BAB II GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PEMBENTUKAN KARAKTER
Dalam bab dua ini akan memaparkan aspek-aspek teoritis tentang masalah atau fenomena yang diteliti. Aspek tersebut adalahguru pendidikan agama islam dan pembentukan karakter.
A. Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam Menurut Undang-undang No. 14 Tahun 2005 Tentang guru dan dosen menyebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.1 Guru adalah orang yang berwenang atau bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid,baik secara individual maupun klasikal,baik disekolah maupun di luar sekolah. Guru adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak
didik
untuk
menjadi
seseorang
yang
berguna
agama,nusa,dan bangsa.
1
Kepri.kemenag.go.id/file/file/undang-undang/,download 4 November 2015
22
bagi
23
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushola, di rumah dan sebagainya.2 Menurut Sardiman, guru merupakan salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan.3 Sosok guru adalah orang yang identik dengan pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan para gurulah tunas-tunas bangsa ini terbentuk sikap dan moralitasnya sehingga mampu memberikan yang terbaik untuk anak negeri ini di masa datang.4 Kata Guru dalam bahasa Arab disebutmu’allim dan dalam bahasa Inggris guru disebut dengan teacher yang memiliki arti sederhana, yakni seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.5 Menjadi guru adalah pekerjaan yang sungguh mulia. Ia bertanggung jawab tidak hanya menjadikan para anak manusia pandai di bidang ilmu pengetahuan, tetapi juga bermoral baik dalam kehidupan ini. Seorang
2
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif,(Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2000), hal.31 3 Syaiful Bahri Djamarah, Ibid.,hal.1 4 Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 3 5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan , suatu Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya offset, 1996), hal. 223
24
anak manusia yang pada mulanya tidak mengerti apa-apa, di hadapan seorang guru dididik untuk memahami kehidupan secara lebih baik dan mengenal dunia. Di pundaknyalah ada tugas dan tanggung jawab keberlangsungan masa depan generasi yang lebih cerdas dan berperadapan.6 Guru Pendidikan Agama Islam adalah orang dewasa yang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba Allah serta mampu melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial dan sebagai makhluk individu yang mandiri serta berakhlak mulia . Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab guru harus mengetahui, serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.7
6
Akhmad Muhaimin Azzet, Menjadi Guru Favorit,( Jogjakarta : AR-Ruzz Media, 2013),
hal. 13 7
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan),(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2009),hal.37
25
Oleh karena itu sebagai seorang guru dengan segala keilmuannya mampu mengembangkan potensi dari setiap anak didiknya. Guru dituntut untuk peka dan tangkap terhadap perubahan-perubahan, pembeharuan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang sejalan dengan tuntutan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman. Guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, menunjang hubungan sebaik-baiknya, dalam kerangka menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan, dan keilmuan.8 Berdasarkan dari uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa
pengertian dari Guru Pendidikan Agama Islam adalah seseorang yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan ilmu pengetahuan khusus ilmu agama dengan kualifikasi akademiki sarjana Pendidikan Agama Islam dan juga berperan dalam pembentukan karakter peserta didik. Tugas dan tanggung jawab seorang guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam tidak hanya mencerdaskan dalam bidang ilmu pengetahuan agama dan teknolgi saja melainkan juga dalam proses pembentukan karakter peserta didik agar mempunyai kepribadian yang baik dan berakhlakul mulia.
8
Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum ,(Jakarta: Ciputat Press,2003),hal.8
26
2. Syarat Guru Pendidikan Agama Islam Tidak sembarangan orang dapat melaksanakan tugas profesional sebagai seorang guru. Untuk menjadi guru yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Menurut Ngalim Purwanto syarat utama untuk menjadi seorang guru, selain berijazah dan syarat-syarat mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah mempunyai sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran. Selanjutnya dari syarat-syarat tersebut dapat dijabarkan secara lebih terperinci, yaitu sebagai berikut : a. Guru harus berijazah sarjana b. Guru harus sehat rohani dan jasmani c. Guru harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik d. Guru haruslah orang yang bertanggung jawab e. Guru di Indonesia harus berjiwa nasional.9 Al-Abrasyi
sebagaimana
dikutip
oleh
Khoiron
Rosyadi,
menyebutkan sifat-sifat pendidik dalam pendidikan Islam sebagai berikut : a. Zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata b. Kebersihan, seorang guru bersih tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, sifat riya‟, dengki, permusuhan dan sebagainya c. Ikhlas dalam pekerjaan, tergolong ikhlas adalah seorang yang ucapannya sesuai dengan perbuatan, melakukan apa yang ia ucapkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
9
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2002), hal.141
27
d. Pemaaf, seorang guru bersifat pemaaf terhadap muridnya, sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, sabar, berkepribadian dan mempunyai harha diri e. Harus mengetahui tabiat murid, guru harus mengetahui tabiat pembawaan, adat istiadat dan pemikiran murid agar tidak salah arah di dalam mendidik anak-anak.10 Menurut M. Mubangkit syarat untuk menjadi pendidik atau guru yaitu: a. Dia harus beragama b. Mampu bertanggung jawab atas kesejahteraan agama c. Dia tidak kalah dengan guru-guru sekolah umum lainnya dalam membentuk warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa dan tanah airdia harus memiliki perasaan panggilan nurani (reeping). 11 Kemudian
Al-Ghazali
mengemukakan
syarat-syaratseorang
pendidik dalam kepribadian antara lain : a. Sabar menerima masalah-masalah yang dinyatakan murid dan harus diterima baik. b. Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih. c. Jika dudik harus sopan dan tunduk, tidak riya. d. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang dzalim dengan maksud mencegah dari tindakannya. e. Bersikap tawadlu‟ dalam pertemuan-pertemuan. f. Sikap dan pembicaraannya tidak main-main. g. Menanamkan sifat bersahabat di dalam hatinya terhadap semua murid-murudnya. h. Menyantuni serta tidak membentak-betak orang-orang bodoh. i. Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya. j. Berani berkata: saya tidak tahu terhadap masalah yang tidak dimengerti. k. Menampilkan hujjah yang benar. 12
10
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profesi, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 188-189 Ihsan Hamdani dan Ihsan Fuad, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2007), hal. 102 12 Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hal. 57 11
28
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang guru (pendidik) tidak sembarangan orang melainkan harus mempunyai sifat-sifat yang sangat mulia, berkepribadian yang baik dan berakhlak baik dalam pandangan Allah maupun dalam pandangan masyarakat karena sifat seorang guru akan dicontoh atau diteladani oleh para peserta didiknya. 3. Tugas Guru Pendidikan Agama Islam Guru adalah figurseorang pemimpin. Guru juga adalah sosok arsitektur yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa , dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Jabatan guru memiliki banyak tugas, baik yangterikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas guru tidak hanya sebagai suatu profesi, tetapi juga sebagai suatu tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan. Tugas guru sebagai suatu profesi menuntut kepada guru untuk mengembangkan ilmu engetahuan dan teknologi.13 Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing,
mengarahkan,
melatih,
menilai,
dan
mengevaluasi hasil pembelajaran siswa. Profesionalitas guru ditandai 13
Isjoni, Guru Sebagai Motivator Perubahan,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal.29-
30
29
dengan keahliannya di bidang pendidikan. Menurut Undang-Undang NO 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20 menyatakan bahwa, tugas atau kewajiban guru, antara lain: a. Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. b. Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. c. Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, atau latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran. d. Menjunjung tinggi peraturan perundangan-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika. e. Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.14 Tugas guru sebagai seorang pendidik yang memahami fungsi dan tugasnya, guru khususnya ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula dengan seperangkat latihan keterampilan keguruan dan pada kondisi itu pula ia belajar mempersosialisasikan sikap keguruan yang diperlukannya. Seorang yang berpribadi khusus yakni ramuan dari pengetahuan sikap dan keterampilan keguruan yang akan ditransformasikan kepada anak didik atau siswanya. Guru yang memahami fungsi dan tugasnya tidak hanya sebatas dinding sekaloh saja, tetapi juga sebagai penghubung sekolah dengan masyarakat yang juga memiliki beberapa tugas menurut Djamarah, fungsi dan tugas guru adalah: a. Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik kepandaian, kecakapan dan pengalaman-pengalaman
14
undang-undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pasal 20
berupa
30
b. Membentuk kepribadian anak yang harmonis sesuai cita-cita dan dasar negara kita pancasila c. Menyiapkan anak menjadi warga negara yang baik sesuai dengan Undang-undang Pendidikan yang merupakan MPR No. 2 Tahun 1983 d. Sebagai prantara dalam belajar e. Guru adalah sebagai pembimbing untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan. Pendidik tidak maha kuasa, tidak dapat membentuk anak menurut kehendak hatinya f. Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat g. Sebagai penegak disiplin. Guru menjadi contoh dalam segala hal tata tertib dapat dapat berjalan apabila guru menjalaninya terlebih dahulu. h. Sebagai adminstrator dan manajer guru sebagai perencana kurikulum i. Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak. 15 4. Tanggungjawab Guru Pendidikan Agama Islam Undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam undang-undang ini, kita dapat melihat fungsi dan tujuan pendidikan nasional dalam bab 2 pasal 3, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban baangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” 16 Guru pendidik agama Islam memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak atau karakter bangsa melalui 15
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000), hal. 36 16 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab 2 pasal 3
31
pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diinginkan. Paling sedikit ada 6 tugas dan tanggung jawab guru dalam mengembangkan profesinya, yakni : a. Guru sebagai pengajar. Sebagai pengajar lebih menekankan kepada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memiliki seperangkat pengetahuan dan ketrampilan teknis mengajar, di samping menguasai ilmu atau bahan yang akan diajarkannya. b. Sebagai pembimbing. Tanggung jawab guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas memberikan bantuan kepada siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Tugas ini merupakan aspek mendidik sebab tidak hanya berkenaan dengan penyampaian ilmu pengetahuan, melainkan juga nenyangkut pembinaan kepribadian dan pembentukan nilai-nilai siswa c. Sebagai administrator. Tanggung jawab sebagai administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan ketatalaksanaan pada umumnya. d. Sebagai pengembangan kurikulum. Tanggung jawab mengembangkan kurikulum membawa guru dituntut untuk selalu mencari gagasan-gagasan, penyempurna praktik pendidikan , khususnya dalam praktik pengajaran. e. Mengembangkan profesi. Tanggung jawab mengembangkan profesi pada dasarnya ialah tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga, dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya. f. Membina hubungan dengan masyarakat. Berarti guru harus dapat berperan menempatkan sekolah sebagai bagian integral dari masyarakat serta sekolah sebagai pembaru masyarakat.17 Oleh karena itu, Berkaitan dengan tanggung jawab guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut, guru juga harus bertanggung jawab terhadap segala
17
Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, konsep,stategi,dan aplikasinya dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia, (Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2013), hal. 62-64
32
tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.18 5. PeranGuru Pendidikan Agama Islam Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal. Guru memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM), serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa. Gurujuga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, ini guru harus kreatif ,profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut : a. Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya. b. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik. c. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya. d. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang yua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya. e. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab. f. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan(bersilaturahmi) dengan orang lain secara wajar. g. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antarpeserta didik, orang lain, dan lingkungannya. h. Mengembangkan kreativitas. i. Menjadi pembantu ketika diperlukan.19 18
E.Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 37 19 Ibid.,hal.36
33
Guru merupakan faktor penting yang besar yang pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikan karakter di sekolah, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam mengembangkan pribadinya secara utuh. Dikatakan demikian, karena guru merupakan pigur utama, serta contoh dan teladan bagi peserta didik. Oleh karena itu dalam pendidikan karakter guru harus mulai dari dirinya sendiri agar apa-apa yang diakukannya dengan baik menjadi baik pula pengaruhnya terhadap peserta didik.20 Beberapa peran utama guru pendidikan agama islam dalam pendidikan karakter : a. Guru sebagai pendidik Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh,panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab guru harus mengetahui, serta memahaminilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berprilaku dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. guru
20
juga
harus
bertanggung
jawab
terhadap
segala
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2013), hal. 63
34
tindakannya dalam pembelajaran di sekolah, dan dalam kehidupan bermasyarakat.21 b. Guru sebagai pengajar Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan
pembelajaran, dan memang hal
tersebut
merupakan tugas dan tanggung jawab yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari.22 Sebagai pengajar, guru harus memiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami ketrampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik.23 c. Guru sebagai pembimbing Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan (journey), yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks. Sebagai pembimbing, guru
21
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal 37 22 Ibid.,hal. 38 23 Ibid.,hal. 40
35
harus merumuskan tujuan secara jelas, menetapkan waktu perjalanan,
menetapkan
jalan
yang
harus
ditempuh,
menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. 24 d. Guru sebagai penasehat Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. Menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasihat dan menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaranpun meletakkannya pada posisi tersebut. 25 e. Guru sebagai model dan teladan Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Menjadi teladan merupakan sifat dasar kegiatan pembelajaran, dan ketika
seorang
guru
tidak
mau
menerima
ataupun
menggunakannya secara konstrutif maka telah mengurangi keefektifan pembelajaran. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta
24
Ibid., hal. 40-41 Ibid., hal. 43
25
36
didik serta orang di sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. 26 B. Pembentukan Karakter 1. Pengertian karakter Sebagaiman dikutip oleh Agus Wibowo, Menurut Thomas Lickona, karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain, dan karakter mulia lainnya.27 Sebagimana dikutip oleh Jamal Ma‟mur Asmani, Menurut M. Furqon
Hidayatullah
mengutip
pendapatnya
Rutland
yang
mengemukakan bahwa karakter berasal dari akar kata bahasa latin yang berarti “dipahat”. Secara harfiah, karakter artinya adalah kualitas mental atau moral, kekuatam moral, nama atau reputasinya. Dalam kamus psikologi, dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.28 Menurut Suyanto, Karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan 26
Ibid.,hal. 45-46 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter(strategi membangun karakter bangsa berperadaban), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 32 28 Jamal Ma‟mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah, (Yogyakarta: Diva Press,2011), hal.27-28 27
37
dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. 29 Menurut kamus besar bahasa indonesia, istilah „karakter‟ berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak. Bila dilihat dari asal katanya, istilah „karakter‟ berasal dari bahasa Yunani karasso, yang berarti „cetak biru‟, „format dasar‟, atau „sidik‟ seperti dalam sidik jari. Pendapat lain menyatakan bahwa istilah „karakter‟ berasal dari bahasa Yunani charassein, yang berarti „membuat tajam‟ atau „membuat dalam‟.30 Karakter tampak dalam kebiasaan (habitus). karena itu, seseorang dikatakan berkarakter baik manakala dalam kehidupan nyata seharihari memiliki tiga kebiasaan, yaitu: memikirkan hal yang baik (habits of mind), menginginkan hal yang baik (habits of heart), dan melakukan hal yang baik (habits of action). 31 Menumbuhkembangkan karakter bangsa yang bermoral bukan sekedar persoalan penyampaian teori tentang ilmu etika dan moral sebagai mata pelajaran di sekolah, melainkan membangun kebiasaan yang berkesinambungan dari hari ke hari. Bagi seorang anak, untuk membangun kebiasaan tersebut membutuhkan figur panutan yang dapat dijadikan teladan. Keteladanan dari orang sekitarnya menjadi
29
Agus Wibowo, Op.cit., hal. 33 Saptono, Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter(wawasan, strategi, dan langkah praktis), (Jakarta: Erlangga,2011), hal.17-18 31 Ibid.,hal. 20 30
38
dasar pembentukan konsep moral yang dimiliki anak. Pembentukan kepribadian seorang anak selama ini banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya, lingkungan sekitar, pola asuh orang tua, dan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, para orang tua dan guru perlu konsisten dalam memberi teladan baik dan buruk kepada anak. Anak tidak dapat menerima aturan tentang baik-buruk yang berubah-ubah. Sesuai dengan karakteristik anak prasekolah, orang tua perlu melakukan halhal sebagai berikut: 1. Merancang pola asuh dan pola didik yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang moralnya secara optimal. 2. Memberi
contoh
nyata
nilai
kebaikan
yang
akan
dikembangkan. 3. Membiasakan disiplin melalui perilaku disiplin yang menetap. 4. Memberikan penjelasan mengapa suatu perbuatan baik harus dilakukan, memberi pujian kepada anak, menegur dan mengarahkan apabila mereka melakukan kekeliruan.32 Karakter dapat didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku yang konsisten secara lahiriah dan batiniah. Karakter adalah hasil kegiatan yang sangat mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa ke arah pertumbuhan sosial. 33
32
Hudiyono, Membangun Karakter Siswa, (Jakarta: Erlangga,2012), hal. 5-6 Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2008), hal. 48-49
33
39
Sedangkan menurut Alwisol, karakter diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai besar-salah, baikburuk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktivitas individu. 34 Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berfikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian,/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (etetis), sportif, tabah, terbuka, dan tertib. Individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. karakter adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika dan perilaku). 34
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building, Bagaimana Mendidik Anak Berkarakter?, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hal. 27-28
40
Individu yang berkarakter baik unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). 35 Menurut Kemendiknas (2010), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak.36 Dari berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut diatas, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membentuk pribadi seseorang , terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. 2. Tujuan Pembentukan Karakter Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah menyebutkan bahwa tujuan pendidikan ialah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
35
Zainal Aqib dan Sujak, Panduan dan Aplikasi Pendidikan Karakter, (Bandung: Yrama Widya, 2011), hal.3 36 Agus Wibisono, Pendidikan Karakter (strategi membangun karakter bangsa berperadaran), ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal. 35
41
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 37 Menurut An-Nahlawi, pendidikan harus memiliki tujuan yang sama dengan tujuan penciptaan manusia sebab bagaimanapun pendidikan Islam sarat dengan landasan dinul Islam. Tujuan pendidikan Islam adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara sosial. Pada prinsipnya, tujuan pendidikan harus selaras dengan tujuan yang menjadi landasan dan dasar pendidikan. Karena tujuan pendidikan harus bersifat universal dan selalu aktual pada segala masa dan zamaan.38 Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan. Melalui pendidikan karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan
37
menginternalisasikan
serta
mempersonalisasikan
nilai-nilai
Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hal. 24 38 Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama & Budaya Bangsa, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2013), hal. 105
42
karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku seharihari.39 Menurut Darma Kesuma, tujuan pendidikan karakter, khususnya dalam setting sekolah, di antaranya sebagai berikut : a.
menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan
b.
mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak berkesesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah
c.
membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama.40 Selain
ketiga
tujuan
tersebut,
ada
pendapat
lain
yang
mengungkapkan beberapa tujuan pendidikan karakter antara lain : 1.) Mengembangkan potensi kalbu/ nurani/ efektif peserta didik sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa. 2.) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.
39
E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta : PT. Bumi Aksara,2013), hal.9 Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida, Op. Cit., hal. 25
40
43
3.) Menanankan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa. 4.) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan. 5.) Mengembangkan
lingkungan
kehidupan
sekolah
sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh, kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi serta penuh kekuatan. 41 3. Metode Pembentukan Karakter Dalam membentuk karakter peserta didik diperlukan metodemetode dalam pembentukan karakter antara lain : 1. Melalui keteladanan Metode keteladanan merupakan suatu cara mengerjakan ilmu dengan mencontohkan secara langsung kepada anak. Hal ini telah dilakukan sendiri oleh Rasulullah Saw, sebagaimana firman Allah Swt. Dalam QS. Al-Ahzab (33) ayat 21, yang berbunyi: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah, (QS. Al-Ahzab [33]:21)”. Metode
keteladanan
yang
digunakan
dalam
proses
pembelajaran di sekolah, secara tidak langsung lebih mengarah pada kompetensi dari pengajar itu sendiri. Sebab dengan contoh keteladanan yang baik, otomatis anak akan mengikuti gerak-gerik 41
Ibid.,hal. 25
44
setiap hal yang dilakukan dan dicontohkan oleh guru. Apa yang dia lihat, dengar, dan rasakan, akan masuk dalam memori anak kemudian akan dilaksanakan dan dikembangkan kembali oleh anak. 42 Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang secara luas diakui sebagai metode yang sangat efektif untuk mengembangkan sikap dan tingkah laku anak. Keteladanan sangat efektif bagi pembentukan sikap dan perilaku anak, karena anak adalah pribadi yang sedang tumbuh dan berkembang. Dalam proses perkembangan tersebut anak memiliki meniru sikap dan perilaku orang yang dikenal dan dikaguminya. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, keteladanan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak. Pengaruh tersebut ada yang muncul secara spontan (tidak sengaja) tetapi ada juga yang disengaja. Pengaruh yang tidak sengaja muncul apabila keteladanan yang diberikan orangtua, guru, dan para tokoh masyarakat dapat mendorong anak untuk meniru sikap dan perilaku mereka. Sedangkan pengaruh yang disengaja apabila sikap dan perilaku tersebut memang ditunjukan untuk dicontohkan oleh anak-anak atau peserta didiknya. Keteladanan dapat dimulai dari hal-hal yang kecil seperti cara berbicara, cara makan, cara memberi, cara menerima, cara 42
Muhammad Fadlillah & Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, konsep & aplikasinya dalam PAUD, ( Jogjakarta : Ar- Ruzz Media, 2013), hal. 167
45
berpakaian, dan kemudian terus berkembang kepada ha-lhal yang kompleks seperti cara bersikap, cara memperlakukan orang lain, cara memperlakukan sesuatu, dan lain sebagainya.43 Dari sekian banyak metode membangun dan menanamkan karakter, metode inilah yang paling kuat. Karena keteladanan memberikan gambaran secara nyata bagaimana seseorang harus bertindak. Keteladanan berarti kesediaan setiap orang untuk menjadi contoh dan miniatur yang sesungguhnya dari sebuah perilaku. 2. Metode Pembiasaan Kebiasaan
adalah perbuatan
yang selalu
diulang-ulang
sehingga mudah dikerjakan. Kebiasaan yang sudah tertanam akan sukar dihilangkan, karena sudah mendarah daging. Dengan demikian,
membiasakan
anak
melakukan
suatu
perbuatan
(pembiasaan) merupakan salah satu metode yang sangat efektif dalam proses pendidikan anak. Pembiasaan sangat perlu karena pada saat dilahirkan, anak tidak membawa sikap dan perilaku yang diwariskan orangtuanya. Hampir semuasikap dan perilaku anak merupakan hasil dari pembiasaan yang mereka terima dari orangorang yang ada disekitarnya. Mengenalkan dan membiasakan sesuatu perbuatan agar menjadi kebiasaan perlu waktu yang lama dan kesabaran. Suatu 43
Imam Suraji, Prinsip-prinsip Pendidikan Anak dalam Perspektif Al-Qur’an dan Hadits, (Pekalongan: Stain Pekalongan Press, 2011), hal. 196-200
46
perbuatan dapat menjadi kebiasaan karena adanya latihan yang terus menerus dan berulang-ulang. Menurut Ahmad Amin suatu perbuatan dapat menjadi kebiasaan apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: a. Adanya kecenderungan hati kepada perbuatan tersebut dan merasa senang melakukannya. b. Kecenderungan hati tersebut direalisir dalam perbuatan c. Perbuatan tersebut diulang-ulang sehingga menjadi mudah dan biasa. Secara umum telah diakui bahwa, apabila suatu perbuatan telah menjadi kebiasaan, maka perbuatan tersebut sukar sekali diubah, karena sudah menyatu (mendarah daging) dalam diri orang tersebut. dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembiasaan merupakan metode yang sangat efektif dalam mendidik sikap dan perilaku (akhlak) anak sejak usia dini. Oleh karena itu orangtua dan para pendidik lain harus melatih dan membiasakan anak melakukan perbuatan yang baik sejak usia dini.44 3. Hadiah dan hukuman Hadiah atau atau hukuman merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam proses penddikan anak sejak kecil. Hadiah dan hukuman bukan merupakan suatu raangkaian yang harus dilakukan secara bersama-sama, tetapi suatu yang terpisah. Apabila
44
Ibid.,hal. 200-204
47
seorang anak mendapatkan hadiah, berarti ia tidak menerima hukuman, dan demikian pula sebaliknya. Hadiah yang diberikan kepada anak tidak harus berupa materi, tetapi dapat juga berupaka ungkapan rasa senang, pujian dan penghargaan. Sedangkang hukuman yang diberikan kepada anak tidak boleh berupa tindakan yang dapat membahayakan perkembangan pisik maupun psikisnya. Bentuk-bentuk hadiah yang dapat diberikan kepada anak secara gradual dapat disebutkan sebagai berikut: a. Memperlihatkan rasa senang kepada anak b. Memberikan pujian yang tulus c. Memberikan nilai yang baik d. Memberikan hadiah berupa barang yang bermanfaan bagi anak. Sedangkan bentuk-bentuk hukuman yang bersifat mendidik yang dapat diberikan secara gradual kepada anak antara lain: a. Memperlihatkan rasa kurang senang kepada anak b. Memberikan teguran secara halus dan tidak menyakitkan hati anak c. Memberikan teguran yang keras d. Memberikan hukuman badan, tetapi hukuman yang tidak membahayakan. 45 4. Metode mau’izah (nasihat)
45
Ibid.,hal. 204-205
48
Metode nasihat sangat penting dalam proses pembentukan sikap, kepribadian, dan perilaku anak. Meskipun demikian, metode nasihat baru dapat digunakan pada saat anak mulai mampu membedakan hal-hal yang baik dan buruk dan dapat terus digunakan sampai usia tua. Efektifitas metode nasihat dalam bentuk peringatan untuk membina sikap, kepribadian, dan perilaku seorang tergambar dalam firman-Nya dalam surat az-Zariyat ayat 55 sebagai berikut: “Tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Adz-Dzariyat:55) Nasihat harus dilakukan dengan baik dan tulus bukan karena kemarahan dan ketidak senangan. Nasihat yang tulus akan mudah diresapi oleh jiwa orang yang menerima nasihat. 46 4. Nilai-nilai Karakter Yang Diinginkan Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu
karakter
melekat dengan nilai dari perilaku tersebut.
karenanya tidak ada perilaku anak yang tidak bebas dari nilai.47 Karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan pesert didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-
46
Ibid.,hal. 208-209 Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktek di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 11 47
49
nilai sehingga peserta didik berprilaku sebagai insan kamil.48dalam kaitan ini sikap dan perilaku budi pekerti mengandung lima jangkauan sebagai berikut : 1. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan Meliputi Berdisiplin, beriman, bertakwa, berpikir jauh ke depan, bersyukur, jujur, mawas diri, pemaaf, pemurah, pengabdian. 2. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri Meliputi bekerja keras, berani memikul risiko (the risk taker), berdisiplin, berhati lembut/ berempati, berpikir matang, berpikir jauh ke depan (future oriented, visioner), bersahaja, bersemangat,
bersikap
konstruktif,
bertanggung
jawab,
bijaksana, cerdik, cermat, dinamis, efisien, gigih, hemat, jujur, berkemauan keras, kreatif, kukuh hati, lugas, mandiri, menghargai menghargai
karya waktu,
orang
lain,
pemaaf,
menghargai pemurah,
kesehatan, pengabdian,
pengendalian diri, produktif, rajin, ramah, percaya diri, rela berkorban, sabar, setia, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tangguh, tegas, tekun, tepat janji/amanah, terbuka, ulet. 3. Sikap dan perilaku dalam hubugannya dengan keluarga Meliputi bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, menghargai 48
Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hal.46
50
kesehatan, menghargai waktu, tertib, pemaaf, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, sabar,
setia,
adil,
hormat,
sportif,
susila,
tegas,
tepatjanji/amanah, terbuka. 4. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa Meliputi Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, bertenggang rasa/toleransi, bijaksana, cerdik, cermat, jujur, berkemauan keras, lugas, setia, menghargai kesehatan, menghargai waktu, pemurah, pengabdian, ramah tamah, rasa kasih sayang, rela berkorban, adil, hormat, tertib, sportif, susila, tegas, tepat janji/amanah, terbuka. 5. Sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekitar Meliputi Bekerja keras, berpikir jauh ke depan, menghargai kesehatan, pengabdian. 49 Menurut Kemendiknas (2010), nilai-nilai luhur sebagai pondasi karakter bangsa yang dimiliki oleh setiap suku di Indonesia ini, jika diringkas diantaranya sebagai berikut: a. Religius. Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. b. Jujur. Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tidakan, dan pekerjaan.
49
Ibid.,hal. 46-47
51
c. Toleransi. Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. d. Disiplin. Tindakan yang menunjukan prilakku tertib dan patuh pada berbagi ketentuan dan peraturan. e. Kerja keras. Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta meyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. f. Kreatif. Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. g. Mandiri. Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugastugas. h. Demokratis. Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. i. Rasa ingin tau. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. j. Semangat kebangsaan. Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. k. Cinta tanah air. Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, keperdulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa. l. Menghargai prestasi. Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. m. Bersahabat/ komunikatif. Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. n. Cinta damai. Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. o. Gemar membaca. Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebijakan bagi dirinya. p. Peduli lingkungan. Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam sekitarnya. q. Peduli sosial. Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
52
r. Tanggung jawab. Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,sosial,dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. 50 5. Faktor yang Menpengaruhi Karakter Peserta Didik a. Faktor Pendukung Secara garis besar faktor yang dapat mempengaruhi karakter peserta didik dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor Internal, yang meliputi: a) Kebutuhan Spiritual (Agama). Kebutuhan spiritual merupakan fitrah dan kebutuhan dasar manusia. Agama mengandung nilai-nilai moral, etika, dan hukum yang harus
dipatuhi
setiap
manusia.
Tiap
orang
membutuhkan agama sebagai spiritual needs untuk dijadikan pedoman dan tuntunan dalam kehidupannya. Dengan mengikuti dan mematuhi nilai-nilai agama, seseorang bisa dikatakan memiliki moral, etika, aturan, dan karakter agama yang kuat. Kebutuhan dasar agama ini, jika terpenuhi akan menimbulkan keadaan damai, aman, tenteram dalam hidup anak.51
50
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter(strategi membangun karakter bangsa berperadapan), ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012), hal. 43-44 51 Triantoro Safarina, Spritual Inelegancy, Metode Pengembangan Spiritual Anak, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007), hal.86
53
Spiritualitas merupakan sesuatu yang istimewa karena merupakan
potensi
“kunci”
anak-anak
untuk
menanamkan pendidikan karakter serta menjawab tantangan perubahan zaman yang cenderung menuntut seseorang untuk hidup berkompotisi ketika memenuhi kebutuhan pokok sandang, pangan, papan. 52 b) Pembawaan/hereditas Setiap individu yang lahir ke dunia dengan suatu hereditas tertentu. Ini berarti, bahwa karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan/pemindahan dari cairan-cairan “germinal” dari pihak orang tua. Di samping itu, individu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari lingkungannya, baik lingkungan fisis, psikologis,
maupun
lingkungan
pertumbuhan dan perkembangan merupakan
hasil
interaksi
dari
sosial.
Setiap
yang kompleks hereditas
dan
lingkungan. Agar kita dapat mengerti dan mengontrol perkembangan tingkah laku manusia, kita hendaknya mengetahui hakikat dan peranan dari masing-masing (hereditas dan lingkungan). 53 c) Kepribadian Pembentukan kepribadian seorang anak selama ini 52
Rozi Sastra Purna, dkk, Psikologi Pendidikan Anak Usia Dini (menumbuh-kembangkan potensi “bintang” anak di tk atraktif), (Jakarta : Pt. Indeks, 2015), hal. 41 53 M.Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001), hal. 120
54
banyak dipengaruhi oleh faktor dari dalam dirinya, lingkungan sekitar, pola asuh orang tua,dan pendidikan di sekolah.54 2. Faktor eksternal yang meliputi: a.) Keluarga keluarga adalah komunitas pertama yang menjadi tempat bagi seseorang, sejak usia dini, belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar dan salah. Dengan kata lain dikeluargalah seseorang, sejak dia sadar lingkungan belajar tata nilai atau moral. Pendidikan di keluarga ini akan menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang lebih dewasa memiliki komitmen terhadap nilai moral tertentu dan menentukan bagaimana dia melihat dunia sekitarnya. Di keluarga pula seseorang mengembangkan konsep awal mengenai apa yang dimaksud dengan hidup ini atau pandangan mengenai apa yang dimaksud dengan hidup yang berhasil dan wawasan mengenai masa depan.55 b.) Sekolah Bagi orangtua, sekolah diharapkan menjadi salah satu tempat atau lingkungan yang dapat membantu anak
54
Hudiyono, Membangun Karakter Siswa melalui profesionalisme guru dan gerakan pramuka, (Surabaya : Erlangga Group, 2012), hal. 5 55 Gede Raka,dkk, Pendidikan Karakter di sekolah dari Gagasan ke Tindakan, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), hal. 45
55
mengembangkan karakter yang baik. Albert Einstein menekankan, “ Agar siswa mendapat pemahaman dan penghayatan yang dalam terhadap tata nilai, dia harus mengembangkan kepekaan yang tinggi terhadap keindahan dan moralitas”. 56 c.) Guru/pendidik Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena pendidik merupakan orang yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan karakter peserta didik selama berada di lingkungan sekolah. Keteladanan guru dapat terwujud dalam bentuk perilaku yang bersahabat, menjalankan kegiatan dengan jujur, dapat dipercaya, serta membrikan contoh perilaku yang dapat menginspirasi siswa untuk semangat dalam belajar. Keteladanan itu tidak dibuat-buat, tetapi sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, baik saat mengajar di kelas maupun melalui ucapan, perasaan, tindakan, dan kepekaan dalam menghadapi berbagai situasi. Ketika guru mampu menjadi teladan bagi siswa, maka sosok guru itu akan terinternalisasi di dalam hati siswa. 57 b. Faktor Penghambat
56
Ibid., hal.47 Hudiyono, Membangun Karakter Siswa, (Surabaya : Erlangga Group, 2012), hal. 13
57
56
Penghambat yang dimaksud adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan sekolah dan keberadaannya tidak bisa dipergunakan untuk membantu dalam membentuk karakter anak. 1) Sikap oang tua Peralihan
bentuk
pendidikan
informal/keluarga
ke
formal/sekolah memerlukan kerja sama antara orangtua dan sekolah (pendidik). Sikap anak terhadap sekolah akan dipengaruhi oleh sikap orang tua mereka. Oleh karena itu, diperlukan kepercayaan orang tua terhadap sekolah (pendidik) yang menggantikan tugasnya selama di sekolah. Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai usaha-usahanya serta nenunjukkan kerja samanya dalam cara anak belajar di rumah atau membuat pekerjaan rumahnya. Peranan orang tua bagi pendidikan anak adalah memberikan dasar pendidukan, sikap, dan ketrampilan dasar, seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan menanamkan kebiasaan-kebiasaan. Selain itu, peranan keluarga afalah mengajarkan nilai-nilai dan tingkah laku yang sesuai dengan yang diajarkan di sekolah. Dengan kata lain, ada
57
kontinuitas antara materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah.58 2.) Lingkungan Dalam
pembentukan
lingkungan
inilah
peran
lingkungan pendidikan menjadi sangat penting, bahkan sangat sentral, karena pada dasarnya karakter adalah kualitas pribadi seseorang yang terbentuk melalui proses belajar, baik secara formal maupun informal. Jadi, pendidikan karakter dalam arti luas pada dasarnya adalah menyiapkan lingkungan pembelajaran yang memungkinkan interaksi di antara faktor khas yang ada dalam diri seseorang dan lingkungannya memberikan kontribusi maksimal untuk menguatkan dan mengembangkan kebajikan yang ada dalam diri
orang
yang
bersangkutan.
Pembentukan
atau
pengembangan karakter yang baik memerlukan kualitas lingkungan yang baik pula.59
58
Maimunah Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Diva Press, 2010), hal. 19 Gede Raka, dkk, Pendidikan Karakter di Sekolah Dari Gagasan ke Tindakan, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2011), hal. 44 59