BAB III ANALISIS KAWASAN DAN RUMAH SUSUN SEDERHANA
3.1
Identifikasi Kawasan
3.1.1
Sejarah Kawasan Kota Bandung terbagi oleh Sungai Cikapundung menjadi dua bagian yaitu
Bandung Barat dan Bandung Timur, akan tetapi perkembangannya tidak seimbang. Perkembangan dan pembangunan kota Bandung cenderung lebih berat ke bagian barat. Perkembangan di Bandung Barat dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan sehari-hari di sekitar Pasar Baru, serta keberadaan Stasiun Bandung sebagai pintu masuk kota Bandung melalui moda kereta api40. Kecenderungan pemusatan kegiatan sosial-ekonomi penduduk cuma di satu daerah saja, dianggap kurang menguntungkan untuk penataan kota. Maka dilakukan upaya-upaya untuk menyebarkan kegiatan sosial-ekonomi ke daerah lain di kota Bandung terutama Bandung Timur41. Agar kota Bandung nantinya memiliki banyak pusat kegiatan. Sejalan dengan upaya pemekaran, pada tahun 1918 pemerintah kolonial mulai melakukan pembenahan sarana umum, seperti ke arah Timur dibangun pasar Kiaracondong dan pasar Cicadas. Kemudian untuk mengurangi kepadatan penumpang kereta api yang turun di Stasiun Bandung, dibangun pemasangan jalur rel kereta api serta halte baru. Cotohnya adalah halte Cikudapateuh untuk pengunjung pasar Kosambi, dan halte Kiaracondong untuk pengunjung pasar Kiaracondong. Upaya pemekaran ini mengakibatkan pusat kegiatan sosial-ekonomi terpusat pada fungsi stasiun dan pasar, serta mendorong timbulnya kampung-kampung baru oleh pendatang di pusat kota seperti Kampung Babakan Surabaya di daerah Kiaracondong (Kunto, 1983). Berdasarkan penelusuran sejarah, kawasan Kiaracondong bermula dari didirikannya pasar Kiaracondong dan stasiun kereta api Kiaracondong yang menjadi pusat sosial-ekonomi masyarakat pada saat itu. Keberadaab stasiun dan pasar tersebut 40 41
Kunto, Haryoto. (1983). Wajah Bandung Tempo Doeloe. PT.Granesia, Bandung. Ibid.
66
mendorong tumbuhnya perkampungan-perkampungan baru, khususnya yang didirikan oleh para pendatang dari luar kota Bandung. Perkembangan kawasan Kiaracondong terus berkembang sampai saat ini, yang semula merupakan bagian pinggir kota Bandung (karena dulu batas Selatan Kota Bandung adalah Jl. Soekarno Hatta yang berjarak ± 1.5 Km dari pasar) dan sekarang berkembang menjadi salah satu pusat kota Bandung. Sampai saat ini pasar Kiaracondong menjadi salah satu pusat kegiatan sosialekonomi di kawasan tersebut. Stasiun Kiaracondong melayani rute kereta api ke Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk kelas ekonomi dan kereta KRD untuk para pedagang dan pekerja yang datang dari pinggiran kota Bandung (Rancaekek, Cimahi, dan Padalarang) yang turun disini, karena lokasi kerja dan usahanya dekat dengan kawasan stasiun42. Fungsi aktivitas baru yang muncul setelah adanya stasiun dan pasar, antara lain daerah industri, perkantoran, pemerintahan, pusat perdagangan, dan permukiman. Selain keberadaan stasiun kereta api dan pasar Kiaracondong, perkembangan kawasan sekitar dipengaruhi oleh dibukanya jalur Lingkar Selatan yang dibangun sekitar tahun 1980-an, yang bertujuan untuk menghubungkan antara daerah Bandung Selatan dengan Bandung Utara. Adanya jalur Lingkar Selatan membuat kawasan sekitar menjadi sangat strategis lokasinya, sekaligus memudahkan sirkulasi orang yang hendak ke pusat kota (BIP dan Merdeka) di sebelah Utara, ke arah Kosambi dan Alun-alun di sebelah Barat, serta ke arah Cicadas dan Cicaheum di sebelah Timur. Hal ini berdampak pada tumbuhnya pusat-pusat kegiatan baru terutama fungsi perdagangan di kawasan ini seperti Bandung Super Mall (awal tahun 2000-an) dan Mall IBCC (tahun 2003). Peningkatan penggunaan kendaraan bermotor dan penggunaan jasa kereta api yang tidak semestinya mengakibatkan lahan PT. KAI (Persero) di Kiaracondong mulai ditinggalkan aktivitasnya. Sebelumnya, lahan milik PT. KAI tersebut berfungsi sebagai tempat pendidikan dan pelatihan pegawai PT.KAI, bengkel kereta dan jembatan, serta gudang alat kereta api. Sekarang, lahan tersebut tidak dapat dimaksimalkan lagi pemanfaatannya karena besarnya biaya perawatan yang harus di keluarkan pada lahan tersebut43.
42
http://www.kereta-api.com/kota.html (di akses Pebruari 2007) Berdasarkan hasil wawancara dengan Bp. Kusyono dari pihak PT.KAI (Persero) DAOPS II Bandung, Bagian Pengembangan Properti/DITBANGUS KF, 2006.
43
67
3.1.2
Deskripsi Kawasan
Gambar 3.1. Peta Aktivitas di Sekitar Lokasi Perencanaan Sumber: Foto udara kawasan perencanaan dari Google Earth (di akses 13 April 2007).
Lokasi perencanaan berada di daerah Bandung Timur. Aktivitas di sekitar lokasi perencanaan didominasi oleh aktivitas komersial, jasa dan perkantoran, industri, dan permukiman. Fungsi yang ada pada lokasi perencanaan, adalah fungsi yang khusus melayani aktivitas PT KAI (Persero). Berikut ini merupakan data tentang fungsi bangunan yang ada pada lokasi perencanaan diatas tanah seluas 43 hektar: Tabel 3.1. Tabel Fungsi Bangunan pada Lokasi Perencanaan Fungsi Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat): Kantor, Aula, Ruang Kelas, Asrama pendidikan Balai Yasa Sintelis dan Jembatan: Kantor, Lab BPL ST, Asrama Pendidikan, Bangunan Los, Masjid PKLG (Gudang alat PT KAI): Kantor dan fasilitasnya, Bangunan Los Total Luas Bangunan
Luas bangunan (m2) 5.608 16.739
3.697 26.044
Sumber: PT.KAI (Persero) DAOPS II Bandung, Bagian Pengembanga Properti/DITBANGUS KF (2007).
68
Terdapat empat fungsi kegiatan yang menjadi generator kawasan, yaitu stasiun Kiaracondong, pasar tradisional Kiaracondong, Bandung Super Mall, dan Mall IBCC. Pasar tradisional Kiaracondong merupakan generator utama kawasan yang berfungsi selama 24 jam. Letaknya berdekatan dengan tasiun Kiaracondong, dan dihubungkan langsung oleh jaringan jalan di daerah belakang pasar. Bandung Super Mall dan Mall IBCC merupakan pusat perbelanjaan modern di kawasan ini. Daerah permukiman dan industri merupakan daerah yang memiliki fungsi homogen. Kawasan ini didominasi oleh daerah permukiman dengan tingkat kepadatan mencapai 360 jiwa hektar di Kecamatan Kiaracondong dan 201 jiwa/hektar Kecamatan Batununggal. Daerah permukiman padat terpetakan di sebelah Selatan dan Timur lokasi perencanaan, sementara daerah industri terdapat di sebelah Utara lokasi perencanaan. Terdapat ±34 perusahaan yang beroperasi dan didominasi oleh industri garmen44. Fungsi perkantoran ada di sepanjang jalan Sukabumi, jalan Laswi, dan jalan Jakarta. Fungsi perkantoran di jalan Sukabumi dan jalan Laswi bercampur dengan fungsi komersial, sehingga kawasan menjadi lebih hidup. Terutama setelah aktivitas kantor berhenti pada malam hari, kegiatan masih tetap berjalan. Fungsi perkantoran yang ada umumnya berupa kantor pemerintah kota Bandung.
3.1.3
Rencana Pengembangan Kawasan Upaya urban renewal pada lokasi perencanaan sesuai dengan rencana yang akan
dikembangkan pihak PT KAI (Persero) Daops II Bandung. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PT KAI (Persero) Daops II Bandung, Bagian Pengembangan Properti/DITBANGUS KF, yaitu mengenai rencana pengembangan properti milik PT KAI di lokasi perencanaan. PT. KAI bermaksud untuk mengoptimalkan potensi lahan pada lokasi tersebut dengan cara memasukkan fungsi yang beragam yang dapat menunjang fungsi utama stasiun, diantaranya adalah fungsi komersial, perkantoran, dan hunian. Dengan lebih mengoptimalkan fungsi lahan, diharapkan nantinya dapat memberikan nilai ekonomi bagi PT KAI dan dapat meningkatkan vitalitas kawasan di sekitarnya.
44
Kantor Penanaman Modal Daerah Kota Bandung, Jl. Cianjur 34 (Februari 2007).
69
Pemerintah kota Bandung juga berencana membangun moda transportasi baru, yaitu skytrain. Tujuannya untuk memperpendek jarak antara Bandung Timur dan pusat kota Bandung. Keberadaan moda transportasi baru yaitu skytrain dapat mendukung upaya pengembangan pada lokasi perencanaan. Terlebih jika terdapat stasiun di lokasi perencanaan. Upaya tersebut dapat mempertinggi akses dan memudahkan mobilitas orang menuju lokasi perencanaan. Tingginya aksesibilitas akan berdampak pada meningkatnya nilai lahan dan vitalitas kawasan. Pembangunan fungsi hunian untuk masyarakat golongan menengah dan menengah kebawah juga sejalan dengan rencana pemerintah yang akan membangun hunian kembali di pusat kota. Pemerintah pusat mencanangkan program pembangunan 1000 blok rumah susun sederhana, pada 10 kawasan perkotaan di Indonesia untuk periode lima tahun ke depan45. Pembangunan program rumah susun tersebut akan dilaksanakan terutama di kawasan perkotaan yang berpenduduk di atas 1,5 juta jiwa, antara lain di Medan, Batam, Palembang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, dan Makassar. Melalui keseragaman program dengan pihak pemerintah pusat dan kota Bandung diharapkan dapat mempermudah proses pembangunan.
3.2
Analisis Kawasan Analisis kawasan dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang terjadi,
potensi yang dimiliki, dan prospek yang bisa dikembangkan. Agar nantinya dapat terlihat faktor mana saja yang harus dilakukan upaya pembaharuan untuk meningkatkan vitalitas kawasan.
3.2.1
Peruntukan Lahan Makro Pusat primer kota Bandung terletak di kawasan alun-alun Bandung, yang
didominasi oleh aktivitas komersial. Alun-alun kota Bandung terletak di sebelah Barat sungai Cikapundung, hal ini mengakibatkan pusat-pusat aktivitas kota masih terfokus di wilayah Bandung Barat. Berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bandung Tahun 2013, untuk mengembangkan wilayah Bandung Timur akan dibuat satu 45
Kebijakan dan Rencana Strategis Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan Tahun 2007-2011 (http://www.kemenpera.go.id/file_download/c-gambar/draft_jakstra_rusun.pdf.)
70
pusat primer yaitu pusat primer Gedebage, sehingga kota Bandung akan memiliki dua pusat primer untuk wilayah Bandung Timur dan Bandung Barat. Kemudian untuk memeratakan pembangunan di bagian kota lainnya akan dikembangkan enam pusat sekunder, yaitu di wilayah Bojonegara (pusat sekunder di Setrasari), wilayah Tegallega (Kopo Kencana), wilayah Cibeunying (Sadangserang), wilayah Karees, wilayah Ujungberung (Arcamanik), dan wilayah Gedebage (Margasari).
Gambar 3.2. Peta Peruntukan Lahan Makro Sumber: Dinas Tata Kota Kotamadya Bandung dan Analisis Lapangan
71
Lokasi perencanaan termasuk dalam wilayah perencanaan Karees, kecamatan Batununggal, yang memiliki pengembangan fungsi makro sebagai daerah komersial, jasa dan perkantoran, industri, dan permukiman. Fungsi komersial berkembang pada jalan kota yang memiliki fungsi menghubungkan antar kawasan primer. Di sekitar lokasi perencanaan terdapat tiga pusat aktivitas komersial, yaitu pasar tradisional Kiaracondong, pusat perbelanjaan Bandung Super Mall dan Mall IBCC. Aktivitas perdagangan di pasar Kiaracondong berdampak pada tumbuhnya aktivitas sejenis di sepanjang jalan Kiaracondong. Keberadaan pasar Kiaracondong didukung oleh stasiun kereta api Kiaracodong, yang dapat melayani aktivitas para pedagang dari kawasan pinggiran kota, seperti Padalarang dan Rancaekek. Keberadaan pusat perbelanjaan IBCC dipengaruhi oleh pertumbuhan aktivitas perdagangan di jalan Ahmad Yani. Pasar Kiaracondong yang beroperasi selama 24 jam merupakan generator di kawasan ini. Keberadaan pasar Kiaracondong dan fungsi komersial disekitar jalan Kiaracondong menimbulkan dampak positif dan negatif bagi kawasan. Dampak positifnya, kawasan menjadi hidup. Sementara dampak negatifnya, terganggunya kenyamanan dan keamanan pejalan kaki, karena pedagang informal (PKL) berjualan di atas jalur pejalan kaki. Permasalahan lain yang terjadi adalah fungsi komersial yang ada di jalan Kiaracondong tidak dilengkapi dengan sarana parkir kendaraan yang seharusnya, sehingga pengguna gedung menggunakan badan jalan sebagai area parkir dan area bongkar muat barang. Aktivitas fungsi perkantoran berada di sekitar jalan utama kota Bandung, seperti di sepanjang jalan Laswi, jalan Sukabumi, jalan Jakarta, dan jalan Gatot Subroto. Fungsi perkantoran biasanya berada dekat dengan fungsi komersial dan fungsi pelayanan jasa lain. Hal ini dapat disebabkan adanya kebutuhan makan, minum, belanja, dan hiburan para karyawan kantor. Keadaan seperti ini terjadi di sekitar jalan Laswi dan jalan Ahmad Yani. Di jalan Sukabumi hanya memiliki fungsi yang homogen, yaitu fungsi perkantoran, sehingga jalan ini hanya ramai pada waktu tertentu saja. Pertumbuhan fungsi rumah makan dan restoran di sepanjang jalan Laswi dipengaruhi juga oleh pertumbuhan jalan Riau sebagai pusat perdagangan dan perbelanjaan. Stasiun Kiaracondong merupakan salah satu fungsi pelayanan umum yang ada di kawasan studi. Stasiun Kiaracondong melayani penumpang kereta api dari/menuju pusat
72
kota Bandung (stasiun Bandung) dan daerah pinggiran Bandung (Rancaekek dan Padalarang). Letak stasiun Kiaracondong cukup strategis, karena jaraknya kurang dari 300 meter dengan pasar Kiaracondong dan kawasan industri. Fungsi industri berada di sebelah Utara lokasi perencanaan, yang di dominasi oleh industri garmen. Keberadaan pabrik industri yang tidak disertai dengan penyediaan fungsi hunian berdampak pada timbulnya permasalahan kebutuhan hunian bagi pekerja di sekitar kawasan industri. Adanya kantong-kantong permukiman yang dijadikan tempat kos-kosan pekerja industri merupakan fenomena yang terjadi di sekitar pabrik. Fungsi homogen menyebabkan daerah tersebut hanya ramai pada waktu tertentu, dimana pada saat istirahat atau pergantian shift kerja. Fungsi permukiman berkembang dibelakang aktivitas kegiatan komersial, jasa dan perkantoran. Pertumbuhan daerah permukiman disekitar lokasi perencanaan merupakan gambaran kebutuhan warga akan fungsi hunian yang dekat pusat kota. Fungsi permukiman berkembang horizontal, sehingga daerah yang ada semakin padat. Penyebaran hunian ini dapat menimbulkan berbagai macam permasalahan, diantaranya masalah pencapaian menuju transportasi kota dan masalah ketidakseimbangan antar kepadatan bangunan dan ruang terbuka sebagai ruang komunal. Stasiun kereta api Kiaracondong awalnya memiliki keterikatan aktivitas dengan fungsi lokasi perencanaan, karena fungsi yang ada pada lokasi perencanaan hanya diperuntukan untuk antivitas PT KAI. Pemanfaatan jasa kereta api yang tidak semestinya berdampak pada ditinggalkannya fungsi kegiatan pada lokasi perencanaan, sehingga lahan menjadi tidak terawat46. Implikasi fungsi yang khusus untuk kegiatan perkereta apian adalah perkembangan aktivitas sekitar terputus. Fungsi komersial, jasa dan perkantoran, serta pabrik industri di sekitar lokasi perencanaan tidak dapat bersinergi dengan fungsi yang ada di lahan PT KAI. Prospek yang bisa di lakukan pada lokasi perencanaan guna mengatasi permasalahan yang ada terkait dengan upaya urban renewal, antara lain: 1. Merencanakan pengembangan multi fungi agar kawasan hidup sepanjang waktu.
46
http://www.bandung.go.id/index.php?fa=kecamatan.detail&id=19 (di akses Mei 2007).
73
2. Merencanakan fungsi kegiatan yang dapat mendukung fungsi sekitarnya, seperti mengembangkan fungsi hunian untuk mendukung fungsi industri dan perkantoran, serta mendorong upaya peremajaan permukiman kumuh di kawasan sekitar. 3. Merencanakan ruang publik yang dapat digunakan warga serta pedagang informal yang sudah ditata dan desain tempat penjualannya, guna menghidupkan kawasan. 4. Merencanakan sarana parkir kendaraan sesuai dengan fungsi bangunannya.
3.2.2
Intensitas Bangunan Kawasan
Gambar 3.3. Peta Rencana Intensitas Bangunan Kawasan Sumber: Dinas Tata Kota Kotamadya Bandung dan Analisis Lapangan
74
Ada dua permasalahan pada kawasan sekitar terkait dengan intensitas bangunan. Yang pertama, intensitas bangunan eksisting untuk fungsi hunian melebihi rencana intensitas bangunan yang ditetapkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, foto udara, dan peta kawasan menunjukan bahwa koefisien lantai dasar untuk fungsi hunian banyak yang mencapai 100% dari luas lahan, sementara ketinggian rata-rata bangunannya adalah 2-4 lantai. Keadaan tersebut mengakibatkan jarak antar bangunan menjadi sangat rapat dan kondisi ini tidak baik apabila terjadi bahaya kebakaran. Daerah hunian tumbuh secara horizontal. Luas lahannya mencapai 48.57% dari luas total wilayah Kecamatan Batununggal, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 201 jiwa/hektar47. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013, kebutuhan rumah di Kecamatan Batununggal pada tahun 2008 adalah sekitar 20.000 rumah, sementara untuk seluruh kota Bandung membutuhkan 72.000 rumah. Untuk mengurangi jumlah kebutuhan rumah dapat dilakukan dengan pengembangan rumah susun, karena luas lahan yang semakin terbatas di daerah perkotaan. Permasalahan yang kedua, kurangnya ruang terbuka kota karena tingginya intensitas bangunan eksisting. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013, Wilayah Karees membutuhkan fasilitas taman dan ruang terbuka kota seluas 211.000 meter2. Maka, guna mengimbangi kepadatan bangunan di kawasan sekitar perlu diusulkan pengembangan ruang terbuka pada lokasi perencanaan. Ruang terbuka tersebut nantinya berfungsi juga sebagai ruang publik yang bertujuan untuk menghidupkan kawasan.
Gambar 3.4. Situasi Fungsi Industri di Jalan Serang Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (2007)
Dua bangunan pusat komersial di kawasan studi, pasar Kiaracondong dan Badung Super Mall, memiliki intensitas bangunan yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Bandung Super Mall memiliki KDB 25% diatas lahan seluas 8 hektar 47
Pemerintah Kota Bandung. (2007). Data Kependudukan Kecamatan Batununggal per April 2007. http://www.bandung.go.id/index.php?fa=kecamatan.detail&id=19 (di akses Mei 2007)
75
dengan jumlah lantai empat48. Kemudian pasar tradisional Kiaracondong memiliki tingkat kepadatan 4 lantai dan sesuai dengan rencana RTRW Kota Bandung Tahun 2013, yaitu KDB 70% dan KLB 2,1. Akan tetapi pembangunan fungsi komersial di sekitar pasar melebihi rencana yang ditetapkan. Bangunan yang ada rata-rata memiliki KDB 100% dengan jumlah lantai mencapai 4 lantai. Intensitas bangunan yang tinggi di sekitar pasar Kiaracondong dapat disebabkan oleh lima faktor. Pertama adalah pasar tradisional Kiaracondong merupakan pusat primer di kawasan ini. Kedua adalah jaraknya kurang dari 300 meter dari stasiun kereta api Kiaracondong. Ketiga adalah fungsi jalan Kiaracondong sebagai jalan kolektor primer (jalan utama kota). Keempat adalah dilalui oleh 7 jalur transportasi kota, sehingga pencapaiannya mudah. Yang terakhir adalah kondisi lahan cenderung mahal, sehingga intensitas bangunannya akan tinggi.
Gambar 3.5. Situasi Fungsi Komersial di Kawasan Sekitar Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (2007)
Bangunan fungsi perkantoran yang ada di sekitar kawasan diantaranya kantor Pemerintah Kota Bandung, kantor Kejaksaan Negeri Bandung, kantor PLN, dan kantor Jasa Marga (KIR). Kantor-kantor pemerintahan tersebut umumnya memiliki intensitas bangunan yang sesuai dengan rencana pemerintah kota, yaitu KDB 50% dan KLB 1,5. Kantor pelayanan satu atap Kota Bandung memiliki jumlah lantai 3, sementara kantor Kejaksaan Negeri Bandung, PLN, dan Jasa Marga memiliki jumlah ketinggian lantai 2.
Gambar 3.6. Situasi Fungsi Perkantoran di Kawasan Sekitar Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (2007)
48
Andyono, Yuli S. (2006). Indonesia Shopping Centers. PT. Griya Asri Prima.
76
Lokasi perencanaan memiliki peruntukan lahan sebagai fungsi jasa dan perkantoran yang memiliki rencana intensitas bangunan, yaitu KDB 50% dan KLB 1,5. Bangunan terbangun di lokasi perencanaaan memiliki ketinggian 1-2 lantai, dengan luas lahan terbangun kurang dari 10% dari total luas lahan. Keadaan ini menggambarkan intensitas bangunannya masih di bawah RTRW Kota Bandung Tahun 2013. Saat ini kondisi bangunan dan area terbangun mulai mengalami penurunan kualitas fisik yang mengarah pada penurunan vitalitas49. Guna meningkatkan vitalitas lokasi perencanaan, meningkatkan nilai ekonomi dan menarik pihak investor, maka perlu diusulkan untuk di tingkatkan intensitas bangunannya sesuai dengan esensi urban renewal.
3.2.3
Aksesibilitas Kawasan terhadap Lokasi Perencanaan
Gambar 3.7. Peta Hirarki Jalan di Sekitar Lokasi Perencanaan Sumber: Dinas Tata Kota Kotamadya Bandung dan Analisis Lapangan 49
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bp. Kusyono dari pihak PT.KAI (Persero) DAOPS II Bandung, Bagian Pengembangan Properti/DITBANGUS KF, 2006.
77
Lokasi perencanaan dilalui oleh 4 jalan yang memiliki 3 perbedaan hirarki jalan. Di sebelah Timur dilalui oleh jalan Kiaracondong yang berfungsi sebagai jalan kolektor primer. Sebelah Selatan dilalui oleh jalan Jembatan Opat sebagai jalan kolektor sekunder. Di sebelah Barat dilalui oleh jalan Laswi dan jalan Sukabumi yang berfungsi sebagai jalan arteri sekunder. Kemudian di sebelah Utara lokasi perencanaan dilalui oleh jalan Sukabumi Dalam sebagai jalan kolektor sekunder. Fungsi jalan Kiaracondong adalah melayani pergerakan orang dan barang antara kota Bandung dengan kabupaten Bandung. Di jalan ini terdapat satu akses menuju lokasi perencanaan. Akan tetapi akses ini hanya dapat dicapai dari arah Selatan, karena pada jalan Kiaracondong terdapat pemisah jalur jalan. Kondisi ini menyulitkan orang yang bergerak dari arah Utara (pusat kota) menuju lokasi perencanaan. Maka dari itu, untuk memudahkan pencapaian menuju lokasi perencanaan perlu diatur kembali area perputaran kendaraan di sekitar jalan Kiaracondong. Permasalahan lain yang terjadi pada sepanjang jalan Kiaracondong adalah mengenai lahan parkir. Jumlah lahan parkir tidak tersedia sebagaimana mestinya, sesuai dengan fungsi bangunan yang bersangkutan terutama fungsi komersial. Kendaraan menggunakan jalan pejalan kaki dan jalan kendaraan sebagai lahan parkir. Implikasinya adalah sirkulasi pejalan kaki dan kendaraan terganggu, serta terjadinya kemacetan karena ½ dari lebar jalan digunakan untuk parkir kendaraan.
Gambar 3.8. Situasi Jalan Kiaracondong Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (Pebruari 2007)
Jalan Jembatan Opat berfungsi untuk melayani aktivitas antar persil di sekitar jalan itu dengan jalan Laswi dan jalan Kiaracondong. Akses yang terbatas dan lebar jalan yang kurang dari 6 meter menjadikan daerah ini memiliki aktivitas yang homogen, yaitu hanya sebagai daerah permukiman. Permasalahan pada jalan ini adalah terjadinya
78
penyempitan jalan pada satu daerah, yang semula memiliki lebar 6 meter menjadi hanya setengahnya. Hal ini berakibat terganggunya pergerakan orang di sekitar daerah tersebut. Permasalahan lainnya adalah tidak adanya akses munuju lokasi perencanaan di sebelah Utara jalan, karena terbagi oleh jalur rel kereta api. Keadaan ini mengakibatkan sulit berkembangnya fungsi kegiatan di antara kedua daerah ini.
Gambar 3.9. Situasi Jalan Jembatan Opat Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (Pebruari 2007)
Jalan Laswi dan jalan Sukabumi yang berada di sebelah Barat lokasi perencanaan, memiliki fungsi jalan untuk melayani pergerakan orang dari kawasan Bandung Selatan (didominasi oleh fungsi permukiman) menuju kawasan Bandung Utara dan Tengah, yaitu pusat aktivitas perdagangan dan perkantoran. Terdapat satu akses menuju lokasi perencanaan pada masing-masing jalan tersebut. Adanya kedua akses tersebut dapat memudahkan pencapaian orang dari arah Utara (pusat kota).
Gambar 3.10. Situasi Jalan Laswi dan Jalan Sukabumi Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (Pebruari 2007)
Jalan Sukabumi Dalam berfungsi menghubungkan persil di sebelah Utara lokasi perencanaan dengan jalan Sukabumi. Permasalahan pada jaringan jalan ini sama dengan jalan Jembatan Opat yaitu terjadinya penyempitan jalan dan tidak adanya akses menuju lokasi perencanaan. Akibatnya adalah tidak adanya kemudahan mobilisasi pengguna
79
fungsi di daerah ini, seperti pabrik industri, permukiman, dan PT KAI. Keadaan ini juga menyebabkan sulit datangnya investasi pembangunan ekonomi pada kawasan.
Gambar 3.11. Peta Aksesibilitas Menuju Lokasi Perencanaan Sumber: Dinas Tata Kota Kotamadya Bandung dan Analisis Lapangan
Ukuran lahan yang besar dan tidak dibarengi dengan keragaman pencapaian, mengakibatkan pencapaian menuju lokasi perencanaan tidak mudah. Pada lahan yang memiliki panjang maksimal 1.5 kilometer dan lebar terbesar 375 meter, hanya terdapat 3 akses menuju lokasi perencanaan serta 2 jalan yang melintas di pinggir lokasi perencanaan. Untuk dapat meningkatkan vitalitas dan mendorong investasi ekonomi, harus ada perbaikan pencapaian pada lokasi perencanaan. Prospek yang bisa dilakukan adalah dengan memperbanyak akses menuju lokasi perencanaan, karena lokasi perencanaan letaknya strategis yaitu dilalui oleh jalan utama kota Bandung.
3.2.3.1 Pencapaian dengan transportasi kota Potensi yang dimiliki lokasi perencanaan adalah dilalui oleh transportasi kota dan jaraknya lebih kurang 0.5 kilometer dari stasiun Kiaracondong. Jalan Kiaracondong dilalui oleh transportasi kota selama 24 jam/hari. Akan tetapi keberadaan sarana transportasi kota tidak dibarengi dengan penyediaan fasilitas penunjang seperti tempat pergantian moda dari jalan kendaraan ke jalan pejalan kaki. Transportasi kota (seperti
80
angkutan kota dan bus kota) menaikan dan menurunkan penumpang di sembarang tempat, sehingga mengakibatkan terganggunya pergerakan kendaraan lain.
Gambar 3.12. Peta Jaringan Transportasi Kota Sumber: Dinas Tata Kota Kotamadya Bandung dan Analisis Lapangan.
Sistem transportasi di sekitar lokasi perencanaan dibagi menjadi 5 jalur transportasi, yang terdiri atas 3 moda yaitu angkutan kota (minibus), bis kota, dan kereta api. Jalur 1 dilalui oleh 7 jalur angkutan kota (angkot), dan salah satunya beroperasi selama 24 jam/hari, yaitu angkot dengan jurusan Cibiru-Cicadas. Angkutan kota pada jalur ini umumnya melayani aktivitas warga dari kawasan permukiman di Bandung Timur dan Selatan menuju kawasan pusat kota Bandung. Rute transportasi kota jalur ini melewati jalan Kiaracondong dan jalan Jakarta. Jalur 2 dilalui oleh 2 jalur angkutan kota yaitu jurusan Antapani-Ciroyom dan Panghegar-Dipatiukur. Rute jalur 2 berfungsi melayani aktivitas permukiman dengan aktivitas pusat kota Bandung. Jalan yang dilaluinya adalah jalan Jakarta dan jalan Sukabumi. Untuk jalur 3 hanya dilalui oleh angkutan kota dengan jurusan Cikudapateuh-Ciroyom. Jalur 4 dilalui oleh bis DAMRI dengan jurusan Cicaheum-
81
Tanjungsari. Bis DAMRI melayani aktivitas antar wilayah, dalam hal ini menghubungkan kota Bandung dengan kabupaten Sumedang. Pergerakan utama transportasi kota umumnya bergerak dari arah Timur menuju arah Barat dan Utara kota Bandung. Hal ini dikarenakan lokasi perencanaan berada di tengah pergerakan rute transportasi kota, maka perlu direncanakan alur pergerakan transportasi kota yang akan melalui lokasi perencanaan. Perencanaan alur pergerakan transportasi kota pada lokasi perencanaan bertujuan untuk memudahkan distribusi pergerakan orang menuju tiap fungsi kegiatan yang dikembangkan. Moda transportasi masal lainnya adalah kereta api di stasiun Kiaracondong yang melayani aktivitas dalam kota dan antar kota. Salah satu rutenya adalah rute pulang pergi Rancaekek-Bandung-Padalarang, yang hanya melayani pada pagi, siang dan sore hari. Moda ini dipakai oleh warga yang bekerja dan berusaha di kota Bandung, namun tinggal di pinggiran kota Badung. Permasalahan pada daerah sekitar stasiun adalah tidak tersedianya jalan pejalan kaki menuju moda transportasi kota lain (angkutan kota), sehingga memberikan rasa tidak aman dan nyaman kepada pengguna transportasi ini.
3.2.3.2 Pencapaian pejalan kaki
Gambar 3.13. Peta Jaringan Pejalan Kaki Sumber: Dinas Tata Kota Kotamadya Bandung dan Analisis Lapangan.
82
Berdasarkan hasil analisis lapangan terdapat dua kondisi jalan pejalan kaki di sekitar lokasi perencanaan. Pertama adalah jalan yang memiliki jalan khusus pejalan kaki dengan lebar antara 1.2-1.5 meter, tetapi masih belum bisa memberikan rasa nyaman dan aman kepada pengguna. Hal ini disebabkan karena daerah jalan pejalan kaki dipergunakan untuk usaha para pedagang kaki lima dan parkir kendaraan. Keadaan ini pada akhirnya membuat pejalan kaki berjalan di jalur kendaraan, yang dapat menyebabkan kecelakaan. Kondisi jalan seperti ini terdapat di sekitar jalan Kiaracondong dan jalan Laswi. Kondisi yang kedua adalah jalan yang tidak memiliki jalan khusus pejalan kaki. Pejalan kaki yang berjalan di bahu jalan kendaraan tentunya memiliki rasa tidak aman. Keadaan seperti ini dapat membuat orang enggan untuk berjalan kaki. Mereka akan memilih moda transportasi lain yang dapat memberikan rasa keamanan dan kenyamanan. Permasalahan ini terjadi di beberapa ruas jalan seperti di jalan Sukabumi, jalan Sukabumi Dalam, dan jalan Serang. Hal tersebut cukup disayangkan, karena pada daerah tersebut terdapat pabrik industri, kantor pemerintahan, dan pusat perdagangan. Prospek yang bisa dilakukan adalah melakukan peremajaan jalan pejalan kaki. Fungsi kegiatan yang direncanakan pada lokasi perencanaan dihubungkan dengan fungsi di sekitarnya, melalui perencanaan jalan pejalan kaki yang baik. Kualitas jalan pejalan kaki yang baik diharapkan dapat mendorong warga untuk berjalan kaki dalam beraktivitas, serta memudahkan pencapaian orang pada kawasan.
3.3
Analisis Pengembangan Rumah Susun Sederhana Kajian ini bertujuan untuk merumuskan rumah susun sederhana bagaimana yang
akan dikembangkan sesuai dengan kondisi kawasan kaitannya dalam urban renewal. Analisis ini terbagi menjadi dua, yaitu analisis lokasi dan analisis bangunan. Analisis lokasi bertujuan menganalisis kesuaian lokasi perencanaan dengan aktivitas sekitarnya, maksudnya agar rusun yang dikembangkan dapat saling mendukung dengan aktivitas kawasan. Kemudian analisis bangunan bertujuan untuk mencari model rusun bagaimana yang sesuai dengan kondisi kawasan, yang dilihat dari aspek luas unit hunian, ketinggian bangunan, fasilitas penunjang, hingga pertimbangan kemudahan perawatan.
83
3.3.1
Analisis Lokasi Rumah Susun Sederhana
3.3.1.1 Jarak terhadap Tempat Kerja Ada dua faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan rusun yang terkait dengan masalah jarak terhadap tempat kerja adalah aksesibilitas dan dekat jaringan transportasi kota. Aksesibilitas merupakan pencapaian dari dan keluar kompleks rusun. Faktor ini menentukan elemen-elemen arsitektural lahan, seperti penempatan pintu masuk dan keluar, jalan pejalan kaki, dan jalan kendaraan bermotor. Saat ini lokasi perencanaan hanya dapat dicapai dari dua arah yaitu Barat dan Timur melalui 3 akses. Agar vitalitas lokasi perencanaan meningkat maka pencapaiannya harus mudah dicapai dari segala arah. Oleh karena itu, perlu dibuka jalur-jalur pencapaian baru pada lokasi perencanaan. Jalan di sekitar lokasi perencanaan yang dilalui oleh transportasi kota adalah jalan Kiaracondong, jalan Sukabumi, dan jalan Laswi, sehingga daerah lokasi perencanaan di sekitar jalan tersebut dapat dicapai dengan mudah. Akan tetapi, pada bagian dalam lokasi perencanaan sepanjang 1.5 kilometer tidak terdapat jaringan transportasi kota. Untuk memberikan kemudahan pencapaian dan mendukung aktivitas baru nantinya, perlu direncanakan jalur khusus transportasi kota dan shelter area yang dapat digunakan transportasi kota ketika melewati lokasi perencanaan. Perencanaan shelter area dapat disatukan lokasinya dengan stasiun skytrain yang juga akan dikembangkan, tujuannya untuk memudahkan pencapaian dan pergerakan orang. Aktivitas yang ada dan aktivitas yang akan dikembangkan akan mempengaruhi pemilihan lokasi rusun. Aktivitas disekitar lokasi rusun dapat dijadikan salah satu propsek calon penghuni nantinya. Lokasi rusun dianjurkan dekat dengan tempat kerja dan aktivitas produktif lainnya yang memungkinkan penghuni untuk berjalan kaki ke tempat kerjanya. Lokasi perencanaan hanya berjarak kurang dari 1 kilometer terhadap aktivitas jasa dan perkantoran, komersial, pemerintahan, dan pabrik industri. Salah satu permasalahan yang ada di kawasan adalah tidak tersedianya fasilitas hunian bagi para pekerja pabrik industri. Maka salah satu model rusun yang dapat dikembangkan pada lokasi perencanaan adalah rusun untuk pekerja pabrik. Pengembangan rusun lainnya dapat diperuntukan untuk para karyawan kantor dan staf pemerintah.
84
Rusun yang dikembangkan juga bisa diperuntukan untuk warga yang tinggal di daerah permukiman di kawasan sekitar. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi tingkat kepadatan di daerah permukiman tersebut. Adanya rusun ini, penghuni yang tinggal dengan cara mengontrak di kawasan sekitar dapat pindah ke lingkungan rusun yang lebih baik. Kemudian daerah permukiman sekitar yang padat dan kumuh bisa didorong untuk dilakukan peremajaan dan perbaikan lingkungan fisik. Dengan demikian upaya urban renewal pada lokasi perencanaan tidak hanya cara untuk memperbaiki kualitas fisik lahan milik PT KAI saja, tetapi juga dapat mendorong upaya peremajaan lain di kawasan sekitarnya.
3.3.1.2 Jarak terhadap Fasilitas Pelayanan Umum Salah satu esensi dari urban renewal adalah meningkatkan kemampuan sarana dan prasarana bagian kota. Melalui upaya ini bagian kota dapat menjadi lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan warganya. Mereka tidak perlu keluar kebagian kota lain karena semua yang diperlukan telah tersedia, termasuk fasilitas pelayanan umum kota. Tujuan yang hendak dicapai adalah efisiensi waktu dan efisiensi biaya.
Gambar 3.14. Fungsi Pelayanan Umum di Kawasan Sekitar Sumber: Dinas Tata Kota Kotamadya Bandung dan Analisis Lapangan.
85
Berdasarkan hasil survey lapangan, di sekitar kawasan terdapat berbagai fasilitas pelayanan umum kota seperti sekolah dasar, masjid, gereja, pusat perdagangan, stasiun kereta api, puskesmas, dan rumah sakit. Jarak fasilitas umum dari lokasi perencanaan masih sesuai dengan standar yang dianjurkan, sehingga penghuni rusun dapat memanfaatkan fasilitas umum tersebut. Akan tetapi kebutuhan hidup sehari-hari penghuni tidak akan tergantung semuanya pada fasilitas yang ada di kawasan sekitar. Kompleks rusun hanya memanfaatkan sebagian fasilitas yang ada untuk menunjang keberadaan rusun, seperti sekolah dasar yang hanya berjarak 200 meter dari lokasi, pasar tradisional Kiaracondong, dan sarana transportasi kota. Sebagian lagi akan disediakan di kompleks rusun seperti tempat olahraga dan area bermain, Taman Kanakkanak, tempat untuk berdagang dan berusaha, tempat ibadah, serta ruang serba guna. Tujuannya agar penghuni dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa harus pergi keluar kompleks rusun. Permasalahan disekitar kawasan adalah kurangnya ruang terbuka kota. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013, Wilayah Karees membutuhkan fasilitas taman dan ruang terbuka kota seluas 211.000 meter2. Oleh karena itu, pengembangan lokasi perencanaan dan rusun harus diimbangi dengan pengembangan ruang terbuka, termasuk taman lingkungan. Upaya ini dilakukan juga untuk mengurangi tingkat kepadatan area terbangun di kawasan sekitar, serta memperbaiki kondisi fisik lingkungan.
3.3.2
Analisis Bangunan Rumah Susun Sederhana
3.3.2.1 Unit Hunian Permasalahan pada rusun yang telah dibangun oleh pihak Perumnas terkait dengan masalah unit hunian adalah jumlah penghuni dalam satu unit hunian melebihi dari standar kapasitasnya. Unit hunian yang banyak dikembangkan oleh pihak Perumnas adalah unit hunian dengan luas 36 m2 (tipe 36) dan 21 m2 (tipe 21).
Tipe 21
merupakan luas satuan hunian minimal. Rusun yang mengembangkan tipe-tipe tersebut, diantaranya rusun Tanah Abang dan rusun Kebon Kacang di Jakarta, serta rusun Sarijadi di Bandung.
86
Rusun tipe 21 adalah hunian yang hanya diperuntukan untuk penghuni maksimal dua orang, tetapi pada kenyataanya digunakan oleh lebih dari dua orang. Sebagai contoh kasus adalah pada rusun Tanah Abang yang diperuntukan bagi golongan ekonomi menengah. Rumah susun ini dihuni dengan sistim milik. Pada awalnya unit hunian ini dihuni oleh 2 orang, akan tetapi seiring berjalannya waktu penghuni lama menjual unit huniannya. Permasalahan yang terjadi adalah penghuni baru hunian tersebut jumlahnya melebihi dari kapasitasnya, yaitu 3 orang. Implikasinya adalah penghuni tidak bisa tenang dan nyaman tinggal di rusun tersebut karena ruangan yang sempit. Permasalahan sama juga terjadi pada tipe 36. Idealnya unit hunian ini digunakan oleh satu keluarga, yang terdiri atas bapak, ibu, dan 2 orang anak. Akan tetapi, kondisi tersebut menjadi tidak ideal jika satu keluarga terdiri atas bapak, ibu, dan 4 orang anak. Semua kondisi seperti itu bisa terjadi karena standarisasi yang sudah ditetapkan untuk tiap unit hunian tidak dilaksanakan secara tegas oleh pengelola rusun terhadap penghuninya. Kemudian rusun dengan sistem milik membuat hak penghuni begitu besar atas penggunaan unit huniannya, sehingga pengelola rusun sulit mengontrol dan terjadi penyimpangan-penyimpangan. Ketidak seimbangan antara luas unit hunian dengan jumlah penghuni berdampak pada pembangunan perluasan unit hunian, terutama di lantai dasar oleh penghuninya. Keadaan seperti ini terjadi pada rusun Tanh Abang dan rusun Kebon Kacang yang dihuni dengan sistim milik. Tindakan seperti itu sebenarnya tidak dibenarkan karena menggunakan barang bersama (teras/halaman) untuk kepentingan pribadi. Untuk menghindari permasalahan yang serupa pada lokasi perencanaan, perlu difikirkan solusi pemecahannya. Solusi pertama adalah dengan meningkatkan standar luas unit hunian, misal 36m2 menjadi 45m2. Akan tetapi penambahan luas unit hunian akan berdampak pada meningkatnya biaya pembangunan rusun dan biaya kepemilikan/sewa unit huniannya. Solusi kedua adalah menerapkan sistem sewa pada huniannya, sehingga pengelola rusun dapat dengan mudah mengontrol perilaku penghuni dan dapat menerapkan peraturan secara tegas tentang jumlah penghuni yang berhak tinggal tinggal di rusun.
87
Gambar 3.15. Penambahan Luas Unit Hunian di Rusun Tanah Abang. Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (Pebruari 2007)
3.3.2.2 Ketinggian Bangunan Ketinggian bangunan rusun akan mempengaruhi sarana transportasi vertikal yang akan dipergunakan. Rusun yang banyak dikembangkan oleh pihak Perumnas adalah rusun dengan ketinggian bangunan rata-rata 4-5 lantai. Beberapa rusun yang memiliki ketinggian bangunan tersebut antara lain rusun Tanah Abang, rusun Kebon Kacang, dan rusun Pulo Gadung di Jakarta, serta rusun Sarijadi, dan rusun Industri Dalam di Bandung. Sarana transportasi vertikalnya menggunakan tangga. Rusun yang menggunakan tangga sebagai sarana transportasi vertikal sebaiknya tinggi bangunannya tidak melebihi lima lantai. Faktor yang mendasarinya adalah kemudahan pencapaian dan masyarakat menengah terbiasa hidup dekat dengan tanah (landed houses). Unit hunian di lantai dasar akan lebih mudah dicapai tanpa harus menggunakan tangga di banding unit hunian di lantai atas. Kemudian kebiasaan masyarakat menengah tinggal dekat dengan tanah dapat menyebabkan sulitnya proses adaptasi untuk tinggal di rusun. Implikasinya adalah penghuni enggan untuk tinggal di lantai paling atas dan sebisa mungkin mereka tinggal di lantai paling bawah. Sejak tahun 1996, Perumnas mulai membangun rusun yang menggunakan lift sebagai alat transportasi vertikalnya. Proyek rusun yang pertamanya adalah rusun Pasar Jumat yang memiliki tinggi bangunan 10 lantai, kemudian diikuti oleh pembangunan rusun Kemoyaran 2. Saat ini, melalui program pembangunan 1000 blok rumah susun sederhana yang digagas oleh pihak pemerintah, Perumnas mulai membangun rusun dengan ketinggian 20 lantai. Salah satu proyek perencanaanya adalah rusun Pulogebang, Jakarta Timur, yang akan memiliki 10 menara di atas lahan seluas 7,9 hektar.
88
Permasalahan yang sudah-sudah mengenai bangunan rusun diatas 5 lantai untuk golongan menengah adalah lift yang sudah tidak berfungsi atau rusak, seperti yang terjadi pada rusun Pasar Jumat. Hal tersebut dikarenakan penghuni belum siap untuk menggunakan sarana yang modern. Lift sering digunakan oleh anak-anak penghuni rusun sebagai area bermain. Untuk menghindari permasalahan serupa pada lokasi perencanaan dapat dilakukan dengan cara pengaturan sistem pemberhentian lift, seperti yang dilakukan pada Maharasthra Housing di India. Lift hanya akan berhenti pada lantai tertentu, selain itu lift juga bisa dioperasikan pada waktu tertentu saja, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013 untuk fungsi perumahan dengan bangunan tinggi memiliki nilai KDB 15% dan KLB 1,5. Kemudian untuk bangunan sedang memiliki KDB 25% dan KLB 1,25. Apabila pembangunan rusun di lokasi penelitian sesuai dengan ketentuan KDB dan KLB yang ditentukan oleh pemerintah kota Bandung, maka akan diperoleh ketinggian maksimal masing-masing adalah 5 lantai dan10 lantai.
3.3.2.3 Keragaman Fungsi Pengembangan rusun yang memiliki keragaman fungsi pada kompleksnya dimaksudkan agar semua kebutuhan hidup penghuni sehari-hari dapat terpenuhi. Upaya ini sesuai dengan esensi urban renewal agar kawasan yang diperbaharui menjadi lebih mandiri dalam melayani warganya sehingga tidak membebani kawasan lain. Keragaman fungsi tersebut mulai dari fungsi komersial hingga fungsi pelayanan umum seperti tempat ibadah dan taman bermain. Kompleks rusun yang hanya memiliki fungsi sebagai tempat hunian (homogen) membuat aktivitas lingkungan ramai hanya pada waktu tertentu. Implikasi dari fungsi yang homogen adalah berkembangnya unit usaha oleh penghuni rusun. Pada umumnya penghuni membuka usaha pada tiga tempat. Pertama adalah penghuni berusaha di unit huniannya dengan menggunakan salah satu ruangannya, seperti ruang tamu. Kondisi ini terjadi di banyak kompleks rusun. Kedua adalah penghuni membuka usaha di teras depan huniannya, dengan membangun bangunan permanen atau non permanen. Kondisi seperti ini terjadi di rusun Tanah Abang dan Kebon Kacang Jakarta. Ketiga adalah
89
penghuni memanfaatkan ruang terbuka yang berada di sekitar kompleks rusun untuk kegiatan usaha dengan membangun bangunan permanen. Kondisi seperti ini terjadi di rusun Sarijadi Bandung. Penyimpangan pemanfaatan ruang bersama yang dijadikan untuk tempat berusaha dan berdagang para penghuni merupakan suatu pelanggaran atas benda milik bersama. Keadaan ini mengakibatkan terganggunya kenyamanan sebagian penghuni lain, serta sulitnya pengelola merawat rusun. Di sisi lain penghuni membutuhkan keragaman aktivitas di kompleks rusunnya guna memenuhi kebutuhan hidup seharihari. Berkembangnya berbagai tempat usaha juga merupakan upaya penghuni untuk mencari penghasilan tambahan. Maka dari itu untuk menghindari penyimpangan pemanfaatan benda bersama dan guna memenuhi kebutuhan hidup penghuninya, kompleks rusun sebaiknya dikembangkan dengan keragaman fungsi.
Gambar 3.16. Penyimpangan Pemanfaatan Ruang Bersama di Rusun Tanah Abang Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (Pebruari 2007)
Salah satu fasilitas yang penting pada kompleks rusun adalah ruang komunal. Perencanaan dan perancangan ruang komunal pada kompleks rusun mutlak diperlukan, karena masyarakat Indonesia terbiasa hidup di dekat dengan tanah (landed houses). Pada permukiman landed houses, warga memiliki akses yang mudah dalam hal mendapatkan area publik untuk kebutuhan interaksi sosial mereka. Keadaan tersebut berbeda dengan situasi hidup di rusun, karena adanya keterbatasan biaya pembangunan mengakibatkan perencanaan ruang komunal sering diabaikan. Perencanaan koridor yang lebar dan teras meskipun cukup mahal, tetapi dapat menghidupkan suasana kompleks rusun. Perencanaan ruang komunal meliputi bagian dalam bangunan dan luar bangunan. Koridor hunian selain memiliki fungsi utama sebagai jalur sirkulasi, juga
90
dapat berfungsi sebagai ruang komunal antar penghuni pada lantai tersebut. Aktivitas yang terjadi mungkin hanya sebagai tempat berkomunikasi dan berkumpul antar tetangga unit hunian. Permasalahan yang dapat terjadi pada ruang komunal ini adalah koridor dipakai untuk usaha berdagang, digunakan untuk menjemur pakaian, serta digunakan sebagai tempat menyimpan barang rumah tangga penghuni di lantai tersebut, yang dapat mengakibatkan terganggunya fungsi koridor. Keadaan ini bisa terjadi karena tidak tersedia area khusus untuk berjualan, unit hunian yang sudah sempit atau kesadaran penghuni yang kurang. Perencanaan ruang komunal di luar bangunan adalah ruang terbuka yang terbentuk dari susunan massa bangunan dan jaringan pejalan kaki. Ruang komunal yang sebaiknya ada pada lingkungan rusun antara lain area bermain, lapangan olahraga, ruang terbuka hijau, jalur pejalan kaki, dan selasar. Perencanaan ruang komunal yang baik dapat memberikan keuntungan bagi keberlanjutan rusun. Keuntungan pertama adalah dapat menumbuhkan rasa memiliki dari para penghuni untuk menjaga dan merawat benda bersama. Kemudian ruang komunal dapat menghidupkan kompleks rusun. Keuntungan yang terakhir adalah terciptanya keamanan lingkungan, sehingga dapat mengurangi tingkat kriminalitas.
Gambar 3.17. Ruang Komunal di Rumah Susun Tanah Abang Sumber: Foto Dokumentasi Pribadi (Pebruari 2007)
3.3.2.4 Perawatan dan Pemeliharaan Agar umur bangunan rusun sesuai dengan target yang dicapai perlu dilakukan upaya perawatan dan pemeliharaan yang baik. Permasalahan umumnya pada bangunan rumah susun adalah tingkat kesadaran yang rendah dari penghuni untuk ikut serta menjaga dan merawat lingkungannya. Penghuni belum terbiasa hidup dengan pola vertikal yang penuh dengan peraturan dan kedisiplinan. Pada permukiman dengan pola horizontal, penghuni bisa saja tidak memelihara huniannya. Akan tetapi pada hunian
91
pola vertikal, penghuni tidak bisa bersikap seperti itu, karena kotor dan rusaknya unit hunian akan mempengaruhi pada unit lain serta bangunan secara keseluruhan. Tabel 3.2. Permasalahan Perawatan dan Pemeliharaan Rumah Susun No Kesalahan Pihak Pengelola 1 Terbatasnya kemampuan teknis dalam mengoperasikan prasarana dan sarana terbangun. 2 Lemahnya penegakan aturan (law enforcement).
3
Kesalahan Pihak Penghuni Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kewajiban penghuni, seperti kelalaian dalam memenuhi kewajiban membayar iuran pengelolaan dan uang sewa/cicilan. Kurangnya informasi tentang tata cara tinggal di rumah susun, seperti penyimpangan dalam pemanfaatan unit hunian, yaitu melakukan renovasi yang berpengaruh terhadap tampilan dan kekuatan struktur bangunan. Kurangnya komunikasi dengan Penyimpangan dalam pemanfaatan benda dan ruang penghuni. bersama untuk kepentingan pribadi.
Sumber: Puslitbang Permukiman. (2005). Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana. Makalah Modul C-5_7. Departemen Kimpraswil Jakarta.
Permasalahan perawatan dan pemeliharaan kompleks rusun, dapat dibantu dengan perencanaan dan perancangan bangunan yang memudahkan penghuni dan pengelola dalam merawat dan memeliharanya. Pemilihan material yang ramah dan tahan lama, serta penempatan instalasi bangunan yang memudahkan dalam pengoperasian dapat membantu penghuni dalam merawat bangunan. Selain itu perlu juga dilakukan upaya lain guna meningkatkan kualitas pengelola dan penghuni, seperti50: 1. Pemberdayaan pengelola dalam menjalankan fungsi pengelolaan melalui pelatihanpelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan adminstrasi dan teknis. 2. Peningkatan partisipasi penghuni untuk turut memelihara prasarana, sarana dan utilitas terbangun, peningkatan kesadaran penghuni akan hak dan kewajibannya serta pemahaman terhadap tata cara tinggal di rusun, melalui program penyuluhan.
50
Puslitbang Permukiman. (2005). Perencanaan dan Pengelolaan Rumah Susun Sederhana. Makalah Modul C-5_7. Departemen Kimpraswil Jakarta.
92
3.4.
Potensi dan Permasalahan
FAKTOR Lokasi perencanaan
KOMPONEN Peruntukan lahan makro
PERMASALAHAN - Fungsi dan aktivitas pada lahan milik PT.KAI (semenjak mengalami kemunduran) tidak dapat mendukung aktivitas daerah sekitar, karena fungsinya khusus melayani PT KAI. - Fungsi komersial di sepanjang jalan Kiaracondong tidak dilengkapi sarana parkir kendaraan yang sesuai, sehingga menimbulkan kemacetan. - Fungsi yang homogen pada daerah industri dan lokasi perencanaan mengakibatkan daerah hidup pada waktu tertentu. - Aktivitas pabrik industri yang tidak menyediakan kebutuhan hunian para pekerjanya mengakibatkan timbulnya permukiman kumuh pada daerah sekitarnya. - Fungsi permukiman berkembang secara horizontal, sehingga daerah menjadi bertambah padat. Kondisi ini tidak dibarengi dengan penyediaan ruang terbuka kota. - Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013, pada tahun 2008 kecamatan Batununggal membutuhkan rumah sebanyak 20.000 rumah, sementara seluruh wilayah kota Bandung membutuhkan 72.000 rumah.
POTENSI + Lokasi cukup strategis. + Lokasi berada dekat dengan pusat aktivitas kota Bandung, diantaranya pusat pemerintahan kota Bandung, kawasan perdagangan Jl. Ahmad Yani, kawasan industri, stasiun kereta api, dan pasar Kiaracondong. + Lokasi dilalui oleh 2 jalan utama kota Bandung, yaitu Jl. Kiaracondong (di sebelah Timur) dan Jl. Laswi (di sebelah Barat). + Memiliki luas lahan yang luas, yaitu ± 43 hektar.
Intensitas bangunan
- Luas lahan terlalu besar dan hanya di gunakan untuk fungsi homogen, sehingga menyulitkan pertumbuhan ekonomi. - Intensitas bangunan fungsi permukiman, komersial, dan industri banyak yang menyalahi ketentuan intensitas bangunan maksimal yang berlaku. - Intensitas bangunan di sekitar lokasi perencanaan untuk fungsi permukiman, komersial, dan industri cukup tinggi. Keadaan tersebut menyebabkan sedikitnya sarana ruang terbuka kota.
+ Intensitas bangunan lokasi perencanaan dapat dimaksimalkan dengan fungsi kegiatan yang lebih sesuai, guna meningkatkan vitalitas dan pertumbuhan ekonomi. + Pengembangan lahan dilakukan secara vertikal, serta daerah dibawahnya dikembangkan untuk ruang terbuka kota dan ruang publik guna mengurangi tingkat kepadatan kawasan sekitar.
Aksesibilitas kawasan terhadap lokasi perencanaan
- Pada lokasi perencanaan yang memiliki panjang maksimal 1.5 kilometer dan lebar terbesar 375 meter hanya terdapat 3 akses. Kondisi ini mengakibatkan sulitnya pencapaian. - Luas lahan lokasi perencanaan terlalu besar dan kurangnya jaringan jalan yang dapat memperpendek jarak tempuh antar
+ Lokasi cukup strategis, memungkinkan untuk dilakukan penambahan pencapaian. + Dilalui oleh jalan utama kota Bandung yang menghubungkan pusat aktivitas kota. + Dilalui oleh berbagai transportasi kota. Terdapat
93
Lokasi Rusuna
Bangunan Rusuna
daerah di sekitarnya. - Terganggunya pencapaian karena ada penyempitan lebar jalan. - Tidak memiliki jaringan pejalan kaki yang memberikan jaminan keselamatan dan kenyamanan kepada penggunanya. - Tidak tersedianya sarana transit/shelter untuk pengguna sarana transportasi kota di jalan-jalan yang dilaluinya. - Lahan parkir yang ada tidak sesuai dengan kebutuhan fungsi/aktivitas gedungnya.
setidaknya 5 moda transportasi dengan 13 rute yang berbeda pada kawasan sekitar. + Lokasinya dekat dengan stasiun kereta api Kiaracondong, yaitu kurang dari 500 meter.
- Saat ini lokasi perencanaan hanya memiliki 3 akses, yaitu dari Jl. Kiaracondong, Jl. Laswi, dan Jl. Sukabumi. - Luas lahan cukup besar yaitu 43 hektar, sehingga diperlukan suatu sarana dan prasarana transportasi kota yang melintas di dalamnya, guna mendukung fungsi kegiatan yang baru.
- Tidak adanya kemudahan pencapaian dari pengguna kendaraan dan pejalan kaki, menuju daerah perkantoran, daerah perdagangan, daerah industri, dan sarana transportasi kota.
+ Lokasi lahan yang strategis, memungkinkan untuk dilakukan penambahan pencapaian. + Terdapat 5 moda transportasi dengan 13 rute yang berbeda pada sekitar lokasi penelitian. + Pemerintah kota Bandung dan PT KAI akan mengembangkan transportasi masal baru, yaitu skytrain. + Lokasi jaraknya kurang dari 500 meter dengan stasiun kereta api Kiaracondong. + Lokasi perencanaan berada dekat dengan kawasan industri dan perkantoran, dengan jarak kurang dari 1 Kilometer.
Jarak terhadap fasilitas pelayanan umum
- Kompleks rusuna lokasinya harus berada dekat dengan fasilitas kota yang dianjurkan, karena adanya keterbatasan kemampuan finansial penghuni. Tujuannya adalah untuk mengurangi biaya transportasi penghuni rusuna. - Tidak tersedia fasilitas ruang terbuka kota di sekitar kawasan. Berdasarkan RTRW Kota Bandung Tahun 2013, kebutuhan ruang terbuka wilayah Karees sebesar 211.000 m2.
+ Lokasi jaraknya kurang dari 0.7 kilometer dengan puskesmas Kiaracondong. + Jarak menuju Sekolah Dasar terdekat adalah 200 m. + Stasiun kereta api Kiaracondong dan jalur transportasi kota hanya berjarak 500 meter. + Jarak menuju RS terdekat adalah 2.1 Km. + Jarak menuju Pasar Kiaracondong adalah 0.5 Km.
Unit hunian
- Ketidakseimbangan antara luas unit hunian dengan jumlah penghuni, sehingga penghuni tidak bisa tinggal dengan nyaman. - Pembangunan perluasan unit hunian di lantai dasar yang merupakan benda milik bersama oleh penghuninya. - Rusuna dengan sistim milik membuat penghuni merasa berhak melakukan pengembangan unit huniannya, sehingga pengelola
+ Luas unit hunian harus sesuai dengan kapasitas penghuninya, maka perlu pelaksanaan peraturan secara tegas oleh pihak pengelola. + Mengembangkan rusun dengan sistem sewa, agar perilaku penghuni mudah diatur dan dikontrol. Hal ini juga dimaksudkan guna mengurangi
Jarak terhadap tempat kerja
94
sulit mengontrol perilaku penghuninya.
penyimpangan terhadap benda bersama.
Ketinggian bangunan
- Kebiasaan hidup tinggal dekat dengan tanah (landed housing). - Masyarakat miskin sulit untuk beradaptasi dengan bangunan diatas 5 lt. dan tidak terbiasa menggunakan teknologi modern.
+ Pengembangan rusun dengan ketinggian antara 4-10 lantai. + Pengaturan pemberhentian lift agar tidak cepat rusak
Keragaman fungsi
- Penyimpangan pemanfaatan ruang bersama bangunan rusun, yang dijadikan tempat usaha dan berdagang para penghuni. - Lingkungan rusun yang hanya memiliki fungsi sebagai tempat hunian (homogen), membuat aktivitas lingkungan ramai hanya pada waktu tertentu - Kebiasaan hidup tinggal dekat dengan tanah, yang memudahkan masyarakat mencari area publik untuk interaksi sosial. - Perencanaan ruang komunal sering diabaikan oleh perencana. - Perencanaan koridor dan teras yang lebar membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
+ Lantai dasar rusuna dapat dimanfaatkan untuk fasilitas komersial dan fasilitas umum. Perbandingan penggunaan fasilitas komersial dan fasilitas umum adalah 60%-40%. + Perencanaan ruang komunal dapat menumbuhkan rasa memiliki dari para penghuni, untuk menjaga dan merawat benda bersama. + Ruang komunal dapat menghidupkan lingkungan rusun dalam kawasan kota. + Ruang komunal dapat meneciptakan keamanan lingkungan dan mengurangi tingkat kriminalitas.
Perawatan dan pemeliharaan
Pihak penghuni: - Tingkat kesadaran yang rendah dari penghuni untuk ikut serta menjaga dan merawat lingkungannya - Kurangnya pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kewajiban penghuni, seperti kelalaian dalam memenuhi kewajiban membayar iuran pengelolaan dan uang sewa/cicilan; - Kurangnya informasi tentang tata cara tinggal di rumah susun, seperti penyimpangan dalam pemanfaatan unit hunian, yaitu melakukan renovasi yang berpengaruh terhadap tampilan dan kekuatan struktur bangunan. - Penyimpangan dalam pemanfaatan benda dan ruang bersama untuk kepentingan pribadi. Pihak pengelola: - Terbatasnya kemampuan teknis dalam mengoperasikan prasarana dan sarana terbangun. - Lemahnya penegakan aturan (law enforcement). - Kurangnya komunikasi dengan penghuni.
+ Perencanaan dan perancangan bangunan yang dapat membantu memudahkan perawatan bangunan oleh penghuni dan pengelola. + Pemilihan material yang ramah dan tahan lama, serta penempatan instalasi bangunan yang memudahkan dalam pengoperasian dapat membantu penghuni dalam merawat bangunan. + Pemberdayaan pengelola dalam menjalankan fungsi pengelolaan melalui pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pengelolaan adminstrasi dan teknis. + Peningkatan partisipasi penghuni untuk turut memelihara prasarana, sarana dan utilitas terbangun. + Peningkatan kesadaran penghuni akan hak dan kewajibannya serta pemahaman terhadap tata cara tinggal di rusun, melalui program penyuluhan.
95