BAB III METODA INVERSI SEISMIK 3.1 Pendahuluan
Pada umumnya, interpretasi geofisika dilakukan dengan membandingkan antara model teoretis (model analitik) yang mencerminkan distribusi sifat-sifat fisis bumi dengan data observasi. Langkah awal pemodelan adalah menentukan nilai beberapa parameter fisis (misalnya ketebalan dan densitas dari sebuah lapisan bawah permukaan tanah) untuk model hipotesis bumi. Kemudian dengan model analitik yang sesuai, diperoleh kuantitas-kuantitas yang ingin diukur (misalnya impedansi akustik, jejak rambatan gelombang seismik). Metode yang berkembang sebelum metode inversi ini dikenal sebagai metode forward / kedepan, atau dalam istilah geofisika disebut dengan forward modeling. Metode ini dimulai dengan membuat model terlebih dahulu (model bumi) untuk kemudian didapatkan besaran – besaran yang akan dicocokkan dengan data hasil observasi. Sebagai contoh misalkan pada metode seismik, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai parameter - parameter fisis untuk kemudian dijadikan sebagai model teoretis bumi. Setelah model diperoleh, maka selanjutnya model tersebut dicocokkan dengan data observasi. Jika terdapat perbedaan antara pemodelan yang dibuat dengan data hasil observasi maka parameter fisis yang digunakan pada model tersebut diubah sedemikian hingga mendekati / sesuai dengan data observasi. Metode inversi dalam terminologinya berarti metode "pembalikan". Pembalikan disini berarti pembalikan terhadap proses pemodelan kedepan.
i
Meju (1994), mendeskripsikan proses inversi sebagai : "Jika terdapat sebuah kumpulan informasi atau data mengenai kuantitas sebuah pengukuran, maka dengan menggunakan hubungan teoretis akan dapat diturunkan sekumpulan nilai parameter yang menjelaskan atau menghasilkan informasi atau data hasil
pengukuran
tersebut" (Meju,1994). Pada metoda seismik, inversi merupakan suatu teknik untuk mendapatkan model bumi dengan menggunakan data seismik sebagai input. Berikut ditampilkan ilustrasi dari hubungan antara proses pemodelan kedepan dan proses inversi. Proses pemodelan kedepan
Parameter Model Input
Representasi Numerik (Model Matematis)
Hitung Respon
Operator
Output
Gb.3.1 Ilustrasi dari pemodelan kedepan / forward modeling
Proses Inversi Data pengukuran
Input
Alat Matematis (Teori Inversi)
Estimasi parameter sistim
Operator
Output
Gb.3.2 Ilustrasi dari pemodelan inversi
Pada pemodelan kedepan, untuk setiap model bumi yang dibuat, hanya terdapat sebuah respon seismik. Tetapi pada proses inversi, ada kemungkinan bahwa respon seismik yang diberikan akan menghasilkan lebih dari satu buah model bumi.
ii
3.1.1 Model jejak seismik
Model yang paling dasar dan umum dari jejak seismik disebut dengan model konvolusi, yaitu sebuah model jejak seismik didapatkan dari konvolusi reflektifitas bumi terhadap fungsi sumber seismik. Fungsi sumber seismik ini dinyatakan dalam bentuk fungsi wavelet (Russell,1988). s (t ) = w(t ) * r (t ) + n(t )
(3.1)
dimana, s(t) = jejak seismik w(t) = wavelet seismik r(t) = reflektifitas bumi n(t) = noise * = operator konvolusi Pada persamaan (3.1), reflektifitas bumi diasumsikan terdiri dari koefisien koefisien refleksi pada tiap sampel waktu dan wavelet diasumsikan sebagai fungsi yang tidak tajam / smooth terhadap waktu.
Gb.3.3 Model konvolusi dari jejak seismik
iii
Dengan menerapkan Fourier transform pada persamaan (3.1), maka model jejak seismik menjadi: S ( f ) = W ( f ) xR( f )
(3.2)
dengan S(f) = Fourier transform dari s(t) W(f) = Fourier transform dari w(t) R(f) = Fourier transform dari r(t) Pada persamaan (3.2) tersebut, konvolusi berubah menjadi bentuk perkalian pada domain frekuensi.
Gb.3.4 Model konvolusi dari jejak seismik pada domain frekuensi
Seismogram sintetik merupakan rekaman seismik yang dibuat secara teoretis dari data fungsi reflektifitas (stikogram) yang dikonvolusikan dengan sinyal sumber (wavelet). Gelombang seismik akan dipantulkan pada setiap reflektor dan besar
ii
amplitudo gelombang yang dipantulkan akan proporsional dengan besar reflektifitas. Seismogram sintetik final merupakan
superposisi dari refleksi-refleksi semua
reflektor. Seismogram sintetik untuk keperluan ini biasanya ditampilkan dengan format (polaritas, bentuk gelombang) yang sama dengan rekaman seismik. Contoh seismogram sintetik dapat dilihat pada Gambar 3.5. Selain untuk keperluan pengikatan data seismik dan sumur seperti yang telah dijelaskan di atas, seismogram sintetik juga berguna untuk mediagnosa karakter refleksi dari lapisan-lapisan bawah permukaan tanah. Dalam hal ini, seismogram sintetik dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan, dalam bentuk asal (jejak riil seismik) maupun dalam bentuk yang telah ditransformasi (jejak kuadratur seismik beserta atribut turunannya) untuk menganalisis perubahan parameter-parameter fisis batuan.
Gambar 3.5 Contoh seismogram sintetik yang dihasilkan dari data model
iii
Secara teori, rekaman data seismik yang diperoleh dari akuisisi data di lapangan merupakan konvolusi antara gelombang sumber w(t) dengan fungsi reflektifitas lapisan bawah permukaan tanah R(t) yang ditambah noise n(t). Seismogram sintetik mengambil bentuk ideal rekaman data seismik, yaitu s(t) dengan bentuk wavelet sumber yang juga diidealkan secara matematis. Dari Persamaan (3.1) terlihat bahwa diperlukan 2 parameter utama untuk membuat suatu rekaman seismogram sintetik sebagai model konvolusi, yaitu wavelet sumber dan fungsi reflektifitas bawah permukaan tanah.
3.1.1.1 Wavelet
Wavelet adalah suatu fungsi gelombang terhadap waktu yang digambarkan sebagai gelombang kecil. Dalam penerapannya, wavelet yang digunakan biasanya adalah simple wavelet, yaitu wavelet yang hanya bervariasi terhadap waktu dan bentuknya tidak kompleks. Salah satu jenis wavelet yang sering digunakan adalah wavelet Ricker. Wavelet Ricker adalah wavelet yang hanya bergantung pada frekuensi dominan nya, frekuensi puncak dari spektrum amplitudenya terletak pada domain waktu. Wavelet ini terdiri dari dua jenis yaitu wavelet Ricker fasa nol dan fasa minimum. Perumusan untuk wavelet fasa nol adalah sebagai berikut (Greenhalgh,1997):
w ( t ) = (1 − 2 π
2
f
2
dom
t2)e
dan untuk fasa minimum adalah
iv
−π
2
f
2
dom
t2
(3.3)
w ( t ) = ( 2 π sin( 2 π f dom t ) e Pada persamaan tersebut, f
dom
− 4 f dom t
(3.4)
merupakan frekuensi dominan yang menyatakan
frekuensi puncak dari fungsi gelombang tersebut, makin besar nilai frekuensi dominannya maka puncaknya akan semakin tajam, dan sebaliknya jika makin kecil frekuensi dominannya maka bentuknya akan semakin halus / smooth. Kedua sifat tersebut terjadi jika sampling waktu yang digunakan tidak diubah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
(a)
(b)
Gb.3.6 Pengaruh frekuensi dominan terhadap puncak untuk wavelet Ricker fasa nol : (a) fdom=15Hz, (b) fdom=35Hz
3.1.1.2 Impedansi akustik (IA)
Salah satu sifat akustik yang khas pada batuan adalah Impedansi Akustik (IA) yang merupakan perkalian antara kecepatan gelombang P (Vp) dan densitas (ρ)
IA = V p .ρ
(3.5)
v
Dalam mengontrol harga IA, kecepatan mempunyai arti lebih penting daripada densitas. Sebagai contoh, material pengisi pori batuan (air, gas, minyak) lebih mempengaruhi harga kecepatan dari pada densitas. Anstey (1977) menganalogikan IA dengan sifat kekerasan batuan. Batuan yang keras dan sukar dimampatkan seperti batu gamping dan granit mempunyai IA tinggi, sedangkan batuan yang lunak seperti lempung mempunyai IA rendah. Koefisien refleksi bergantung pada harga impedansi akustik antara dua lapisan batuan. Jika impedansi akustik lapisan batuan atas lebih kecil dari impedansi akustik bawah maka harga koefisien refleksi positif dan negatif apabila sebaliknya.
3.1.1.3 Koefisien refleksi
Pada dasarnya, setiap koefisien refleksi dapat dijelaskan sebagai respon dari wavelet seismik terhadap perubahan impedansi akustik didalam bumi. Impedansi akustik didefinisikan sebagai hasil perkalian antara kecepatan gelombang P (Vp) dan kerapatan (ρ). Pada batas antara dua lapisan, koefisien refleksi dirumuskan sebagai (Russell,1988): ri =
ρ i +1Vi +1 − ρ iVi Z i +1 − Z i = ρ i +1 + ρ iVi Z i +1 + Z i
r = koefisien refleksi ρ = kerapatan jenis pada lapisan V = kecepatan pada lapisan Z = impedansi akustik i = 1,2,3, ... (i menyatakan lapisan, yang berarti lapisan i berada diatas i+1)
ii
(3.6)
Dari persamaan (3.6) dapat disimpulkan bahwa koefisien refleksi pada batas antara dua lapisan merupakan perbandingan dari perbedaan impedansi akustik pada kedua lapisan dengan penjumlahan impedansi akustik dari kedua lapisan yang berdekatan.
3.2 Dasar Teori Inversi Seismik 3.2.1 Metode Inversi Seismik
Hingga saat ini belum ada definisi baku mengenai inversi seismik. Russel menuliskan : "Inversi Geofisika meliputi pemetaan sifat fisik objek bawah permukaan dengan pemnggunakan pengukuran yang dilakukan di permukaan, bila mungkin dengan kontrol data sumur". (Russel,1998) Seperti telah dijelaskan diatas, inversi seismik merupakan suatu teknik dalam memproses data seismik untuk menginterpretasi data seismik itu sendiri. Secara umum, inversi seismik adalah suatu proses untuk menentukan seperti apakah karakter fisis dari batuan dan fluida yang ditampilkan oleh rekaman data seismik. Dalam banyak kasus, parameter fisis yang umumnya dicari adalah impedansi, kecepatan dan densitas, selain itu parameter inversi yang lain yang bisa didaptkan adalah Poisson's ratio, inkompresibilitas (Lambda), modulus geser atau kekakuan (rigiditas / Mu ), dan lain – lain. Saat ini telah dikembangkan berbagai metode inversi seismik, dan metodemetode tersebut telah digunakan dalam bidang seismik eksplorasi. Beberapa metode
ii
yang telah berkembang dengan cukup baik diantaranya adalah Model Based Inversion, Band-Limited Inversion, Sparse Spike, L-1 Norm, Maximum Likelihood. Dalam penerapannya, inversi seismik ikut menyertakan data sumur yang berfungsi sebagai pengontrol. Seorang geofisisis menginterpretasi data seismik 2D dengan menerapkan data sumur kedalam bagian data seismik serta menggunakan kurva generalisasi depth to-time untuk menentukan event-event apa saja yang terdapat pada data sumur log tersebut.
3.2.2 Inversi rekursif diskrit
Inversi ini berangkat dari persamaan (3.6), yaitu jika terdapat sebuah koefisien refleksi nyata maka terdapat kemungkinan untuk memperoleh impedansi akustik dengan menginvers persamaan (3.6) tersebut, berikut adalah penurunan singkat dari rumus inversi rekursif diskrit (Russell,1988): ri =
Z i +1 − Z i Z i +1 + Z i
(3.6)
perhatikan bahwa, 1 + ri =
2 Z i +1 Z i +1 + Z i Z i +1 − Z i = + Z i +1 + Z i Z i +1 + Z i Z i −1 + Z i
(3.7)
1 − ri =
Z i +1 + Z i Z i +1 − Z i 2Z i = − Z i +1 + Z i Z i +1 + Z i Z i −1 + Z i
(3.8)
dan juga
menggunakan persamaan (3.8) dan persamaan (3.7), diperoleh
ii
Z i +1 1 + ri = Zi 1 − ri
(3.9)
⎡1 + ri ⎤ Z i +1 = Z i ⎢ ⎥ ⎣1 − ri ⎦
(3.10)
atau
Persamaan (3.10) disebut persamaan inversi rekursif diskrit, dan persamaan ini menjadi dasar dari berbagai tehnik inversi saat ini. Persamaan tersebut menyatakan bahwa jika diketahui impedansi akustik dari suatu lapisan serta koefisien refleksinya pada dasar lapisan tersebut maka, impedansi akustik untuk lapisan berikutnya dapat diperoleh. Sebagai contoh, misalkan pada lapisan pertama didapatkan estimasi dari impedansi akustik serta koefisien refleksi, maka untuk lapisan – lapisan berikutnya impedansi akustik diperoleh dengan cara:
⎡1 + r3 ⎤ ⎡1 + r1 ⎤ ⎡1 + r2 ⎤ Z 2 = Z1 ⎢ ⎥ ,... ⎥, Z 3 = Z 2 ⎢ ⎥, Z 4 = Z 3 ⎢ ⎣ 1 − r1 ⎦ ⎣ 1 − r2 ⎦ ⎣ 1 − r3 ⎦
Untuk mendapatkan impedansi akustik lapisan ke –n dari lapisan pertama, dapat dirumuskan sebagai berikut (Russell,1988): n −1 ⎡1 + ri ⎤ Z n = Z1 ∏ ⎢ ⎥ i =1 ⎣1 − ri ⎦
(3.11)
Kelemahan dari inversi rekursif diskrit ini adalah, terjadinya pembatasan pita (band-limiting) frekuensi yang menyebabkan hilangnya komponen frekuensi rendah dan frekuensi tinggi (Russell,1988). Sebagai ilustrasinya, berikut ini adalah gambar spektrum frekuensi dari salah satu data jejak seismik yang nantinya akan di inversi.
ii
Gb.3.7 Spektrum frekuensi dari suatu data seismik
3.2.3 Inversi Berbasis Model
Ilustrasi untuk metode ini dapat dilihat pada Gambar 3.6. Metode Model Based Inversion diawali dengan terlebih dahulu membangun sebuah model geologi dan kemudian membandingkannnya dengan data seismik hasil pengukuran lapangan. Hasil perbandingan ini kemudian akan digunakan untuk memperbaharui model sedemikian rupa secara iteratif (berulang) sehingga model tersebut akan menghasilkan kecocokan yang makin mendekati dengan data seismik aslinya. Metode ini sangat menarik, karena metode ini menghindari inversi langsung (direct inversion) dari data seismik itu sendiri. Kekurangan dari metode ini adalah sangat mungkin menghasilkan data yang sangat cocok dengan data asli, namun dihasilkan dari model yang sama sekali berbeda. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya kemungkinan yang tak terbatas dari kombinasi parameter yang digunakan dalam model inversinya (non-unik). Untuk
iii
mengurangi kenon-unikan dari metode ini, maka metode ini dimodifikasi dengan beberapa cara. Metode inversi berbasis model dikembangkan dalam penulisan tesis ini pada dasarnya adalah metode inversi yang menggunakan prinsip pemodelan kedepan berulang (iterative forward modelling). Metode ini adalah metode inversi paling sederhana dengan menggunakan konsep pendekatan inversi dasar, yaitu mencari model geologi yang akan menghasilkan data paling mendekati data asli hasil pengukuran. Kunci dari pengembangan metode ini adalah pencarian model yang akan menghasilkan data paling mendekati data asli, dan bagaimana memperbaharui model tersebut jika datanya masih belum sesuai dengan data asli. TRAS SEISMIK
TRAS MODEL
Estimasi AI
HITUNG KESALAHAN
KESALAHAN<<
YA
TIDAK
SOLUSI = ESTIMASI
Asumsi V dan ρ awal
Hitung AI (Rekursif)
Gb.3.8 Ilustrasi diagram konsep Inversi Model Based
ii
Metode ini digunakan untuk mencari nilai Impedansi akustik dari data jejak seismik. Metode ini memiliki 2 tahap, yaitu perhitungan koefisien refleksi R dan kemudian perhtungan nilai I A. Pada tahap ke-2, metode ini menggunakan metode rekursif. Dengan rumusan pemodelan kedepan yang telah dituliskan pada Persamaan (3.1) dan (3.6), maka yang dilakukan oleh metode ini adalah memperbaharui nilai R (representasi model geologi bumi) agar jejak seismik yang dihasilkan mendekati data asli hasil pengukuran di lapangan. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan metode inversi ini, salah satunya adalah asumsi-asumsi yang digunakan. Metode ini dikembangkan dengan asumsi-asumsi umum berikut : 1.
Masukannya adalah data Post-stack,
2.
Tidak ada multiple,
3.
Noisenya random
4.
Waveletnya konstan,
5.
Data seismik telah termigrasi : data jejak seismik hanya bergantung pada sekuen refleksi di bawah lokasi/posisi jejak.
Metode ini juga dikembangkan dengan asumsi-asumsi khusus berikut : 1.
Data seismik tersebut ternormalisasi, dengan anggapan bahwa koefisien refleksi dari suatu lapisan memiliki nilai -1 < r < 1 untuk 2 lapisan yang memiliki karakteristik berbeda, dan gelombang seismik sumber memiliki amplitudo maksimum 1 (skala amplitudo).
2.
Wavelet yang digunakan sebagai representasi sumber gelombang seismik harus ternormalisasi (-1 < w < 1) dan harus sama atau sangat mendekati dengan sumber seismik asli.
3.2.3 Inversi Band Limited
Inversi band limited merupakan modifikasi dari inversi rekursif diskrit. Metode ini bertujuan untuk mengembalikan frekuensi rendah yang hilang ketika inversi rekursif diterapkan pada data seismik. Frekuensi rendah diperoleh dengan
iii
melakukan low pass filter terhadap data sumur log. Perumusan metode ini sama seperti pada metode inversi diskrit, yaitu dimulai dengan menginvers persamaan koefisien refleksi (3.6) untuk mendapatkan impedansi akustik lapisan ke –n. Berikut perumusan dari inversi band limited (Ferguson & Margrave,1996): Impedansi akustik lapisan ke –n dinyatakan dengan n −1 ⎡1 + ri ⎤ Z n = Z1 ∏ ⎢ ⎥ i =1 ⎣1 − ri ⎦
(3.11)
bagi persamaan (3.11) dengan Z dan ambil algoritmanya 1
⎛Z ln⎜⎜ n ⎝ Z1
⎞ n −1 ⎛ 1 + ri ⎟⎟ = ∑ ln⎜⎜ ⎠ i =1 ⎝ 1 − ri
n −1 ⎞ ⎟⎟ ≈ 2∑ ri i =1 ⎠
(3.12)
pada suku terakhir, approksimasi ln valid untuk r yang kecil yaitu -1 < r < 1, selanjutnya pecahkan untuk Z , n
⎛ n −1 ⎞ Z n = Z 1 exp⎜ 2∑ ri ⎟ ⎝ i =1 ⎠ lalu, dengan memodelkan jejak seismik sebagai skala reflektifitas: S i =
diperoleh
⎛ n −1 ⎞ Z n = Z 1 exp⎜ γ ∑ S i ⎟ ⎝ i =1 ⎠
(3.13) 2ri
γ (3.14)
Persamaan (3.14) mengintegrasi jejak seismik dan hasilnya dieksponenkan untuk mendapatkan jejak impedansi akustik.
iv
3.3 Algoritma Inversi Impedansi Band Limited
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai dasar pendekatan dari metode inversi band limited. Inversi ini bertujuan untuk mengestimasi impedansi akustik pada daerah frekuensi rendah, frekuensi rendah yang digunakan diperoleh dari data sumur dengan melakukan low pass filter terhadap log sonic. Penulisan algoritma ini ditulis menggunakan software / perangkat lunak MATLAB 6.5. Berikut adalah algoritma dari inversi band limited (Ferguson & Margrave,1996):
1. Hitung trend linear dari harga impedansi (data sumur log) 2. Hitung Fourier spektranya. 3. Integrasi setiap jejak seismik dan eksponensiasi hasilnya. 4. Hitung Fourier spektranya. 5. Tentukan sebuah skalar untuk menyamakan pangkat rata – rata dari Fourier spektra 2 & 4 terhadap pita sinyal seismik. 6. Kalikan spektra 4 dengan skalar yang didapat (5) 7. Lakukan low pass filter untuk harga impedansi (2) dan tambahkan ke dalam spektra dari langkah 6. 8. Lakukan inverse Fourier transform langkah 7 9. Tambahkan frekuensi rendah dari langkah 1 ke 7
ii
Gb.3.9 Flowchart inversi band limited
3.4 Model Sintetik
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui tingkat kepercayaan terhadap impedansi akustik hasil inversi, maka dilakukan analisis kesalahan / error dengan menggunakan data sintetik yang merepresentasikan model dari lapisan – lapisan bumi. Model bumi ini di asumsikan 1D, homogen, dan isotropis. Analisis error yang akan dilakukan adalah: 1. Analisis error impedansi akustik hasil inversi data sintetik tanpa noise terhadap impedansi akustik data log.
ii
2. Analisis error impedansi akustik hasil inversi data sintetik dengan noise terhadap impedansi akustik data log. 3.Analisis error terhadap impedansi akustik hasil inversi antara data sintetik dengan noise dan yang tanpa noise. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh noise terhadap estimasi impedansi akustik. Dari ketiga analisis tersebut, parameter yang diubah-ubah adalah noise yang “mencemari” jejak seismik sintetik tersebut.
Parameter noise yang digunakan terbagi menjadi tiga, yaitu: 1. Noise periodik Noise periodik adalah noise yang dibuat dengan menggunakan fungsi sinus yang frekuensi serta amplitudenya dibuat tetap
2. Noise random / acak Noise random adalah noise yang dibuat dengan menggunakan random generator pada Matlab. 3. Noise berbentuk fungsi wavelet Noise ini dibuat dengan menggunakan fungsi wavelet Ricker fasa nol
Berikut adalah persamaan yang digunakan dalam menganalisis inversi impedansi akustik :
iii
⎡ N 2 ⎢ ∑ ( Z btn i − Z log i ) ε = ⎢ i =1 N ⎢ ( Z log i ) 2 ∑ ⎢⎣ i =1
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
(3.15)
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
(3.16)
dimana, Z
= impedansi akustik inversi tanpa noise
Z
= impedansi akustik data log
btn log
N = banyaknya sampling data ε = error ⎡ N 2 ⎢ ∑ ( Z bdn i − Z log i ) ε = ⎢ i =1 N ⎢ ( Z log i ) 2 ∑ ⎢⎣ i =1 dimana, Z
= impedansi akustik inversi dengan noise
Z
= impedansi akustik data log
bdn log
N = banyaknya sampling data ε = error
⎡ N 2 ⎢ ∑ ( Z bdn i − Z btn i ) ε = ⎢ i =1 N ⎢ ( Z btn i ) 2 ∑ ⎢⎣ i =1 dimana, Z
bln
= impedansi inversi dengan noise
Z = impedansi inversi tanpa noise blt
N = banyaknya sampling data ε = error
iv
⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥⎦
(3.17)