BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA
Sebagaimana judulnya, Bab III ini berisi deskripsi tentang penelitian dan analisis. Dalam bagian hasil penelitian akan dideskripsikan mengenai Peran Dinas Sosial terhadap Anak-Anak Pasca Konflik Poso. Sedangkan pada bagian analisis akan diuraikan hasil analisis penulis tentang bagaimana peran dinas sosial Kabupaten Poso dalam pemenuhan hak-hak anak pasca konflik Poso dan kendalakendala dalam pemenuhan hak-hak anak di Poso khusus di pengungsian Malewa oleh Dinas Sosial
A. Gambaran Umum Kabupaten Poso Wilayah kabupaten Poso membentang dari arah tenggara ke barat daya dan melebar kearah barat ke timur
pantai Sulawesi tengah. Pesisirnya
pantainya sebagian terletak di teluk tomini dan di teluk tolo. Luas wilayah kabupaten Poso sebelum dimekarkan adalah 29.923,88 km2, sekitar 43.98% dari luas provinsi Sulawesi tengah. Setelah dimekarkan pada 5 desember 2006, kabupaten Poso hanya terdiri atas 13 kecamatan, sedangkan delapan kecamatan lainnya masuk dalam kabupaten baru yakni morowali. Jumlah penduduk kabupaten Poso sebelum kerusuhan kurang lebih 231.000 jiwa.1 Sejak terjadinya kerusuhan ketika tahun 2000, tercatat 58.000 jiwa penduduk Poso telah mengungsi ke daerah lain ke wilayah Sulawesi 1
Data statistic PEMDA Poso tahun 2000 tidak termasuk penduduk 8 kecamatan yang telah berdiri sendiri menjadi wilayah administrative kabupaten morowali.
55
tengah (Palu, Donggala, Parigi, dan Morowali). Sekitar 25.000 jiwa lagi mengungsi ke wilayah Sulawesi utara, Sulawesi tenggara dan Sulawesi utara. Penyebaran penduduk di wilayah kabupaten Poso dari dulu hingga kini tidak merata. Beberapa wilayah yang tergolong padat, yakni Poso kota di kecamatan Poso kota, mapane dan sekitarnya di kecamatan Poso pesisir, Tentena di kecamatan pamona utara dan kecamatan ampana. Komposisi penduduk menurut agama adalah 50% islam, 40% Kristen, 10% hindu dan agama local. Tingkat toleransi beragama sebelum terjadinya konflik sangat tinggi karena di sana adat tradisi sintuwu maroso.2 Budaya kekeluargaan menjadi cirri khas penduduk disana. Hamper setiap acara keagamaan dirayakan secara bersama tanpa pandang bulu. Selain penduduk asli yakni suku pamona, mori, bada dan napu, etnisitas penduduk juga disana sangat beragam , diantaranya : jawa, bugis, gorontalo, kaili (mayoritas islam), flores dan minahasa (mayoritas Kristen). Meski demikian, sejak dahulu interaksi antara etnis di Poso cukup baik dan dinamis.
B. Peran Dinas Sosial dalam melaksanakan Perlindungan Anak Korban Konflik Kerusuhan Poso Landasan hukum Peraturan Daerah No 6 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perlindungan, Pelayanan, Dan Pemulihan Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan.
2
Sintuwu maroso adalah budaya damai dalam bentuk saling menghargai perbedaan perbedaan dan pembauran dalam berbagai kegiatan masyarakat. Sintuwu maroso artinya bersatu kita teguh (kuat)
56
1.
Visi Dan Misi Untuk mewujudkan Visi dan Misi Dinas Sosial Kesejahteraan anak Tahun 2011 -2015 sebagai berikut : Visi Terpenuhinya hak anak akan kelangsungan hidup, tumbuh, kembang, perlindungan, dan partisipasi
Misi Memberikan pelayanan pada anak yang membutuhkan perlindungan khusus dari situasi yang menghambat perkembangan serta perlakuan salah. 2.
Tujuan, strategi dan sasaran Tujuan Tujuan yang akan dicapai adalah terselenggaranya perlindungan dan pelayanan sosial anak secara berhasil –guna dalam rangka mencapai anak yang sehat, tumbuh dan berkembang, cerdas ceria, berakhlak mulia, terlindungi,aktif, beradaptasi. Sasaran Upaya perlindungan dan pelayanan sosial anak diarahkan untuk mencapai sasaran sebagaimana berikut ini: 1.
Meningkatkan perlindungan
kelangsungan anak
agar
hidup,
hak-hak
tumbuh anak
kembang
terhadap
dan
pelayanan
pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan sosial dapat terjamin,
57
sehingga mereka dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. 2.
Mencegah dan menghindarkan anak dari tindak kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi dan perlakuan diskriminatif yang mengakibatkan hak-hak anak menjadi tidak terpenuhi.
3.
Meningkatkan
kepedulian
masyarakat
dalam
memberikan
perlindungan dan pelayanan sosial anak di lingkungannya. Upaya perlindungan dan pelayanan sosial anak yang berhasil-guna dan berdaya-guna dapat dicapai melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan,
serta
pemantapan
kesejahteraan
sosial
yang
fungsi-fungsi
didukung
oleh
administrasi
sistem
informasi
kesejahteraan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta hukum dan
perundang-undangan
sosial.
Fungsi-fungsi
administrasi
kesejahteraan sosial tersebut, terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pertang-gungjawaban penyelenggaraan perlindungan dan pelayanan sosial anak. Strategi Untuk mewujudkan visi, dan sesuai dengan misi yang telah di tetapkan maka dalam periode 2011 -2015 akan dilaksanakan strategi sebagai berikut: a.
Meningkatkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
b.
Meningkatkan
profesionalisme
peningkatan produktivitas
58
sumber
daya
aparatur
guna
c.
Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk melakukan upaya perlindungan dan pelayanan sosial anak Dalam era reformasi, masyarakat harus dapat berperan aktif dalam upaya perlindungan dan pelayanan sosial anak, dimulai sejak penyusunan berbagai kebijakan perlindungan dan pelayanan sosial anak itu sendiri
d.
Meningkatkan
akses
anak
terhadap
pelayanan
sosial
dan
perlindungan anak yang berkualitas Sesuai dengan paradigma perlindungan dan pelayanan sosial anak, dinas Sosial harus mengutamakan pada upaya perlindungan dan pelayanan sosial anak yang dipadukan secara serasi dan seimbang dengan upaya perlindungan dan pelayanan sosial anak secara swadaya
3.
Struktur organisasi Dinas sosial. Dalam melaksanakan
tugas dan dan fungsinya dibentuklah struktur
organisasi Dinas sosial adalah sebagai berikut: a.
kepala dinas
b.
sekretaris membawahi :
c.
sub bagian perencanaan program
sub bagian keuangan dan asset
sub bagian umum dan kepegawaian.
Bidang pemberdayaan dan pengembangan kesejahteraan sosial membawahi :
59
Seksi pemberdayaan dan pengembangan komunitas adat terpencil dan fakir miskin
Seksi pelestarian nilai-nilai kepahlawanan dan pemberdayaan keluarga pahlawan
d.
e.
4.
Seksi pengembangan potensi sumber kesejahteraan sosial
Bidang bantuan dan jaminan sosial membawahi:
Seksi pengumpulan sumbangan dan jaminan sosial
Seksi bantuan sosial korban bencana
Seksi bantuan sosial korban tindak kekerasan
Kelompok jabatan fungsional.
Program Dinas Sosial Kabupaten Poso untuk Penanganan anak korban konflik.3 Program – Program Dinas Sosial bagi anak -anak korban konflik yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial kabupaten Poso terhadap anak-anak korban konflik Poso di pengungsian Malewa;
3
Dinas Sosial Kabupaten Poso 2012
60
PROGRAM Anak usia 0-2 Tahun
Anak Usia 3-4 tahun
PELAYANAN a. Kebutuhan Keberlangsungan hidup : Pemeliharaan, perawatan, pengasuhan dan perlindungan. b. Intervensi - Bimbingan dan penyuluhan. - Perlindungan. - Capacity building : Keluarga, masyarakat, dan lembaga substitusi (TPA). a. Kebutuhan Keberlangsungan hidup, tumbuh kembang: Pemeliharaan, pengasuhan, perawatan, pengasahan danperlindungan. b. Intervensi - Bimbingan dan penyuluhan. - Perlindungan. - Capacity building : lembaga substitusi (TPA & KB). - Pelayanan psikososial, character building, lingkungan fisik dan non fisik (mikro, meso, exo, makro).
Anak Usia 5-6 tahun
a. Kebutuhan Keberlangsungan hidup, tumbuh kembang: Pemeliharaan, pengasuhan, pengasahan, perawatan dan perlindungan. b. Intervensi - Bimbingan dan penyuluhan. - Perlindungan. - Capacity building : lembaga substitusi (TPA & KB). - Pelayanan psikososial & character building. - Rujukan multi kecerdasan. - Lingkungan.
Pelayanan Sosial Anak Usia Sekolah & Remaja 1. Anak Usia 7-15 tahun
a. Kebutuhan Kualitas hidup, tumbuh kembang, partisipasi : Pengasuhan, pengasahan dan perlindungan. b. Intervensi - Bimbingan dan penyuluhan. - Perlindungan. - Psikososial dan pengembangan karakter. - Stimulasi - Lingkungan - Peer-groups.
61
Anak Usia 16-18 tahun
a. Kebutuhan Kualitas hidup, partisipasi : Pengasahan, pengasuhan dan perlindungan. b. Intervensi - Bimbingan dan penyuluhan. - Perlindungan. - Psikososial : Pendewasaan karakter, konsultasi. - Advokasi. - Capacity building : Lembaga pelayanan sosial anak.
Pelayanan Sosial Anak Dengan Kondisi/Kebutuhan Khusus 1. Anak Balita Terlantar, Dieksploitasi, Diperlakukan Salah
a. Kebutuhan Perlindungan, pemeliharaan, perawatan, pengasuhan. b. Intervensi 1. Bimbingan dan penyuluhan. - Lembaga substitusi (Panti Sosial) - Adopsi. - Psikososial. 2. Anak Terlantar a. Kebutuhan Perlindungan, pemeliharaan, pengasuhan, pengasahan. b. Intervensi - Bimbingan dan penyuluhan. - Lembaga substitusi. - Psikososial. - Rujukan. 2. Anak Dengan Kecacatan a. Kebutuhan Perlindungan, pemeliharaan, pengasuhan, rehabilitasi, pengasahan. b. Intervensi - Bimbingan dan penyuluhan. - Lembaga substitusi/Rehabilitasi - Psikososial. - Rujukan.
62
Pada Tahun 2011-2012 Program program yang terlaksana hanya fokus terhadap pelayanan bimbingan dan penyuluhan bagi anak –anak pengungsi dan mempekerjakan anak –anak dibawah umur dalam kegiatan pencucian mobil dan motor agar anak –anak tersebut mendapatkan uang dari hasil pekerjaaan mereka.4 Berbagai layanan dan program terus dikembangkan oleh Dinas Sosial dengan intensitas dan kualitas yang diupayakan terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun faktanya memang masih sangat banyak anak yang tidak tersentuh pelayanan sosial dengan baik karena keterbatasan sumber daya utamanya anggaran. Keterbatasan cakupan pelayanan ini juga ikut disertai dengan belum adanya keterpaduan perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya
dan
pelayanan
yang
ada.
Sehingga
mengakibatkan dengan pertumbuhan masalah anak tak dapat diimbangi dengan upaya pencegahan dan respon yang memadai. Menurut Dinas Sosial, Penyelenggaraan pelayanan terhadap anakanak konflik dilakukan tanpa biaya, cepat ,aman, empati, non diskriminasi mudah dijangkau dan adanya jaminan, karena menurut Dinas Sosial segala biaya untuk penyelenggaraan perlindungan , pelayanan, dan pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah daerah di bebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja daerah.
4
Tanggal 24 juli 2011, wawancara dengan sekretaris daerah dinsos kabupaten Poso, Drs, Amdjad Lawasa, MM
63
a.
Sasaran penyelenggaraan dinas sosial
Penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMK)
Anak terlantar
Anak cacat
Balita terlantar
Eks korban
Korban bencana sosial
Gelandangan Dinas
sosial
kabupaten
pelayanannya sesuai tugas
Poso
dalam
melaksanakan
dan fungsinya berdasarkan peraturan
daerah Nomor 12 Tahun 2010 tanggal 23 Desember 2011 tentang organisasi dan tata kerja dinas daerah mengalami masalah dan tantangan utama yaitu: 1) Kualitas sebagian sumber daya manusia yang ada masih kurang memadai untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi 2) Dana operasional yang terbatas 3) Disiplin kerja dan tanggung jawab pada tugas pokok dan fungsi masih perlu ditingkatkan. 4) Koordinasi antar unit sudah berjalan namun masih perlu ditingkatkan sinergisitasnya 5) Sarana
dan
prasarana
yang
terbatas
sehingga
dapat
mengakibatkan kurang lancarnya pencapaian tujuan organisasi.
64
C. Dampak konflik Poso secara umum Secara umum kerusuhan
konflik Poso merusak tatanan kehidupan
masyarakat dan keluarga serta merusak sarana dan prasanan infastruktur yang ada. Kerusakan fisik yang nampak sebagai akibat dari konflik Poso adalah rusaknya sarana fisik seperti rusaknya rumah –rumah penduduk, tempat – tempat ibadah, bangunan sekolah dan sarana kesehatan. Hal tersebut menyebabkan sebagian besar penduduk kehilangan tempat tinggal dan terpaksa harus mengungsi di tempat pengungsian. Rusaknya bangunan sekolah mengakibatkan anak –anak harus berhenti sekolah karena sekolah tempat mereka belajar menuntut ilmu sudah tidak layak di gunakan. Begitu pun rusaknya sarana dan prasarana umum yang lain mengakibatkan tatanan kehidupan masyarakat tidak dapat berjalan seperti sebelum terjadinya konflik.
Tabel 3.1 Dampak konflik Poso di Malewa terhadap Infrastruktur Jumlah
Jumlah yang telah
Bangunan rusak
direnovasi
4
3
Rumah
155
115
Gereja
1
1
Masjid
1
-
Rumah sakit
1
-
Gedung sekolah
Sumber : Data Primer5
5
Hasil Wawancara dengan Ketua RT 01 RW.02 Desa Peterodungi (Pengungsian Malewa), Tanggal 21 Juli 2011
65
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa jumlah gedung sekolah yang hancur sebanyak 4 gedung, terdiri dari 1 gedung SMA, 1 gedung SMP, 1 gedung SD dan 1 gedung TK. Dari keempat gedung sekolah yang rusak tersebutyang sudah direnovasi sebanyak 3 gedung yaitu gedung SMP, SD dan gedung TK. Jumlah bangunan rumah yang rusak sebanyak 155, dan telah dibangun 115 rumah ditempat pengungsian Malewa. Satu bangunan gereja yang hancur dan telah dibangun kembali di pengungsian Malewa. Sedangkan bangunan masjid dan rumah sakit yang hancur masing-masing satu bangunan hingga penelitian ini dilaksanakan belum direnovasi. Dampak konflik Poso juga mengakibatkan banyak korban jiwa dalam kerusuhan tersebut. Kedua pihak yang bertikai sama-sama mengalami kerugian. Keluarga yang terluka bahkan terbunuh, sehingga menyebabkan seorang istri kehilangan suami, begitupun sebaliknya, anak –anak yang terpisah dari orang tuanya, anak kehilangan orang tua. Selain dampak kerusakan infrastruktur dan korban jiwa, konflik Poso juga berdampak terhadap anak –anak. Banyak anak anak yang kehilangan orang tua dan trauma terhadap kerusuhan yang terjadi. Anak-anak menjadi tidak memiliki gairah hidup dalam menghadapi keseharian mereka tanpa dukungan keluarga. Mereka tidak dapat menikmati keceriaan masa kanak – kanak. Dan menikmati pendidikan sebagaimana layaknya anak –anak yang lain.
66
D.
Gambaran umum konflik Poso bagi anak –anak di Poso Konflik Poso merusak tatanan kehidupan masyarakat dan keluarga. Berbicara mengenai keluarga, maka unsur penting yang perlu dibicarakan adalah mengenai anak-anak. Untuk itu penulis akan membahas mengenai dampak dan pengaruh konflik bagi anak –anak pasca konflik. 1.
Dampak konflik bagi anak Anak –anak yang masih dependen, sudah barang tentu berbeda dengan orang dewasa yang pada umumnya secara teoritis dan praktis tidak lagi dikualifikasikan sebagai kelompok yang rentan. Berbeda dengan orang dewasa, dalam dunia kenyataan anak-anak kerap menjadi sasaran dan korban kekerasan dengan dampak yang panjang dan permanen. Anak –anak dalam usia muda belia tidak pernah berfikir bahwa suatu saat mereka akan mengalami berbagai macam permasalahan yang mereka hadapi. Gambaran ini terlihat oleh anak-anak yang masih hidup dalam situasi konflik maupun pasca konflik di Poso. Keberadaan mereka memang tidak menguntungkan seperti teman-teman seusianya yang lain. Mereka mengalami masalah –masalah dan kesengsaraan –kesengsaraan yang mau tidak mau harus mereka hadapi setiap hari, seperti : 1.
Kehilangan orang tua, sanak saudara serta teman-teman
2.
Tubuh-tubuh yang terpotong –potong berserakan dimana-mana
3.
Bom-bom yang meledak yang membumi hanguskan desa-desa
67
4.
Rumah tempat tinggal, rumah ibadah, bangunan sekolah yang hangus terbakar
5.
Kehilangan harta benda. Dan,
6.
kehilangan masa depan. Dalam situasi konflik salah satu pihak yang sering terlupakan
dalam penanganan permasalahannya adalah anak-anak. Anak-anak kerap kali menghadapi penderitaan ganda. Luka atau beban psikilogis akibat berada atau berhadapan dengan situasi konflik. Sebagaimana telah dijelaskan , bahwa anak-anaklah yang paling menderita dari setiap konflik dan perang yang terjadi dalam pasca konflik Poso.
2.
Anak-anak korban konflik Poso di pengungsian Malewa Anak –anak merupakan mayoritas yang tidak bersuara. Walaupun jumlah mereka hampir separuh dari keluarga manusia, mereka menanggung kesengsaraan dunia ini jauh melebihi kemampuan mereka. jumlah anak-anak yang berada di pengungsian Malewa sebanyak 193 anak
yang terdiri dari 80 anak perempuan dan 113 anak laki-laki.
Berikut ini adalah tabel anak-anak korban konflik Poso di pengungsian Malewa berdasarkan usia dan tingkat pendidikan.
68
Tabel 3.2 Anak-anak pengungsian Malewa berdasarkan usia dan tingkat pendidikan Usia
Tingkat
Anak
Anak Putus
Pendidikan
Sekolah
Sekolah
0-5 tahun
TK
20
5
25
6-12 tahun
SD
45
15
60
13-15 tahun
SMP
35
20
55
16-18 tahun
SMA
10
43
53
110
83
193
Jumlah
Jumlah
Sumber : Data Primer6
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah anak yang berusia 0-5 tahun sebanyak 25 anak, 20 anak masih duduk di bangku TK 5 anak mengalami putus sekolah. Anak yang berusia 6-10 tahun sebanyak 60 anak, yang masih bersekolah SD sebanyak 45 dan 15 anak putus sekolah. Kemudian untuk anak yang berusia 11-15 tahun jumlahnya ada 55 anak, 35 anak masih bersekolah di bangku SMP dan 20 anak putus sekolah. Anak yang berusia 16-18 tahun jumlahya ada 53, 10 anak masih bersekolah di jenjang pendidikan SMA dan 43 anak putus sekolah. Dengan demikian dari 193 anak korban konflik Poso yang berada di pengungsian Malewa 110 anak masih bersekolah dan 83 anak mengalami putus sekolah. Keberadaan anak-anak
pasca konflik di pengungsian Malewa
sangat memprihatinkan, baik secara sosial maupun psikologis. 6
Hasil Wawancara dengan Ketua RT 01 RW.02 Desa Peterodungi (Pengungsian Malewa), Tanggal 21 Juli 2011
69
a.
Traumatik Dampak psikologis dari setiap konflik horizontal seperti kerusuhan Poso akan member dampak traumatic kepada setiap orang yang terlibat didalamnya. Demikian halnya dengan anak-anak di Malewa Tentena. Mereka sangat trauma bila mendengar kembali kejadian cerita-cerita saat konflik Poso berlangsung. Ketika penulis menanyakan kepada mereka, “apakah ingin kembali ke Poso”, mereka secara spontan mengatakan saya tidak ingin kembali pada masa-masa krisis tersebut. Anak –anak merupakan mayoritas yang tidak bersuara. Walaupun jumlah mereka hampir separuh dari keluarga manusia, mereka menanggung kesengsaraan dunia ini melebihi kemampuan mereka. demikian halnya dengan anak-anak pengungsi Malewa Tentena. Jumlah mereka separuh dari komunitas yang ada. Mereka adalah komunitas saling mengalami trauma, walaupun mereka belum mampu mengekspresikan secara operasional tentang kekalutan dan kegalauan perasaan mereka. berbeda dengan orang dewasa yang mampu untuk berkompensasi dari perasaan traumatic. Anak-anak adalah makhluk yang polos, yang menyatakan diri sebagaimana adannya mereka. anak-anak hanya mengungkapkan kegirangan mereka. adalah wajar bahwa peran pemerintah meberikan perhatian khusus kepada anak-anak pasca konflik yang mengalami traumatic.
70
Kondisi mental anak-anak Malewa Tentena membutuhkan perhatian serius, karena mereka adalah komunitas yang terlupakan. Sungguh tidak adil dan kejam. Jika anak-anak yang adalah anugerah terbaik dari Tuhan, harus menderita kekejaman yang mengerikan kondisi ini harus dihentikan. b.
Putus sekolah Fenomena yang nampak selama penulis mengadakan penelitian, khususnya di bidang pendidikan bagi anak-anak pengungsi, dapat dikatakan sangat memprihatinkan. Banyak anak-anak yang putus sekolah akibat konflik Poso. Hal ini disebabkan
tidak adanya
kepedulian peran pemerintah dinas sosial yang bekerja sama dengan dinas pendidikan untuk meng-gratiskan biaya pembangunan sekolah sehingga pendidikan anak di pengungsian malewa terabaikan bagi anak –anak pengungsi yang tidak mampu dalam biaya dalam pendidikan
anak
pengungsi
di
malewa.
Pemahaman
yang
berkembang di kalangan anak-anak bahkan orang tua, bahwa pendidikan tidak mengubah nasib mereka. dari hasil penelitian penulis. Anak-anak yang putus sekolah berpotensi menjadi pekerja anak pada berbagai sektor, kondisi seperti ini akan menambah daftar panjang dimana hak –hak anak terabaikan. Pada Pendidikan anak menjadi sangat penting dan mendasar, pada satu sisi anak memiliki hak memperoleh pendidikan, hal ini menjadi kewajiban semua orang memberikan pendidikan pada anak demi masa depan, keluarga masyarakat dan bangsa.
71
E. Penanganan Church World Service (CWS) Terhadap Anak – Anak Pasca Konflik Poso.7 Church World Service adalah lembaga kemanusiaan, pembangunan, dan pemberi bantuan untuk pengungsi internasional. Bersama lembaga lokal, kami bekerja di daerah kota dan desa untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada penyintas bencana alam dan konflik, untuk menangani kerawanan pangan dan efek kemiskinan, dan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Kami membantu orang-orang yang paling rentan tanpa memandang agama, ras, etnis, atau jender. CWS didirikan pertama kali pada tahun 1946 di Amerika Serikat dan sudah beroperasi di Indonesia selama lebih dari empat puluh tahun di bawah Nota Kesepahaman dengan Kementerian Sosial. CWS memberikan suatu pembelajaran berharga tentang dampak bencana yang tidak mengena pada aspek fisik saja namun juga aspek psikologis di masyarakat. Perasaan putus asa, tanpa harapan masa depan, kesulitan beradaptasi di lingkungan kampong pengungsian, anak –anak yang trauma karena peristiwa bencana, membekas dan mempengaruhi proses berkembang kembali dari Menurut pandangan CWS mengenai Peran pemerintah Dinas sosial dalam pemenuhan hak- hak anak korban konflik Poso, Dinas Sosial tidak fokus terhadap anak – anak korban konflik Poso, akan tetapi Dinas Sosial lebih memfokuskan kearah ketenagakerjaan bagi masyarakat Poso yang tidak
7
Tanggal 24 juli 2011, wawancara dengan lutfhi azhari, crew cws Poso.
72
memiliki Pekerjaan. Sehingga Dinas sosial yang seharusnya memiliki kepedulian terhadap segala kebutuhan dan
pemenuhan hak hak anak
pengungsi korban konflik Poso terabaikan seperti Konkrit nyatanya dalam pemenuhan gizi anak dan pendidikan anak. Serta banyak keluhan dari Pihak orang Tua anak korban konflik mengeluh atas ketidakpedulian dinas sosial dalam pemenuhan hak –hak anak korban konflik. Melihat hal tersebut, LSM CWS sadar untuk memberikan pelayanan pada keseluruhan aspek yang diperlukan masyarakat untuk pulih dari bencana yang menimpa hidup mereka. pelayanan psikososial merupakan bagian penting dari proses pemulihan hal tersebut. Hal ini disadari oleh CWS sebagai lembaga swadaya masyarakat internasional yang telah melaksanakan beberapa program yang mendukung dan memfasilitasi kebutuhan pengungsi di Poso. Dalam situasi pasca konflik, anak –anak cenderung untuk menjadi agresif atau tertekan atau takut pada simbol –simbol tertentu, berdasarkan temuan dari program intervensi berbasis kelas CWS di Poso, sulawesi tengah konflik secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi anak –anak. Perilaku pengasuhan anak berubah dan mempengaruhi perkembangan anak – anak. Church world service menerapkan program pendidikan anak usia dini di daerah pasca konflik seperti Poso. Dalam penyelenggaraan CWS menyediakan bahan seperti mainan pendidikan, pedoman pendidikan anak usia dini, dan peningkatan kapasitas bagi para pendidik.
73
Program-program CWS dalam menyelenggarakan kegiatan –kegiatan anak pasca konflik yang meliputi;
Maret 2010 , CWS Membantu Rekonsiliasi melalui Dukungan Psikososial di Poso
Juni 2010, CWS menyelenggarakan pelatihan fasilitator komunikan anak perdamaian
Oktober 2010, CWS menyelenggarakan pelatihan pendidik POSPAUD : membangun
kapasitas
pendidik
untuk
meningkatkan
kualitas
perkembangan anak di Poso
November 2010, CWS menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan gizi
Desember
2011, CWS Memegang peranan penting dalam Program
Vitalita, bidan di Kabupaten Poso membutuhkan pengembangan kapasitas dalam bidang kesehatan dan nutrisi
F. Pendapat korban konflik Poso tentang upaya penanganan Dinas Sosial Kabupaten Poso terhadap perlindungan anak-anak korban konflik di pengungsian Malewa. Pengungsi Malewa sebagian besar berasal dari kota Poso yang kehilangan harta benda, termasuk rumah mereka. Sejak kerusuhan kedua tahun 2000, mereka dievakuasi oleh Crissis Center GKST ke Tentena, yang pada akhirnya para pengungsi tersebut ditempatkan di Pepirodongi pengungsian Malewa. Para pengungsi yang tinggal di Malewa membangun rumah tinggal sederhana semi permanen dengan bahan baku kayu. Pada tahun
74
2005 pengungsi mendirikan sebuah gereja dan pada tahun 2010 pengungsi bekerjasama dengan GKST mendirikan bangunan sekolah dasar dan taman kanak-kanak di lokasi pengungsian. Untuk mencukupi kebutuhan hidup dan makan sehari-hari para pengungsi sebagian besar bekerja di kebun milik orang lain. Situasi di pengungsian Malewa sekarang ini dalam kondisi aman, dan damai. 1. Pendapat Keluarga Korban.8 Pengungsi merupakan persoalan kemanusiaan yang tidak kalah penting
sebagai imbas dari kerusuhan. Situasi Pengungsian Malewa
banyak anak – anak pengungsi yang putus sekolah, dapat dikatakan sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan karena ketiadaan dana untuk biaya pendidikan. Menurut pendapat keluarga korban anak pasca konflik sampai saat ini tidak menerima apapun dari Pemda yang seharusnya berperan dalam mensejahterakan anak tetapi tidak nampak bantuan apapun untuk mensejahteraan anak, tetapi yang sudah berperan selama ini adalah LSM dalam pendampingan anak – anak pasca konflik, oleh karena itu, anak tidak merasa terpenuhi hak –hak nya yang seharusnya ia peroleh. Seperti hak dalam pendidikan, hak bermain, dan hak mendapatkan kesehatan. Sehingga anak –anak pengungsi hak mereka terabaikan dan tidak terpenuhi. LSM yang sangat berperan dalam memberikan bantuan seperti sepatu, buku, dan baju. Demikian pula anak –anak yang putus sekolah harus mencari 8
sesuap nasi dengan kerja sampingan seperti berjualan
Tanggal 23 Juli 2011, wawancara dengan Ibu Ana orang tua anak korban konflik Poso di Pengungsian Malewa
75
dipasar,mencari sesuap nasi di kebun orang. Dan banyak hal kendala dalam memperjuangkan anak pasca konflik apabila Dinas Sosial Kabupaten Poso tidak berpartisipasi dalam perlindungan anak pasca konflik Poso. 2. Anak korban pasca konflik.9 Anak pasca konflik harus menanggung derita yang seharusnya bukan tanggungan mereka, mereka punya cita –cita yang seharusnya mereka peroleh. Tetapi semua itu hanya mimpi mereka, hak hak mereka menjadi terabaikan, hak
bermain bersama dengan teman sebaya yang berbeda
agama adalah suatu tekanan buat mereka dikarenakan isu konflik tersebut dikarenakan konflik yang penyebabnya dikarenakan agama. Hak mendapatkan pendidikan
menjadi terabaikan dikarenakan tidak ada
santunan bantuan kepada orang tua mereka untuk mendapatkan dana dari pemerintah, sungguh malang anak –anak pasca konflik Poso mereka ingin bersekolah tetapi dikarenakan tidak ada dana dari pemerintah dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan anak. Saat penulis mewancarai anak korban konflik ia menceritakan bahwa cita –cita dan keinginannya tinggi untuk bersekolah, tetapi dikarenakan biaya dan tidak ada bantuan dari Pemda, semua hanya impian saja untuk mewujudkan cita –citanya. bagaimana dia harus bekerja di kebun tiap hari untuk membahagiakan kedua orang tuanya walaupun dia tidak bisa sekolah dikarenakan ekonomi tidak mencukupi . 9
Tanggal 23 Juli 2011, wawancara kepada Maria, salah satu anak korban konflik Poso di Pengungsian Malewa
76
G. Analisa 1.
Peran Dinas Sosial dalam pemenuhan hak-hak anak pasca konflik Dalam rangka penyelenggaraan, perlindungan dan pelayanan anak – anak korban konflik Poso, Dinas Sosial memiliki Peran dalam melindungi anak - anak korban konflik poso. Dinas sosial
berperan dalam
mendukung terpenuhinya hak –hak anak akan kelangsungan hidup, tumbuh, kembang, perlindungan dan partisipasi dalam memberikan pelayanan bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus dari situasi yang menghambat perkembangan serta perlakuan salah. Akan tetapi kenyataanya Dinas Sosial Kabupaten Poso tidak melaksanakan hak dan kewajiban bagi anak – anak korban konflik di Poso. Hasil penelitian penulis di lokasi pengungsian malewa, Peran dinas sosial tidak Nampak terlihat dalam memberikan pemenuhan hak – hak anak korban konflik, bukti konkritnya dapat kita lihat di Tabel 3.2 tingkat pendidikan anak – anak pengungsi, jumlah dari keseluruhan anak mengalami Putus sekolah dan layanan kesehatan berupa obat-obat. Hal ini disebabkan tidak ada kepedulian dari pemerintah setempat dalam memberikan pendidikan gratis dan layanan kesehatan bagi anak – anak dari keluarga korban konflik. Menurut Orang Tua anak korban konflik, tidak ada jaminan dan layanan dari Dinas Sosial dalam berpartisipasi untuk pemenuhan hak – hak anak korban konflik. Misanya :
77
a. Pendidikan dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar tanpa pungut biaya b. Pemenuhan kebutuhan dasar anak c. Pelayanan kesehatan seperti obat – obatan Dalam rangka penyelenggaraan perlindungan, pelayanan, dan pemulihan anak korban konflik Poso, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 menanggulangi dampak traumatic yang berkepanjangan dan melindungi anak – anak korban konflik. Sesuai dengan Pasal 1 ayat 10 tentang kewajiban pemerintah dalam menyelenggarakan perlindungan, pelayanan dan pemulihan, anak –anak konflik mendapatkan perlindungan khusus dari instasi pemerintah serta lembaga sosial sesuai dengan kewajiban dan tanggung jawab Pasal 9 ayat (1) (2) yang berbunyi : (a) menyediakan sarana dan prasarana layanan terpadu, melibatkan LSM dalam penyelenggaraan, menjamin terlaksananya kemudahan pelayanan, dan mengupayakan efektifitas, efisiensi serta mengupayakan terciptanya kerjasama dalam upaya pemulihan. Anak-anak pengungsi harus mendapatkan perlindungan khusus dari instansi pemerintah setempat dan berhak mendapatkan jaminan atas hakhak nya dalam bentuk pendampingan, pelayanan medis, psiko –sosial, medical, dan pemulihan dalam bentuk pendidikan, kesehatan dan pemulihan ekonomi. Jika hak –hak anak korban konflik tidak diselenggarakan dan diabaikan oleh instansi pemerintah daerah
78
kabupaten Poso akan dikenakan tindakan dan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang –undangan yang berlaku. Undang – undang No 23 Tahun 2002 Pasal 1 (b) menyatakan Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak –hak nya agar dapat hidup,tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam undang –undang No 23 Tahun 2002 yang mengatur perlindungan khusus bagi anak korban konflik kerusuhan tidak memberikan bentuk –bentuk dan cara memperoleh perlindungan khusus bagi semua anak. Secara umum dikemukakan bahwa anak yang membutuhkan perlindungan khusus (Pasal 59 ) berhak atas perlindungan, pencegahan, perawatan, rehabilitasi dan pengawasan. Dalam Pasal 61 di tentukan, anak dalam situasi darurat yang terdiri atas anak yang menjadi pengungsi. Sedangkan yang menurut Pasal 62 anak korban kerusuhan dalam situasi konflik Pasal 60 huruf b, c, d dilaksanakan melalui : 1.
2.
Pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berkreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan. Pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat anak yang mengalami gangguan psikososial .
Dalam menyelenggarakan perlindungan khusus bagi anak – anak pengungsi. Dinas sosial mengabaikan pemenuhan kebutuhan hak – hak anak pengungsi. Sudah jelas di Perlindungan Anak menyatakan bahwa
79
anak
merupakan
tanggung
jawab
pemerintah
setempat
dalam
menyelenggarakan kesejahteraan anak Dalam Pasal 63 ditegaskan larangan bagi setiap orang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer atau dengan kepentingan lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa dan Pasal 65 diatur perlindungan khusus anak dari kelompok minoritas dan terisolasi melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya, dan menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan budaya. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, Negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan dan terarah. Undang –undang ini menegaskan bahwa pertanggung jawaban pemerintah dalam dan Negara dalam melaksanakan tugas nya terus menerus demi terlindunginya hak – hak anak, rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik mental spiritual dan maupun sosial. Tindakan tersebut guna mewujudkan kehidupan terbaik untuk anak. Berbagai program –program dilakukan oleh dinas sosial tetapi upaya-upaya tersebut tidak nampak terlihat, Namun faktanya masih sangat banyak anak belum tersentuh pelayanan karena keterbatasan
80
sumber daya. Keterbatasan cakupan pelayanan ini juga disertai dengan belum adanya keterpaduan perencanaan dan pengelolaan sumber daya dan layanan di antara lembaga-lembaga pelayanan sosial yang ada. Keterbatasan tersebut juga diperparah dengan penggunaan pendekatan dan strategi yang konvensional, sehingga mengakibatkan meningkatnya masalah sosial anak yang tidak dapat diimbangi dengan upaya pencegahan dan respon yang memadai. Strategi konvensioanl dimaksud seperti kurangnya memperhatinkan kebutuhan dasar anak yang beragam, sehingga bantuan sosial cenderung diseragamkan.
2.
Kendala –kendala Dinas sosial dalam Pemenuhan hak –hak anak konflik Dalam penanganan anak –anak korban konflik Poso, Dinas sosial kabupaten Poso memiliki kendala - kendala dalam memperjuangkan kesejahteraan anak – anak di pengungsian, seperti sarana dan prasarana di lokasi pengungsian seperti Sekolah Dasar Malewa yang tertunda dari Tahun ke tahun dan telah berdiri pada Tahun 2010. Dinas sosial memiliki kendala dalam membangun sarana dan prasarana tersebut. Dikarenakan keterbatasannya kayu untuk membangun gedung sekolah, sehingga proses belajar mengajar di hentikan untuk sementara. Menurut Dinas sosial dalam proses belajar mengajar, anak – anak pengungsi tidak diberikan sekolah gratis secara Cuma – Cuma. Dikarenakan sekola gratis hanya di berikan kepada anak – anak yang berprestasi. Dikarenakan kendala – kendalanya adalah kurangnya guru
81
yang berkualitas, kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang, kurangnya keefektifan dan keefesienan dalam pendidikan dan kurangnya peran serta warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena alasan tersebut sekolah tidak di gratiskan. Dinas sosial menyadari walaupun anak – anak konflik di Poso di lindungi dengan adanya perangkat hukum yang jelas, akan tetapi tidak ada Surat Keputusan Bupati untuk menyelenggarakan perlindungan khusus terhadap anak korban konflik secara optimal. Tempat beribadah. dilapendidikan dan kesehatan anak korban konflik di tempat pengungsian malewa. Penulis mewancarai dinas sosial untuk menanyakan kendala – kendala dalam memperjuangkan hak – hak anak korban konflik Poso. Menurut Dinas Sosial Kabupaten Poso, penanganan anak – anak korban konflik memang tidak sepenuhnya dilaksanakan dikarenakan konflik tersebut telah berlangsung lama, dan anak – anak korban konflik sudah dewasa sehingga program – program yang akan dilaksanakan tidak terlaksana. Oleh karena hal tersebut dinas sosial tidak menjalankan visi dan misi untuk perlindungan anak korban konflik di Poso. Sehingga mereka fokus ke bidang mempekerjakan masyarakat sekitar yang tidak mempunyai pekerjaan tetap.
82
Dinas sosial menyadari dalam pemenuhan hak – hak anak perlindungan khusus anak korban konflik, walaupun anak – anak konflik di Poso dilindungi dengan adanya perangkat hukum yang jelas, akan tetapi
tidak
ada
bukti
sah
surat
keputusan
bupati
untuk
menyelenggarakan perlindungan khusus terhadap anak korban konflik Poso.
83