BAB III. KONDISI UMUM TNGHS
3. 1. Letak, Sejarah dan Status Kawasan Penunjukan Kawasan TNGHS melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 175/Kpts-II/2003 dengan luas 113.357 ha pada tanggal 10 Juni 2003. Berdasarkan SK tersebut kawasan ini secara geografis terletak pada bujur 106o12’58’’ BT – 106o45’50’’ BT dan 06o32’14” LS – 06o55’12” LS. Secara administratif terletak pada tiga kabupaten yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Lebak. Dua kabupaten yang pertama yaitu Bogor dan Sukabumi merupakan bagian dari Propinsi Jawa Barat, sedangkan Kabupaten Lebak merupakan bagian dari Propinsi Banten. Sejarah kawasan TNGHS dimulai dari 1924 dengan ditetapkannya kawasan ini sebagai hutan lindung pada jaman kolonial Belanda. Perubahan fungsi kawasan dari hutan lindung menjadi cagar alam terjadi pada tahun 1935. Tabel 2 Ringkasan sejarah pengelolaan kawasan TNGHS Tahun
Status
Status sebagai Hutan Lindung di bawah pengelolaan pemerintah Belanda dengan luas mencakup 39,941 hektar Status Cagar Alam Gunung Halimun di bawah pengelolaan 1935 – 1961 Pemerintah Belanda dan Republik Indonesia/Djawatan Kehutanan Djawa Barat Status Cagar Alam Gunung Halimun di bawah pengelolaan 1961 – 1978 Perum Perhutani Jawa Barat Status Cagar Alam Gunung Halimun seluas 40.000 hektar di 1979 – 1990 bawah pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam III, yaitu Sub Balai Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat I Status Cagar Alam Gunung Halimun dikelola oleh Taman 1990 – 1992 Nasional Gunung Gede Pangrango Status Taman Nasional Gunung Halimun di bawah pengelolaan 1992 – 1997 Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (SK. Menhut No. 282/Kpts-II/1992) Status Taman Nasional Gunung Halimun di bawah pengelolaan 1997 - 2003 Balai Taman Nasional Gunung Halimun (SK. Menhut No. 185/Kpts-II/1997) Status Taman Nasional Gunung Halimun – Salak di bawah 2003 – 2006 pengelolaan Balai Taman Nasonal Gunung Halimun (SK. Menhut No. 175/Kpts-II/2003) Sumber : TNGHS (2007c) 1924 – 1934
14
Tahun 1992 status cagar alam ini berubah menjadi taman nasional dengan nama Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH). Tahun 2003 terjadi perluasan kawasan melalui SK. Menhut No. 175/Kpts-II/2003, yang meliputi areal eks hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap pada kelompok hutan Gunung Salak dan sekitarnya yang sebelumnya dikelola oleh Perum Perhutani, sehingga kawasan ini berubah nama menjadi Taman Nasional Gunung HalimunSalak (TNGHS) sampai dengan saat ini.
3. 2. Kondisi Umum Kawasan 3. 2. 1. Kondisi Fisik a. Iklim dan Curah Hujan Iklim Tropis dengan curah hujan yang tinggi, berkisar antara 4.000 sampai 6.000 mm/tahun. Bulan-bulan hujan meliputi bulan Oktober-April, sedangkan musim kemarau berlangsung antara bulan Mei-September dengan curah hujan berkisar 200 mm/bulan. Suhu rata-rata bulanan 31,5 oC dengan suhu terendah antara 19,7 dan suhu tertinggi 31,8. Kelembaban udara rata-rata 88% (Hartono dkk. 2007) b. Geologi dan Tanah Kawasan ini sebagian besar terdiri dari batuan vulkanik seperti breksi, basal dan andesit dari masa Pliocene-Pleistocene dan beberapa strata dasit dari masa para Pliocene. Terdapat batuan sedimen di bagian utara kawasan yang tadinya adalah kubah, yang utamanya terdiri dari batuan debu calcareous. Berdasarkan hasil pengamatan sepintas hampir semua wilayah Gunung Halimun dan Gunung Salak tertutup oleh materi produk gunung api kwarter sehingga terlihat relatif subur (TNGHS 2007c). Berdasarkan sejarah geologi ini merupakan bagian dari sabuk gunung berapi yang memanjang dari pengunungan Bukit Barisan Selatan Sumatera ke Gunung Honje di Taman Nasional Ujung Kulon dan seterusnya ke Gunung Halimun-Salak (Hartono dkk. 2007). Kawasan TNGHS memiliki jenis tanah yang cukup beragam, sedikitnya terdapat 14 jenis tanah yang dapat digolongkan ke dalam 5 (lima) golongan besar yaitu : andosol (warna coklat agak gelap), latosol (warna coklat merah kekuningkuningan), podsolik (warna coklat kemerah-merahan), regosol dan litosol. Tanah
15
di TNGHS memiliki porositas dan permeabilitas yang baik akan tetapi teksturnya yang di dominasi oleh partikel yang seukuran debu memudahkannya tercuci dan tererosi. Tanah di TNGHS
merupakan tanah vulkanik tua yang sedang
mengalami evolusi, hal ini bisa dilihat juga dari terjadinya transisi dari andosol ke latosol (TNGHS 2007c).
c. Topografi dan Kelerengan Kawasan TN Gunung Halimun Salak merupakan luasan terbesar dari sekelompok hutan pegunungan (Sub montane) yang masih utuh di Pulau Jawa dengan kisaran ketinggian antara 500-2.211 meter di atas permukaan laut (Hartono dkk. 2007). Kemiringan lerengnya antara 25% sampai 45% atau termasuk dalam kelas kelerengan 4-5 (Putro 1996). Tabel 3 Daftar puncak utama di dalam kawasan TNGHS Nama puncak Gn. Endut Barat Gn. Pameungpeuk Gn. Ciawitali Gn. Kencana Gn. Halimun Utara Gn. Sanggabuana Gn. Botol Gn. Kendeng Utara Gn. Kendeng Selatan Gn. Panenjoan Gn. Halimun Selatan Gn. Salak1 Gn. Salak 2 Gn. Endut Timur G. Sumbul
Ketinggian (m dpl) 1.297 1.455 1.530 1.831 1.929/1.680* 1.920 1.850/1.803* 1.377 1.680 1.350 1.758 2.211 2.180 1.471 1.926
(Sumber : Hartono dkk. 2007; * peta bakosurtanal 1999, diacu dalam TNGHS 2007c) d. Hidrologi Taman Nasional Gunung Halimun-Salak merupakan salah satu daerah tangkapan air yang memiliki nilai penting. Lebih dari 115 sungai dan anak sungai yang berhulu di dalam kawasan ini yang mengalir ke arah selatan dan bermuara di
16
wilayah Kabupaten Sukabumi (Propinsi Jawa Barat) dan
Kabupaten Lebak
(Propinsi Banten) serta ke mengalir ke arah utara dan bermuara di Kota Serang dan Kabupaten Tangerang (Propinsi Banten) serta Propinsi DKI Jakarta (Hartono dkk. 2007). Kondisi aliran sungai masih baik dengan debit yang relatif tetap dan tingkat fluktuasi yang rendah (TNGHS 2007a).
3. 2. 2. Kondisi Ekologis Kawasan a. Tipe ekosistem kawasan Gunung Halimun - Salak Keanekaragaman yang tinggi khususnya untuk tipe ekosistem tidak lepas dari kondisi topografinya kawasan ini yang berupa hamparan gunung-gunung yang masih aktif. Topografi ini berpengaruh membentuk tipe ekosistem, Van Steenis (1972) membagi zonasi vegetasi dalam tiga zona yaitu : -
zona Collin pada ketinggian antara 500-1000 m dpl
-
zona Sub montana pada ketinggian 1000-1.500 m dpl
-
Zona Montana pada ketinggian di atas 1.500-2.400 m dpl
berdasarkan zonasi tersebut, ketiganya terdapat di dalam kawasan ini. Hal ini yang menyebabkan Taman Nasional Gn. Halimun-Salak memiliki keragaman jenis tumbuhan yang tinggi, sedikitnya ada 1000 jenis tumbuhan , dimana 845 jenis tercatat sebagai tumbuhan berbunga (Hartono dkk. 2007). Wardojo 1997 menyebutkan bahwa Gunung Halimun merupakan kawasan dengan dua tipe ekosistem yaitu : tipe hutan tropis dataran rendah dan hutan tropis pegunungan. Tipe yang pertama banyak mengalami kerusakan akibat dari aktivitas manusia, sehingga saat ini banyak di dominasi oleh tumbuh semak belukar, sedikit pohonpohon yang berukuran besar dan hidup banyak pohon pionir seperti Kareumbi (Omalanthus
populneus),
Cangcaratan
(Naulea
lanceolata),
Manggong
(Macaranga rhizoides) dan Puspa (Schima wallichii). Selain jenis pohon pionir, ditemukan pula Suren (Toona chinensis), Rasamala (Altingia excelsa), Saninten atau Kiriung Anak (Castanopsis javanica), Pasang (Lithocarpus spp.) dan Keruing (Dipterocarpus sp.). Kawasan hutan Salak terdiri dari ekosistem hutan hujan dataran rendah dengan ketinggian 500-1.000 m dpl, tipe ekosistem hutan dataran tinggi di
17
kawasan Gunung Salak ditemukan di zona sub-montana (1.000 – 1.500 m dpl.) dan zona montana (1.500 – 1.800 m.dpl.) dan tipe ekosistem hutan lumut atau elfin. Tipe ekosistem yang pertama merupakan hutan sekunder yang yang banyak mengalami kerusakan sebagai akibat aktivitas manusia, meskipun demikian masih dapat ditemui sisa-sisa hutan primer pada daerah dengan tebing yang curam. Di kawasan Gunung Salak pada ketinggian 1.800 m dpl mulai dapat diketemukan tipe ekosistem hutan lumut atau elfin dengan jenis tumbuhan yang dominan
seperti
Vaccinium,
Leptospermum,
Myrsine,
Schefflera
dan
Rhododendron serta beberapa jenis anggrek diantaranya : Corybas mucronatus, C. vinosus dan C pictus (Haryanto 1997). Tabel 4 Vegetasi berdasarkan ketinggian tempat di TNGHS 500-1000 m dpl Rasamala
1.000-1.500 m dpl
(Altingia Acer laurinum, Ganitri Jumuju
excelsa), Puspa (Schima (Elaeocarpus), wallichii),
Kibima
(Podocarpus
blumei),
javanica), Antidesma bunius, Ficus Kiputri
Anak
(C. sp.,
Kayu
(Podocarpus
Putih neriifolius), Hamirung
Acuminatissima), Pasang (Cinnamomum (Quercus gemelliflora),
(Dacrycarpus
Eurya imbricartus),
Saninten acuminatissima,
(Castanopsis Kiriung
1500 m dpl - lebih
sp), (Vernonia arborea)
Kileho
(Sauraui
pendula),
Kimerak
(Weinmannia blumei) Sumber : Hartono dkk. (2007) Berdasarkan analisis citra Aster pada tahun 2006, tutupan lahan kawasan TNGHS di dominasi oleh hutan primer yang mencapai 56.009,3 ha dan semak 21.678,43 ha. Hasil studi penutupan lahan dan perubahannya selama kurun waktu 1989 sampai dengan 2004 luas hutannya berkurang sebesar 25% atau sekitar 22 ribu ha, sebaliknya luas lahan terbangun, ladang dan semak belukar telah terjadi peningkatan yang signifikan, sedangkan luas hutan tanaman menunjukkan luas yang stabil (Prasetyo dkk. 2007).
18
b. Keragaman flora kawasan Gunung Halimun - Salak. Kawasan TNGHS seperti telah disinggung di atas memiliki beberapa tipe zonasi vegetasi, yang menciptakan kondisi yang unik sehingga membuat TNGHS menjadi salah satu kawasan konservasi dengan keanekaragam flora yang tinggi. Pada tahun 2003 setelah adanya perluasan kawasan ini dari 40.000 ha menjadi 113.000 ha dimana kawasan hasil perluasan tersebut merupakan kawasan yang dulunya areal hutan produksi dan hutan lindung Perum Perhutani. Tanam bekas areal produksi tersebut di dominasi oleh Rasamala (Altingia excelsa), Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis sp.) dan Puspa (Schima wallichii) yang berada di kawasan hutan gunung Salak dan Gunung Blunder dan kawasan wisata Gunung Salak Endah (Putro 1997). Berikut ini beberapa jenis flora yang terdapat di TNGHS (Hartono dkk. 2007): a. Semak-semak : Harendong (Melastoma malabathrycum), Kirinyuh (Eupatorium inulifolium), Cente (Lantana camara), Jotang (Bidens pilosa), Pegagan (Centela asiatica), dan Kejebing (Strobilantes crispus). b. Perdu terdiri dari beberapa suku antara lain : -
suku rubiaceae terdiri dari : Lasianthus, Psychotria, Urophyllum
-
suku Acanthaceae terdiri dari : Strobilanthes cernua, S. bracteata
-
suku Melastomataceae terdiri dari : Melastoma, Clidema
c. Herba terdiri dari beberapa suku antara lain : -
suku Myrsinaceae terdiri dari : Ardisia sp, Labisia sp
-
suku Asteraceae terdiri dari : Bidens pilosa, Blumea aromatica, Erigeon linifolius, Eupatorium triplinerve
-
suku Begoniaceae terdiri dari : Begonia robusta, B. Isoptera
-
suku rubiaceae terdiri dari : Argostema montana, A. Uniflora, A. borragineum
-
suku Gentianaceae terdiri dari : Lobelia (Stroblantus cernua), S. bractea
19
-
suku Araceae terdiri dari : Arisaema, Scindapsus, Armorphophalus
-
suku Liliaceae terdiri dari : Disporum cantoniense, Dianella javanica
-
suku Zingiberaceae terdiri dari : Ela (Alpina scraba), Tepus (Etlingera puniceae, E. solaris), Pacing (Costus specious), Pining (Hornstedtia paludosa), Parahulu (Amomum compactum)
d. Beberapa liana lain yang dapat dijumpai di TNGHS adalah jenis arbei hutan (Rubus rosaeiollius; R. Moluccaus). e. Selain itu d TNGHS terdapat jenis-jenis anggrek (258 jenis), Bambu (12 jenis), Rotan (13 jenis), Kantung Semar (Nepenthes sp.), Palahlar (Dipeterocarpus hasselti), bahkan Rafflesia rochussenii yang merupakan jenis tumbuhan unik dan langka. Kawasan TNGHS khususnya Gunung Salak yang memiliki beberapa kawah seperti Kawah Ratu, Kawah Cibeureum, Kawah Perbakti dan Kawah Paeh yang disekitarnya terdapat vegetasi (vegetasi kawah) diantaranya : Ficus delthoidea, Gahnia javanica, Gleicheina, Histiopteris insica, Blechnum orientale dan Myrsine. Jenis-jenis lain yang diperkirakan tumbuh di sekitar kawah adalah Vaccinium dan Rhododendron mampu tumbuh pada daerah solfatar dan sekitar sumur lumpur panas(Van Steenis 1972, diacu dalam TNGHS 2007c). c. Keragaman fauna kawasan Gunung Halimun - Salak. Taman Nasional Halimun Salak dengan berbagai tipe ekosistem yang ada di dalamnya merupakan habitat dari berbagai macam jenis satwa. Salah satu nilai penting mengapa kawasan ini layak untuk dilindungi adalah keberadaannya yang masih cukup baik sebagai habitat berbagai satwa penting yang populasi terbatas seperti macan tutul (Panthera pardus melas), elang jawa (Spizaetus bartelsi) dan owa jawa (Hylobates moloch). Sejarahnya kawasan ini juga merupakan habitat satwa seperti badak jawa (Rhinoceros sondaicus) yang saat ini sudah tidak dapat lagi ditemukan di tempat ini dan harimau jawa (Panthera tigris sondaicus) yang bahkan diduga sudah punah. TNGHS memprioritaskan pengelolaan satwanya pada kepada tiga jenis satwa yaitu macan tutul (Panthera pardus melas), elang jawa (Spizaetus bartelsi)
20
dan owa jawa (Hylobates moloch). Hal ini tertuang dalam Rencana Aksi untuk Konservasi Endangered Species di Taman Nasional Halimun dan Areal Sekitarnya (The Action Plan for The Conservation of Endangered Species in Gunung Halimun National Park and Its Surronunding Area) yang dibuat pada tahun 2003. Prioritas ini pun tertuang dalam Rencana Pengelolaan TNGHS tahun 2007. Ketiga satwa diprioritaskan karena ketergantungannya yang sangat tinggi kepada hutan primer , dimana habitatnya tersebut sudah banyak hilang dan berakibat pada semakin menurunnya populasi satwa tersebut. Ketiga jenis satwa tersebut juga termasuk “Endangered” dalam Daftar Merah Satwa dlindungi IUCN tahun 2000, dan juga masuk daftar Appendix I atau II dalam CITES (Tabel 5). Pemerintah Indonesia pun melindunginya melalui peraturan perundangannya (Hilton 2000, diacu dalam TNGH 2003). Tabel 5 Status konservasi tiga spesies satwa terancam di Jawa (TNGH 2003) Spesies
Red List
CITES
Hukum di Indonesia
Appendix
Keputasan Presiden
UU No.5
PP No. 7
Tahun 1990
Tahun 1999
No. 4 Tahun 1993*1
Macan Tutul
Endangered
I
*
*
Owa Jawa
Endangered
I
*
*
Elang Jawa
Endangered
II
*
*
*
*1 : Keputusan Presiden tentang Flora dan Fauna Nasional, menetapkan Elang Jawa sebagai Simbol Satwa Langka Nasional Keanekaragaman satwa yang ada di Taman Nasional Halimun Salak tercatat lebih dari 860 jenis, dimana didalam terdapat beberapa satwa yang dilindungi dan endemik Pulau Jawa. Beberapa jenis satwa yang dilindung atau masuk daftar Appendixs CITES adalah : elang sikep madu (Pernis ptilorhynchus), alap-alap cina (Accipiter soloensis), elang ular bido (Spilornis cheela), elang hitam (Ictinaetus malayensis), alap-alap capung (Microchierax fringillarius). (Adikerana and Komeda, 1997; Prawiradilaga et al. 2002; Kahono dkk. 2002, Tim
21
Endangered Species GHSNP MP JICA, 2006), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus), elang ular (Spilomis cheela), elang hitam (Ictinaetus malayensis), elang jawa (Spizaetus bartelsi), sikatan (Rhipidura javanica), sikatan merah (Rhipidura phoenicura), tepus (Strachyris melanothorax), madu belukar (Anthreptes singalensis), madu gunung (Aethopyga eximia), madu merah (Aethopyga mystacalis), jantung (Arachnothera longirostra), jantung gunung (Arachnothera affinis), tulung tumpuk (Megalaima javensis), dan bututut (Megalaima corvina). pergam gunung (Ducula lancernulata), tohtor (Megalaima armillaris), bututut (Megalaima corvina), tepus (Stachyris melanothorax), berecet (Alcippe pyrropthera), sikatan merah (Rhipidura phoenicura), madu gunung (Aethopyga eximia), esenangka gunung (Lopozosterops javanica), dan burung matahari (Crocias albonotatus). (PPLH IPB 2006 dalam TNGHS 2007c). Tabel 6 Rekapitulasi jenis satwa yang telah tercatat di TNGHS dan sekitarnya Kelompok
Ditemukan (Jenis)
Mamalia
61
Burung
244
Amfibi
30
Reptilia
49
Ikan
50
Molusca
36
Kupu-kupu
75
Semut
110
Capung
26
Kumbang kumis panjang
128
Belalang, Jangkrik dan Kecoa
60
Sumber : Taman Nasional Halimun-Salak “Menyingkap Kabut Gunung HalimunSalak” (Hartono dkk. 2007).