BAB III IMPLEMENTASI JARINGAN VSAT 3.1. Perencanaan Ruas Bumi (Ground Segment) Jaringan VSAT terdiri dari satu satelit dan dua stasiun bumi sebagai pemancar dan penerima. Jaringan VSAT mampu untuk menghubungkan sejumlah terminal (stasiun bumi), baik dari titik ke titik maupun dari titik ke banyak titik ataupun sebaliknya. Untuk mendapatkan jaringan VSAT yang optimal dibutuhkan perencanaan yang tepat dalam menentukan perangkat-perangkat pada sisi ruas stasiun bumi.
Gambar 3.1 Konfigurasi dasar stasiun bumi
Berdasarkan Gambar 3.1 didapatkan bahwa pada konfigurasi sisi stasiun bumi terbagi 2 alur proses yaitu proses memancarkan sinyal ke satelit dan proses menerima sinyal dari satelit. Adapun alur proses memancarkan sinyal sebagai berikut: 1. Data yang akan ditransmisikan dari perangkat remote/user, terlebih dahulu memasuki modem. Dalam modem ini data dimodulasi. Proses modulasi ini menggunakan teknik PSK atau QAM. Modulasi ini bertujuan untuk mentranslasikan gelombang frekuensi informasi ke dalam
43
44
gelombang lain pada frekuensi yang lebih tinggi untuk dibawa ke media transmisi. 2. Setelah data tersebut dimodulasi, selanjutnya akan memasuki perangkat yang disebut RFT ( RF Transceiver) atau driver. Dalam RFT ini terdapat Up dan Down Converter. Untuk proses transmit yang digunakan adalah Up Converter. 3. Proses selanjutnya adalah memasuki SSPA (Solid State Power Amplifier) yang berfungsi sama dengan HPA yaitu untuk memperkuat sinyal RF agar dapat diterima oleh satelit. 4. Sinyal masuk ke dalam feedhorn, sinyal dari feedhorn dipantulkan ke satelit dengan antena. Adapun alur pada proses menerima sinyal satelit sebagai berikut: 1. Antena menerima sinyal dari satelit, sinyal yang diterima antena kemudian dipantulkan ke feedhorn. 2. Dari Feedhorn, sinyal diteruskan memasuki LNA (Low Noise Amplifier). Dimana LNA ini berfungsi untuk menekan noise dan memperkuat sinyal yang diterima. 3. Dari LNA sinyal diteruskan memasuki Down Converter yang berfungsi untuk mentranslasikan sinyal RF menjadi sinyal IF. 4. Setelah memasuki Down Converter, maka sinyal IF memasuki perangkat modem untuk melakukan proses demodulasi, dimana proses demodulasi itu dimaksudkan untuk memisahkan antara sinyal carrier dengan sinyal informasi yang ada di dalamnya.
45
5. Informasi yang sudah terpisah dari sinyal carrier kemudian diteruskan ke perangkat user seperti router, multiplexer, dan sebagainya.
3.2. Instalasi Ruas Bumi Ruas bumi adalah semua perangkat yang digunakan di stasiun bumi Metra Bogor dan stasiun bumi Telkom Timika. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dalam merencanakan ruas bumi yaitu kondisi lokasi stasiun bumi, penentuan letak antenna agar garis pandang bebas ke arah satelit, kebutuhan daya perangkat RFT (Radio Frequency Transceiver), serta kebutuhan perangkat indoor yang akan digunakan.
3.2.1. Kondisi Lokasi Stasiun Bumi Untuk menentukan suatu lokasi untuk membangun suatu stasiun bumi harus memperhatikan hal- hal berikut: 1. Ketersediaan lokasi untuk penempatan antenna 4.5 meter dimana membutuhkan luas sebesar 5 [m] x 5 [m]. 2. Letak antenna harus memiliki garis pandang bebas ke satelit. 3. Ketersediaan ruangan untuk perangkat IDU (Indoor Unit) dengan memiliki suhu terjaga di 30 [0 C]. 4. Ketersediaan catuan listrik termasuk perangkat UPS (Uninterrupt Power Supply dengan minimal kapasitas 1 [KVA]. Dengan menggunakan perangkat GPS (Global Positioning System) maka dapat diperoleh posisi bujur dan lintang lokasi stasiun bumi sehingga
46
dapat dihitung posisi sudut pandang antenna (elevasi dan azimuth), serta redaman angkasa bebas.
3.2.2. Instalasi Antenna Antena yang digunakan yaitu antena merek Suman berdiameter 4.5 m. Berikut tahapan-tahapan melakukan instalasi antena sebagai berikut: 1. Membuat pondasi antenna. Ukuran Pondasi 5 meter x 5 meter, dengan tebal 20cm dibawah permukaan tanah dan 10 cm diatas permukaan tanah dengan campuran semen. Hal yang perlu diperhatikan pada pembuatan pondasi adalah kerataannya 2. Merakit bagian dasar antenna, keempat pedestal standarnya. 3. Alternatif bila tidak dapat menggunakan pedestal, maka dilakukan sistem angkur dengan kedalaman 1 meter di bawah permukaan tanah dan 10 cm diatas permukaan tanah dengan campuran semen.
Gambar 3.2 Angkur antenna 4.5 m
47
Gambar 3.3 Pondasi angkur antena
4. Memasang tiang (boom) antenna
Gambar 3.4 Tiang Antenna
5. Mengatur level pedestal untuk mendapatkan posisi boom / tiang yang tegak lurus dengan bantuan waterpass.
Gambar 3.5 Pengecekan tiang dengan waterpass
6. Memasang hub pada boom / tiang antenna dan pemasangan besi/baut elevasi.
48
Gambar 3.6 Pemasangan hub dan baut elevasi
7. Merakit penyangga dish 12 buah dan memasang daun dish 12 buah
Gambar 3.7 Pemasangan penyangga dan daun antenna
8. Memasang mahkota diatas dish 9. Memasang besi/baut Azimuth Dalam melakukan instalasi antena harus memperhatikan hal-hal agar link dapat berfungsi dengan baik. Hal-hal tersebut antara lain: 1. Penempatan antenna diusahakan dibuat sedekat mungkin dengan lokasi penempatn perangkat IDU (Indoor Unit) dengan maksud memperpendek penarikan kabel IFL dan juga mengurangi losses pada kabel. Hal ini tentunya dengan mencari titik temu dengan pihak pengguna karena berkaitan dibuatnya pondasi antenna ataupun menggunakan pemberat pada areal mereka.
49
1. Penarikan kabel IFL maupun kabel power dari antena ke lokasi Indoor unit jika dapat dilakukan oleh teknisi maka disesuaikan dengan instalasi perkabelan yang ada di lokasi gedung pengguna, jika pelanggan memiliki orang untuk hal tersebut biasanya akan dilakukan oleh pelanggan dengan tetap memantau setiap tarikan kabel terutama bila terdapat tikungan atau sudut dinding. 2. Pembuatan / pemasangan konektor (F-type, N-type, BNC type dll) pada ujung-ujung kabel IFL dibuat serapi mungkin dengan peralatan yang tepat seperti Solder dengan watt yang cukup untuk mendapatkan hasil solder yang benar-benar matang kemudian kikir, pisau tang potong dan lainnya. Pembuatan konektor kabel Heliax seperti LDF-4 atau lainnya biasanya disertakan panduan pemasangannya.
3.2.3. Instalasi Feedhorn Feedhorn dipasang pada frame antena pada titik fokusnya dengan bantuan
lengan
penyangga.
Feedhorn
mengarahkan
tenaga
yang
ditransmisikan ke arah piringan antena atau mengumpulkan tenaga dari piringan tersebut. Feedhorn terdiri atas sebuah larik komponen pasif microwave. Salah satu bagian dari feedhorn adalah OMT (Orthomode Transducer) yang berfungsi sebagai pemisah anatar pemancar dan penerima. Feedhorn memiliki 2 konektor, yaitu konektor yang menghubungkan ke RFT (Radio Frequency Transducer) dan konektor yang menghubungkan LNA.
50
Gambar 3.8 Feedhorn antena
3.2.4. Instalasi LNA LNA berfungsi memberikan penguatan terhadap sinyal yang datang dari satelit melalui antena dengan noise yang cukup rendah dan bandwidth yang lebar (500 MHz). MHz) Lemahnya sinyal dari satelit yang diterima oleh LNA disebabkan oleh faktor berikut: • Jauhnya letak satelit, sehingga mengalami redaman yang cukup besar disepanjang lintasannya. • Keterbatasan daya yang dipancarkan oleh satelit untuk mencakup wilayah yang luas. Masukan LNA adalah adalah sinyal yang berasal dari antena melalui feedhorn dan keluarannya dihubungkan ke port RF IN pada perangkat RFT menggunakan kabel coaxial tipe RG RG-8.
Gambar 3.9 Low Noise Amplifir
51
3.2.5. Instalasi RFT (Radio Frequency Transceiver) Perangkat RFT terdiri dari perangkat SSPA, Up Converter dan Down Converter. Perangkat RFT ini memiliki beberapa port yaitu port RF IN, port RF OUT, port IF IN dan port IF OUT. Port RF IN dihubungkan ke perangkat LNA sedangkan port RF OUT dihubungkan ke port Tx pada feedhorn antena menggunakan flexible waveguide. Hubungkan port IF IN ke port Tx IF dan port IF OUT ke port Rx IF pada perangkat modem.
•
SSPA (Solid State Power Amplifier) SSPA berfungsi untuk memperkuat daya sehingga sinyal dapat dipancarkan pada jarak yang jauh. SSPA ini merupakan penguat akhir dalam rangkaian sisi pancar (transmit side) yang merupakan penguat daya frekuensi sangat tinggi dalam orde Giga Hertz.
•
Up Converter Berfungsi untuk mengkonversi sinyal Intermediate frequency (IF) atau sinyal frekuensi menengah dengan frekuensi pusatnya sebesar 70 MHz menjadi sinyal RF Up link (5,925 – 6,725 GHz).
Gambar 3.10 Alur kerja Up Converter
•
Down Converter Berfungsi untuk mengkonversi sinyal RF Down link (3,4 MHz – 4,2 MHz) menjadi sinyal Intermediate Frequency dengan frekuensi center sebesar 70 MHz.
52
Gambar 3.11 Alur kerja Down Converter
Tipe perangkat RFT ditentukan oleh kapasitas SSPA, dimana kapasitas SSPA ditentukan berdasarkan keccepatan data yang dibutuhkan oleh pelanggan. Kapasitas SSPA yang beredar di pasaran antara lain SSPA tipe 5 w, 10w, 20w, 25w, 40w, 50w, 60w, 80w, 100w, 120w, 200w, 400w. Apabila kapasitas SSPA yang dibutuhkan melebihi kapasitas perangkat RFT operasional maka akan terjadi saturasi pada perangkat RFT tersebut.
Gambar 3.12 RFT 100 watt
3.2.6. Instalasi Modem Modem VSAT merupakan perangkat indoor yang berfungsi sebagai modulator dan demodulator. Modulasi adalah proses penumpangan sinyal informasi kedalam sinyal IF pembawa yang dihasilkan oleh synthesiser. Frekuensi IF besarnya mulai dari 52MHz sampai 88MHz dengan frekuensi center 70 MHz. Sedangkan demodulasi adalah proses memisahkan sinyal informasi digital dari sinyal IF dan meneruskannya ke perangkat teresterial yang ada. Hubungkan port IF Tx dan IF Rx pada modem ke port RFT dan hubungkan port Traffic ke perangkat router.
53
Gambar 3.13 Modem CDM 710
3.2.7. Pointing Antena Pointing antena bertujuan agar antena mendapatkan sinyal satelit yang terbaik dari satelit tersebut. Pointing dilakukan dengan memperhatikan parameter RSL (Receive Signal Level) pada modem. Data-data yang dibutuhkan dalam melakukan pointing antena antara lain: 1. Data satelit, yaitu koordinat satelit serta polarisasi yang akan digunakan. 2. Koordinat satelit bumi. 3. Sudut elevasi, azimuth. Data ini diperoleh dari GPS atau dari perangkat lunak yang tersedia seperti Satfinder. 4. Parameter konfigurasi modem. Setelah mendapatkan pointing yang terbaik, selanjutnya melakukan pengetesan CPI (Cross Polar Isolation). CPI diperlukan agar transmit dari antena tersebut tidak mengganggu pada transponder sebaliknya dan tidak mengganggu satelit lain yang bersebelahan atau ASI (Adjacent Satellite Interference).
3.3. Perencanaan Ruang Angkasa Perencanaan ruang angkasa meliputi kebutuhan lebar pita frekuensi dan nilai kontrak sewa transponder satelit. Hal ini terkait dengan nilai kontrak yang didapatkan dari pelanggan dan perkiraan kenaikan jumlah pelanggan
54
sehingga dapat menghemat biaya transponder. Berdasarkan hal tersebut maka kita harus dapat menghitung pemakaian lebar pita untuk kecepatan data yang dibutuhkan.
3.3.1. Pemakaian Lebar Pita Frekuensi (Bandwitdh) Pemakaian lebar pita frekuensi yaitu alokasi slot frekuensi di transponder
yang digunakan untuk menempatkan suatu sinyal pembawa
(carrier). Lebar pita sinyal pembawa tersebut ditentukan dari kecepatan data (data rate) dan parameter link budget seperti FEC, modulasi, encoder sehingga dapat diketahui kecepatan transmisi (transmission rate) dan lebar pita terduduki (occupied bandwidth). Pemakaian lebar pita frekuensi digunakan sebagai pedoman dalam menentukan
harga
kontrak
link
sewa
kepada
pelanggan
dengan
memperhitungkan kontrak sewa transponder satelit yang akan digunakan.
3.3.2. Kontrak Sewa Transponder Satelit Kontrak sewa transponder satelit terkait dengan kebutuhan pemakaian lebar pita frekuensi untuk satelit tersebut. Dalam perencanaan kontrak sewa transponder perlu memperhatikan target kenaikan jumlah pelanggan secara umum dan kontrak regulasi yang diberikan oleh penyedia satelit dalam hal ini yaitu penyedia satelit APSTAR VI yaitu Apstar. Sesuai surat kontrak FZE/METRA/VI-C/IB/0609_A4 Amendment no.7 nilai kontrak sewa transponder ditunjukkan pada tabel di bawah ini (harga dapat berbeda sesuai dengan perjanjian kontrak). Kapasitas sewa
55
miminum transponder satelit adalah 500 KHz dengan kelipatan selanjutnya per 100 KHz. Tabel 3.1 Daftar Harga sewa transponder
No. Satelit Transponder 1 2
Apstar C-band VI Ext C-band
Freq Uplink (GHz) 5925 - 6425
Freq Downlink(GHz) 3700 - 4200
6425 - 6725
3400 - 3700
Satuan
Harga US $ / tahun
1 MHz
27000
1 MHz
19800