BAB III KARAKTERISTIK PENDIDIKAN ISLAM A. Konsep Pendidikan Islam Pemikiran pendidikan Islam pada hakekatnya tidak bisa di lepaskan dari adanya sejarah dalam Islam itu sendiri. Dalam konteks masyarakat Arab, di mana Islam lahir dan pertama kali berkembang, kedatangan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan. Namun untuk memahami konsep pendidikan Islam terlebih dahulu peneliti akam memaparkan tentang pengertian pendidikan Islam. karena pengertian dalam pendidikan Islam memiliki definisi yang beragam, dimana dalam setiap pengertian tersebut terdapat pula kandungan dan maksud yang berbeda pula, maka untuk memahaminya terlebih dahulu peneliti memaparkan beberapa pengertian tentang pendidikan, yang antara lain adalah: 1. Tarbiyah Tarbiyah berasal dari kata “rabb” yang berarti tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga eksistensi. Istilah tarbiyah berakar dari tiga kata, yakni: pertama dari kata “rabba-yarbu” yang berarti “bertambah dan berkembang,” kedua kata “rabiya-yarba” yang berarti “tumbuh dan berkem-bang,” dan ketiga kata rabba-yarubbu berarti “memperbaiki, menguasai, dan memimpin, menjaga dan memelihara.” Alrabb berasal dari kata tarbiyah yang berarti “mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan” secara bertahap dan membuat sesuatu kesempurnaan secara berangsur-angsur.1 2. Ta’lim Ta’lim berasal dari kata “allama” yang berarti mengajar. Kata “allama” memberi pengertian sekedar memberi tahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan kepri-badian, karena
1
Moh. Shofan, Pendidikan Berparadigma Profetik, (Yogyakrta: IRCiSoD, 2004), hlm.
38.
31
32
sedikit sekali kemungkinan ke arah pembentukan kepribadian yang disebabkan oleh pemberian pengetahuan.2 Sehingga dapat dikatakan pengertian tersebut memiliki arti bahwa, proses ini hanya sebatas pada proses transfer keilmuan, pemberian informasi, memperkenalkan wawasan tentang proses sosial, dan lain sebagainya. 3. Ta’dib Ta’dib asal kata dari “addaba” yang bermakna “mendidik.” Pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia peserta didik tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Pada akhirnya pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud kepribadian manusia.3 Pengertian pendidikan Islam tersebut diatas, jika diakumulasi sesungguhnya mengandung arti dan ruang lingkup yang cukup luas, sebab didalamnya terdapat konsep Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib yang masing-masing pengertian tersebut saling melengkapi satu sama lain dan mempunya tujuan tertentu yang lebih jauh. Disamping ketiganya mengandung makna yang dalam antara hubungan manusia, masyarakat dan lingkungan dalam hubungannya dengan Tuhan, ketiganya juga menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam baik formal maupun nonformal serta informal.4 Dari berbagai kombinasi tentang pengertian tersebut diatas manunjukkan akan komprehenshipnya proses pendidikan dalam dunia pendidikan Islam. dengan demikian konsep pendidikan istal telah menyentuh setiap ranah pendidikan yang memang harus diaktualisasikan dalam kehidupan nyata.
2
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 26. Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Terj. Haidar Bagir, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 61. 4 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam ; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 5. 3
33
Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan yang sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat di katakan bersifat informal, dan ini pun berkait dengan upaya-upaya dakwah Islamiyah, penyebaran, dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. dalam kaitan itulah bisa di pahami kenapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah, tetapi ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, maka pendidikan di selenggarakan di Masjid. Proses pendidikan pada kedua tempat ini di lakukan dalam Halaqah, lingkungan belajar.5 Pendidikan Islam di mulai Rasul pertama kali dengan sembunyisembunyi, karena pengikutnya belum ada, beliau memulainya dari keluarga, tetangga, sahabat kemudian masyarakat secara keseluruhan. Karena adanya berbagai macam budaya-budaya jahiliyah, dimana kesukaan masyarakat arab waktu itu adalah menyembah berhala, berjudi, berzina dan lain sebagainya. Maka misi utama yang diemban Rasul adalah untuk mengajak manusia untuk kembali pada fitrahnya untuk menyembah Allah Yang Maha Kuasa (mentauhidkan ajaran Tuhan) dan memperbaiki moral yang rusak, sebagaimana yang diungkapkan oleh syekh mustofa al-ghulayaini :
هﻲ ﻏﺮس اﻷﺧﻼق اﻟﻔﺎﺿﻠﺔ ﻓﻰ ﻧﻔﻮس اﻟﻨﱠﺎﺷﺌﻦ وﺳﻘﻴﻬﺎ: أﻟﺘﺮﺑﻴﺔ ﺛﻢ، ﺣﺘﻰ ﺗﺼﺒﺢ ﻣﻠﻜﺔ ﻣﻦ ﻣﻠﻜﺎت اﻟﻨﻔﺲ، ﺑﻤﺎءاﻻءرﺷﺎدواﻟﻨﺼﻴﺤﺔ 6 ﺐ اﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﻊ اﻟﻮﻃﻦ وﺣ ﱠ،ﺗﻜﻮن ﺛﻤﺮاﺗﻬﺎاﻟﻔﻀﻴﻠﺔ واﻟﺨﻴﺮ “Pendidikan adalah penanaman akhlak yang mulia dalam jiwa anak yang sudah tumbuh dan menyiraminya dengan siraman petunjuk dan nasihat. Sehingga menjadi watak yang melekat dalam jiwa. Kemudian buahnya berupa keutamaan, kebaikan, suka beramal demi kemanfaatan bangsa”. Pada masa awal dari perkembangan Islam adalah satu masa yang amat penting, karena pada fase ini nabi Muhammad saw. berperan sebagai pendidik telah meletakkan dasar-dasar, prinsip-prinsip utama keagamaan, politik, kemasyarakatan dan budi pekerti. Pada masa dimana Rosullullah saw 5
CharlesMichael Stanton, Pendidikan Tinggi Dalam Islam, Logos Publishing House, 1994, hlm. V. 6 Syekh Mustofa al-Ghulayaini, I’dhat al-Nasyiin, Beirut: al-Thiba’at wa al-Natsir, 1953), hlm. 185.
34
dan Khulafaur Rasyidin masih hidup, adalah tonggak utama model pendidikan yang mempunyai pengaruh mendalam bagi kehidupan agama Islam sepanjang abad, bahkan senantiasa berbekas dalam jiwa orang-orang Islam sampai sekarang.7 Rasulullah saw dalam segala kata-kata yang diucapkannya, segala tingkah laku yang di perbuatnya dan segala sikap yang di ambilnya merupakan gambaran hidup terhadap pemikiran pendidikan Islam ini.8 Pada masa awal Islam sudah ada pendidikan dasar yang di sebut Kuttab, untuk mengajarkan kepada anak-anak tentang Al-Qur’an dan isinya serta pengajaran membaca dan menulis. Secara natural, pengajaran tentang ajaran-ajaran Islam pada dasarnya berlangsung di lembaga-lembaga Islam baru, yaitu Masjid.9 Secara integral sebenarnya konsep pendidikan Islam mengakomodasi dimensi-dimensi vertikal dalam tataran individu yang bersesuaian dengan tingkat-tingkat kesadaran, seperti halnya dalam tasawuf, sebagai implementasi dari ihsan dapat diidentifikasi dengan jizm, nafs, ‘aql, qalb, dan ruh individu.10 Kemudian dimensi-dimensi horizontal terintegrasi dalam rukun iman dan rukun Islam, berkaitan dengan ini, Al-Ghazali mengungkapkan tiga ingkat kesedaran manusiawi, yakni; kesadaran inderawi, kesadaran akal, dan kesadaran spiritual.11 Berdasarkan
tingkat
kesadaran
inilah
Al-Ghazali
mencoba
membentengi umat Islam dan proses penanaman keimanan dalam lembaga pendidikan tentang hakikat-hakikat yang tersembunyi dalam filsafat pendidikan Barat yang berfaham antroposentris yang cenderung menunjukkan kesombongan manusia sebagai abd yang harus beriman dengan eksistensi Allah swt sebagai kreator agung. 7
Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1979, hlm. 13. 8 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1992, hlm. 20. 9 CharlesMichael Stanton, Op.Cit., hlm. 18. 10 Armahedi Mahzar, Revolusi Integralisme Islam, (Bandung: Mizan, 2004), hlm. xxxii. 11 Hidajat Nataatmadja, Krisis Global Ilmu Pengetahuan Dan Penyembuhannya, (Bandung: Iqra, cet. 1, 1982), hlm. 179.
35
Dalam hal seperti itulah kita memerlukan bimbingan dari tingkat kesadaran yang lebih tinggi yakni kesadaran spiritual. Bangunan Al-Ghazali tentang kesadaran ini tercermin dalam ideologi pendidikannya yang mengandung faham Antropo-teosentris. Ada dua pengalaman yang menarik dari Umar yang tampaknya berpengaruh besar terhadap pertumbuhan watak dan kepribadiannya, yaitu ketika beliau sebagai pengembala ternak dan peniaga. Dr. Mahmud Isma’il dalam tulisannya yang berjudul Falsafah al-Tasyri’ ‘Inda ‘Umar ibn AlKhattab, mengatakan bahwa pengalaman Umar sebagai pengembala unta yang di perlakukan keras oleh ayahnya berpengaruh terhadap temperamen Umar yang menonjolkan sikap keras dan tegas dalam pergaulan. Sedangkan pengalamannya sebagai peniaga sukses berpengaruh terhadap kecerdasan dan kepekaan, serta pengetahuannya terhadap berbagai tabi’at manusia.12 Kemudian dalam sebuah surat Khalifah Umar Ibn Khatab r.a kepada wali-walinya yang berbunyi: “Sesudah itu ajarkanlah anak-anakmu berenang, menunggang kuda, dan ceritakan kepada mereka adab sopan santun dan syairsyair yang baik”.13 Mengenai konsep pemikiran pendidikan Islam secara sederhana adalah tentang perubahan individu yang diusahakan oleh pendidikan Islam dan usaha pendidikan yang ingin dicapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya, atau pada kehidupan masyarakat dan pada lingkungan alam disekitarnya. Eksistensi manusia membedakan manusia dengan makhluk ciptaan lainnya. Manusia dengan perantara ‘aql dan qalb mempunyai tugas utama, yakni sebagai khalifah yang bertugas menjaga bumi beserta isinya dan ‘abd adalah kedudukan kodrati bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang diciptakan Allah yang memiliki kewajiban untuk tunduk dan iman kepada-Nya.
12
Amiur Nuruddin, Ijtihad Umar bin Khattab, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hlm. 4. Omar Mohammad Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 417 13
36
ب ِ ك ﻟﱢ َﻴﺪﱠﺑﱠﺮُوا ﺁﻳَﺎ ِﺗ ِﻪ َوِﻟ َﻴ َﺘ َﺬ ﱠآ َﺮ ُأ ْوﻟُﻮا ا ْﻟَﺄ ْﻟﺒَﺎ ٌ ﻚ ُﻣﺒَﺎ َر َ ب أَﻧ َﺰ ْﻟﻨَﺎ ُﻩ ِإَﻟ ْﻴ ٌ ِآﺘَﺎ “Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (Q.S.Shaad : 29)14 Dan ini nampaknya bisa dijadikan dasar dalam memperoleh pengetahuan duniawi dan proses pendidikan Islam yang mengutamakan aqidah, syar’iy, dan ketauhidan. Meskipun pemikiran pendidikan Islam yang di tawarkan Umar secara eksplisit tidak disebutkan. Namun menurut hemat peneliti masih ada kaitannya dengan pemikiran pendidikan Islam yang berkembang pada masa berikutnya, karena pemikiran pendidikan Islam bisa dimaknai secara luas, termasuk didalamnya pendidikan yang berkaitan dengan syariat Islam dan pendidikan yang berkaitan dengan sistem kehidupan sosial. Inilah kiranya yang menjadi visi dan misi lembaga pendidikan Islam, yang didalamnya harus tetap menjadi pusat pembinaan intelektual, moral, dan profesionalisme umat berdasarkan nilai-nilai keislaman.15 Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam yang bersikap acuh terhadap tren pendidikan oleh karena adanya proses globalisasi yang menuntut kompetensi dalam berbagai bidangnya. Tetapi di pihak lain, pendidikan Islam yang baru juga harus tetap tegar dengan karakteristik yang dimilikinya, yakni sebagai agen kehidupan masyarakat dari persoalan-persoalan moral dan spiritual.
B. Dasar Pendidikan Islam Islam sebagai pandangan hidup yang berdasarkan nilai-nilai Ilahiyah, baik yang terkandung dalam nas Al-Qur’an maupun Sunnah Rosul diyakini memuat kebenaran mutlak yang bersifat transendental. Karena pendidikan Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia yang rohmatan lil alamin.
14
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: Kumudasmoro Graffindo, 1994),
hlm. 736.
15
Muhammad Sirozi, Agenda Strategis Pendidikan Islam, (Yogyakarta: AK Group, 2004), hlm. 70.
37
Manusia dengan perantara akal dan berbagai potensi yang ada dituntut untuk senantiasa hidup berkreasi, berinovatif, dan penuh imajinatif, sehingga dalam aktivitasnya relatif tertata, maka hendaknya melalui pemikiran yang matang, sesuai fitrah manusia yaitu manusia yang bermakna baik bagi diri maupun lingkungan sebagai makhluk individu dan sosial. Sebagai
aktivitas
yang
bergerak
dalam
proses
pembinaan
kepribadian muslim, maka pendidikan Islam memerlukan dasar atau landasan kerja untuk memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan yang telah diprogramkan. Dalam konteks ini, yang menjadi acuan tersebut adalah merupakan nilai kebenaran dan kekuatan yang dapat menuju ke arah pendidikan. Al-Qur’an dan hadis dijadikan pedoman dalam berpikir bagi umat Islam dalam berbagai segi kehidupan, sehingga pendidikan Islam haruslah berdasarkan atas keduanya. Namun dalam perkembangan pemikiran pendidikan Islam, walaupun masih berpedoman pada sumber hukum Islam tadi berkembang pula dalam merancang dasar yang menjadi landasan pelaksanaan program pendidikan Islam, yang meliputi: 1. Dasar agama Dengan dasar ini diharapkan agar seluruh proses pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga islam dapat membimbing siswa untuk membina iman yang kuat, teguh terhadap ajaran agama, berakhlak mulia, dan melengkapinya dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat di dunia dan di akhirat. Dengan artian, segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk pendidikan harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan pendidikannya pada dasar agama islam dengan berikut segala aspeknya. Dasar agama ini dalam proses pembelajaran pada lembaga pendidikan islam jelas harus didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dasar utama pendidikan islam.16 2. Dasar filsafat
16
Rama Yulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hlm. 134.
38
Pada dasarnya falsafah pendidikan islam tidaklah menyandarkan diri kepada suatu aliran-aliran filsafat yang merupakan hasil pemikiran manusia. Filsafat pendidikan islam mempunyai dasar watak yang berdiri sendiri dan ciri yang khas pula yang memperoleh wujudnya dari wahyu Ilahi, bimbingan para nabi dan dari pemikiran para pewaris nabi yang tentu saja tidak keluar dari kaidah islamiyah. Dasar filsafat memberi pedoman bagi tujuan pendidikan islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi, dan proyek pendidikan islam mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilainilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontologi, epistemologi, maupun aksiologi.17 3. Dasar Psikologis Menurut Armai Arief program dalam lembaga pendidikan islam harus sejalan dengan ciri perkembangan siswa, tahap kematangan dan semua segi perkembangannya.18 Disamping kedua dasar tersebut diatas, sisi psikologis juga harus diterapkan dalam dasar pendidikan islam, dimana dasar ini berkaitan erat dengan ciri-ciri perkembangan anak, tahap kematangan bakat-bakat jasmani maupun rohani yang menjadi fitrahnya. 4. Dasar sosial Merupakan sebuah kepastian bahwa pendidikan islam dengan segala aspeknya tidaklah mengusung hal-hal yang melangit dan hal-hal yang tidak masuk akal, akan tetapi islam membawa misi yang sangat jelas bagi kehidupan masyarakat. Adalah menjadi kewajiban yang haq bahwa rumusan pendidikan untuk menguatkan pertaliannya dengan masyarakat dan kebudayaan dimana pendidikan tersebut berada. Selain itu, ia juga harus mengikuti perkembangan dan perubahan yang ada dalam kehidupan sosial, dan turut serta mengendalikan
17
Ibid Armae Arief, , Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 30. 18
39
perubahan yang diinginkan dan membimbing perubahan menuju arah yang positif. Dibandingkan dengan nilai-nilai yang lain didalam Islam tauhid merupakan nilai yang ada dengan sendirinya merupakan alat yang secara subyektif bagi nilai yang lain atau disebut juga dengan nilai intrinsik.19 Islam sebagai pandangan hidup yang berdasarkan pada nilai-nilai Ilahiyah, baik yang terkandung dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rosul diyakini umat muslim memiliki kebenaran mutlak yang bersifat transendental atau spiritual dan religi yang kekal dan abadi, sehingga secara aqidah diyakini mampu memenuhi segala kebutuhan manusia tentang permasalahan tadi. Tanggung jawab dan kewajiban orang tua untuk mendidik anaknya berdasarkan pada firman Allah swt.
ﺠﺎ َر ُة َﺤ ِ س َو ْاﻟ ُ ﺴ ُﻜ ْﻢ َوَا ْهِﻠﻴ ْـ ُﻜ ْﻢ َﻧﺎ ًرا َو ُﻗ ْﻮ ُد َهﺎ اﻟ ﱠﻨﺎ َ ﻦ َا َﻣ ُﻨ ْﻮا ُﻗ ْﻮا َا ْﻧ ُﻔ َ َﻳَﺎ ﱡﻳ َﻬﺎاﱠﻟ ِﺬ ْﻳ ن َ ﷲ َﻣﺎَا َﻣ َﺮ ُه ْﻢ َو َﻳ ْﻔ َﻌُﻠ ْﻮ َ ن ا َ ﺼ ْﻮ ُ ﻻ َﻳ ْﻌ َ ﺷ َﺪا ٌد ِ ظ ٌﻼ َﻏ ِ ﻼ ِﺋ َﻜ ٌﺔ َ ﻋَﻠ ْﻴ َﻬﺎ َﻣ َ ن َ َﻣﺎ ُﻳ ْﺆ َﻣ ُﺮ ْو “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, dan penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”(QS. At-Tahrim : 6).20 Pendidikan Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk memelihara fitrah manusia, maka dalam menyusun praktik pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai tersebet diatas. Berdasarkan nilai-nilai yang demikian itu konsep pendidikan Islam tentu akan berbeda lain yang bukan Islam.
19 20
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 83. Depag, _Op.cit., hlm. 951.
40
C. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan pendidikan Islam pada dasarnya tidak selalu sama di sepanjang periode perkembangan Islam. Pada masa awal Islam tujuan pendidikan Islam berbeda dengan tujuan pendidikan pada masa khulafaur rasyiddin, begitu pula dengan masa yang lainnya. Oleh karena itu dapat kita sadari bahwa tujuan dan sasaran pendidikan Islam itu mengalami perkembangan pada masa berikutnya. Namun yang tidak pernah berubah adalah, pada hakikatnya tujuan pendidikan itu selamanya bersumber dari halhal yang bersifat rasional dan simbol-simbol agama Islam Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin yang telah ditulis oleh Al-Ghazali menjelaskan tujuan sistem pendidikan, yakni tentang berbagai ilmu yang wajib dipelajari oleh murid, perencanaan bahan ajar yang sesuai dengan beraneka ragam kondisi anak, dan juga tentang metode belajar mengajar yang harus diikuti seorang guru dalam mendidik anak serta dalam menyajikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Kemudian agar supaya pendidikan Islam dapat memberi ruang pada bakat dan perhatian yang sesuai dengan kecenderungan mereka. Pandangan beliau tentang adanya tingkatan kesadaran manusia yang meliputi kesadaran inderawi, kesadaran akal, dan yang terakhir adalah kesadaran spiritul atau agamawi sebagaimana yang telah disebutkan diatas tadi menyiratkan bahwa dalam merencanakan program pendidikan selain meniadakan dikotomi juga harus mengarahkan potensi anak didik pada hal-hal yang bersifat rabbani. Secara khusus pendidikan Islam memiliki corak tersendiri, yakni perhatiannya yang tinggi kepada ilmu-ilmu agama, dan perhatian tersebut menyebabkan proses pembelajaran terhadap ilmu-ilmu yang lain harus mengacu pada nilai-nilai keagamaan. Kenyataan ini membentuk kerangka berfilsafat yang khas, sehingga para ahli filsafat pendidikan berpendapat bahwa kesempurnaan manusia tidak mungkin dicapai kecuali dengan mempertemukan antara agama dan ilmu pengetahuan,21 dengan kata lain kita 21
Ali Al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 74.
41
akan tersesat jika mempelajari filsafat Yunani dan keturunannya jika kita tidak menggantungkan premis-premis tersebut dengan hal-hal yang transendental religious. Para ahli pendidikan muslim sepakat bahwa tujuan pendidikan Islam bukanlah menjejali murid dengan fakta-fakta, melainkan menyiapkan meeka agar hidup bersih, suci dan tulus. Keberfihakan secara penuh terhadap pembentukan watak ini, didasarkan pada cita-cita etika Islam yang ditempatkan sebagai tujuan tertinggi pendidikan Islam.22 hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Abdul Aziz berikut ini:
وﻳﺸﻐﻒ ﺑﻪ اﻟﺼﻐﺎ ر,واﻟﻘﺼﺔ ﻧﻮع ﻣﻦ اﻷدب ﻟﻪ ﺟﻤﺎ ل وﻓﻴﻪ ﻣﺘﻌﺔ واﻟﻘﺼﺔ. وأﺟﻴﺪ ﺗﻠﻘﻴﻪ, وأﺟﻴﺪت وﺳﺎﻃﺘﻪ.واﻟﻜﺒﺎ ر إذ أﺟﻴﺪ إﻧﺸﺎ أوﻩ وهﻲ ﻋﻨﺪ ﻣﻦ ﻻ ﻳﻌﺮف اﻟﻘﺮاءة أدب ﻣﺴﻤﻮع.أدب ﻣﻘﺮوء أو ﻣﺴﻤﻮع 23 . أﻣﺎ ﻟﻠﻘﺎ رئ ﻓﻬﻮ أدب ﻣﻘﺮوء وﻣﺴﻤﻮع ﻣﻌًﺎ,ﻓﻘﻂ Hal inilah yang akan digunakan umat Islam dalam menghadapi tantangan dan proses indoktrinasi yang masuk melalui ilmu pengetahuan kontemporer, teknologi yang semakin ekspansif, dan dahsyatnya ledakan media informasi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan generasi penerus Islam. Oleh karena itu, pendidikan keterampilan dan pendidikan keagamaan diimplementasikan melalui keteladanan, rasionalisasi ilmu-ilmu ukhrowi dan penciptaan pengalaman. Hal inilah yang akan digunakan umat Islam dalam menghadapi tantangan dan proses indoktrinasi yang masuk melalui ilmu pengetahuan kontemporer, teknologi yang semakin ekspansif, dan dahsyatnya ledakan media informasi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan generasi penerus Islam. Oleh karena itu, pendidikan keterampilan dan pendidikan keagamaan diimplementasikan melalui keteladanan, rasionalisasi ilmu-ilmu ukhrowi dan penciptaan pengalaman. 22
hlm. 57. 12.
23
Abdullah Fadjar, Peradaban Dan Pendidikan Islam, (Jakarta: CV Rajawali, 1991), Abdul Aziz Abdul Majid, Al-Qishotu Fi Tarbiyah, (Mesir: Dar Al-Ma’arif, tp), hlm.
42
D.
Metode Pendidikan Agama Islam Selain konsep dan tujuan pendidikan, hal lain yang memerlukan perhatian penting oleh pendidik adalah metode. Karena metode adalah komponen yang menghubungkan materi pelajaran dan pengetahuan siswa, dan metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan harus sesuai dengan apa yang ingin dia ajarkan. Karena pada hakikatnya tidak ada rekomendasi dari manapun bahwa metode tertentu adalah yang paling baik dan paling efektif. Agar dalam proses belajar mengajar bisa lebih tepat sasaran dan efektif adalah terletak pada apabila para pendidik dalam mempertimbangkan antara
karakteristik
mata
pelajaran
dengan
metode
pembelajaran.
Permasalahan ini pula yang terkadang membuat kabur tujuan belajar mengajar itu sendiri, tak jarang kegagalan dalam menyampaikan pesan yang terkandung dalam setiap mata pelajaran menjadi tidak jelas dan tidak mengenai sasaran. Oleh karena itu hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan metode pendidikan adalah: 1. Metode yang dipilih sesuai dengan tujuan dan materi yang disampaikan. 2. Metode yang digunakan sesuai dengan fasilitas dan sarana yang ada. 3. Metode yang digunakan dapat dikembangkan sesuai dengan perubahan yang diperkirakan. 4. Metode yang digunakan harus membuat siswa selalu aktif24 Metode adalah cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar dalam menyelami berbagai bahan ajaran secara sisitematis. Dalam menentukan suatu metode juga bermakna untuk pengambilan keputusan suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Adapun metode yang sering di gunakan oleh para pendidik muslim dalam proses belajar mengajar terhadap anak yang disampaikan oleh Omar Mohammad Al-Toumy dalam buku “Falsafah Pendidikan Islam”, antara lain adalah : a. Metode induktif
24
Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Ciputat Press Group, 2005), hlm. 54.
43
Metode ini bertujuan untuk melatih peserta didik untuk mengetahui tentang berbagai permasalahan-permasalahan yang spesifik dan khusus untuk dijadikan pemahaman secara umum dan bervariasi yang kemudian melalui berbagai pengenalan fakta-fakta tersebut anak dapat mengambil kesimpulan. Sehingga pendidik yang sedang menjalankan metode ini dituntut untuk dapat melakukan improvisasi dalam mengilustrasikan gambaran secara detail tentang kajian yang akan dijadikan bahan diskusi. Setiap anak yang menjalani proses pendidikan tentu memerlukan kesan yang rasional dalam mengambil kesimpulan dari setiap pesan yang tersirat dari berbagai bahan ajar yang sedang mereka kaji. b. Metode qiyasiyah Metode ini adalah kebalikan dari metode induktif, dimana metode ini memberikan gambaran permasalahan yang dimulai dari hal-hal yang lebih luas dan pinsip umum dulu untuk kemudian diberikan contoh yang lebih rinci untuk kemudian dijelaskan secara detail untuk menjelaskannya. c. Metode kuliah Metode ini merupakan metode yang paling banyak digunakan karena fleksebilitas metode ini sehingga ia dapat digunakan secara bersamaan dengan metode yang lainnya. Tetapi metode ini kurang efektif digunakan dalam proses belajar mengajar kanak-kanak, karena metode ini memerlukan perhatian yang cukup lama dalam rangka memahami kandungan permasalahan yang abstrak melalui ceramah terlebih lagi jika tanpa dukungan alat peraga yang memadai. Karena metode kuliah adalah metode yang membutuhkan intensitas seorang pendidik dalam menyampaikan pokok bahasan yang telah terprogram dalam kurikulum pendidikan. Oleh karena itu persiapan seorang pendidik mulai dari mempersiapkan dari materi pelajaran, proses pembelajaran, hingga kemungkinan keterkaitan bahan ajaran dengan fakta sosial maupun wawasan yang lebih umum. Dengan memberikan gambaran umum tentang pokok bahasan yang akan dikaji dan pentingnya
44
permasalahan itu untuk diperbincangkan. Persiapan terpenting dalam mengembangkan metode ini adalah terletak pada kecakapan seorang pendidik untuk dapat menstimulasi setiap proses pembelajaran yang akan diselenggarakan. d. Metode dialog Metode dialog adalah metode yang berdasarkan pada berbagai bentuk kompromi dan pemahaman yang menyeluruh melaui perbincangan dan tanya jawab sehingga tidak ada keraguan dari peserta didik tentang permasalahan yang sedang dihadapi. Disamping metode metode sebagaimana disebutkan diatas, masih terdapat metode lain yang biasanya lebih dikaitkan pada esesnsi-esensi dari sisi psikologis yang biasanya lebih bersifat pada pembentukan pribadi, penanaman moral, menumbuhkan jiwa-jiwa sosial dan lain sebagainya. Adapun metode lain yang sering digunakan dalam proses pendidikan yang berkaitan dengan bentuk penanaman pengalaman anak antara lain meliputi: a. Metode keteladanan Keteladanan itu dapat di peroleh dari para pendidik, baik dari kedua orang tuanya, dari guru-gurunya, atau dari orang yang mendidiknya. 25
Seorang pendidik merupakan contoh ideal bagi pandangan anak, yang tingkah lakunya dan perbuatannya akan di tiru, di sadari atau tidak, baik atau buruk. Jika pendidik seorang yang jujur, dapat di percaya, berakhlak mulia maka kemungkinan besar anak akan tumbuh seperti ini. Jika yang terjadi sebaliknya, maka anak akan tumbuh akan tumbuh dengan sifat-sifat yang tercela pula. 26 Untuk kebutuhan itulah Allah mengutus Muhammad SAW sebagai hamba dan rosul-Nya menjadi tauladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam melalui firman Allah sebagaimana berikut ini: 25
Ahmad Ali Budaiwi, Imbalan dan Hukuman Pengaruhnya bagi Pendidikan Anak, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hlm. 13 26 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar,( Bandung: Remaja Rosyadakarya, 1992), hlm. 2
45
ن َﻳ ْﺮﺟُﻮ َ ﺴ َﻨ ٌﺔ ﱢﻟﻤَﻦ آَﺎ َﺣ َ ﺳ َﻮ ٌة ْ ل اﻟﱠﻠ ِﻪ ُأ ِ ن َﻟ ُﻜ ْﻢ ﻓِﻲ َرﺳُﻮ َ َﻟ َﻘ ْﺪ آَﺎ ﺧ َﺮ َو َذ َآ َﺮ اﻟﱠﻠ َﻪ َآﺜِﻴﺮًا ِ اﻟﱠﻠ َﻪ وَا ْﻟ َﻴ ْﻮ َم اﻟْﺂ “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut nama Allah.( Q.S. AlAhzab;21 )27 Untuk itu, pendidik harus menelaah perilakunya sebelum memberi nasihat kepada anaknya guna mengetahui apakah nasihatnya itu selaras dengan perbuatannya atau tidak. e. Metode adat kebiasaan Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif. Inti dari pembiasaan itu sendiri adalah pengulangan. Misal, jika guru pada setiap masuk kelas mengucapkan salam, itu dapat di artikan sebagai usaha untuk membiasakan. Contoh lain juga ketika orang tua mendidik anaknya dengan membiasakan bangun pagi, karena bangun pagi akan mempengaruhi jalan hidupnya, yaitu akan mempengarihi jalan hidupnya, yaitu akan terbiasa untuk disiplin waktu.28 f. Metode nasihat Menurut Rasyid Ridla mauidhah adalah nasihat dan peringatan dengan kebaikan dan dapat melembutkan hati serta mendorong untuk beramal. Yakni, nasehat melalui penyampaian had (batasan-batasan yang di tentukan Allah) yang di sertai dengan hikmah, targhib (ancaman atau intimidasi melalui hukuman)29. Ia juga menjelaskan bahwa Mauidhah adalah nasihat yang lembut yang di terima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau ancamannya.Untuk bisa menyentuh kalbu itu hanya mungkin bila:
27
Depag RI, Op. Cit, hlm. 670 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, ( Bandung: Remaja Rosdakarya,2001), hlm. 144 29 Abdurrahman An-Nahlawi, op.cit, hlm. 289 28
46
1. Yang memberi nasihat merasa terlibat dalam isi yang sehat itu. 2. Yang menasehati harus merasa prihatin terhadap nasib orang yang di nasehati. 3. Yang menasehati harus ikhlas. 4. Yang memberi nasehat harus berulang-ulang melakukannya.30 g. Metode memberikan perhatian. Yang di maksud dengan metode memberikan perhatian adalah mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam pembinaan aqidah dan moral, persiapan spiritual dan social, di samping selalu bertanya tantang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil ilmiahnya. Islam dengan universitalitas prinsip dan peraturannya yang abadi memerintah bapak, ibu, dan para pendidik untuk memperhatikan dan senantiasa mengikuti serta mengontrol anak-anaknya, dalam segi kehidupan dan pendidikan yang universal. 1) Perhatian segi keimanan pada anak 2) Perhatian segi moral anak 3) Perhatian segi mental dan intelektual anak 4) Perhatian segi jasmani anak 5) Perhatian segi psikologi anak 6) Perhatian segi sosial anak 7) Perhatian segi spiritual anak31 h. Metode Imbalan. Hukuman memang tidak dapat di pisahkan dari imbalan, artinya ketika pendidik memberikan hukuman pada anak didik, maka sudah sepantasnya pendidik memberikan imbalan ketika mengetahui anak didiknya mendapatkan prestasi yang lebih dari biasanya. Imbalan
30
Ahmad Tafsir, _Op.cit., hlm. 146 – 147. 31 Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, ( Bandung: Asysyifa, 1988), hlm. 123
47
membantu dalam mengokohkan dan menguatkan perilaku yang lurus serta dalam memperbaiki dan meluruskan pelaksanaan sesuatu. Menurut Al Ghazali sebagaimana di kutip oleh Ahmad Ali Budaiwi, jika anak memperlihatkan suatu kemajuanseyogyanya guru memuji hasil upaya muridnya, berterima kasih kepadanya dan mendukungnya di depan teman-temannya, guna menaikkan gengsinya dan menjadikannya sebagai model dan teladan yang harus di ikuti32 Abdurrahman An-Nahlawi mengistilahkan imbalan atau targhib adalah janji yang di sertai bujukan dan rayuan untuk menunda kemaslahatan kelezatan dan kenikmatan. Namun, penundaan itu bersifat pasti, baik, dan murni serta di lakukan melalui amal shaleh atau pencegahan diri dari kelezatan yang membahayakan pekerjaan buruk, yang jelas semua di lakukan untuk mencari keridhoan Allah dan itu merupakan rahmat dari Allah bagi hamba-hambaNya.33
32 33
Ibid., hlm. 24 Abdurrahman An-Nahlawi, op.cit., hlm. 296