BAB III DESKRIPSI TUGAS GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Pengertian Guru PAI Untuk mengetahui pengertian guru PAI, terlebih dahulu perlu dikemukakan pengertian guru secara umum. Menurut pengertian yang sederhana, guru diartikan sebagai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat merupakan orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/musalla, di rumah ataupun di tempat lain. Disebutkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa guru merupakan pendidik yang bertugas sebagai pendidik pula.1 Pengetian ini memberi kesan bahwa guru atau pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Sedangkan dalam bahasa Inggris ada beberapa kata yang berdekatan dengan arti pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah. Selanjutnya, dalam bahasa Arab dijumpai kata ustadz, mudarris, mu’allim dan mu’addib. Kata ustadz jamaknya asaatiidz yang berarti teacher (guru), profesor (gelar akademik), jenjang di bidang intelektual, pelatih, penulis, dan penyair. Adapun kata mudarris berarti teacher (guru), instructor (pelatih) dan lecture (dosen). Selanjutnya kata mu’allim yang juga berarti teacher (guru), instructor (pelatih), trainer (pemandu). Selanjutnya, kata mu’addib berarti educator pendidik atau teacher in Koranic School (guru dalam lembaga pendidikan al-Qur’an).2 Beberapa kata tersebut secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik,
karena
seluruhnya
kepada
seseorang
yang
memberikan
1
W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), hlm. 234. 2
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 61-62.
29
30
pengehatuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan dan ketrampilan diberikan. Jika pengetahuan dan ketrampilan tersebut diberikan di sekolah disebut teacher, di perguruan tinggi disebut lecturer atau profesor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di pusar-pusat latihan disebut instructor atau trainer dan di lembagalembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator. Selanjutnya dalam beberapa literatur kependidikan pada umumnya, istilah pendidik sering diwakili oleh istilah guru. Istilah guru menurut Hadari Nawawi, sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata, adalah orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah. Secara khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru berarti orang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.3 Guru dalam pengertian tersebut bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu. Akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dalam berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa. Dalam pengertian ini, guru terkesan punya tugas yang demikian berat yang harus dipikul oleh seorang pendidik, khususnya guru. Tugas tersebut, selin memberikan pelajaran di muka kelas, juga harus membantu mendewasakan anak didik. Menurut N.A. Amentembun sebagaimana dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah, guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.4 Sedangkan untuk mengetahui maksud dari Pendidikan Agama Islam, perlu kiranya merujuk Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 3
Ibid., hlm. 63.
4
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaktif Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 32.
31
(Sisdiknas). Menurut UU Sisdiknas Nomor 2 tahun 1989 Pasal 395 dan UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal 36,6 bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat antara lain pendidikan agama. Dinyatakan dalam penjelasan UU Sisdiknas bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Menurut konsep Islam, iman merupakan potensi ruhani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal saleh, sehingga menghasilkan prestasi ruhani (iman) yang disebut takwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang berbentuk kesalehan pribadi, hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh ini akan menentukan derajat ketakwaan (prestasi ruhani/iman) seseorang di hadapan Allah S.W.T.7 GBPP PAI di sekolah umum menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional. Usaha pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah diharapkan agar mampu membentuk kesalehan pribadi dan sekaligus kesalehan sosial sehingga 5
Tim Redaksi Fokus Media, Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2003), hlm. 89-90. 6
Tim Redaksi Fokus Media, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokus Media, 2003), hlm.22-24. 7
Muhaimin, dkk., Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 75.
32
pendidikan agama diharapkan jangan sampai menumbuhkan semangat fanatisme, menumbuhkan sikap intoleran di kalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia dan memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional. Karenanya, pendidikan agama Islam diharapkan mampu menciptakan ukhwah Islamiyah dalam arti luas, yaitu ukhwah fi al-‘ubudiyah, ukhwah fi al-insaniyah, ukhwah fi al-wathaniyah wa al-nasb, dan ukhwah fi din al-Islam.8 Berdasarkan pengertian di atas dapat diambil suatu rumusan bahwa yang dinamakan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah pendidik atau guru yang berwenang dan bertanggung jawab mengajarkan pendidikan agama Islam di sekolah.
B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru PAI Guru PAI menempati kedudukan yang sangat terhormat di masyarakat. Kewibawaannya menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragukan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang berkpribadian mulia. Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru PAI diberikan tugas dan tanggung jawab yang berat. Lebih berat lagi mengemban tanggung jawab moral. Sebab tanggung jawab guru PAI tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus guru berikan pun tidak hanya secara kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Hal ini mau tidak mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkal laku, dan perbuatan anak didiknya, tidak hanya di lingkungan sekolah, tetapi di luar sekolah sekalipun. Karena itu, tepatlah apa yang dikatakan oleh N.A. Ametembun, bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.9 8
Ibid., hlm. 76.
9
Syaiful Bahri Djamarah, loc. cit.
33
Interaksi antara guru dengan siswa atau pendidik dengan terdidik akan terjalin dalam situasi pendidikan atau pengajaran. Interaksi ini sesungguhnya merupakan interaksi antara dua kepribadian, yaitu kepribadian guru sebagai orang dewasa dan kepribadian siswa sebagai anak yang belum dewasa dan sedang berkembang mencari bentuk kedewasaan. Kedudukan guru sebagai pengajar dan pembimbing tidak bisa dilepaskan dari guru sebagai pribadi. Kepribadian guru sangat mempengaruhi peranannya sebagai pendidik dan
pembimbing.
Dia
mendidik
dan
membimbing para siswa tidak hanya dengan bahan yang ia sampaikan atau dengan metode-metode penyampaian yang digunakannya, tetapi dengan seluruh kepribadiannya. Mendidik dan membimbing tidak hanya terjadi dalam interaksi formal, tetapi juga interaksi informal, tidak hanya diajarkan tetapi juga ditularkan. Pribadi guru merupakan satu kesatuan antara sifat-sifat pribadinya, dan peranannya sebagai pendidik, pengajar dan pembimbing. Guru adalah manusia yang memiliki kepribadian sebagai individu. Kepribadian guru, seperti halnya kepribadian individu pada umumnya terdiri atas aspek jasmaniah, intelektual, sosial, emosional, dan moral. Seluruh aspek kepribadian tersebut terintegrasi membentuk satu kesatuan yang utuh, yang memiliki ciri-ciri yang khas. Integritas dan kekhasan ciri-ciri individu terbentuk sepanjang perkembangan hidupnya, yang merupakan hasil perpaduan dari ciri-ciri dan kemampuan bawaan dengan perolehan dari lingkungan dan pengalaman hidupnya. Seperti halnya pribadi-pribadi yang lain, pembentukan pribadi guru, dipengaruhi faktor-faktor yang berasal dari lingkungan keluarganya, sekolahnya tempat ia dulu belajar, masyarakat sekitar serta kondisi dan situasi sekolah di mana ia sekarang bekerja. Dengan tidak mengabaikan pengaruh lingkungan yang lain, besar sekali pengaruh dari pengalaman pendidiknya di sekolah tempat dia mempersiapkan diri dalam tugasnya sebagai guru. Guru adalah suatu profesi. Sebelum ia bekerja sebagai guru, terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga pendidikan keguruan. Dalam lembaga pendidikan tersebut, ia bukan hanya belajar ilmu pengetahuan atau bidang studi yang akan
34
diajarkan, ilmu dan metode mengajar, tetapi juga dibina agar memiliki kepribadian sebagai guru. Kepribadian dia sebagai guru, sudah tentu tidak dapat dipisahkan dari kepribadiannya sebagai individu. Pekerjaan guru PAI adalah luas, yaitu untuk membina seluruh kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang baik dari murid sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini berarti bahwa perkembangan sikap dan kepribadian tidak terbatas pelaksanaannya melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan kata lain, tugas dan tanggung jawab guru PAI dalam membina murid tidak terbatas pada interaksi belajar-mengajar saja. Fungsi sentral guru adalah mendidik (fungsi education). Fungsi sentral ini berjalan sejajar dengan atau dalam melakukan kegiatan mengajar (fungsi instruksional) dan kegiatan bimbingan bahkan dalam setiap tingkah lakunya dalam berhadapan dengan murid (interaksi edukatif) senantiasa terkandung fungsi mendidik. Guru PAI pun harus mencatat dan melaporkan pekerjaannya itu kepada berbagai pihak yang berkepentingan atau sebagai bahan yang dapat digunakannya sendiri untuk meningkatkan efektivitas pekerjaannya (sebagai umpan balik). Yang terakhir ini dikenal sebagai tugas administrasi (fungsi manajerial). Mengingat lingkup pekerjaan guru seperti yang dilukiskan di atas, maka tugas dan tanggung jawab guru PAI itu meliputi: tugas dan tanggung jawab pendidikan dan pengajaran, tugas dan tanggung jawab bimbingan dan penyuluhan, dan tugas dan tanggung jawab administrasi (manajer kelas). 1. Tugas dan Tanggung Jawab Guru PAI sebagai Pengajar dan Pendidik Guru mempunyai peranan ganda sebagai pengajar dan pendidik. Kedua peran tersebut bisa dilihat perbedaannya, tetapi tidak bisa dipisahkan.
Tugas
utama
sebagai
pendidik
adalah
membantu
mendewasakan anak. Dewasa secara psikologis, sosial, dan moral. Dewasa secara psikologis berarti individu telah bisa berdiri sendiri, tidak tergandung kepada orang lain, juga telah mampu bertanggung jawab atas segala perbuatannya, mampu bersikap objektif. Dewasa secara sosial berarti telah mampu menjalin hubungan sosial dan bekerjasama dengan
35
orang dewasa lainnya, telah mampu melaksanakan peran-peran sosial. Dewasa secara moral, yaitu telah teguh dan mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangannya. Tugas
utama
perkembangan
guru
sebagai
pengajar
intelektual,
afektif
dan
adalah
membantu
psikomotorik,
melalui
menyampaikan pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan ketrampilan. Pada wakt guru menyampaikan pengetahuan, tidak mungkin
terlepas
mendewasakan
dari
anak
upaya
tidak
mendewasakan
mungkin
anak,
dilepaskan
dan
dari
upaya
mengajar
(menyampaikan pengetahuan, dll). Keduanya sukar untuk dipisahkan, pada suatu saat mungkin peranannya sebagai pendidik lebih besar sedang pada saat lain perannya sebagai guru lebih besar. Guru sebagai pendidik terutama berperan dalam menanamkan nilai-nilai, nilai-nilai yang yang merupakan ideal dan standar dalam masyarakat. Sebagai pendidik guru bukan hanya penanam dan pembina nilai-nilai, tetapi ia juga berperan sebagai model, sebagai contoh suri tauladan bagi anak-anak. Oleh karena itu tidak heran apabila banyak tuntutan yang diarahkan kepada guru. Semua nilai-nilai baik yang ada dalam masyarakat, dituntut untuk dimiliki oleh seorang guru. Masyarakat seringkali menilai sebagai suatu yang kurang pada tempatnya apabila guru melakukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keguruan seperti ngojek, menarik becak, atau berdagang sayur. Guru dipandang sebagai contoh nyata manifestasi nilai yang ada dalam masyarakat. Guru sebagai pengajar dipandang sebagai ekspert, sebagai ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Para siswa dan masyarakat menilai dan mengharapkan guru mengetahui dan menguasai segala hal tentang ilmu agama yang diajarkannya. Ia tidak boleh keliru atau salah dalam menyampaikannya. Sebagai pengajar juga guru dipandang ahli dalam cara
36
mengajar. Masyarakat menilai dan mengharapkan melalui tangan guru anak-anak mereka pasti menjadi orang pandai. 10
2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru PAI sebagai Pembimbing Selain sebagai pendidik dan pengajar, guru PAI juga mempunyai tanggung jawab sebagai pembimbing. Sebab, perkembangan anak tidak selalu mulus sesuai dengan yang diinginkan. Guru PAI sebagai pembimbing dan pemberi bimbingan adalah dua macan peranan yang mengandung banyak perbedaan dan persamaannya. Keduanya sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi dan mencintai murid. Sifat khas anak seperti ketidaktahuan, kedangkalan dan kurang pengalaman, telah mengundang guru untuk mendidik dan membimbing mereka. Sesungguhnya anak itu sendiri mempunyai “dorongan” untuk menghilangkan sifat-sifat demikian itu dengan tenaganya sendiri atau menurut kuasanya, di samping bantuan yang diperolehnya dari orang dewasa (guru) melalui pendidikan. Sebagai pembimbing, guru lebih suka kalau mendapat kesempatan menghadapi sekumpulan murid-murid di dalam interaksi belajarmengajar. Ia memberi dorongan dan menyalurkan semangat menggiring mereka, sehingga mereka dapat melepaskan diri dari ketergantungannya kepada orang lain dnegan tenaganya sendiri. Sebagai pemberi bimbingan, guru PAI sering berhadapan dengan kelompok-kelompok kecil dari murid-murid atau bahkan hanya seorang murid saja. Semua murid memerlukan bimbingan. Untuk murid-murid yang memerlukan bantuan khusus diberikannya bimbingan khusus pula. Bimbingan khusus secara individual yang dilakukan pada tempat yang disediakan untuk itu, dinamakan penyuluhan. Penyuluhan ialah bimbingan yang intensif sekali. 10
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 200), hlm. 252-253.
37
Perlu pula diingat bahwa pemberian bimbingan, bagi guru PAI meliputi bimbingan belajar dan bimbingan perkembangan sikap keagamaan. Dengan demikian membimbing dan pemberian bimbingan dimaksudkan agar setiap murid diinsyafkan mengenai kemampuan dan potensi diri dari yang sebenarnya dalam kapasitas belajar dan sikap. Jangan sampai murid-murid menganggap rendah atau meremehkan kemampuannya sendiri dalam potensinya untuk belejar dan bersikap sesuai dengan ajaran agama Islam.11
3. Tugas dan Tanggung Jawab Guru PAI di bidang Administrasi Guru PAI juga bertugas sebagai tenaga administrasi, namun bukan berarti sebagai pegawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas (manajer kelas) dalam interaksi belajar-mengajar. Meskipun masalah pengelolaan ini dapat dipisahkan dari masalah mengajar dan bimbingan, tetapi
tidak
seluruhnya
dapat
dengan
mudah
diidentifikasikan.
Sesungguhnya ketiga hal itu saling berhubungan dan tidak terpisahkan dari mengajar itu sendiri. Adapun yang menjadi konsekuensi dari pengelolaan yang baik adalah meningkatnya prestasi guru dan meningkatnya efektivitas dari situasi belajar-mengajar. Jika segi-segi instruksional dan kurikuler telah berjalan lancar. Masalah pengelolaan amat dipengaruhi oleh hal-hal yang timbul pada kenyataan sehari-hari, sedangkan masalah kurikulum dan proses belajar-mengajar dapat direncanakan untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Terdapa dua aspek dari masalah pengelolaan yang perlu mendapat perhatian, yaitu; pertama, membantu perkembangan murid sebagai individu dan kelompok. Kedua, memelihara kondisi kerja dan kondisi belajar yang sebaik-baiknya di dalam maupun di luar kelas.
11
Zakiah Darajdat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, hlm. 264-266.
38
Sekurang-kurangnya yang harus dipelihara oleh guru secara terusmenerus, ialah; suasana keagamaan, kerja sama, rasa persatuan, dan perasaan puas pada murid, terhadap pekerjaan dan kelasnya. Dengan terjadinya pengelolaan yang baik, maka guru akan lebih mudah mempengaruhi murid di kelasnya dalam rangka pendidikan dan pengajaran agama Islam.12 Menurut MA Sahal Mahfudh, pendidikan agama Islam sendiri pada dasarnya adalah proses pembentukan watak, sikap dan prilaku Islami yang meliputi iman (aqidah), Islam (syari’at) dan ihsan (akhlak, etika dan tasawuf). Tujuan pokoknya adalah mempersiapkan peserta didik agar mampu menjadi khalifah Allah yang akram (mulia) yang berarti lebih bertakwa kepada Allah dan yang shalih dalam arti mampu mengelola, mengembangkan dan melestarikan alam. Fungsi sebagai khalifah adalah pertama, ibadatullah baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, di mana di dalam komunitas berbangsa, mereka juga dituntut oleh ajaran Islam untuk memberikan manfaat kepada orang lain dalam kerangka ibadah sosial. Fungsi kedua ‘imaratul ardli, yakni membangun bumi ini dengan berbagai upaya untuk menunjang kebutuhan-kebutuhan hidup sebagai sarana melakukan ibadah dalam rangka mencapai tujuan hidupnya, yakni sa’adatud darain.13 Selain itu, dari sudut pandang yang lain, pendidikan keagamaan merupakan manifestasi dari upaya peningkatan kualitas kemanusiaan, sebagaimana
dirumuskan
dalam
tujuan
pendidikan
nasional,
yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, manusia beriman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan ruhani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab. Guru PAI diposisikan untuk menjadikan siswa memiliki kecerdasan spiritual, yang dapat membawa keberhasilan dalam mendidik sehingga 12
Ibid., hlm. 267.
13
MA. Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqh Sosial, (Yogyakarta: LkiS, 1994), hlm. 325-326.
39
tercapilah visi pendidikan agama, yaitu terbentuknya peserta didik yang memiliki keperibadian yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah Swt dan tercapai pula misinya yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia dan budi pekerti yang kokoh yang tercermin dalam keseluruhan sikap dan perilaku sehari-hari. Di sinilah terlihat peran suci guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, sehingga profesionalisme guru tidak hanya diukur dengan intelektualnya saja tetapi juga memiliki keunggulan dalam aspek moral, keimanan, ketaqwaan, disiplin, tanggung jawab dan manajemen yang bagus dalam mengelola pembelajaran.14 Kedudukan dan peran guru di lingkungan pendidikan formal (sekolah) merupakan posisi kunci terhadap keberhasilan sebuah proses belajarmengajar. Guru-lah yang mempunyai tugas pokok mencerdaskan peserta didik di sekolah tersebut, karenanya, seorang guru dituntut harus se-profesional.15 Termasuk profesional di sini, seorang guru harus benar-benar menguasai terhadap materi pelajaran yang diampu sesuai kompetensinya. Untuk mendukung proporsi ini dapat dilhat bahwa di dalam lingkungan pendidikan formal, peran guru sangat dominan dalam pendidikan siswa, dibandingkan dengan faktor lain seperti kurikulum, sarana dan prasarana. Ringkasnya, untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikan, akan sangat ditentukan oleh faktor guru. Karena begitu pentingnya faktor guru dalam keberhasilan proses belajarmengajar, Abdurrahman Mas’ud mencatat bahwa secara konvensional ada tiga kualifikasi dasar sebagai berikut: … Menguasai materi, antusiasme, dan penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik. Meskipun loving merupakan kualifikasi yang paling belakang dalam konsep humanisme religius, sesungguhnya harus ditempatkan pada urutan pertama … Misi utama guru adalah enlightening ‘mencerdaskan bangsa’ (bukan sebaliknya, membodohkan masyarakat), mempersiapkan anak didik sebagai individu yang 14
Departemen Agama RI, Kendali Mutu Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam, 2003), hlm. 24. 15
H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 89-
91.
40
bertanggung jawab…. Proses pencerdasan harus berangkat dari pandangan filosofis guru bahwa anak didik adalah individu yang memiliki beberapa kemampuan dan ketrampilan. Di dunia Barat, kemampuan ini berhasil dikembangkan sedemikian rupa hingga tidak kurang para ahli pendidikan menyebut kemampuan ini sebagai megaskill (kemampuan hebat).16 Mendidik anak atau peserta didik untuk menjadi cerdas baik cerdas secara spiritual maupun intelektual membutuhkan guru yang mempunyai kemampuan yang memadai, yang biasa disebut sebagai guru yang profesional atau guru yang kompeten-kapabel. Mengapa demikian? Karena berhasilnya tidaknya perserta didik menjadi insan yang intelek tergantung pada kualitas dan kapabelitas guru yang mengajarnya. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa sebenarnya tugas dan tanggung jawab guru PAI sangat luas, tidak hanya dibatasi oleh dinding sekolah, namun juga di luar sekolah. Sebab, seorang guru PAI juga memiliki tanggung jawab sebagai pembimbing moral.
C. Kompetensi Guru PAI Kompetensi
secara
competence/competenscy
etimologi yang
berarti
berasal
dari
kecakapan,
bahasa
Inggris
kemampuan,
atau
kewenangan.17 Dapat pula diartikan kualitas seseorang yang menjadikannya memiliki kewenangan sesuai dengan kecakapannya. Suatu pekerjaan yang ditangani oleh orang yang tidak memiliki kompetensi tidak akan menghasilkan pekerjaan yang baik, bahkan bisa rusak. Broke and Stone mengartikan kompetensi dengan “desciptive of qualitative nature or teacher behavior appears to be entirely meaningful” (kompetensi adalah gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti). Charles E. Johnson mengartikan kompetensi dengan “competency as a rational performance wich sat is fatorily meets the objective 16
Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Pendidikan Non Dikotomik; Humanisme Religius Sebagai Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Gama Media, 2002), hlm. 194. 17
I Markus Wily, dkk., Kamus Lengkap Plus; Inggris Indonesia-Indonesia Inggris, (Surabaya: Arkola, 1997), hlm. 90.
41
for a desired condition” (kompetensi adalah perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan). W. Robert Houston, mengartikan kompetensi dengan “competency ordinarly is difined as adequacy for a task or as prosesi on of require knowledge, skill, and abilities” (kompetensi adalah suatu tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.18 Adapun kompetensi guru (teacher competency) adalah “ the ability of a teacher to responsibibly perform has or her duties appropriately” (kompetensi guru adalah kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak).19 Menurut istilah pendidikan, kompetensi bukan masalah baru karena pada dasarnya makna kompetensi inheren dalam aktivitas pendidikan itu sendiri. Apalah artinya sebuah pendidikan kalu tidak memberikan kompetensi apa-apa pada peserta didik dan lulusannya. Secara terminologis, kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai untuk melakukan sesuatu.20 Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1995 tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan bahwa “Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan
18
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),
hlm. 14 19
Arifin, H.M., Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 112. 20
Tim Teknis, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, 2002), hlm. 3.
42
serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni, yang bermanfaat bagi kemanusiaan”.21 Kemudian dalam Keputusan Mendiknas Nomor 045/U/2002, tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi pasal 3 ayat (2), sebagaimana dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud, dkk., bahwa pengertian kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Adapun elemen kompetensi adalah; landasan kemampuan mengembangkan kepribadian, penguasaan ilmu dan ketrampilan, kemampuan berkarya, dan pemahaman kaidah kehidupan bermansyarakat. 22 Pada mulanya kompetensi diperoleh dari perservice training yang kemudian dikembangkan dalam pekerjaan profesional guru dan dibina melalui in service training. Pada dasarnya guru PAI harus memiliki tiga kompetensi, yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi peguasaan atas bahan, dan kompetensi dalam cara-cara mengajar. 1. Kompetensi Kepribadian Setiap guru PAI memiliki kepribadiannya sendiri-sendiri yang unik. Tidak ada guru PAI yang sama, walaupun mereka sama-sama memiliki pribadi keguruan. Jadi pribadi keguruan itu pun “uni” pula, dan perlu diperkembangkan secara terus-menerus agar guru itu terampil dalam: a. Mengenal dan mengakui harkat dan potensi dari setiap individu atau murid yang diajarkannya. b. Membina suatu suasana sosial yang meliputi interaksi belajarmengajar sehingga amat bersifat menunjang secara moral (batiniah) terhadap murid bagi terciptanya kesepahaman dan kesamaan arah dalam pikiran serta perbuatan murid dan guru.
21
Tim Redaksi Sinar Grafika, Standar Nasional Pendidikan; Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 16-17. 22
Abdurrahman Mas’ud, dkk., "Kompetensi Lulusan PTAI dalam Perspektif Masyarakat Pengguna di Jawa Tengah", Laporan Penelitian Kompetitif IAIN Walisongo Semarang, 2004, hlm. 16.
43
c. Membina suatu perasaan saling menghormati, saling bertanggung jawab dan saling mempercayai antara guru dan murid.
2. Kompetensi Penguasaan Atas Bahan Pengajaran Penguasaan yang mengarah kepada spesialisasi (takhasus) atas ilmu atau kecakapan/pengetahuan yang diajarkan. Penguasaan meliputi bahwa bidang studi agama Islam sesuai dengan kurikulum dan bahan pendalaman aplikasi bidang studi. Kesemuanya ini amat perlu dibina karena selalu dibutuhkannya dalam: a. Menguaraikan ilmu pengetahuan atau kecakapan dan apa-apa yang harus diajarkan ke dalam bentuk komponen-komponen dan informasiinformasi yang sebenarnya dalam bidang ilmu atau kecakapan yang bersangkutan. b. Menyusun
komponen-komponen
atau
informasi-informasi
itu
sedemikian rupa baiknya sehingga akan memudahkan murid untuk mempelajari pelajaran yang diterimanya. 3. Kompetensi dalam Cara-cara Mengajar Kompetensi dalam cara-cara mengajar atau ketrampilan mengajar sesuatu bahan pengajaran sangat diperlukan guru PAI. Khususnya ketrampilan dalam: a. Merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan waktu (catun wulan/semester atau tahun ajaran). b. Mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu atau alat peraga) bagi murid dalam proses belajar yang diperlukannya. c. Mengembangkan
dan
mempergunakan
semua
metode-metode
mengajar sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan variasinya yang efektif. Ketiga aspek kompetensi tersebut di atas harus berkembang secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru PAI. Dengan demikian itu
44
dapat diharapkan dari padanya untuk mengerahkan segala kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar secara profesional dan efektif. Selain kompetensi, skill atau ketrampilan mengajar juga merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh guru PAI, terutama dalam beberapa hal: Pertama, dalam merencanakan atau menyusun setiap program satuan pelajaran, demikian pula merencanakan atau menyusun keseluruhan kegiatan untuk satu satuan waktu. Kedua, mempergunakan dan mengembangkan media pendidikan (alat bantu atau alat peraga) bagi murid dalam proses belajar yang diperlukannya. Ketiga, mengembangkan dan mempergunakan semua metodemetode mengajar sehingga terjadilah kombinasi-kombinasi dan variasinya yang efektif. 23 Ketiga aspek skill dan ketrampilan tersebut harus berkembang secara selaras dan tumbuh terbina dalam kepribadian guru. Dengan demikian dapat diharapkan dari padanya untuk mengerahkan segala kemampuan dan ketrampilannya dalam mengajar secara profesional dan efektif. Untuk mengetahui seorang guru terampil mengajar atau memiliki skill, juga dapat dilihat dari segi (1) menguasai bahan yang meliputi bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah, menguasai bahan pengayaan/ penunjang bidang studi, (2) mengelola program belajar mengajar yang meliputi; merumuskan tujuan intruksional, mengenal dan dapat menggunakan prosedur intruksional yang tepat, melaksanakan program belajar mengajar, mengenal kemampuan anak didik, (3) mengelola kelas yang meliputi; mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran, menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi, (4) penggunaan media atau sumber yang meliputi mengenal, memilih dan menggunakan media, membuat alat bantu pelajaran yang sederhana, menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar, menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan lapangan, (5) menguasai landasan-landasan pendidikan, (6) mengelola interaksi-interaksi belajarmengajar, (7) menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran, (8)
23
Zakiah Daradjat, op.cit., hlm. 264.
45
mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah, (9) mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah, (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.24 Profesionalisme di atas merupakan profil kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kemampuan tersebut dikembangkan berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan guru. Karenanya, sepuluh ketrampilan tersebut secara operasional akan mencerminkan fungsi dan peranan guru dalam melakukan proses belajar mengajar di kelas. Melalui ketrampilan tersebut, diusahakan agar penguasaan akademis dapat terpadu secara serasi dengan kemampuan mengajar. Hal ini perlu karena seorang guru diharapkan
mampu
mengambil
keputusan
secara
profesional
dalam
melaksanakan tugasnya yaitu keputusan yang mengandung wibawa dan praktis secara kependidikan. Karenanya, sifatnya selalu dinamis dan selalu berkembang sesuai kemauan guru tersebut. Suharsimi Arikunto sebagaimana dikutip oleh B. Suryosubroto memandang bahwa seorang guru mampu mengemban tugasnya sebagai guru dilihat dari empat segi; pertama, mampu mempelajari dan menguasai materi pelajaran yang dijadikan tujuan dalam menyusun rencana pelajaran. Kedua, memilih pendekatan atau strategi untuk menyampaikan pelajaran. Ketiga, memilih alat-alat pelajaran dan sarana lain. Keempat, memilih strategi evaluasi yang akan diambil.25 Dengan demikian dapat diketahui bahwa kompetensi guru PAI merupakan kemampuan dan kewenangan guru PAI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru atau pendidik agama Islam.
24
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), hlm. 4-5. 25
Ibid., hlm. 8.