BAB III PENDIDIKAN ISLAM DAN KEPRIBADIAN ANAK A.
Pendidikan Islam 1. Pengertian Pendidikan Islam Manusia adalah makhluk individu dan sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia baru akan menjadi manusia kalau ia hidup dengan manusia lain, atau hidup dikalangan manusia. Tentang betapa nestapanya anak manusia yang sejak kecil dibesarkan oleh srigala atau binatang lain, telah banyak diketahui. Dan alangkah sukar dan sulitnya serta lambatnya mendidik anak semacam itu agar kembali menjadi manusia seutuhnya. Jadi, manusia akan kehilangan kemanusiaannya kalau ia berada di lingkungan bukan manusia. Manusia harus berada di dalam pergaulan antara manusia. Di dalam pergaulan, manusia harus senantiasa berusaha agar menjaga pergaulan itu tetap berada di dalam suasana kemanusiaan, yang rukun dan damai, memperbaiki serta memajukannya. Untuk itu antara manusia yang satu dengan manusia yang lain harus saling mengenal. Jadi di dalam pergaulan ini manusia harus mengenal diri sendiri dan mengenal manusia lain untuk saling mengenal. Sebelum menjelaskan tentang Pendidikan Islam , terlebih dahulu akan dijelaskan arti pendidikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan dan cara mendidik.1 Menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah:
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 204.
40
41 “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.2 Sedangkan menurut Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.3 Jadi, pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar yang mencakup bimbingan atau pimpinan yang mempunyai suatu tujuan tertentu, untuk menjadi yang lebih baik dari sebelum ia mendapatkan pendidikan. Setelah mengetahui arti pendidikan, alangkah baiknya penulis kemukakan juga tentang arti pendidikan Islam. Pendidikan Islam menurut Marimba dalam bukunya yang berjudul Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, bahwa pendidikan Islam adalah: “Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam”.4 Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, “Pendidikan Islam ialah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam”.5 Dapat dikatakan juga, bahwa pendidikan Islam ialah bimbingan terhadap seseorang agar ia menjadi Muslim semaksimal mungkin. Sedangkan menurut Zuhairini dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam mengemukakan bahwa “Pendidikan Islam adalah usaha yang diarahkan 2
Sekretaris Negara Republik Indonesia, Lembaran Publikasi Dokumen Negara, Kompas, Jakarta, 7 Agustus 2003, hlm. 32. 3
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Alma’arif, 1989), hlm.
19. 4
Ibid., hlm. 23.
5
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hlm. 32.
42 kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau sesuatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilainilai Islam”.6 Begitu juga Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati dalam bukunya Ilmu Pendidikan mendefinisikan pendidikan Islam adalah “Suatu aktifitas atau usaha pendidikan terhadap anak didik menuju ke arah terbentuknya kepribadian muslim yang muttaqien”.7 Dari uraian tentang pendidikan Islam dari beberapa praktisi pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa, Pendidikan Islam pada hakekatnya adalah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan ajaran agama Islam yang diberikan kepada anak didik sebagai proses pembentukan kepribadian yang ideal dan sesuai dengan nilai-nilai agama Islam. Dan diharapkan setelah selesai pendidikan, anak didik dapat memahami dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga akan terwujud kesejahteraan di dunia dan di akhirat. 2. Dasar dan Tujuan Pendidikan Islam a. Dasar pendidikan Islam Pendidikan Islam sebagai aktifitas yang bergerak dalam proses pembinaan kepribadian muslim, oleh karena itu diperlukan asas atau dasar yang dijadikan landasan kerja. Dengan dasar ini akan memberikan arah bagi pelaksanaan pendidikan. Dan dasar yang menjadi acuan pendidikan Islam hendaknya bersumber pada kebenaran, yaitu al-Qur’an dan Hadits.8 Menetapkan al-Qur’an dan Hadits sebagai dasar pendidikan Islam bukan hanya di pandang sebagai kebenaran yang didasarkan pada
6
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 152.
7
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 111.
8
Adi Sasono, et al., Solusi Islam atas Problematika Ummat: [Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah], (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), Cet. 1, hlm. 90.
43 keimanan semata, namun karena kebenaran yang terdapat dalam kedua dasar tersebut dapat diterima oleh nalar manusia dan dapat dibuktikan agama Islam, mengingat: 1) Bahwa al-Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk ke jalan yang benar. 2) Menurut hadits Nabi, sifat orang mukmin adalah saling menasehati untuk mengamalkan ajaran Allah yang dapat diformulasikan sebagai usaha dalam bentuk pendidikan Islam. 3) al-Qur’an dan hadits menerangkan bahwa Nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar menjalankan kebenaran.9 Jadi, al-Qur’an dan hadits merupakan suatu kebenaran untuk dijadikan landasan dan dasar dalam pendidikan Islam. b. Tujuan Pendidikan Islam. Persoalan pendidikan adalah persoalan yang menyangkut hidup dan kehidupan manusia yang senantiasa terus berproses dalam perkembangan kehidupannya. Di antara persoalan pendidikan yang cukup penting dan mendasar adalah mengenai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan termasuk masalah sentral dalam pendidikan, sebab tanpa perumusan tujuan pendidikan yang baik maka perbuatan mendidik bisa menjadi tidak jelas, tanpa arah dan bahkan bisa tersesat atau salah langkah. Oleh karenanya, masalah tujuan pendidikan menjadi inti dan sangat penting dalam menentukan isi dan arah pendidikan yang diberikan. Dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Tujuan dan tugas manusia di muka bumi, baik secara vertikal maupun horizontal, yaitu sebagai khalifah di bumi. 9
Ibid., hlm. 154.
44 2) Sifat-sifat dasar manusia. 3) Tuntutan masyarakat dan dinamika peradaban kemanusiaan. 4) Dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dalam aspek ini, setidaknya ada 3 macam dimensi ideal Islam, yaitu: a. Mengandung nilai yang berupaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di muka bumi. b. Mengandung nilai yang mendorong manusia untuk berusaha keras demi meraih kehidupan yang lebih baik. c. Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.10 Sedangkan tujuan pendidikan Islam dari beberapa praktisi antara lain sebagai berikut ini: 1) Menurut Widodo Supriyono Tujuan
pendidikan
Islam
adalah
membentuk
dan
memperkembangkan manusia beriman, bertaqwa, berilmu, bekerja, dan berakhlak mulia di sepanjang hayatnya menurut tuntunan Islam.11 2) Abdul Fattah Jalal sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Tafsir Tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Ia mengatakan bahwa tujuan ini akan mewujudkan tujuan-tujuan khusus. Dengan mengutip Surah al-Takwir ayat 27, Jalal menyatakan bahwa: “Tujuan itu adalah untuk semua manusia”. 12 Jadi, menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia menjadi manusia yang menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah. 10
Samsul Nizar,op.cit., hlm. 35-36.
11
Widodo Supriyono, “Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis”, dalam Ismail SM (eds.), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 41. 12
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, op.cit., hlm. 46.
45 3) Samsul Nizar Tujuan pendidikan Islam adalah untuk membimbing dan membina fitrah peserta didik secara maksimal dan bermuara pada terciptanya pribadi peserta didik sebagai muslim paripurna (insan alkamil).
13
Melalui sosok pribadi yang demikian, peserta didik
diharapkan akan mampu memadukan fungsi iman, ilmu dan amal secara integral bagi terbinanya kehidupan yang harmonis, baik dunia maupun akhirat. Jadi, dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk dan mewujudkan anak didik sesuai fitrahnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa dan berilmu serta mempunyai akhlak yang luhur dan bertanggung jawab untuk melaksanakan perintah-Nya, baik yang berhubungan dengan duniawi maupun ukhrowi, sehingga nantinya akan menjadi insan al-kamil yang sesuai dengan tuntunan dan kaidah dari ajaran agama Islam. 3. Metode Pendidikan Islam Pendidikan Islam dalam pelaksanaanya membutuhkan metode yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya ke arah tujuan yang dicita-citakan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya suatu kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa, manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya kepada peserta didik. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma, karenanya metode adalah syarat untuk efisiensinya aktivitas kependidikan Islam. Hal ini berarti bahwa metode termasuk persoalan yang esensial, karena tujuan pendidikan Islam itu akan tercapai secara tepat guna manakala jalan yang ditempuh menuju cita-cita tersebut benar-benar tepat. 13
Samsul Nizar, op.cit., hlm. 38.
46 Secara literal metode berasal dari bahasa Greek yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu meta yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan.14 Jadi, metode dapat juga berarti jalan yang di lalui. Apabila dikaitkan dengan pendidikan Islam, metode dapat diartikan suatu cara menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik dan melaksanakan tugas-tugas kependidikan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Metode penyampaian dalam bidang apapun amat penting untuk diperhatikan, karena metode akan mempengaruhi sampainya suatu informasi secara memuaskan atau tidak. Bahkan seringkali disebutkan bahwa: “Cara atau metode kadang lebih penting daripada materi itu sendiri”.15 Oleh karena itu, pemilihan metode pendidikan Islam haruslah dilakukan secara cermat disesuaikan dengan berbagai faktor yang terkait sehingga hasil pendidikan memuaskan. Jalaluddin dan Usman Said mengatakan bahwa “metode pendidikan adalah cara yang digunakan untuk menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik, dan cara yang digunakan merupakan cara yang tepat guna untuk menyampaikan materi pendidikan tertentu dalam kondisi tertentu, sehingga melalui cara itu diharapkan materi yang disampaikan mampu memberi kesan yang mendalam pada diri anak didik”.16 Ahmad Tafsir mengatakan bahwa: “Metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik”.17 Jadi menurut hemat penulis metode pendidikan dapat diartikan sebagai suatu cara atau jalan yang digunakan oleh pendidik untuk menyampaikan materi pendidikan kepada peserta didik agar segala harapan dan tujuan pendidikan yang diharapkan dapat terwujud. 14
Samsul Nizar, op.cit., hlm. 65
15
Sasono, op.cit., hlm. 92.
16
Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 53. 17
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, op.cit., hlm. 131.
47 Namun dalam penggunaan metode pendidikan, seorang pendidik tidak bisa menggunakan metode dengan sembarangan, karena metode paling tidak harus disesuaikan dengan materi, kondisi dan keadaan anak didik. Oleh karena itu, metode yang digunakan dapat bervariasi. Suatu metode mungkin dinilai baik untuk materi dan kondisi tertentu, tapi sebaliknya kurang tepat digunakan pada penyampaian materi yang berbeda dan suasana yang berlainan. Penggunaan metode dalam pendidikan Islam pada prinsipnya adalah pelaksanaan sikap hati-hati dalam pekerjaan mendidik dan mengajar. Sikap kurang hati-hati akan dapat berakibat fatal kepada kemampuan dasar anak didik. Dan akan menjadi tidak terarahnya tujuan pendidikan yang dituju. Untuk itu para pendidik dituntut mempunyai pengetahuan yang memadai dan sikap yang professional.18 Menurut al-Syaibani yang dikutip oleh Jalaluddin dan Usman Said dalam menyusun metode pendidikan Islam harus mempertimbangkan dasardasar penyusunannya, yang antara lain sebagai berikut: a. Dasar agama, meliputi: pertimbangan bahwa metode yang digunakan bersumber dari tuntunan al-Qur’an, sunnah Nabi dan pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh para ulama’ salaf. b. Dasar biologis, meliputi pertimbangan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia anak didik. c. Dasar psikologis, meliputi prinsip yang lahir atas pertimbangan terhadap motivasi, kebutuhan emosi, minat, sikap, keinginan, kesediaan, bakat dan intelektual anak didik. d. Dasar sosial, meliputi pertimbangan kebutuhan sosial di lingkungan anak didik.19 18
Samsul Nizar, op.cit., hlm. 67.
19
Jalaluddin, op. cit., hlm. 54-55.
48 Metode pendidikan harus digali, didayagunakan dan dikembangkan dengan mengacu pada dasar-dasar tersebut. Melalui aplikasi nilai-nilai Islam dalam proses penyampaian materi, diharapkan anak didik dapat menerima, memahami, menghayati dan meyakini. Dan pada akhirnya dapat memotivasi siswa untuk mengamalkan dalam bentuk nyata. Dalam pendidikan Islam ada beberapa macam metode yang dapat di gunakan dalam proses belajar-mengajar, antara lain: Menurut an-Nahlawy yang dikutip oleh Samsul Nizar, ada beberapa metode yang sering digunakan dalam pendidikan Islam, yang antara lain: a. Metode hiwar (percakapan). b. Mendidik dengan kisah Qur’ani dan Nabawi. c. Mendidik dengan amstal (perumpamaan) Qur’ani dan Nabawi. d. Mendidik dengan memberi teladan. e. Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mauidhah (peringatan). f. Mendidik dengan pembiasaan dan pengalaman. g. Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat takut).20 Dan berikut ini adalah metode-metode yang biasanya dipakai dalam pendidikan Islam, antara lain: a. Metode Ceramah. Metode ceramah adalah suatu metode yang cara penyampaian sebuah materi pelajaran dengan cara penuturan lisan kepada siswa.21 Dan dalam hal ini, metode ceramah juga mempunyai kelebihan dan kekurangan, yang antara lain kelebihan dari metode tersebut adalah suasana belajar mengajar dapat berjalan dengan tenang, sedangkan kekurangannya yaitu interaksi 20
Samsul Nizar, op. cit., hlm. 73.
21
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 160
49 antara guru dengan siswa cenderung bersifat teaching centered, verbalisme, atau guru lebih aktif sedangkan siswa pasif. b. Metode Tanya Jawab. Metode tanya jawab adalah penyampaian atau pengajuan pertanyaan dari guru kepada siswa untuk materi yang telah dijelaskan, kemudian siswa menjawab. 22 Dalam hal ini, guru harus benar-benar memperhatikan kesesuaian materi pelajaran dengan metode yang di inginkan. Salah satu kelebihan metode tersebut adalah siswa lebih aktif di kelas dan melatih anak untuk lebih berani menyampaikan pendapatnya dengan lisan secara teratur. c. Metode Diskusi. Lain halnya dengan metode ceramah dan tanya jawab, metode diskusi ini merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan, yang memerlukan beberapa alternatif jawaban yang dapat mendekati kebenaran dalam proses belajar mengajar. 23 Kelebihan dari metode ini yaitu, apabila digunakan dalam proses belajar mengajar akan dapat merangsang siswa untuk berfikir secara sistematis, kritis dan bersikap demokrasi dalam menyumbangkan fikiran-fikirannya untuk memecahkan sebuah masalah. d. Metode Pemberian Tugas. Dalam hal ini metode pemberian tugas merupakan salah satu cara dalam penyajian bahan pelajaran kepada siswa, guru memberikan sejumlah tugas kepada
siswa-siswanya
untuk
mempelajari
sesuatu,
kemudian
mempertanggung jawabkannya.24 Dan dapat dikatakan, metode pemberian tugas ini dapat berupa tugas individu baik untuk dikerjakan di rumah atau
22
Ibid.
23
Ibid.
24
Ibid.
50 di sekolah, kemudian siswa tersebut harus dapat mempertanggung jawabkan atas apa yang telah ia kerjakan. e. Metode Demonstrasi Metode demonstrasi adalah salah satu metode mengajar dengan menggunakan peragaan untuk memperjelas suatu pengertian dan untuk memperlihatkan
bagaimana
melakukan
sesuatu
dengan
jalan
mempraktikannya terlebih dahulu kepada siswa.25 Metode ini nampaknya agak berbeda dengan metode-metode sebelumnya, karena metode ini dilengkapi pula dengan alat peraga, yang nantinya akan lebih memberikan kefahaman pada diri siswa dan lebih berkesan dalam ingatannya dengan alat peraga tersebut. f. Metode Pemberian Ganjaran Dan Hukuman (Reward and Punishment). Pemberian ganjaran diberikan kepada siswa atas dasar prestasi, ucapan, dan tingkah laku yang positif darinya, sedangkan hukuman merupakan alternatif terakhir dalam proses pendidikan.
26
Hal ini dikarenakan
pemberian hukuman akan meninggalkan pengaruh yang buruk pada jiwa anak didik dalam hal ini siswa, sedangkan pemberian ganjaran atas dasar prestasi akan dapat memacu siswa untuk lebih belajar giat dan dapat meningkatkan prestasinya atau paling tidak bisa tetap mempertahankannya. g. Metode keteladanan dan pembiasaan. Keteladanan merupakan peran yang sangat signifikan dalam mencapai keberhasilan pendidikan, sebab anak suka meniru perilaku sosok idolanya, termasuk di antaranya adalah seorang pendidik. Sedangkan pembiasaan adalah pengalaman yang terbiasa di lakukan. Pembiasaan merupakan upaya menciptakan lingkungan yang kondusif dalam pembentukan kepribadian anak didik. 25
Ibid.
26
Ibid.
27
Ibid.
27
Metode ini sangat cukup relevan untuk
51 diterapkan dalam mata pelajaran akhlak, dengan cara guru memberikan contoh perilaku yang diajarkan, kemudian memberikan pembiasaan ke dalam diri siswa. h. Metode drill atau latihan. Drill atau latihan adalah suatu metode dalam menyampaikan pelajaran dengan menggunakan latihan secara terus-menerus sampai siswa memiliki ketangkasan yang diharapkan.
28
Misalnya dalam mata pelajaran
pendidikan jasmani atau olah raga, dengan cara siswa dilatih secara terusmenerus sampai ia bisa dan memiliki ketangkasan dalam cabang olah raga tertentu. i. Metode kerja kelompok. Metode ini hampir sama dengan metode pemberian tugas, bedanya terletak pada tugas individu dan kelompok. Dalam metode ini tugas diberikan kepada siswa dengan cara membagi menjadi beberapa kelompok. Dan siswa diberikan tugas untuk mengerjakan secara bersama-sama. Sedang guru bertugas untuk selalu memberikan pengawasan agar setiap kelompok dapat berjalan sebagaimana mestinya.29 j. Metode kisah Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal.30 Dengan metode ini, anak akan lebih tertarik untuk mengikuti jalannya proses belajar mengajar dengan senang hati, dan tanpa paksaan, karena latar belakang anak didik yang lebih suka untuk mendengarkan kisah yang diceritakan oleh gurunya. Namun pada kenyataannya tidak ada metode yang paling ideal. Untuk itu para pendidik dalam memilih dan menerapkan metode pendidikan harus 28
Ibid.
29
Ibid.
30
Ibid.
52 disertai dengan sikap arif dan bijaksana agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan maksimal. Ini bisa dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal yang berhubungan dengan mata pelajaran yang disampaikan, siswa yang menjadi peserta didik, dan lain-lain. B.
Pelaksanaan Metode Kisah Dalam Pendidikan Islam Sebagaimana keterangan di atas bahwa yang dimaksud metode dalam hal ini adalah pendekatan dan tata cara penyampaian materi pendidikan Islam kepada peserta didik. Implementasi pendidikan Islam telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Beliau adalah seorang pendidik yang ulung dan berhasil memberikan contoh pendekatan pendidikan yang sempurna. Dalam melakukan pendidikan, beliau sangat memperhatikan kemampuan akal manusia serta kesiapan mereka dalam menerima pendidikan baru. Seperti dalam hal faktor jenis kelamin, misalnya pria atau wanita dan juga tingkat usia pun menjadi pertimbangan yang cermat bagi beliau dalam memberikan pendidikan atau pelajaran. Dengan gaya dan kemampuan yang dimiliki, beliau berhasil memberikan kepuasan akal dan sekaligus hatinya dalam menerima pendidikan. Sehingga mereka dengan ridhanya sendiri dan setia melakukan pengabdian kepada Allah. Mereka menyadari bahwa dalam rangka meningkatkan ketinggian kedudukan atau derajatnya haruslah ditempuh dengan melakukan pengabdian yang tulus kepada Sang Pencipta, yakni Allah Swt.31 Metode dalam pengertian yang lebih komprehensif diartikan sebagai cara, bukan sekedar langkah atau prosedur, dengan demikian metode mengandung pengertian yang fleksibel (lentur/tidak kaku) sesuai kondisi dan situasi, dan mengandung implikasi mempengaruhi serta saling ketergantungan antara pendidik dan anak didik. Dalam pengertian ini, antara pendidik dan anak didik berada dalam proses kebersamaan yang menuju ke arah tujuan tertentu. 31
Sasono, op.cit., hlm. 91-92.
53 Metode kisah sebagai bahasan pokok dalam tulisan ini, kata tersebut berasal dari kata qissatun dalam bahasa Indonesia mempunyai arti cerita masa lalu, sedangkan metode kisah seperti yang telah dijelaskan di atas mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal. 32 Disamping itu juga, Metode kisah mempunyai arti penyampaian pengajaran dengan cerita-cerita tentang sesuatu peristiwa. 33 Dalam al-Qur’an, metode kisah diisyaratkan dalam Surah Yusuf ayat:3
ﳓﻦ ﻧﻘﺺ ﻋﻠﻴﻚ ﺍﺣﺴﻦ ﺍﻟﻘﺼﺺ ﲟﺎﺍﻭﺣﻴﻨﺎ ﺍﻟﻴﻚ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻭﺍﻥ ﻛﻨﺖ ﻣﻦ ﻗﺒﻠﻪ (٣ :ﳌﻦ ﺍﻟﻐﺎ ﻓﻠﲔ )ﻳﻮﺳﻒ Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui. (Q.S. Yusuf: 3)34 Kandungan ayat ini mencerminkan bahwa cerita yang ada dalam alQur’an merupakan cerita-cerita pilihan yang mengandung nilai pendidikan. Sedangkan di dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang metode kisah adalah sebagai berikut:
ﺑﻴﻨﺎ ﺭﺟﻞ:ﻋﻦ ﺍﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﺍﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ ﳝﺸﻰ ﻓﺎﺷﺘﺪ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﻌﻄﺶ ﻓﱰﻝ ﺑﺌﺮﺍ ﻓﺸﺮﺏ ﻣﻨﻬﺎ ﰒ ﺧﺮﺝ ﻓﺎﺫﺍ ﻫﻮ ﺑﻜﻠﺐ ﻳﻠﻬﺚ ﻳﺎﺀﻛﻞ ﺍﻟﺜﺮﻯ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻄﺶ ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻘﺪ ﺑﻠﻎ ﻫﺬﺍ ﻣﺜﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﺑﻠﻎ ﰊ ﻓﻤﻼﺀ ﺧﻔﻪ ﰒ ﺍﻣﺴﻜﻪ 32
Arief, op. cit.
33
Abu Ahmadi Dan Nur Uhbiyati, op.cit., hlm. 153.
34
Khadim, op.cit., hlm. 348.
54
ﺑﻔﻴﻪ ﰒ ﺭﻗﻲ ﻓﺴﻘﻰ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻓﺸﻜﺮﺍﷲ ﻟﻪ ﻓﻐﻔﺮ ﻟﻪ ﻗﺎﻟﻮﺍ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻭﺍﻥ ﻟﻨﺎ ﰱ 35
.(ﺍﻟﺒﻬﺎﺋﻢ ﺍﺟﺮﺍ ﻗﺎﻝ ﰱ ﻛﻞ ﻛﺒﺪ ﺭﻃﺒﺔ ﺍﺟﺮ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: “Suatu ketika seorang laki-laki sedang berjalan dan merasakan kehausan yang amat sangat. Kemudian ia menemukan sebuah sumur, lalu ia meminum dari air sumur tersebut. Setelah itu dia keluar dan tiba-tiba melihat anjing yang menjulur-julurkan lidahnya karena kehausan pula, dan hanya bisa mengulum air liurnya sendiri, dan pemuda itu pun berkata sesungguhnya apa yang dialami anjing itu adalah seperti yang saat ini aku alami. Maka pemuda tersebut melepaskan sepatu yang dipakainya, kemudian mengambilkan air dan diminumkan ke anjing tersebut. Lalu anjing tersebut pun bersyukur kepada Allah dan mendoakan laki-laki tersebut agar dosanya diampuni oleh Allah.” Kemudian umat bertanya kepada Rasul: “Hai Rasulullah, apakah perbuatan kita terhadap binatang ada pahalanya?” Kemudian Rasul menjawab: “Sesungguhnya dalam setiap perut yang basah itu terdapat pahala.”(HR. Imam Bukhari) Cerita tentang kisah-kisah tersebut mengandung hikmah dan keteladanan yang sangat efektif untuk menarik perhatian anak dan merangsang otaknya agar bekerja dengan baik, bahkan metode ini dianggap yang terbaik dari cara-cara lain dalam mempengaruhi pola pikir anak. Karena dengan mendengarkan cerita, anak merasa senang sekaligus menyerap nilainilai pendidikan tanpa merasa dijejali. Cara seperti ini telah dicontohkan Rasulullah Saw sejak dulu, beliau seringkali bercerita tentang kisah kaumkaum terdahulu agar dapat diambil hikmah dan pelajarannya.36 Dan metode kisah juga paling efektif untuk mentranmisikan pesan pengetahuan ideologi dan lebih dapat mengena pada sasaran. Metode kisah pada hakikatnya memiliki unsur-unsur yang sempurna berupa prolog, peristiwa—waktu dan tempat—dan aspek emosional yang menghubungkan si 35
Imam Abu Abdillah Al-Bukhari, Shahih Bukhari (Semarang:Thaha Putra, tt.), hlm. 77.
36
Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid, Mendidik Anak Bersama Rasulullah, Kuswandani, dkk. (terj), (Bandung: al-Bayan, 1999), hlm. 301.
55 penutur dan si pendengar sampai pada titik klimaks tertentu. Unsur yang ditekankan dalam metode kisah Nabi Muhammad Saw bukan pada cerita itu sendiri, tetapi lebih mementingkan tujuan yang hendak dicapai dari cerita itu. Metode kisah dalam dunia pendidikan modern dikembangkan untuk mengimplementasikan ranah kognitif dan ranah afektif dalam bentuk pengalaman pengetahuan dalam kehidupan riil sehari-hari.37 Cerita
atau
kisah-kisah
tersebut
dapat
memperkaya
dan
mengembangkan daya khayal dan daya fantasi anak, serta dapat menjadikan daya tangkap mereka semakin luas, 38
karena kecerdasan anak untuk
berfantasi atau berkhayal sangat besar. Anak sangat suka mendengarkan cerita, kisah, atau dongeng yang diceritakan oleh orang tuanya, guru, ataupun siapa saja yang mau bercerita atau membacakan cerita baginya.39 Sehingga dengan metode kisah ini diharapkan peserta didik akan meniru dan mengambil tauladan untuk dikerjakan dikehidupannya sehari-hari. Dalam penggunaannya, metode kisah mempunyai langkah-langkah yang harus ditempuh oleh pendidik, yaitu pendidik/guru dapat menggunakan metode kisah dalam mata pelajaran akhlak, sejarah dan tauhid. Pada waktu menggunakan metode kisah, guru harus memperhatikan alunan suara dan gaya bahasa. Kadang kala guru perlu meninggikan suara dan juga merendahkan suara. Hal ini disesuaikan dengan situasi yang terdapat dalam kisah yang disajikan. Dalam artian juga, bahwa ketika menggunakan metode kisah, pendidik dalam hal ini adalah orang tua dengan guru harus bisa menampilkan emosi yang tepat dan sesuai dengan sikap yang dituturkan itu. Misalnya, saat sedang mengisahkan sikap kesatria dan keikhlasan, guru ataupun orang tua harus menunjukkan sikap bangga, atau menonjolkan
37
Moh. Slamet Untung, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2005), Cet. 1, hlm. 107. 38
Ma’ruf Musthofa Zurayq, Sukses Mendidik Anak-Mencipta Generasi Cerdas Moral dan Spiritual, Badruddin, (terj), (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2003), Cet. 1, hlm. 8. 39
Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Dalam Keluarga, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 104.
56 perasaan jijik ketika mengisahkan sikap khianat dan menipu. Hal ini, tentunya dilakukan juga melalui cara dengan memberikan contoh dan dituturkan dengan intonasi yang sesuai. Pendidik juga harus menampilkan mimik wajah yang menggambarkan sikap moral yang diajarkan kepada anak itu, sehingga pesan-pesan moral yang kita sampaikan dapat mempengaruhi anak melalui sentuhan emosi. Pendidik juga harus yakin bahwa apa yang diajarkan kepada anak dapat dilaksanakan dengan baik, karena kejujuran perasaan dan semangat yang besar juga dapat berperan dalam mengajarkan moral kepada anak. Anak sangat cenderung meniru orang lain, terutama kepada orang tua atau gurunya. Oleh karena itu, guru dan orang tua harus memberikan teladan yang baik. Penampilan, pelaksanaan kewajiban, pemenuhan janji, dan cara bergaul orang tua atau guru dengan orang lain sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku anak.40 Dalam pendidikan Islam dikenal dua macam kisah, yaitu: kisah Qur’ani dan Nabawi. Dan secara substansial keabsahan keduanya tidak di ragukan. Diantara kisah yang terdapat di dalam al-Qur’an adalah kisah seorang pemimpin yang bernama Zul Qarnain—dalam istilah orang Barat: Alexander Agung—yang terdapat dalam Surah al-Kahfi ayat: 85-93, dan kisah seorang yang telah dimatikan selama seratus tahun yang terdapat dalam Surah alBaqarah ayat: 259.41 Sedangkan contoh kisah dari Hadits adalah seperti kisah yang mengajarkan untuk saling menyayangi binatang,42 Seperti kisah seorang lakilaki dan anjing yang kehausan—hadits di atas.
40
Ibid., hlm. 88.
41
Abdurrahman Shaleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hlm. 206. 42
Ibid.
57 Apabila tujuan penyajian itu demikian, maka kejadian di dalam alQur’an cocok untuk mendidik dan lebih berkesan terhadap anak didik. Sehingga diharapkan pada masa dewasa dan hidupnya, kisah-kisah manusia teladan akan tetap menjadi kecenderungan dalam perilaku sehari-hari. 1. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Kisah Walaupun metode kisah adalah metode yang menarik, namun bukan berarti metode tersebut sangat sempurna dan tidak mempunyai kelemahan. Jadi, kita dapat melihatnya dari dua sisi, yaitu kelebihan dan kelemahan. a. Kelebihan metode kisah. 1)
Kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan semangat siswa karena setiap anak akan senantiasa menempatkan makna, mengikuti berbagai situasi kisah, sehingga anak akan terpengaruh oleh tokoh dan topik dalam kisah tersebut.
2)
Mengarahkan semua emosi hingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita.
3)
Kisah selalu memikat, karena mengundang pendengaran untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya.
4)
Dapat mempengaruhi emosi seperti takut, perasaan diawasi, rela, senang, sungkan atau benci sehingga bergelora dalam lipatan cerita.43
b. Kekurangan metode kisah. 1)
Pemahaman anak menjadi sulit ketika kisah itu terakumulasi oleh permasalahan lain.
2)
43
Bersifat monolog, dan dapat menjenuhkan siswa.
Armai Arief, op.cit., hlm. 162.
58 3)
Sering terjadi ketidakselarasan isi dengan konteks yang di maksud sehingga pencapaian tujuan sulit di wujudkan.44
Tetapi kenyataan yang terjadi di lapangan, bahwa kisah kadang hanya dijadikan alat untuk mengisi kekosongan waktu dan tanpa mengadakan analisa terhadap alur cerita. Apabila hal ini terus berlanjut, dikhawatirkan anak didik kita hanya bisa mendengar tanpa mengambil hikmahnya. Untuk mengatasi hal tersebut, ada alternatif yang ditawarkan untuk mengatasi kekurangan metode kisah, yaitu: a. Pendidik/guru harus mengetahui dan paham benar akan cerita yang disampaikan. b. Pendidik/guru harus menyelaraskan tema materi dengan cerita atau tema dengan cerita. c. Anak didik harus lebih berkonsentrasi terhadap cerita yang disampaikan guru, sehingga menimbulkan sugesti untuk mengikuti alur itu sampai selesai. d. Pendidik/guru
harus
dapat
menganalisa
kisah
dan
mengambil
kesimpulan.45 C.
Kepribadian Anak Dalam Tinjauan Islam 1. Pengertian Kepribadian. Secara etimologi, Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris “personality”. Sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari bahasa Latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus). Persona biasanya dipakai oleh para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan satu bentuk tingkah laku dan karakter pribadi tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan personare adalah 44
Ibid., hlm. 162.
45
Ibid., hlm. 163.
59 bahwa para pemain sandiwara itu dengan melalui kedoknya berusaha keluar untuk mengekspresikan satu bentuk gambaran manusia tertentu. Misalnya: seorang pemurung, pendiam, periang, pemarah, peramah, dan sebagainya. Jadi, persona itu bukan pribadi pemain itu sendiri, tetapi gambaran pribadi dari tipe manusia tertentu dengan melalui kedok yang dipakainya.46 Sedangkan pengertian kepribadian secara terminologis akan dijelaskan dari beberapa tokoh berikut ini: a. MAY mengartikan kepribadian sebagai “a sosial stimus value”. Jadi menurutnya cara orang lain mereaksi, itulah kepribadian individu. Dengan kata lain, pendapat orang lainlah yang menentukan kepribadian individu itu. b. Gordon W. Allport mengemukakan, “personality is dynamic organization within the individual of those psychophysical system, than determines his uique adjustment this environment”. (kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai system psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan).47 c. Sedangkan menurut Hartman, kepribadian adalah: “Susunan yang terintegrasikan dari ciri-ciri umur seseorang individu yang di nyatakan dalam corak khas yang tegas di perlihatkannya kepada orang lain”.48 Kepribadian dapat diartikan sebagai “kualitas perilaku” individu yang tampak dalam melakukan penyesuaian dirinya terhadap lingkungan secara unik”. Keunikan penyesuaian tersebut sangat berkaitan dengan
46
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hlm. 126. 47
JP Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Kartini-Kartono (terj), (Jakarta: PT Remaja Grafindo Persada, 2005), hlm. 362. 48
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1998), hlm. 150.
60 sifat-sifat fisik dan psikis serta aspek-aspek kepribadian itu sendiri, yang menurut Syamsu Yusuf ada 6 aspek, antara lain: a. Karakter b. Temperamen c. Sikap d. Stabilitas emosional e. Responsibilitas (tanggung jawab) f. Sosiabilitas 49 Senada juga dengan apa yang diungkapkan oleh Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan, bahwa aspek kepribadian itu dibaginya menjadi 10, yang antara lain: a) Sifat-sifat kepribadian ( personality traits), yaitu: seperti penakut, pemarah, suka bergaul, peramah, suka menyendiri, sombong dan lainlain. b) Intelegensi, termasuk di dalamnya kewaspadaan, kemampuan belajar, kecepatan berfikir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat, kepandaian menangkap dan mengolah kesan-kesan atau masalah, dan kemampuan mengambil keputusan. c) Pernyataan diri dan cara menerima kesan-kesan, termasuk ke dalam aspek ini antara lain: kejujuran, berterus terang, menyelimuti diri, pendendam, tidak dapat menyimpan rahasia, mudah melupakan kesankesan, dan lain-lain. d) Kesehatan, kesehatan jasmaniah atau kondisi fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan kepribadian seseorang. e) Sikapnya terhadap orang lain. Sikap seseorang terhadap orang lain tidak terlepas dari sikap orang itu terhadap dirinya sendiri. Bermacam49
Syamsu Yusuf, op.cit., hlm. 127-128.
61 macam
sikap
yang
ada
pada
seseorang
turut
menentukan
kepribadiannya. f) Pengetahuan. Kualitas dan kuantitas pengetahuan yang dimiliki seseorang, dan jenis pengetahuan yang lebih dikuasainya akan menentukan kepribadiannya. g) Ketrampilan (skill). Ketrampilan seseorang dalam mengerjakan sesuatu, sangat mempengaruhi kepribadian orang tersebut. h) Nilai-nilai (values). Nilai-nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh adat-istiadat, etika, kepercayaan, dan agama yang dianutnya. Semua itu akan mempengaruhi sikap, pendapat, dan pandangan kita, yang selanjutnya akan tercermin dalam cara bertindak dan bertingkah laku. i) Penguasaan dan kuat lemahnya perasaan. Keadaan perasaan yang berbeda-beda pada tiap individu sangat mempengaruhi kepribadiannya. j) Peranan (roles). Kedudukan seseorang dalam masyarakat menentukan tugas dan tanggung jawabnya, yang selanjutnya menentukan sikap dan tingkah lakunya.50 Jadi, dari beberapa aspek tersebut di atas saling terkait, yang nantinya akan menunjukkan kepribadian dari masing-masing individu. 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan) maupun lingkungan (seperti: fisik, sosial, kebudayaan, spiritual), yang antara lain: a. Fisik. Faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah postur tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), 50
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1996), hlm.
157-158.
62 kecantikan (cantik, atau tidak cantik), kesehatan (sehat atau sakitsakitan), keutuhan tubuh (utuh atau cacat), dan keberfungsian organ tubuh lainnya. b. Inteligensi. Tingkat
inteligensi
individu
dapat
mempengaruhi
perkembangan kepribadiannya. Individu yang inteligensinya tinggi atau normal biasa mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara wajar, sedangkan yang rendah biasanya sering mengalami hambatan
atau
kendala
dalam
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya. c. Keluarga. Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis: dalam arti, orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, kurang harmonis, orang tua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan kepribadiannya pun akan cenderung mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya (maladjustment). d. Teman Sebaya ( peer group) Setelah masuk sekolah, anak mulai bergaul dengan teman sebayanya dan menjadi anggota dari kelompoknya. Pada saat inilah dia mulai mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan sifat-sifat atau perilaku yang cocok atau dikagumi oleh teman-temannya. Walaupun mungkin tidak sesuai dengan harapan orang tuanya. Melalui hubungan interpersonal dengan teman sebaya, anak belajar menilai
63 dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang kurang mendapat kasih sayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari orang tuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif dalam memilih teman dan mudah sekali terpengaruh oleh sifat dan perilaku kelompoknya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, ternyata tidak sedikit anak yang menjadi perokok berat, peminum minuman keras atau terpengaruh dalam pergaulan bebas, karena pengaruh perilaku teman sebaya. e. Kebudayaan. Setiap kelompok masyarakat (bangsa, ras, atau suku bangsa) memiliki tradisi, adat, atau kebudayaan yang khas. Tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap kepribadian setiap anggotanya, baik yang menyangkut cara berfikir (seperti cara memandang sesuatu), bersikap atau cara berperilaku. Pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian itu, dapat dilihat dari adanya perbedaan antara masyarakat modern—yang budayanya relatif maju (khususnya IPTEK)—dengan masyarakat primitive—yang budayanya relatif masih sederhana, seperti dalam hal cara makan, berpakaian, hubungan interpersonal atau cara memandang waktu.51 Jadi, kepribadian juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti di atas, karena masing-masing faktor akan turut menentukan apakah anak tersebut mempunyai kepribadian yang baik atau tidak. 3. Konsep Kepribadian Menurut Islam Konsep tentang kepribadian yang ideal menurut agama Islam, yaitu: kepribadian yang bersumber dari dua ajaran agama yang terdiri dari al-Qur’an dan hadits. Dan setiap manusia dituntut untuk berusaha mengaplikasikan ajaran tersebut dalam setiap aspek kehidupannya. Hal ini
51
Ibid., hlm. 128.
64 selaras dengan tujuan pendidikan Islam seperti yang telah dijelaskan di atas. Dalam pembentukan kepribadian Muslim sebagai individu diarahkan
kepada
peningkatan
dan
pengembangan
faktor
dasar
(pembawaan) dan faktor ajar (lingkungan) yang berpedoman kepada nilainilai Islam. Faktor tersebut dikembangkan dan ditegakkan kemampuannya melalui bimbingan dan pembiasaan berfikir, bersikap dan bertingkah laku menurut norma-norma Islam. Sedangkan faktor ajar dilakukan dengan cara mempengaruhi individu dengan menggunakan usaha membentuk kondisi yang mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan normanorma Islam. Pembentukan kepribadian Muslim sebagai individu pada dasarnya diarahkan kepada pembentukan pandangan hidup yang mantap dan didasarkan pada nilai-nilai Islam. Dengan demikian setiap pribadi Muslim mempunyai faktor bawaan yang berbeda. Adanya kesatuan dalam pandangan hidup setidak-tidaknya akan mencerminkan sikap dan tingkah laku yang sama. Di bawah ini akan dikemukakan ajaran-ajaran al-Qur’an tentang konsep pembentukan pribadi seorang Muslim dan ketiga aspek pokok tersebut memberikan corak khusus bagi seorang Muslim menurut ajaran Islam, yaitu: a. Adanya wahyu Tuhan yang memberi ketetapan kewajiban pokok yang harus dilaksanakan oleh seorang Muslim, yang mencakup seluruh lapangan hidupnya, yaitu: kewajiban terhadap Tuhan dan masyarakat. Dengan ajaran ini, kewajiban menjadikan seseorang Muslim siap sedia untuk berpartisipasi, beramal shalih, dan bahkan rela berkorban untuk agamanya.
65 b. Praktik ibadah yang harus dilaksanakan dengan aturan-aturan yang pasti dan diteliti. Hal ini akan mendorong tiap orang Muslim untuk memperkuat rasa berkelompok dengan sesamanya secara terorganisir. c. Konsepsi al-Qur’an tentang alam yang menggambarkan penciptaan manusia secara harmonis dan seimbang di bawah perlindungan Tuhan, ajaran ini juga akan mengukuhkan konsentrasi kelompok.52 Atas dasar ketiga aspek tersebut, maka pribadi Muslim bukanlah pribadi yang egoistis, akan tetapi pribadi yang penuh dengan pengabdian kepada Tuhan ataupun sesamanya. Sedangkan sifat-sifat yang harus dimiliki seorang Muslim menurut Wasoal Djafar yang dikutip oleh Zuhairini adalah, “Sidiq (lurus di dalam perkataan dan perbuatan), Amanah (jujur dan dapat di percaya), Sabar (takkan menanggung barang atau perkara yang menyusahkan dan tahan uji), Ijtihad (bersatu di dalam mengerjakan kebaikan dan keperluan), Ihsan (berbuat baik kepada orang tua, keluarga dan kepada siapapun), Ri’ayatul jiwar (menjaga kehormatan tetangga), Wafa’ bil Adhr (memenuhi dan menepati kesanggupan atau perjanjian), Tawasau bil haq (pesan-memesan, menepati dan memegang barang haq atau kebenaran), Ta’awun (tolong-menolong atas segala kebaikan), Athfi’ alad dha’if (menyayangi orang yang lemah), Mawassatil faqier (menghiburkan hati orang fakir miskin). Rifki (berhati belas kasihan kepada hewan sekalipun)”. 53 Sifat-sifat tersebut apabila tertanam dalam hati setiap anak, maka akan tercipta pribadi Muslim sejati yang dapat mewujudkan keseluruhan aspek manusia secara kodrati, yaitu sebagai makhluk individu, sosial, moralitas dan sebagai makhluk bertuhan.
52
Zuhairini, op.cit., hlm. 200.
53
Ibid, hlm. 202.
66 Kaitannya dengan kepribadian anak, anak dilahirkan kedunia ini mempunyai fitrah yang suci, seperti yang digambarkan Rasulullah dalam Haditsnya:
ﻣﺎ ﻣﻦ ﻣﻮﻟﻮﺩ ﺍﻻ ﻳﻮ ﻟﺪ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻔﻄﺮﺓ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ 54
(ﻓﺎﺑﺎﻩ ﻳﻬﻮﺩﺍﻧﻪ ﺍﻭ ﻳﻨﺼﺮﺍﻧﻪ ﺍﻭ ﳝﺠﺴﺎﻧﻪ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ
Artinya: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikan Yahudi , Nasrani, atau Majusi.(HR. Imam Bukhari). Dari ayat ini dapat di ambil penjelasan bahwa, anak itu dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih. Fitrah di sini dapat pula diartikan sebagai potensi dasar yang harus masih dikelola.55 Jadi, dalam perkembangan selanjutnya, fitrah ini harus dikembangkan, dikelola, sehingga potensi-potensi dasar dapat diurai dengan sebaik-baiknya. Pengembangan potensi anak ini tidak dapat terjadi secara langsung dan kebetulan, akan tetapi harus melalui tahapan-tahapan yang sistematis. Tahapan-tahapan tersebut adalah pendidikan, baik pendidikan keluarga (pendidikan informal)—ketika si anak dalam lingkungan keluarga, pendidikan di sekolah (formal), dan pendidikan oleh masyarakat (non formal)—sewaktu anak berada di luar sekolah dan keluarga, yaitu anak bermain bersama lingkungannya. Dalam perkembangan selanjutnya, anak dapat dibagi menjadi enam periode: a) Periode pertama, umur 0-3 tahun. Pada masa ini yang terjadi adalah perkembangan fisik penuh. Oleh karenanya, anak yang lahir dari 54
Abu Abdillah Muhammad Ibn Ismail al-Bukhari, Al-Bukhari, (Toko Kitab Al-Bahus wa Al-dirasat, tt), hlm. 291. 55
A. Subino Hadi Subroto, et. al., Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 69.
67 keluarga cukup berada secara material, pertumbuhan fisiknya akan baik sekali karena tentu saja makanan yang lebih bergizi relative lebih memungkinkan bisa terpenuhi dibandingkan dengan mereka yang kondisi ekonominya di bawah rata-rata. b) Periode kedua, umur 3-6 tahun. Pada masa ini yang dominan, bagi anak, adalah perkembangan bahasanya. c) Periode ketiga, umur 6-9 tahun, yaitu masa imitation, masa mencontoh. Oleh karena itu pada usia inilah waktu yang sangat baik untuk menanamkan contoh-contoh teladan perilaku yang baik. d) Periode keempat, umur 9-12 tahun. Periode ini disebut second star of individualization. Jadi, tahap ini adalah individualisasi. e) Periode kelima, umur 12-15, yang disebut social adjustment. Yaitu penyesuaian diri secara sosial. f) Periode keenam, umur 15-18, masa penentuan hidup.56 Kemudian
yang
penulis
maksud
dengan
anak
dalam
pembahasan ini adalah anak yang dalam usia 6-9 tahun. Masa ini disebut juga dengan masa sekolah, yang mana mempunyai 3 ciri pokok yaitu: 1) Dorongan untuk keluar dari rumahnya dan masuk di dalam kelompok anak-anak sebaya. 2) Dorongan yang bersifat kejasmanian untuk memasuki dunia permainan dan dunia kerja yang menuntut ketrampilan-ketrampilan. 3) Dorongan untuk memasuki dunia orang dewasa yaitu dunia konsepkonsep logika, symbol dan komunikasi. 57 Perkembangan
anak
pada
usia
ini
juga
memasuki
perkembangan fikirannya, khususunya kecerdasan. Perkembangan pada usia ini terjadi cepat sekali. Anak mulai dapat memahami hal yang bersifat 56
Ibid., hlm. 72-73.
57
Melly Sri Sulastri Rifai, Bimbingan Perawatan Anak, (Jakarta: Bina Aksara, 1984), hlm. 27.
68 abstrak (maknawi). Kecerdasan untuk berfantasi atau berkhayal sangat besar. Anak sangat suka mendengar cerita, kisah, atau dongeng yang diceritakan oleh orang tuanya, guru, ataupun siapa saja yang mau bercerita atau membacakan cerita baginya.58 Jadi, pendidikan anak pada usia ini sangat cocok untuk diterapkan metode kisah atau cerita, karena kecerdasan dan daya khayal anak pada usia ini sangat besar.
58
Tafsir, op. cit., hlm. 104.