) 3.7.3 Uji Kandungan Logam Berat dengan Metode Atomic Absorption Spectrometry (AAS) a. Peralatan 1) Perangkat AAS 2) Tanur 3) Hot plate 4) Batang pengaduk 5) Kertas saring 6) Timbangan b. Bahan 1) Tahu Cina dan Tahu Sumedang 2) Larutan HNO3 6,5%
Universitas Sumatera Utara
3) Aquadest c. Prosedur 1. Timbang sampel sebanyak 5 gram, ditanur selama
jam pada suhu tanur
300°C 2. Sampel yang sudah ditanur didiamkan hingga dingin 3. Larutan HNO3 6,5% sebanyak 10 ml di masukan ke dalam sampel yang telah di tanur. 4. Sampel di panaskan pada hot plate selama 5 menit 5. Sampel diaduk menggunakan batang pengaduk agar tercampur dengan larutan 6. Sampel disaring menggunakan kertas saring lalu campurkan aquadest sampai larutan mencapai 50ml 7. Menyiapkan alat AAS yang telah tersambung dengan komputer yang akan mencatat hasil analisis (Darmono, 1995). 3.8 Analisis Data Data yang diperoleh di lapangan beserta hasil pemeriksaan laboratorium diolah secara manual, disajikan dalam bentuk tabel dan dinarasikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Sari Rejo adalah satu dari lima kelurahan di Kecamatan Medan Polonia. Di daerah ini terdapat 12 Industri Rumah Tangga pembuatan tahu dimana 11 industri yang memroduksi Tahu Sumedang berada di daerah Jalan Ayahanda dan 1 industri yang memproduksi Tahu Cina berada di Jalan Langgar. Industri rumah tangga pembuatan tahu yang menjadi lokasi penelitian yaitu 1 industri yang berada di Jalan Ayahanda dan 1 indutri Tahu Cina yang berada di Jalan Langgar. Daerah ini lumayan strategis menjadi tempat pembuatan tahu karena bahan baku kedelai berupa kedelai impor mudah diperoleh yang dipasok dari daerah Helvetia juga adanya lahan yang tersedia sebagai tempat berdirinya industri rumah tangga. Industri rumah tangga pembuatan Tahu Cina mempunyai luas kira-kira 9x6 meter, dengan bentuk huruf L. Industri ini memiliki halaman yang cukup luas yang digunakan sebagai tempat parkir truk pengangkut kedelai dan tahu. Industri ini menggunakan 3 mesin penggiling kedelai dan 3 mesin perebusan bubur kedelai yang digunakan secara bersamaan setiap hari untuk menghemat waktu kerja, dan 1 alat penyaring. Di sebelah ruangan produksi terdapat satu tungku berukuran besar yang digunakan untuk memanaskan air dalam pipa dan uap yang nantinya keluar dari pipa akan digunakan untuk merebus/mendidihkan bubur kedelai.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.1 Penggilingan Kedelai
Gambar 4.2 Pemindahan Bubur Kedelai Hasil Penyaringan ke Wadah Penggumpalan
Dari gambar 4.1 dan 4.2 di atas, peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan Tahu Cina tidak terawat, terlihat dari mesin yang sudah usang dan berkarat. Begitu juga dengan drum yang digunakan untuk memindahkan bubur kedelai hasil saringan ke wadah penggumpalan terlihat berwarna coklat dan kotor. Peralatan yang tidak bersih seperti ini bisa mencemari produk karena terlepasnya kotoran atau cemaran dari peralatan yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Tidak berbeda jauh dengan industri pembuatan Tahu Cina, industri pembuatan Tahu Sumedang juga menggunakan tungku untuk menyalurkan uap yang dibutuhkan untuk proses perebusan bubur kedelai. Dengan luas bangunan kira-kira 7x7 meter, disinilah diproduksi Tahu Sumedang setiap hari dengan menggunakan satu alat penggiling kedelai, dua kuali perebusan dan dua alat penyaring. Sisi kanan dan kiri industri digunakan sebagai area pencetakan tahu dengan meletakkan baki-baki pencetakan dalam posisi berjajar.
Gambar 4.3 Proses Pembuatan Tahu Sumedang
Dari gambar terlihat ada dua buah bak penampungan air, yang satu berlumut dan bak yang lain berwarna cokelat. Bak ini digunakan untuk menampung air yang akan digunakan untuk proses pembuatan tahu seperti pada perendaman kedelai,
Universitas Sumatera Utara
penggilingan dan perendaman tahu yang sudah jadi. Terlihat juga jeregen-jeregen perendaman kedelai yang kotor. Bak dan jeregen yang tidak dibersihkan akan memicu produk yang dihasilkan kurang baik seperti adanya cemaran yang akan mengotori produk. 4.2 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Pemeriksaan fisik pada tahu dilakukan setelah tahap pencetakan. Pemeriksaan cemaran fisik pada tahu dilakukan untuk melihat adanya benda asing yang mungkin terikut ke produk saat proses produksi. Tabel dibawah ini menunjukkan hasil pemeriksaan bahaya fisik pada sampel Tahu Cina dan Tahu Sumedang. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahaya Fisik pada Tahu Produk Bahaya fisik Tahu Cina Kedelai hitam, pasir Tahu Sumedang Kedelai hitam
Dari tabel 4.1 diatas terlihat bahwa kedua jenis tahu tercemar oleh kedelai hitam, pasir, yang menyebabkan produk menjadi kelihatan kotor, tidak putih bersih seperti idealnya tahu. Hal ini disebabkan karena baik pada proses pembuatan Tahu Cina maupun Tahu Sumedang tidak dilakukan tahap sortasi pada kedelai yaitu memisahkan kedelai yang bagus dan kurang bagus. Selain itu juga tidak ada pencucian kedelai sebelum diproses sehingga didapati pasir pada produk.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan bahaya kimia pada tahu dilakukan untuk mengetahui kadar bahan penggumpal (CaSO4) pada Tahu Cina, adanya formalin pada kedua jenis tahu dan kandungan logam berat ( timbal, tembaga, arsen) pada kedua jenis tahu. Dari hasil pemeriksaan di laboratorium, diperoleh hasil kadar kalsium sulfat sebesar 1,02% b/b (1,02 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan sari kedelai), sedangkan baku mutu yang ditetapkan hanya 0,1 % b/b (0,1 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan sari kedelai). Angka ini menunjukkan bahwa kadar kalsium sulfat sebagai bahan penggumpal untuk pembuatan Tahu Cina melebihi standar yang ditetapkan. Hal ini disebabkan penggunaan kalsium sulfat tidak menggunakan takaran, atau hanya diperkirakan seadanya saja oleh pekerja. Tabel 4.2 Pemeriksaan Formalin pada Tahu Produk Hasil Tahu Cina Positif Tahu Sumedang Positif
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa kedua jenis tahu yang menjadi sampel positif mengandung formalin. Formalin berfungsi sebagai pengawet supaya tahan beberapa hari karena tahu yang tidak diberi pengawet hanya akan bertahan satu hari. Pada kenyataannya, formalin sebagai bahan pengawet dilarang ditambahkan pada makanan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Pemeriksaan Logam Berat pada Tahu (mg/kg) Baku mutu Hasil Baku mutu Hasil Produk Timbal uji Tembaga uji
Baku mutu Arsen
Hasil uji
T.Cina T.Sumedang
Maks. 1,0
0,03 0,03
Maks. 2,0
<0,02 <0,02
Maks. 30
2,41 3,23
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa cemaran logam berat yaitu timbal, tembaga dan arsen pada kedua jenis tahu belum melewati baku mutu yang sudah ditetapkan. Pemeriksaan bahaya mikrobiologi dilakukan pada air perendaman kedelai dan pada tahu yang sudah jadi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan dan jumlah bakteri E.coli maupun Salmonella. Tabel 4.4 Pemeriksaan Mikrobiologi pada Air Perendaman Kedelai Sampel
1. 2.
Baku mutu 10/ 100ml 10/ 100ml
E.coli Satuan MPN/ 100ml MPN/ 100ml
Hasil uji 16000
Baku mutu 0
16000
0
Salmonella Satuan
Hasil uji
Col/ml
0
Col/ml
0
Keterangan. 1: air perendaman kedelai Tahu Cina 2: air perendaman kedelai Tahu Sumedang Satuan yang digunakan untuk pemeriksaan E.coli yaitu Most Probable Number dalam 100 mililiter sampel air perendaman kedelai (MPN/100ml) atau Angka Paling Mungkin/100mililiter (APM/100ml). Sedangkan untuk pemeriksaan Salmonella digunakan satuan koloni/mililiter sampel (col/ml).
Universitas Sumatera Utara
Dari tabel di atas kedua air perendaman kedelai negatif untuk pemeriksaan Salmonella. Sedangkan untuk keberadaan E.coli kedua air perendaman sama-sama mengandung E.coli dengan jumlah 16000/100ml. Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan sangat tercemar. Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Mikrobiologis pada Tahu. Sampel T.Cina
E.coli Baku mutu 0
T.Sumedang0- 0
Satuan MPN/100ml MPN/100ml
Hasil Uji 0 0
Salmonella Baku Satuan mutu Negatif Col/25 gr
Hasil uji Negatif
Negatif
Negatif
Col/25 gr
Tabel 4.5 di atas menunjukkan tidak ada pertumbuhan E.coli untuk kedua jenis tahu, juga hasil pemeriksaan negatif untuk Salmonella. E.coli yang terdapat pada air perendaman mati saat proses perebusan dengan suhu yang tinggi sehingga tidak ditemukan lagi pada produk.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Cina di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo Kecamatan Medan Polonia Proses pembuatan Tahu
Bahaya M/K/F F
Jenis bahaya Ranting, lumut
M
E.coli
Penggilingan
K
Perebusan
Sumber bahaya
Cara pencegahan
Terikut dari kedelai, dari bak perendaman Air
Melakukan sortasi, membersihkan bak
Logam berat
Mesin penggiling
Membersihkan alat penggiling
K
Logam berat
Pipa untuk menyalurkan uap
Mengganti pipa secara rutin
Penggumpalan
K
CaSO4
Bahan penggumpal
Penggunaan bahan penggumpal sesuai takaran
Pencetakan
M
Keringat pekerja,
Pekerja
Pekerja memakai pakaian
Perendaman
Memakai air bersih
Penyaringan
Keterangan.: M= mikrobiologi ; K = kimia ; F = fisik
Tabel 4.7 Analisis Resiko Bahaya Produk Kelompok bahaya A B C D Tahu Cina √ Tahu Sumedang
√
Kategori resiko E √ √
F 4 4
Keterangan Bahaya A: bahaya yang dapat menyebabkan produk yang ditujukan untuk kelompok beresiko menjadi tidak steril. Bahaya B: produk mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya mikro biologi
Universitas Sumatera Utara
Bahaya C: proses yang tidak diikuti dengan langkah pengendalian terhadap mikroba berbahaya Bahaya D: produk terkontaminasi ulang setelah pengolahan dan sebelum pengepakan Bahaya E: bahaya pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi Bahaya F: yaitu bahaya yang timbul karena tidak adanya proses pemanasan akhir setelah proses pengepakan atau ketika dimasak di rumah Kategori 0: Jika bahan pangan mengandung bahaya A atau ditambah dengan bahaya yang lain Kategori 1: Jika bahan pangan mengandung lima karakteristik bahaya (B,C,D,E,F) Kategori 2: Jika bahan pangan mengandung empat karakteristik bahaya (antara B-F) Kategori 3: Jika bahan pangan mengandung tiga karakteristik bahaya (antara B – F) Kategori 4: Jika bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya (antara B – F) Kategori 5: Jika bahan pangan mengandung satu karakteristik bahaya (antara B -F) Kategori 6: Jika tidak terdapat bahaya
Dari tabel analisis resiko bahaya di atas, kedua tahu berada pada kelompok bahaya B yaitu produk mengandung bahan yang sensitif terhadap bahaya mikro biologi. Tahu menjadi sensitif terhadap bahaya mikrobiologi karena tahu mengandung air sehingga menjadi rentan sebagai tempat bertumbuhnya jamur maupun bakteri. Bahaya E yaitu bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi atau penanganan oleh konsumen sehingga menyebabkan produk menjadi berbahaya apabila dikonsumsi. Bahaya yang potensial pada penanganan saat distribusi yaitu penjual kemungkinan menjual tahu yang sudah basi atau lama sehingga bisa membahayakan konsumen seperti menyebabkan diare. Berdasarkan tingkat bahaya, tahu berada pada kategori 4 yaitu bahan pangan mengandung dua karakteristik bahaya (antara B-F).
Universitas Sumatera Utara
4.3 Pohon keputusan penentuan Titik Pembuatan Tahu Cina
Kritis pada Tiap Tahap Proses
1) Tahap perendaman kedelai
P1
Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman? ya
Tidak
TKK
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? P2 Ya
P3
Tidak
Bukan TK
Apakah tahap berikutnya ( penggilingan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya
Bukan TK
Titik Kritis (TK)
Tidak
Gambar 4.4 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Keterangan: P1= pertanyaan 1; P2= pertanyaan 2; P3= pertanyaan 3
Dari gambar pohon keputusan di atas bahwa tahap perendaman menjadi titik kritis karena pada tahap perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina digunakan air yang tercemar E.coli juga terdapat cemaran fisik yaitu lumut pada bak
Universitas Sumatera Utara
perendaman. Tahap selanjutnya yaitu penggilingan tidak bisa mengurangi cemaran fisik maupun bahaya E.coli yang ditemukan pada tahap perendaman. 2) Tahap penggilingan kedelai P1
Apakah tahap penggilingan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Ya
Tidak
P2
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya
P3
TKK
Tidak
Bukan TK
Apakah tahap berikutnya (perebusan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya
Bukan TK
Tidak
Titik Kritis (TK)
Gambar 4.5 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggilingan Tahap penggilingan pada proses pembuatan Tahu Cina bukan merupakan titik kritis karena pada tahap selanjutnya bakteri E.coli yang ditemukan pada air perendaman akan mati.
Universitas Sumatera Utara
3) Tahap perebusan bubur kedelai
P1
Apakah tahap perebusan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak
Ya
TKK
Gambar 4.6 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perebusan
Tahap perebusan merupakan titik kendali kritis yang ada pada proses pembuatan Tahu Cina karena tahap ini merupakan proses memasak bubur kedelai dengan suhu yang tinggi sehingga bakteri mati. 4) Tahap penyaringan bubur kedelai
P1
Apakah tahap penyaringan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak
Ya
TKK
Gambar 4.7 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penyaringan
Tahap penyaringan merupakan titik kendali kritis pada proses pembuatan tahu karena pada tahap ini cemaran fisik akan disaring dan tidak akan terikut ke bubur kedelai yang akan dibuat menjadi tahu.
Universitas Sumatera Utara
5) Penggumpalan bubur kedelai
P1
Apakah tahap penggumpalan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Ya
Tidak
P2
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/ meningkat sampai melebihi batas?
Ya
P3
TKK
Tidak
Bukan TK
Apakah tahap berikutnya (pencetakan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya
Bukan TK
Tidak
Titik Kritis (TK)
Gambar 4.8 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggumpalan
Dari gambar 4.8 di atas, tahap penggumpalan merupakan titik kritis karena pada tahap ini penggunaan bahan penggumpal kalsium sulfat melebihi batas yang ditetapkan dan bisa membahayakan kesehatan. Selain itu, wadah penggumpal berupa drum plastik saat proses pengumpalan bubur kedelai dalam keadaan panas bisa membuat terlepasnya plastik dari drum ke produk.
Universitas Sumatera Utara
6) Pencetakan tahu
P1
Apakah tahap pencetakan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Ya
Tidak
TKK
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? P2 Ya
TK
Tidak
Bukan TK
Gambar 4.9 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Pencetakan
Tahap pencetakan merupakan titik kritis karena pada tahap ini pekerja tidak memakai pakaian dan dalam kondisi berkeringat oleh karena suhu lingkungan kerja yang panas. Keringat bisa mengenai tahu dan menjadi tempat bertumbuhnya jamur. Selain itu kotak pencetakan yang terbuat dari kayu setiap hari bersentuhan dengan tahu yang mengandung air sehingga bisa menyebabkan kotak menjadi busuk dan bisa terkelupas terikut ke produk.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8 Hasil Analisis Bahaya pada Proses Pembuatan Tahu Sumedang di Industri Rumah Tangga Kelurahan Sari Rejo Proses pembuatan Tahu
Bahaya M/K/F
Jenis Bahaya
F
Sumber bahaya
Cara pencegahan
Ranting, lumut
Terikut dari kedelai, dari ember perendaman
Melakukan sortasi, membersihkan ember Menggunakan kaporit pada air
M
E.coli
Air
M
E.coli
Air
Menggunakan kaporit pada air
K
Logam berat
Mesin penggiling
Mengganti alat penggiling
Perebusan
K
Logam berat
Wadah perebusan dan Penggantian pipa pipa secara rutin penyaluran uap
Penyaringan
F
Butiran kecoklatan
Kedelai
Penggumpalan
F
Lumut
M
Keringat
Perendaman
Penggilingan
Dari wadah tempat bahan penggumpal
Melakukan sortasi kedelai, Penggunaan kain saring berpori-pori rapat Membersihkan tabung penggumpalan
Pencetakan Pemotongan
Pekerja
Memakai pakaian berlengan
Perendaman
Keteranga: . M= mikrobiologi ; K = kimia ; F = fisik
Universitas Sumatera Utara
4.4 Pohon keputusan Identifikasi Titik Kritis pada Tiap Tahap Pembuatan Tahu Sumedang 1) Tahap perendaman kedelai
P1
Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
ya
Tidak
P2
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Tidak
Ya
P3
TKK
Bukan TK
Apakah tahap berikutnya ( penggilingan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman?
Ya
Bukan TK
Tidak
Titik Kritis (TK)
Gambar 4.10 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Kedelai
Dari gambar 4.10 di atas bahwa tahap perendaman menjadi titik kritis pada pembuatan Tahu Sumedang karena digunakan air yang tercemar E.coli yang tidak sesuai dengan syarat air bersih yang kontak langsung dengan pengolahan pangan.
Universitas Sumatera Utara
Wadah perendaman berupa drum plastik terlihat kotor dan berlumut bisa menimbulkan timbulnya cemaran fisik pada produk nantinya. 2) Tahap penggilingan kedelai
P1
Apakah tahap penggilingan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya (M/K/F) yang mungkin terjadi sampai batas aman?
ya
Tidak
P2
TKK
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Tidak
Ya
Bukan TK
Apakah tahap berikutnya (perebusan) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? P3 Ya
Bukan TK
Tidak
Titik Kritis (TK)
Gambar 4.11 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggilingan Kedelai
Tahap penggilingan bukan merupakan titik kritis karena tahap perebusan yang merupakan tahap berikutnya dapat mengurangi bahaya yang ditemukan seperti E.coli.
Universitas Sumatera Utara
3) Tahap perebusan bubur kedelai
P1
Apakah tahap perebusan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak
Ya
TKK
Gambar 4.12 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perebusan Bubur Kedelai
Tahap perebusan merupakan titik kendali kritis karena tahap ini merupakan proses memasak bubur kedelai dengan suhu yang tinggi sehingga bakteri yang ditemukan pada proses sebelumnya seperti E.coli akan mati. 4) Tahap penyaringan bubur kedelai
P1
Apakah tahap penyaringan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Ya
Tidak
P2
TKK
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya
TK
Tidak
Bukan TK
Gambar 4.13 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penyaringan Bubur Kedelai
Universitas Sumatera Utara
Tahap penyaringan merupakan titik kendali kritis karena pada tahap ini benda-benda asing akan disaring dan dibuang sehingga tidak terikut ke produk. 5) Tahap penggumpalan bubur kedelai
P1
Apakah tahap penggumpalan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak
P2
Ya
TKK
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? Ya
TK
Tidak
Bukan TK
Gambar 4.14 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Penggumpalan Bubur Kedelai
Tahap penggumpalan pada pembuatan Tahu Sumedang bukan merupakan titik kritis karena bahan penggumpal berupa whey (cairan sisa) yang digunakan tidak membahayakan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
6)
Tahap pencetakan tahu
P1
Apakah tahap pencetakan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Ya
Tidak
P2
TKK
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas?
Ya
TK
Tidak
Bukan TK
Gambar 4.15 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Pencetakan Tahu
Tahap pencetakan tahu pada pembuatan Tahu Sumedang bukan merupakan titik kritis karena pada tahap ini tidak ada penambahan zat kimia atau penggunaan air yang tercemar bakteri. Tahap pencetakan hanya mencetak tahu dengan bantuan alat pemberat saja.
Universitas Sumatera Utara
7) Tahap pemotongan tahu
P1
Apakah tahap pemotongan khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak P2
TKK
Ya
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/ meningkat sampai melebihi batas?
Tidak
Ya P3
Bukan TK
Apakah tahap berikutnya ( perendaman tahu) dapat menghilangkan/ mengurangi bahaya sampai batas aman? Ya
Bukan TK
Tidak
Titik Kritis (TK)
Gambar 4.16 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Pemotongan Tahu
Tahap pemotongan pada pembuatan Tahu Sumedang adalah titik kritis karena pada tahap ini digunakan alat pemotong yang kurang bersih, juga petugas pemotong tahu yang mengenakan pakaian tanpa lengan berpotensi membuat jatuhnya keringat ke produk.
Universitas Sumatera Utara
8) Tahap perendaman tahu
P1
Apakah tahap perendaman khusus dirancang untuk menghilangkan/mengurangi bahaya yang mungkin terjadi sampai batas aman?
Tidak
Ya
TKK
Apakah kontaminasi bahaya dapat terjadi/meningkat sampai melebihi batas? P2 Ya
TK
Tidak
Bukan TK
Gambar 4.17 Identifikasi Titik Kritis pada Tahap Perendaman Tahu
Tahap perendaman merupakan titik kritis karena pada tahap ini bakteri bisa secara cepat tumbuh pada air perendaman. Juga tahu yang telah siap dipotong dipindahkan ke ember perendaman oleh pekerja tanpa menggunakan sarung tangan sehingga bisa terjadi kontaminasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Analisis Bahaya 5.1.1 Bahaya Fisik Hasil pemeriksaan pada Tahu Cina yang diproduksi di Industr i Rumah Tangga di Kelurahan Sari Rejo menunjukkan adanya bahayafisik yaitu pasir dan cemaran kedelai hitam. Pada saat pemeriksaan sebagian cemaran terdapat di dalam dan dipermukaan tahu. Pemeriksaan pada Tahu Sumedang menunjukkan adanya sedikit cemaran berwarna kecoklatan yaitu kedelai busuk. Bahaya fisik berupa pasir tidak bisa hilang pada proses pemasakan, dan bisa melukai mulut saat mengonsumsi tahu, sedangkan cemaran berupa kedelai hitam membuat produk terlihat tidak bersih. Hal ini jelas menunjukkan bahwa proses sortasi perlu dilakukan sebelum proses pembuatan tahu untuk memisahkan biji kedelai yang bagus dengan biji kedelai yang rusak. Selain proses sortasi, tindakan pencegahan yang bisa dilakukan yaitu pada tahap penyaringan. Adanya cemaran fisik diakibatkan oleh proses penyaringan yang kurang benar oleh pekerja juga pori-pori kain saring yang terlalu besar. Untuk itu pekerja harus berhati-hati saat menyaring sari kedelai, juga penggantian karing saring dengan pori-pori yang lebih kecil. Bak perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina juga perlu dibersihkan mengingat dinding bak dipenuhi lumut yang bisa
Universitas Sumatera Utara
mencemari produk nantinya. Begitu juga dengan jeregen-jeregen perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Sumedang juga harus diperhatikan kebersihannya dengan mencuci atau mengganti dengan jeregen yang baru. Bahaya fisik juga bisa berasal dari debu atau kotoran yang menempel di langit-langit, karena dari hasil pengamatan langit-langit kedua industri terlihat kotor. Sarang laba-laba maupun debu yang menempel bisa jatuh kapan saja selama proses produksi. Debu dari sekitar lokasi juga bisa mengotori proses maupun tahu yang sudah jadi. 5.1.2 Bahaya Kimia 1. Formalin Hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan bahwa kedua jenis tahu yaitu Tahu Cina dan Tahu Sumedang positif mengandung formalin. Dari hasil pengamatan, Tahu Cina dan Tahu Sumedang tahan selama 3 hari dalam kulkas dan masih terlihat segar, sedangkan dalam wadah terbuka Tahu Cina tahan lebih dari sehari dan tahu Sumedang hampir dua hari. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nungki Nurul pada tahun 2006 di Industri Rumah Tangga pembuatan tahu di Plamongansari, Semarang menunjukkan hasil negatif untuk formalin. Penentuan adanya bahaya berdasarkan tiga pendekatan yaitu keamanan pangan, sanitasi, dan penyimpangan secara ekonomi. Penggunaan formalin pada tahu sebagai bahan yang tidak dibenarkan merupakan penyimpangan secara ekonomi yaitu
Universitas Sumatera Utara
supaya produk tahan lama dan tidak membuat rugi produsen jika tahu tidak habis terjual dalam satu hari. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 711/MenKes/Per/IX/1988 bahwa salah satu pengawet yang dilarang ditambahkan ke dalam makanan yaitu formalin. Formalin merupakan larutan yang digunakan sebagai desinfektan. Selain itu juga digunakan pada industri tekstil untuk mencegah bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan tenunan. Dalam bidang farmasi formalin digunakan sebagai obat penyakit kutil karena kemampuan formalin yang dapat merusak protein. Formalin dalam saluran pencernaan dapat menyebabkan rasa sakit disertai radang. Hal ini karena sifatnya yang merupakan iritan kuat. Formalin juga dapat menyebabkan muntah dan diare. 2. Batu Tahu ( Kalsium Sulfat) Dari hasil pemeriksaan di laboratorium menunjukkan terdapat 1,02 gr b/b kalsium sulfat atau jika dikonversi terdapat 1,02 gram kalsium sulfat dalam 100 gram larutan bubur kedelai. Pada dasarnya dosis batu tahu (kalsium sulfat) yang diperbolehkan yaitu 1 gram per 1 liter sari kedelai atau setara dengan 1 gram per 1000 gram larutan ( 0,1 gram per 100 gram larutan bubur kedelai). Hal ini menunjukkan penggunaan bahan penggumpal yang berlebihan dalam proses penggumpalan tahu, bahkan 10 kali lipat dari takaran yang dianjurkan.
Universitas Sumatera Utara
Kalsium sulfat merupakan salah satu bahan pengeras makanan. BTP pengeras adalah bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan. Ada dua jenis bahan pengeras makanan yang umum digunakan yaitu bahan aluminium sulfat beserta turunan kimianya (aluminium ammonium sulfat ataupun aluminium natrium sulfat) dan segala jenis turunan kimia dari garam kalsium seperti kalsium karbonat, kalsium sulfat, kalsium laktat dan kalsium klorida. Garam kalsium dinilai memiliki banyak kadar kalsium yang secara langsung akan menyebabkan menumpuknya kalsium dalam darah yang menyebabkan fungsi saraf memburuk, kinerja tubuh menurun, kerusakan ginjal dan terjadinya penggumpalan pada aliran darah dan cairan dalam tubuh. Untuk menghindari dampak buruk seperti yang diungkapkan di atas, maka produsen perlu memahami takaran penggunaan bahan penggumpal. Setelah itu, produsen memakai alat takar seperti sendok atau cangkir yang pas untuk menambahkan bubuk kalsium sulfat ke dalam bubur tahu. 3. Logam berat Jenis logam berat yang diperiksa pada tahu yaitu timbal (Pb), tembaga (Cu) dan Arsen (As). Dari hasil penelitian di laboratorium kadar timbal pada kedua jenis tahu yaitu <0,02 mg/kg dengan baku mutu maksimal 2,0 mg/kg. Timbal (Pb) merupakan salah satu formulasi penyambung pipa yang mengakibatkan air untuk rumah tangga mempunyai banyak kemungkinan kontak
Universitas Sumatera Utara
dengan Pb. Keberadaan timbal pada tahu kemungkinan berasal dari pipa yang digunakan untuk menyalurkan. Uap dipakai untuk memasak bubur kedelai pada proses perebusan. Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan (15%), makanan (65%), dan minuman (20%). Logam Pb tidak memiliki fungsi apapun dalam tubuh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Kadar tembaga untuk Tahu Cina sebesar 2,41 mg/kg sedangkan Tahu Sumedang 3,23 mg/kg dengan baku mutu yaitu maksimal 30 mg/kg. Tembaga (Cu) merupakan mikroelemen penting untuk semua tanaman dan hewan, juga manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem enzim di dalam tubuh manusia, oleh karena itu Cu harus selalu ada di dalam makanan. Namun, jumlah asupan terlalu besar akan menyebabkan masalah kesehatan. Keberadaan tembaga pada tahu bisa saja berasal dari tanah yang mengandung tembaga saat kedelai ditanam. Juga bisa berasal dari pestisida yang berlebihan yang digunakan saat di lahan pertanian. Selain itu tembaga juga dipakai pada proses pembuatan pipa ledeng sama seperti timbal. Jadi saat proses perebusan, pipa uap yang dipakai dan setiap hari kontak dengan bubur kedelai menyebakan menumpuknya sisasisa bubur kedelai pada pipa sehingga menimbulkan karat dan mencemari produk.
Universitas Sumatera Utara
Cemaran tembaga juga bisa berasal dari proses penggilingan, dimana alat penggiling yang digunakan sudah rusak. Kadar arsen pada kedua jenis tahu sebesar 0,03 mg/kg dengan batas maksimal 1,0 mg/kg. Arsen banyak ditemukan di dalam air tanah. Hal ini disebabkan arsen merupakan salah satu mineral yang memang terkandung dalam susunan batuan bumi. Arsen dalam tanah akan diserap oleh akar tumbuhan dan masuk ke dalam bagianbagian tumbuhan sehingga tumbuhan mengandung arsen. Arsen juga dapat ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses pelapisan logam.. Bahan kimia arsen dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan serta melalui kulit walaupun jumlahnya sangat terbatas. Arsen yang masuk ke dalam peredaran darah dapat ditimbun dalam organ seperti hati, ginjal, otot, tulang, kulit dan rambut.. 5.1.3 Bahaya Mikrobiologis Pada umumnya, bakteri E.coli dapat ditemukan dalam usus besar manusia karena merupakan flora normal. E.coli dapat menguntungkan manusia dengan mencegah bakteri lain di dalam usus. E.coli menjadi patogen jika berada di luar usus yaitu yang keluar bersama tinja. Bakteri ini bisa mencemari makanan, minuman maupun sumber air, yang bilamana masuk ke dalam tubuh akan membahayakan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Hasil pemeriksaan mikrobiologi pada air perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Cina dan air perendaman kedelai untuk pembuatan Tahu Sumedang menunjukkan hasil positif untuk keberadaan bakteri E.coli dan hasil negatif untuk keberadaan Salmonella pada kedua air perendaman. Air yang kontak langsung dengan pangan sebelum diproses harus memenuhi persyaratan air bersih yaitu keberadaan E.coli maksimal 10/100 ml air. Dari hasil analisa, kedua air perendaman mengandung E.coli sebanyak 16000/100 ml air. Menurut Depkes RI 2001 berdasarkan standar mutu bakteriologis air, jumlah bakteri (MPN/100 ml) 5000 – 50000 merupakan kategori polusi berat yang memerlukan penanganan khusus. Sumber air yang digunakan untuk proses produksi Tahu Cina dan Tahu Sumedang sama-sama menggunakan air sumur. Tingginya cemaran E.coli kemungkinan besar disebabkan terkontaminasinya sumber air oleh kotoran manusia/ tinja melalui septic tank yang jaraknya berdekatan dengan sumber air (sumur) sehingga menyebabkan merembesnya kotoran. Selain itu kebersihan pekerja, ember yang kurang bersih yang digunakan juga bisa menjadi penyebab keberadaan e.coli. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu melakukan strerilisasi air untuk mengurangi bakteri seperti penaburan kaporit pada air sumur. Kaporit menjadi salah satu alternatif desinfektan yang dapat digunakan karena murah, mudah didapatkan, serta mudah cara penggunaannya. Kaporit bekerja dengan cara melepaskan zat klorin yang mampu mengurangi pertumbuhan mikroorganisme. Ember yang digunakan saat kegiatan produksi jangan diletakkan sembarangan di
Universitas Sumatera Utara
tanah atau di tempat kotor. Selain itu, pekerja juga harus membersihkan tangan dengan sabun setelah dari kamar mandi untuk mengurangi kontaminasi E.coli terhadap air yang digunakan. Jika memungkinkan mengganti sumber air dengan membuat sumur baru dengan memperhatikan jarak kira-kira 10 meter dari septic tank. Hasil pemeriksaan mikrobiologi untuk Tahu Cina dan Tahu Sumedang menunjukkan hasil negatif untuk keberadaan bakteri E. coli dan Salmonella. E.coli yang ditemukan pada air rendaman kedelai, saat proses perebusan dengan suhu yang tinggi mengakibatkan E.coli mati. Lokasi industri yang kurang bersih, seperti banyaknya sampah berserakan maupun tumpukan kayu bisa memicu lalat beterbangan dan memindahkan kuman penyakit. Hal ini bisa dikendalikan dengan membersihkan lingkungan sekitar pabrik, membuat tempat sampah sehingga sampah bisa dikumpul di satu tempat, juga tidak membuang sampah sembarangan. Bahaya mikrobiologis lain yang mungkin yaitu berasal dari keringat pekerja saat mencetak dan memotong tahu. Di dalam keringat terkandung berbagai macam zat sisa sekresi, bahkan dapat berpotensi sebagai migrasi virus ke produk. Keringat dapat
menciptakan
lingkungan
yang
tepat
untuk
tumbuhnya
beberapa
mikroorganisme berbahaya seperti jamur. Kulit berfungsi mengatur pengeluaran keringat, minyak dan sel-sel yang mati ke bagian permukaan. Jika bahan-bahan tersebut bercampur dengan bahan-bahan dari lingkungan sekitarnya, seperti debu, kotoran dan lemak, maka akan membentuk suatu lingkungan yang ideal untuk
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan bakteri. Sejalan dengan peningkatan sekresi maka bakteri akan terus tumbuh. Penjamah makanan akan memindahkan bakteri-bakteri tersebut ke makanan. Cuci tangan yang tidak benar dan mandi yang jarang akan meningkatkan jumlah mikroorganisme yang bercampur dengan sel-sel mati pada permukaan kulit. 5.2 Identifikasi Titik Kritis 5.2.1 Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Cina Proses pembuatan Tahu Cina diawali dengan merendam biji kedelai selama lima jam untuk melunakkan biji kedelai agar lebih mudah digiling, kemudian air pada bak perendaman dikeluarkan. Kedelai kemudian digiling sambil terus mengucur air agar proses penggilingan lebih mudah. Selanjutnya bubur kedelai dimasukkan ke dalam tabung perebusan. Tahap perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas dalam pipa yang dipanasi dengan tungku, pipa kemudian disambungkan ke dalam tabung perebusan kira-kira 20 menit hingga bubur kedelai mendidih lalu disaring. Hasil saringan ditampung ke dalam panci berukuran besar, lalu dipindahkan ke drum penggumpalan. Bahan penggumpal kalsium sulfat kemudian ditambahkan sambil mengaduk-aduk bubur kedelai hingga berbentuk seperti agar-agar. Kemudian bubur tahu dipindahkan ke kotak pencetakan yang sudah dialasi dengan kain. Setelah kotak pencetakan penuh kemudian ditutup dengan sisa kain dan papan penutup, tahu kemudian ditekan dengan alat pemberat berupa batu untuk mencetak dan mengurangi kadar air dalam tahu. Beberapa menit kemudian alat pemberat dan papan penutup diangkat, kemudian terbentuklah tahu yang sudah siap untuk dijual.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan di lokasi penelitian, yang menjadi titik kritis untuk proses pembuatan Tahu Cina adalah pada tahap perendaman kedelai, penggumpalan dan pencetakan. 1) Tahap perendaman kedelai Tahap perendaman menjadi titik kritis karena dari hasil pemeriksaan di laboratorium air perendaman kedelai mengandung E.coli dalam jumlah yang tidak sedikit. Selain itu lumut dari bak perendaman kedelai bisa saja terikut saat kedelai diambil untuk digiling. Dinding bak perendaman kedelai yang tidak diplester juga bisa menjadi sumber terikutnya pasir ke produk yang dihasilkan. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu membersihkan bak untuk mengurangi cemaran fisik. 2)
Tahap penggumpalan Tahap penggumpalan menjadi titik kritis pada proses pembuatan Tahu Cina
karena bahan penggumpal yang digunakan sebanyak 1,02 gram per 100 gram bubur kedelai tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu hanya 0,1 gram per 100 gram bubur kedelai. Kalsium sulfat yang berlebihan akan menumpuk di dalam darah dan menyebabkan kerusakan syaraf dan kerusakan ginjal. Bahan penggumpal yang kurang dari takaran juga bisa menyebabkan tidak terbentuknya gumpalan tahu, sehingga produk menjadi lunak dan tidak bisa dicetak menjadi tahu dengan bentuk yang bagus. Untuk itu perlunya penggunaan takaran pas untuk kesehatan konsumen maupun untuk keperluan produsen.
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan drum plastik sebagai wadah pengumpal juga berbahaya karena proses penggumpalan dilakukan saat bubur kedelai dalam keadaan panas. Drum plastik dalam keadaan panas bisa terkikis atau lepas dan terikut ke bubur tahu. 3) Pencetakan tahu Tahap pencetakan pada Tahu Cina menjadi titik kritis karena pada tahap ini pekerja tidak memakai pakaian dan dalam kondisi berkeringat oleh karena suhu lingkungan kerja yang panas, juga tangan pekerja yang kontak langsung dengan pangan tanpa menggunaan sarung. Keringat bisa mengenai tahu dan menjadi tempat bertumbuhnya jamur maupun bakteri. Karyawan seharusnya mengenakan pakaian kerja/celemek lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan untuk menghindari kontaminasi dari pekerja. 5.2.2 Titik Kritis pada Pembuatan Tahu Sumedang Tahap pertama pada industri ini yaitu merendam kedelai pada drum-drum plastik selama setengah jam, kemudian digiling lalu bubur kedelai direbus pada kuali perebusan dengan menggunakan uap panas seperti pada pembuatan Tahu Cina. Setelah masak, bubur kedelai dipindahkan ke kain saring untuk memisahkan ampas dan protein kedelai. Hasil penyaringan yang ditampung di dalam drum besi kemudian ditambahkan cairan sisa (whey) untuk menggumpalkan protein kedelai. Setelah beberapa lama bubur kedelai akan mengendap dan membentuk gumpalan dan akan ada cairan bening di atas yaitu whey yang akan dipisah untuk
Universitas Sumatera Utara
digunakan sebagai bahan penggumpal keesokan harinya. Gumpalan kemudian dipindahkan ke kotak pencetakan, dikempa dengan pemberat lalu terbentuklah tahu. Tahu ini kemudian dipotong-potong, lalu direndam di dalam ember dan siap untuk didistribusikan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium dan pengamatan di lokasi penelitian, yang menjadi titik kritis untuk proses pembuatan Tahu Sumedang adalah pada tahap perendaman kedelai, pemotongan tahu dan perendaman tahu yang sudah jadi. 1)
Tahap perendaman kedelai Tahap perendaman kedelai pembuatan Tahu Sumedang menjadi titik kritis
karena dari hasil pemeriksaan di laboratorium air perendaman kedelai mengandung bakteri E.coli. jeregen-jeregen perendaman yang digunakan untuk perendaman juga dipenuhi lumut dan kondisi jeregen yang berwarna kekuningan akibat sudah usang juga menjadi penyebab timbulnya bahaya. Pencegahan yang dapat dilakukan misalnya mencuci jeregen dengan menggunakan sabuk pembersih dan jangan hanya disiram saja. 2) Tahap pemotongan tahu Tahap pemotongan pada pembuatan Tahu Sumedang menjadi titik kritis karena pada tahap ini digunakan alat pemotong yang kurang bersih, tangan pekerja yang tidak memakai pelindung bersentuhan langsung dengan tahu kemungkinan bisa mencemari produk. Petugas pemotong tahu yang mengenakan pakaian tanpa lengan berpotensi membuat jatuhnya keringat ke produk. Pencegahan yang bisa dilakukan
Universitas Sumatera Utara
yaitu membersihkan dan mengeringkan alat pemotong setelah selesai digunakan, pekerja supaya memakai pakaian berlengan /celemek yang bisa menghindari jatuhnya keringat pada tahu yang sedang dipotong. 3) Tahap perendaman tahu yang sudah jadi Tahap perendaman merupakan titik kritis karena pada tahap ini bakteri bisa secara cepat tumbuh pada air perendaman. Juga tahu yang telah siap dipotong dipindahkan ke ember perendaman oleh pekerja tanpa menggunakan sarung tangan sehingga bisa terjadi kontaminasi. Pengendalian yang dapat dilakukan yaitu petugas pemotong tahu menggunakan sarung tangan untuk memindahkan tahu ke dalam ember perendaman. 5.2.3 Titik Kendali Kritis Titik kendali kritis adalah suatu langkah pengendalian untuk mencegah atau mengurangi bahaya sampai pada tingkat aman. Pada proses pembuatan Tahu Cina dan Tahu Sumedang titik kendali kritis yang ada yaitu pada tahap perebusan dan penyaringan. 1. Tahap perebusan Tahap perebusan pada proses pembuatan tahu bertujuan untuk mengurangi bau langu pada susu kedelai, menambah keawetan produk akhir dan merubah sifat protein kedelai sehingga mudah dikoagulasikan. Pada tahap ini juga bakteri E.coli yang ditemukan pada air yang digunakan pada proses sebelumnya mati karena proses perebusan dengan suhu tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2. Tahap penyaringan Tahap penyaringan berfungsi untuk memisahkan ampas dari sari kedelai yang akan digumpalkan. Selain itu, tahap ini berfungsi untuk menyaring cemaran fisik yang terikut pada proses pengolahan. Namun pada produk Tahu Cina masih ditemukan cemaran fisik yang menunjukkan bahwa proses penyaringan masih kurang bagus. Hal ini dapat dicegah dengan cara mengganti kain saring dengan pori-pori yang lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Titik kritis pada pembuatan Tahu Cina adalah pada tahap perendaman kedelai, tahap penggumpalan, dan tahap pencetakan tahu. Pada pembuatan Tahu Sumedang titik kritis yaitu pada tahap perendaman kedelai, pemotongan tahu dan perendaman tahu yang sudah jadi. 2. Bahaya kimia yang ditemukan yaitu formalin pada Tahu Cina dan Tahu Sumedang. Kandungan logam berat (timbal, tembaga, arsen) masih di bawah batas aman untuk kedua jenis tahu. 3. Bahaya mikrobiologis yang ditemukan pada kedua air perendaman kedelai yaitu bakteri E.coli, sedangkan pada produk tidak ditemukan bakteri E.coli maupun Salmonella. 4. Bahaya fisik yang ditemukan yaitu pada Tahu Cina berupa pasir dan kedelai hitam, sedangkan pada Tahu Sumedang yaitu kedelai hitam.
6.2 Saran 1. Diharapkan kepada produsen Tahu Cina dan Tahu Sumedang untuk tidak menggunakan bahan kimia berbahaya
dan produsen Tahu Cina supaya
menggunakan bahan penggumpal sesuai takaran.
Universitas Sumatera Utara
2. Produsen menggunakan air bersih untuk proses pembuatan Tahu agar tidak membahayakan konsumen. 3. Agar produsen memperhatikan kebersihan peralatan dan jangka waktu penggunaan mesin-mesin produksi. 4. Diharapkan kepada pihak Dinas Kesehatan Kota Medan agar lebih menggiatkan pembinaan terhadap industri rumah tangga dalam hal penggunaan formalin.
Universitas Sumatera Utara