BAB II URAIAN TEORETIS
II.1. Teori Tentang Krisis Finansial II.1.1. Pengertian Krisis Finansial Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilainya. Pada abad ke-19 dan ke-20, banyak krisis finansial berhubungan dengan kepanikan perbankan dan resesi (Laeven and Valencia, 2008). Situasi lain yang sering disebut sebagai krisis finansial adalah runtuhnya bursa efek dan krisis mata uang (Kindleberger, 2005). Pelemahan makroekonomi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) saat ini telah bergerak menjadi sesuatu yang lebih dalam dan serius. Hal ini terlepas dari telah disetujuinya paket penyelamatan sebesar 700 miliar dolar AS oleh Kongres AS. Gejolak yang bermula dari macetnya kredit perumahan (subprime mortage) dan diikuti oleh bangkrutnya banyak raksasa keuangan kini telah menjalar ke seluruh urat nadi perekonomian negara tersebut (Institute for Development of Economics and Finance/INDEF, 2008). Federal Reserve ketika menyelamatkan firma investasi Bear Stearns di bulan Maret 2008, tampaknya telah memberikan jaminan pemerintah terhadap investasi di seluruh sektor keuangan, bukan kepada bank (Smick, 2009). Friedman (2005) telah memperingatkan para pembuat kebijakan di AS tentang perlunya kredit pajak, memperbaiki gaji guru, dan pendekatan baru untuk menciptakan, menarik, dan
9 Universitas Sumatera Utara
mempertahankan para pembuat nilai yang baru (para ahli teknis). Namun menjaga arus modal bebas pada perekonomian global mungkin membutuhkan tim yang lebih canggih yang terdiri atas pakar-pakar bedah finansial. Hal ini disebabkan dunia sekarang ini kekurangan doktrin finansial, atau bahkan suatu set pemahaman informal, untuk bisa mendapatkan ketertiban dalam krisis finansial. Mishkin (2006), dengan terang-terangan memberi peringatan tentang kemungkinan munculnya great reserval (kondisi dimana keadaan berbalik) lain. Keruntuhan yang muncul di awal abad ke-21, sebagiannya dikarenakan berbagai tekanan untuk mengakomodasi berbagai kekuatan yang bermunculan di tatanan ekonomi dan politik global. Menurut Mishkin kebangkitan China dan India sekarang ini akan menciptakan tekanan yang sebanding terhadap tatanan ekonomi internasional yang liberal. Menurut Haryanto (2009), secara
garis besar model krisis dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1) First Generation Model First Generation Model (FGM) sering disebut sebagai exogeneous policy model (Krugman dan Flood & Garber dalam Haryanto, 2009). Model krisis ini lebih menitikberatkan kepada ketidakkonsistenan kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar. Oleh beberapa pengamat penyebab utama terjadinya krisis model ini adalah serangan para spekulator terhadap nilai tukar suatu negara yang memaksa negara tersebut mengubah nilai tukar mata uangnya. Ada beberapa hal yang menjadi dasar analisis dari model ini antara lain; single tradable goods, full
Universitas Sumatera Utara
emplyoment, small open economy, exogeneous output, PPP, agen ekonomi diasumsikan dalam kondisi perfect foresight serta memegang 3 jenis aset baik domestic money, domestic bond serta foreign bond. Asusmi lainnya adalah tidak ada bank komersial sehingga money stock (Ms) adalah monetery base, nilai tukar fixed, domestik credit meningkat dengan laju yang tetap untuk membiayai defisit pemerintah. Proses terjadinya FGM dapat dijelaskan pada gambar tersebut di atas. Spekulator dan investor tidak akan menunggu hingga nilai r =0. Bila jumlah R sudah menurun mendekati Rmin, mereka akan menukarkan domestic asset ke domestic currency dan kemudian domestic currency ke foreign currency. Kondisi inilah yang akan mempercepat runtuhnya nilai tukar mata uang domestik yang menganut fixed exchange rate. Spekulator akan memperhitungkan berapa lama cadangan devisa akan menipis dan kapan akan menyerang, karena kalau tidak mereka akan rugi. Pada Rmin inilah akan terjadi natural collapse dan mereka akan menderita rugi. Pada natural collapse, depresiasi mata uang domestik yang semula nol akan meningkat ke suatu bilangan positif, dan tingkat bunga, i, akan meningkat, sehingga Md menurun. Agar keseimbangan pasar uang tetap terjadi, real Ms harus turun. Hal ini terjadi dengan ke tingkat harga domestik, p, sejalan dengan terjadinya devaluasi. Persepsi pasar terhadap cepatnya penurunan cadangan devisa menyebabkan kekhawatiran domestic currency attack. Secara empiris First Generation Model (FGM) ditandai oleh membengkaknya defisit APBN suatu negara, pertumbuhan Ms yang berlebihan, cadangan devisa
Universitas Sumatera Utara
yang semakin terkuras, tingkat inflasi yang tinggi serta over valued dari nilai tukar mata uang domestik. Secara empiris FGM ini dapat menjelaskan fenomena krisis yang terjadi di beberapa negara Amerika Latin athun 1970 dan 1980-an. 2) Second Generation Model dan Second Generation Model (SGM) sering disebut oleh banyak pengamat sebagai endogeneous policy model atau self fullfiling process. Munculnya SGM merupakan jawaban terhadap fenomena krisis yang terjadi di Eropa dengan European Exchange Rate Mechanism (ERM) pada tahun 1992. Ketika itu antar negara-negara Eropa dalam kerangka EU berlaku fixed exchange rate system atau tepatnya crawling peg system. Setiap mata uang mempunyai nilai tengah dan dimungkinkan untuk bergerak, katakan 2,5%, ke atas/bawah nilai tengahnya. Adapun asumsi dasar pelaksanaan SGM antara lain ; para anggota ERM ingin mempertahankan nilai tukar yang ada karena memberi manfaat, seperti laju inflasi yang rendah dan stabil, para anggota ERM melihat manfaat devaluasi, yaitu untuk mendorong produks dalam negeri, keuntungan melakukan devaluasi semakin tinggi jika semakin banyak investor yang berpikir bahwa mata uang yang bersangkutan harus didevaluasi. 3) Third Generation Model. Third Generation Model (TGM) atau sering disebut oleh beberapa pengamat sebagai Asian Crisis. Krisis di Asia memunculkan berbagai model krisis baru, walaupun beberapa menganggap bahwa bahwa krisis di Asia masih dapat dijelakan oleh FGM dan SGM. Krisis diawali di Thailand, kemudian
Universitas Sumatera Utara
menjalar ke Indonesia, Malaysia, Korsel, dan Filipina. Third Generation Model (TGM) menekankan pada peran moral hazard dan balance sheet effects. Moral hazard merupakan akibat dari implicit government guarantee yang siap membailout perusahaan swasta dan bank yang dalam masalah dan menjamin investor’s future revenue. Hal tersebut juga menyebabkan terjadinya excessive borrowing dan lending. Defisit pemerintah tidak terlalu tinggi sebelum krisis, tetapi penolakan kreditur luar negeri untuk melakukan refinance hutang, memaksa pemerintah untuk membantu dan menjamin outstanding hutang luar negeri. Untuk membiayai prospective deficits dalam suatu kondisi ekonomi yang memburuk, pemerintah harus melakukan seignorage. Ekspektasi terhadap inflasi ke depan memicu speculative attack terhadap mata uang domestik yang secara umum di-fixed. Krisis di Asia berkaitan dengan modal jangka pendek atau hot money yang sangat isolatile. Awal tahun 1990an banyak
negara
Asia
yang
meliberalisasi
capital
account,
mengalami
pertumbuhan ekonomi yang tinggi; kondisi fundamental yang kelihatannya sound. Liberalisasi capital account menyebabkan capital inflows besar. Umumnya dana jangka pendek yang banyak digunakan untuk membangun sektor property dan masuk ke saham. Sebagai gambaran tahun 1995, surplus capital account dari 5 negara ASEAN terbesar sekitar US$55 milyar. Sedangkan tahun 1998, deficit capital account sekitar US$59 milyar. Aliran modal masuk dari luar negeri berhenti dan berubah menjadi massive capital outflow. Implikasi yang
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan adalah mata uang di beberapa negara Asia melemah. IDR: > 80%, Baht: 50%, Won: 55%. Untuk mengurangi capital outflow, tingkat bunga dinaikkan. Kondisi ini menimbulkan kesulitan dalam neraca bank-bank, NPL naik. Akibatnya likuiditas perbankan menipis; kepercayaan masyarakat terhadap bank turun, depositor domestik menariarik dananya serta pembukaan L/C tidak dipercaya. Krisis finansial global tahun 2008 oleh banyak ekonom disebabkan oleh praktek shadow banking system yang menimpa beberapa institusi keuangan di Amerika yang kemudian menimpa beberapa institusi keuangan lainnya antara lain Bear Stearns, Lehman Bro, Fannie Mae and Freddy Mac dan AIG. Krisis juga disebabkan oleh praktekpraktek ekonomi Ponzy yang sebetulnya mirip dengan beberapa kasus penipuan investasi atas komoditi di Indonesia (PT. Qisar dll) selain kejatuhan subprime mortgage loan market di Amerika. Atas terjadinya krisis kali ini jika kita kaitkan kembali dengan teori krisis yang sudah ada sebelumnya nampaknya krisis finansial yang terjadi mirip dengan tanda-tanda terjadinya FGM meskipun tidak sepenuhnya tepat 100%. Namun jika kita kaitkan kembali dengan ciri-ciri terjadinya krisis generasi ketiga juga ada beberapa kemiripan. Dari kesulitan tersebut penulis mengambil sedikit kesimpulan bahwasanya krisis ekonomi yang terjadi sekarang merupakan suatu bentuk pembaharuan terhadap teori krisis yang sudah ada sebelumnya sehingga menimbulkan teori krisis baru yaitu Fourth Generation Model dengan penyebab utama lemahnya sistem pengawasan
Universitas Sumatera Utara
negara atau lembaga yang berwenang terhadap pelaksanaan transaksi keuangan di pasar modal beserta produk derivatif-nya.
II.1.2. Dampak Krisis Finansial Krisis keuangan global telah terjadi. Berbagai pihak mengaitkannya dengan kondisi perekonomian negara Amerika Serikat. Ketika kondisi perekonomian sebuah negara adidaya berubah dan mengalami goncangan, dapat dipastikan akan membawa konsekuensi yang luas pada perekonomian dunia. Menurut Bloomberg dalam Kuncoro (2008), hingga Agustus 2008, dampak krisis mengakibatkan jumlah penganggur di Inggris melejit menjadi 1,79 juta orang atau 5,7 persen dari angkatan kerja. Menurut International Labour Organization, inilah tingkat pengangguran terparah sejak Juli 1991. Melihat situasi tersebut di atas, krisis keuangan yang menimpa Amerika Serikat dengan cepat merembet ke seluruh dunia. Setiap pemerintahan berusaha mencegah agar krisis tidak semakin dalam melumpuhkan perekonomian negara masing-masing. Dampak krisis ekonomi berbeda di setiap negara akan berbeda karena perbedaan kebijakan yang diambil dan fundamental ekonomi negara bersangkutan. Tentunya, negara yang paling rentan adalah negara yang fundamental ekonomi domestiknya tidak kuat. Kuatnya dampak krisis ini pun telah menyebabkan Bank Dunia dan IMF mengoreksi proyeksi tingkat pertumbuhan ekonomi berbagai negara dan dunia. Perekonomian AS, misalnya, diprediksi akan melemah menjadi tumbuh
Universitas Sumatera Utara
sebesar 1,3 persen pada 2008
dari sebelumnya sebesar 2,7 persen pada 2007.
Demikian pula, negara-negara di kawasan Eropa, diprediksi akan melemah dari 2,6 persen pada 2007 menjadi 1,4 persen pada 2008. Adapun laju pertumbuhan Indonesia diperkirakan turun dari 6,5 persen 2007 menjadi sekitar 6,0 persen pada 2008 (IMF, 2008) Sistem pasar bebas membuat negara-negara di kawasan Asia Pasifik pun terkena dampak krisis keuangan global tersebut. Salah satu dampak tersebut bisa muncul melalui financial market. Cadangan devisa USD 1 triliun tak menjamin Jepang bebas dari krisis finansial global. Pasar saham di Negeri Matahari Terbit itu juga terkena dampak krisis keuangan global. Ketika investor panik, akhirnya indeks saham Nikkei turun hingga 11,4 persen, penurunan terbesar sejak 1987 (Bappenas, 2004). Sejak awal Oktober 2008, indeks saham di Negeri Sakura sudah terkoreksi sekitar 20 persen. Hal yang sama juga terjadi di hampir semua pasar modal di Asia. Selama sepekan, indeks Hang Seng Hong Kong sudah turun 10,78 persen. Indeks Strait Times Singapura terkoreksi 9,53 persen dan Indeks Kospi Korea turun 8,37 persen (Aksa, 2008). Dampak lain yang bisa dilihat adalah anjloknya nilai ekspor negara-negara Asia. Contoh paling dekat adalah perekonomian Singapura dan Hongkong. Singapura dan Hongkong dapat terpengaruh besar, karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia.
Sedangkan Tiongkok akan
terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak
Universitas Sumatera Utara
barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke Amerika Serikat. Laporan kuartal IV-2007, ekonomi Singapura yang biasanya tumbuh sekitar 9 persen, anjlok ke 6 persen. Hal itu menunjukkan kemerosotan ekonomi Amerika berdampak terhadap negara-negara Asia lainnya. Bahkan ekonomi Cina, yang dianggap memiliki kekebalan terhadap resesi negara lain, juga terkena imbas. Indeks Shanghai anjlok dan mulai mengantisipasi penurunan ekspornya ke AS dengan mengalihkan ke pasar regional tentunya termasuk Indonesia (IMF, 2008). Tentu dibutuhkan kebijakan yang tepat bagi kita untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor. Di samping itu, bagi negara-negara lain, perlu juga mewaspadai adanya kemungkinan membanjirnya produk Cina akibat tidak terpenuhinya pasar ekspor mereka di Amerika Serikat. Krisis keuangan di AS mengakibatkan pengeringan likuiditas sektor perbankan dan institusi keuangan non-bank yang disertai berkurangnya transaksi keuangan. Penger ingan likuiditas akan memaksa para investor dari institusi keuangan AS untuk melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal Indonesia untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Aksi tersebut akan menjatuhkan nilai saham dan mengurangi volume penjualan saham di pasar modal Indonesia. Selain itu, beberapa perusahaan keuangan Indonesia yang menginvetasikan dananya di instrumen investasi lembaga keuangan di AS juga mendapat imbas atas kejatuhan nilai saham tersebut (Bappenas, 2008). Krisis keuangan di AS yang merambah ke beberapa negara lainnya juga akan mengancam perdagangan beberapa produk ekspor Indonesia di pasar AS, Jepang, dan
Universitas Sumatera Utara
kawasan Uni Eropa yang telah berlangsung sejak lama. Hal ini sangat berbahaya mengingat produk ekspor Indonesia sangat bergantung pada negara-negara tersebut, sedangkan di dalam negeri produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk impor China yang lebih murah. Krisis keuangan AS berdampak kepada kondisi keuangan semua negara tidak terkecuali untuk negara-negara Asia dan emerging market lainnya. Nilai tukar mata uang negara-negara Asia mengalami depresiasi terhadap mata uang dolar AS, namun apabila melihat kondisi Rupiah dibandingkan yang lainnya masih menunjukkan kondisi yang lebih baik. Selama 1 Januari - 10 Oktober 2008, Rupiah hanya terdepresiasi sekitar 3%, jauh dibawah nilai mata uang Philipina (16%) dan juga Thailand (17%). Hal ini menunjukkan bahwa, ekonomi kita masih terjaga menghadapi krisis ekonomi. Dengan demikian krisis keuangan global memberikan dampak langsung ataupun tidak langsung terhadap perkembangan ekonomi Indonesia (Bappenas, 2008). Dampak langsung yang terjadi adalah kerugian pada sebagian kecil investor yang memiliki exposure atas aset-aset yang terkait langsung dengan institusi- institusi keuangan Amerika Serikat yang bermasalah, misalnya lembaga keuangan Indonesia yang menanam dana dalam instrumen Lehman Brothers (Imansyah, 2008). Sedangkan dampak tidak langsung krisis finansial global, antara lain (Imansyah, 2008): a) Mempengaruhi momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam bentuk pengeringan likuiditas, lonjakan suku bunga, anjloknya harga komoditas, dan
Universitas Sumatera Utara
melemahnya pertumbuhan sumber dana. b) Menurunnya tingkat kepercayaan konsumen, investor, dan pasar terhadap berbagai institusi keuangan yang ada. c) Flight to quality, pasar modal Indonesia terkoreksi akibat indikasi melemahnya mata uang rupiah dan yang paling mengkhawatirkan apabila para investor yang saat ini masih memegang aset keuangan likuid di Indonesia mulai melepas asetaset tersebut karena alasan kejatuhan nilai saham akibat faktor tertentu. d) Kurangnya pasokan likuiditas di sektor keuangan karena kebangkruta berbagai institusi keuangan global khususnya bank-bank investasi akan berdampak pada cash flow sustainability perusahaan perusahaan besar di Indonesia. Akibatnya, pendanaan ke capital market dan perbankan global akan mengalami kendala dari aspek pricing (suku bunga) dan availability (ketersediaan dana). e) Menurunnya tingkat permintaan dan harga komoditas utama ekspor Indonesia tanpa diimbangi peredaman laju impor secara signifikan akan menyebabkan defisit perdagangan yang semakin melebar dalam beberapa waktu mendatang. f) Selanjutnya defisit perdagangan tersebut akan menyulitkan penggalangan capital inflow dalam jumlah besar untuk menutup defisit itu sendiri seiring dengan keringnya likuiditas pasar keuangan global. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat dan Eropa yang berdampak negatif terhadap negara-negara lainnya, tidak berimbas terlalu besar bagi Indonesia. Hal ini disebabkan net ekspor Indonesia ke luar negeri hanya 10 persen dari total produk domestik bruto (PDB). Pasar ekspor utama Indonesia adalah Jepang dan
Universitas Sumatera Utara
Singapura, kedua negara tersebut sangat merasakan dampaknya dari krisis keuangan global itu. Namun, pemerintah memahami bahwa upaya mengamankan sistem ekonomi secara menyeluruh harus terus dilakukan, khususnya menjaga kekuatan sektor riil (Bappenas, 2008).
II.2. Teori Tentang Pemutusan Hubungan Kerja II.2.1. Pengertian Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Pemutusan hubungan kerja merupakan suatu hal yang pada beberapa tahun yang lalu merupakan suatu kegiatan yang sangat ditakuti oleh karyawan yang masih aktif bekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik yang goyah, kemudian disusul dengan carut marutnya kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus gulung tikar, dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat tidak terencana. Kondisi inilah yang menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu selalu dibayangi kekhawatiran dan kecemasan, kapan giliran dirinya diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya. Menurut Pasal 1 butir 25 UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Djumialdji (1992) menyatakan bahwa istilah pemutusan hubungan kerja dapat memberikan beberapa pengertian, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
(1) Termination: yaitu putusnya hubungan kerja karena selesainya atau berakhirnya kontrak kerja yang telah disepakati. Berakhirnya kontrak, bilamana tidak terdapat kesepakatan antara karyawan dengan manajemen, maka karyawan harus meninggalkan pekerjaannya. (2) Dismissal: yaitu putusnya hubungan kerja karena karyawan melakukan tindakan pelanggaran disiplin yang telah ditetapkan. Misalnya: karyawan melakukan kesalahan-kesalahan, seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obat psikotropika, madat, melakukan tindak kejahatan, merusak perlengkapan kerja milik pabrik. (3) Redundancy, yaitu pemutusan hubungan kerja karena perusahaan melakukan pengembangan dengan menggunakan mesin-mesin berteknologi baru, seperti: penggunaan robot-robot industri dalam proses produksi, penggunaan alat-alat berat yang cukup dioperasikan oleh satu atau dua orang untuk menggantikan sejumlah tenaga kerja. Hal ini berdampak pada pengurangan tenaga kerja. (4) Retrenchment, yaitu pemutusan hubungan kerja yang dikaitkan dengan masalahmasalah ekonomi, seperti resesi ekonomi, masalah pemasaran, sehingga perusahan tidak mampu untuk memberikan upah kepada karyawannya. Konsep teori PHK berhubungan dengan teori harapan dan teori Z. Berdasarkan teori pengharapan, karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan, 2005). Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjadi malas. Teori harapan dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu: harapan (expentancy), nilai (Valence), dan pertautan (Inatrumentality). Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian. Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu. Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua. Dalam kasus PHK, dari sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan. Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya. Berbeda dengan teori Z yang lebih menekankan pada peran dan posisi pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja menjadi nyaman, betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya. Teori Z yang dicetuskan/diciptakan oleh William Ouchi. Teori ini sudah banyak diimplementasikan/dijalankan pada banyak perusahaan di Amerika Serikat dan Jepang (Sihotang, 2006). Berikut ini adalah syarat dan ciri dari perusahaan yang menerapkan teori Z menurut William Ouchi dalam Sihotang (2006): 1.
Tanggung jawab diberikan secara perorangan atau individual.
2.
Karyaban bebas bekerja menggunakan keterampilan yang dimilikinya.
3.
Karyawan dipekerjakan seumur hidup dan jika perusahaan mengalami krisis, maka para pegawai tidak akan dipecat atau phk.
4.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara konsensus atau secara terbuka. Walaupun akan memakan waktu yang lebih lama namun tingat keberhasilan pengimplementasian hasil keputusan yang didapat akan lebih tinggi karena mendapat dukungan dari mayoritas pekerja.
5.
Promosi dilakukan perlahan-lahan dari bawah, dan proses evaluasi prestasi dan promosi dilakukan dengan hari-hati agar tidak menimbulkan masalah dengan para karyawan
II.2.2. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Berdasarkan kondisi, PHK dapat dibedakan menjadi PHK pada kondisi normal, dan PHK pada kondisi tidak normal (Rosyid, 2005).
Universitas Sumatera Utara
a) PHK Pada Kondisi Normal Dalam kondisi normal, pemutusan hubungan kerja akan menghasilkan sesuatu keadaan yang sangat membahagiakan. Setelah menjalankan tugas dan melakukan peran sesuai dengan tuntutan perusahaan, dan pengabdian kepada organisasi maka tiba saatnya seseorang untuk memperoleh penghargaan yang tinggi atas jerih payah dan usahanya tersebut. Akan tetapi hal ini tidak terpisah dari bagaimana pengalaman bekerja dan tingkat kepuasan kerja seseorang selama memainkan peran yang dipercayakan kepadanya. Bilamana seseorang mengalami kepuasan yang tinggi pada pekerjaannya, maka masa pensiun ini harus dinilai positif, artinya ia harus ikhlas melepaskan segala atribut dan kebanggaan yang disandangnya selama melaksanakan tugas, dan bersiap untuk memasuki masa kehidupan yang tanpa peran. Kondisi yang demikian memungkinkan pula munculnya perasaan sayang untuk melepaskan jabatan yang telah digelutinya hampir lebih separuh hidupnya. Bilamana seseorang mengalami peran dan perlakuan yang tidak nyaman, tidak memuaskan selama masa pengabdiannya, maka ia akan berharap segera untuk melepaskan dan meninggalkan pekerjaan yang digelutinya dengan susah payah selama ini. Orang ini akan memasuki masa pensiun dengan perasaan yang sedikit lega, terlepas dari himpitan yang dirasakannya selama ini. Apapun yang dirasakannya, orang harus mempersiapkan diri untuk menghadapi masa pensiun yang pasti datang ini, sejalan dengan bertambahnya umur dan kemunduran fisik yang dialami oleh setiap orang. Noesyirwan dalam
Universitas Sumatera Utara
Kumara, Utami, dan Rosyid (2003) mengemukakan bahwa secara teknis pensiun berarti berakhirnya suatu masa kerja, tetapi secara psikologis dan sosiologis pensiun mempunyai makna dan dampak yang tidak sama pada semua orang. Perubahan dari status aktif bekerja kepada status pensiun adalah perubahan yang biasanya cukup drastis. Lebih lanjut Kumara, Utami, dan Rosyid (2003) menyatakan bahwa individu yang menghadapi pensiun dituntut untuk melakukan penyesuaian. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap pensiun, yaitu: 1. Pensiun secara sukarela dan terencana, atau pensiun secara terpaksa dan tergesa-gesa. Orang yang pensiun secara sukarela dan terencana mempunyai pandangan yang positif tentang pensiun. Orang yang harus menjalani pensiun secara terpaksa, akan merasa berat untuk menghayatinya. 2. Perbedaan individu yang didasari oleh faktor kepribadian, yaitu orang yang berpandangan luas dan fleksibel dapat menerima status baru sebagai pensiunan dan dapat beradaptasi dengan situasi yang baru. 3. Perencanaan dan persiapan individu sebelum pensiun datang. Dalam hal ini seseorang telah mempersiapkan diri secara matang dengan berbagai kegiatan sebelum masa pensiun tiba. Secara mental dan material orang menjadi lebih siap. 4. Situasi lingkungan, pensiunan yang tinggal di lingkungan sesama pensiunan memiliki semangat atau keyakinan diri yang lebih tinggi daripada pensiunan yang tinggal di lingkungan heterogen.
Universitas Sumatera Utara
b) PHK pada Kondisi Tidak Normal Perkembangan suatu organisasi ditentukan oleh lingkungan dimana organisasi beroperasi dan memperoleh dukungan agar dirinya tetap dapat survive (Robbins, 2002). Tuntutan yang berasal dari dalam (inside stakeholder) maupun tuntutan dari luar (outside stakeholder) dapat memaksa organisasi melakukan perubahan-perubahan, termasuk di dalam penggunaan tenaga kerja. Dampak dari perubahan komposisi sumber daya manusia ini antara lain ialah pemutusan hubungan kerja. Pada dewasa ini tuntutan lebih banyak berasal dari kondisi ekonomi dan politik global, perubahan nilai tukar uang yang pada gilirannya mempersulit pemasaran suatu produk di luar negeri, dan berimbas pada kemampuan menjual barang yang sudah jadi, sehingga mengancam proses produksi.
Kondisi
yang
demikian
akan
mempersulit
suatu
organisasi
mempertahankan kelangsungan pekerjaan bagi karyawan yang bekerja di organisasi tersebut. Hal ini berdampak pada semakin seringnya terjadi kasus pemutusan hubungan kerja. Flippo (2003) membedakan pemutusan hubungan kerja di luar konteks pensiun menjadi 3 kategori, yaitu: (1) Layoff, keputusan ini akan menjadi kenyataan ketika seorang karyawan yang benar-benar memiliki kualifikasi yang membanggakan harus dipurnatugaskan karena perusahaan tidak lagi membutuhkan sumbangan jasanya. (2) Outplacement, ialah kegiatan pemutusan hubungan kerja disebabkan perusahaan ingin mengurangi banyak tenaga kerja, baik tenaga profesional,
Universitas Sumatera Utara
manajerial, maupun tenaga pelaksana biasa. Pada umumnya perusahaan melakukan kebijakan ini untuk mengurangi karyawan yang performansinya tidak memuaskan, orang-orang yang tingkat upahnya telah melampaui batasbatas yang dimungkinkan, dan orang-orang yang dianggap kurang memiliki kompetensi kerja, serta orang-orang yang kurang memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan untuk posisi di masa mendatang. Dasar dari kegiatan ini ialah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai tenaga kerja yang skillnya masih dapat dijual kepada perusahaan lain, dan sejauh mana kebutuhan pasar terhadap keahlian atau skill in masih tersembunyi. (3) Discharge. Kegiatan ini merupakan kegiatan yang menimbulkan perasaan paling tidak nyaman di antara beberapa metode pemutusan hubungan kerja yang ada. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kenyataan bahwa karyawan kurang mempunyai sikap dan perilaku kerja yang memuaskan. Karyawan yang mengalami jenis pemutusan hubungan kerja ini kemungkinan besar akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru di tempat atau perusahaan lain. Dari dua pengertian tersebut di atas, nampaknya masalah pemutusan hubungan kerja, penyebabnya dapat disebabkan oleh dua pihak. Baik penyebab yang berasal dari kualifikasi, sikap dan perilaku karyawan yang tidak memuaskan, atau penyebab yang berasal dari pihak manajemen yang seharusnya dengan keahliannya dan kewenangan yang diserahkan kepadanya diharapkan mampu mengembangkan perusahaan, walau dalam kenyataannya menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
kesulitan-kesulitan bagi organisasi, dan harus mengambil keputusan untuk efisiensi tenaga kerja.
II.2.3. Peran Inside Stakeholder Di dalam keberadaan organisasi terdapat dua kelompok kepentingan (stakeholder), yaitu kepentingan yang berasal lingkungan di mana organisasi menjalankan fungsinya, atau dari luar organisasi (outside stakeholder), seperti: supplier, konsumen, pemerintah, dan serikat pekerja, serta masyarakat pada umumnya. Sementara kepentingan yang lain berasal dari dalam organisasi (inside stakeholder) meliputi: para pemegang saham (shareholder), manajemen, dan tentu saja tenaga kerja (Robbins, 2002). Para inside stakeholder pada dasarnya mempunyai kewajiban dan hak masingmasing untuk menjamin eksistensi organisasi tetap lestari di lingkungannya. Para pemegang saham (shareholder) merupakan pemilik perusahaan, karena itu kewenangan mereka dinilai lebih superior dibanding dua inside stakeholder yang lain, yaitu manajer maupun tenaga kerja. Sumbangan para pemilik ialah memberikan uang yang diinvestasikan pada modal dan perlengkapan, peralatan, serta lokasi pabrik. Penghasilan mereka berupa dividen yang diterima setiap tahun, dan surat berharga berupa saham yang mengalami perubahan (peningkatan) harga di pasar modal. Saham ini sangat mengandung risiko tinggi, kerena tidak ada jaminan uang kembali, bilamana terjadi ketidakpastian di pasar modal. Manajer adalah orang-orang yang bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan organisasi menjadi lebih
Universitas Sumatera Utara
besar. Mereka bertanggung jawab membuat koordinasi segala sumber daya yang dimiliki organisasi dan meyakinkan bahwa tujuan organisasi telah dicapai dengan tingkat keberhasilan tinggi. Para manajer puncak (top managers) bertanggung jawab untuk menginvestasikan uang pemilik ke dalam berbagai sumber daya (alat, tenaga kerja, waktu) untuk memaksimalkan output barang dan jasa. Sementara para manajer adalah andalan pemilik saham untuk mengelola urusan perusahaan (organisasi). Sumbangan
para
manajer
ialah
penerapan
keahlian
mereka
untuk
mengarahkan responsiveness organisasi terhadap tekanan yang berasal dari dalam maupun luar diri organisasi. Sebagai contoh: bagaimana para manajer menggunakan keahliannya untuk menghadapi atau meningkatkan pasar global yang terbuka, mengidentifikasi pasar produk-produk baru, atau mengatasi masalah-masalah transaction-cost dan penerapan teknologi baru, akan sangat mempermudah pencapaian tujuan organisasi. Apa sajakah yang diterima para manajer terkait dengan sumbangan yang telah mereka berikan kepada perusahaan. Terdapat berbagai kemudahan yang menjadi hak untuk diterima, antara lain: kompensasi dalam bentuk uang, misalnya: gaji yaitu uang yang mereka terima rutin setiap bulan; bonus ialah sejumlah uang yang diterima terkait dengan prestasi kerja mereka yang sangat memuaskan; dan kemungkinan pemilikan saham perusahaan; mereka juga memperoleh kepuasan psikologis ketika merasakan keberhasilan dalam pengelolaan organisasi, merasakan bagaimana menunjukkan kekuasaan yang melekat pada dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Tenaga kerja organisasi atau karyawan terdiri atas semua pekerja yang termasuk karyawan non-manajerial. Anggota kelompok tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dan tugas yang biasanya digariskan di dalam deskripsi jabatan. Deskripsi jabatan merupakan uraian jabatan yang menyatakan apa sajakah yang harus mereka kerjakan, bagaimana, dan kapan mengerjakannya, serta dengan siapa mereka harus melakukan hubungan-hubungan penting dalam bekerja, sebagai pelaksanaan tanggung jawab. Karyawan
mempunyai
kewajiban
untuk
melaksanakan
tugas
yang
dipercayakan kepada mereka. Sumbangan karyawan kepada organisasi ialah penampilan kerja terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya. Seberapa tingkat kualitas performansinya sedikit banyak berada di bawah pengaruh diri karyawan sendiri. Motivasi karyawan untuk berprestasi sangat berkaitan dengan sistem reward dan sistem punishment yang digunakan oleh organisasi untuk mempengaruhi prestasi kerja. Sejauh karyawan merasakan bahwa penghasilan yang diperoleh dari perusahaan masih menunjukkan perbandingan yang lebih tinggi penghasilan daripada sumbangan yang diberikan kepada perusahaan atau organisasi, maka karyawan akan berusaha agar mereka dapat bekerja dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati. Akan tetapi sebaliknya, ketika seorang karyawan merasakan ketidak-adilan dengan peraturan yang ada, merasakan bahwa sumbangannya tidak diimbangi dengan penghasilan yang memuaskan, maka ia cenderung akan mengurangi dukungannya pada organisasi, atau bahkan akan meninggalkan perusahaan. Bilamana peristiwa ini
Universitas Sumatera Utara
terjadi maka organisasi akan kehilangan salah satu stakeholder yang sangat menentukan keberhasilan perusahaan atau organisasi. Memperhatikan sumbangan dan penghasilan yang diperoleh para stakeholder khususnya inside stakeholder, maka dapat terlihat bahwa kasus-kasus pemutusan hubungan kerja yang digambarkan di atas dapatlah ditinjau bagaimana para stakeholder telah memainkan perannya masing-masing. Bila dari sisi sumbangan yang diperhatikan maka tampak bahwa para karyawan telah melaksanakan tugas kewajibannya dan menunjukkan tingkat performansi yang baik, dan mereka masih layak mendapatkan hak-hak yang merupakan penerimaan penghasilan mereka sebagai karyawan. Akan tetapi sudah demikiankah para manajer sebagai inside stakeholder yang memiliki tanggung jawab dan peran pengambil keputusan melaksanakan tugas-tugas mereka. Robbins (2002) menyatakan bahwa tujuan utama pendirian suatu organisasi sangat terkait dengan input – transformation – output process, yaitu bagaimana suatu organisasi mengambil input dari lingkungannya, dilakukan proses transformasi di dalam organisasi, kemudian menghasilkan output yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, berupa barang ataupun dalam bentuk jasa. Tujuan utama organisasi untuk menjamin eksistensinya, antara lain ialah: adanya peningkatan perolehan keuntungan, peningkatan penjualan (sales), penetrasi pasar, dan bagaimana menciptakan pasar-pasar baru untuk produk yang dihasilkannya. Tujuan ini tentu saja telah dipercayakan pencapaiannya oleh para shareholder kepada para manajer. Para manajer memiliki kewenangan untuk menggunakan segala sumber daya yang dimiliki oleh organisasi (perusahaan) untuk merealisir tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
telah ditetapkan di atas. Mereka mempunyai wewenang untuk mengalokasikan sumber daya yang ada, mempunyai kewenangan untuk pengambilan keputusan yang setepat-tepatnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bahkan para manajerlah yang mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa tindakan korektif perlu dilakukan, bilamana dijumpai penyimpangan perilaku para karyawan dari rencana semula, dalam rentang waktu pencapaian tujuan organisasi. Kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki oleh para manajer untuk menjalankan roda kehidupan organisasi merupakan mandat yang diberikan oleh para shareholder. Para shareholder mempercayakan uang yang dimilikinya untuk digunakan oleh para manajer guna mencapai tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat. Pemberian wewenang ini tentu saja berdasarkan pada kemampuan pribadi, skill yang dimiliki, dan juga keahlian para manajer. Hanya dengan dikelola oleh orang-orang yang benar-benar berkualitas, memiliki integritas pribadi yang tinggi, kekayaan finansial para shareholder akan berkembang menjadi jumlah yang berlipat ganda. Akan tetapi bilamana orang-orang yang menduduki jabatan manajerial ini adalah orang-orang yang mengabaikan kepercayaan para shareholder, maka organisasi tentu saja akan mengalami kesulitan. Dalam menjalankan tugas yang dipercayakan kepada mereka, para inside stakeholder mempunyai hak-hak yang harus dipenuhi juga. Ketika budaya organisasi telah tumbuh dan menjiwai setiap pekerja, maka hak dan kewajiban yang dimiliki oleh setiap inside stakeholder akan berjalan selaras. Semua pihak akan mendapatkan hak-hak yang telah ditetapkan. Jones (1994) menyatakan bahwa property right ialah
Universitas Sumatera Utara
hak-hak yang diberikan oleh organisasi kepada anggotanya untuk menerima dan menggunakan sumber daya di dalam organisasi. Property right menentukan hak dan tanggung
jawab
setiap
kelompok
inside
stakeholder
dan
mempengaruhi
berkembangnya norma, nilai-nilai, dan sikap terhadap organisasi. Para top managers sering memperoleh property right yang besar karena mereka diberi alokasi sejumlah besar sumber daya organisasi, misalnya: gaji yang tinggi, hak untuk memiliki sejumlah besar saham, atau golden parachutes yang berarti mereka memiliki jaminan mendapatkan sejumlah besar uang bilamana mereka harus diberhentikan karena perusahaan diambil alih oleh pihak ketiga. Hak yang dimiliki para top managers untuk menggunakan sumber daya organisasi merupakan pencerminan kekuasaan mereka untuk membuat keputusan dan mengendalikan sumber-sumber daya organisasi. Para manager biasanya memperoleh property right yang tinggi, sebab bilamana tidak, maka mereka kemungkinan tidak termotivasi untuk bekerja atas nama organisasi atau stakeholder yang lain. Sementara itu pihak tenaga kerja juga mendapatkan property right, yang bentuknya antara lain: suatu jaminan untuk dipekerjakan sepanjang hayat; keterlibatan di dalam program pemilikan saham oleh karyawan, atau program pembagian keuntungan bersama. Walau demikian pada kenyataannya sebagian besar pekerja atau tenaga kerja tidak memperoleh property right yang memuaskan. Kadang property right yang terwujud sangat sederhana bagi pekerja, yaitu: upah yang mereka terima, dan asuransi kesehatan, serta jaminan asuransi pensiun yang diterima. Pada dasarnya hak-hak karyawan untuk menggunakan sumber daya organisasi tercermin
Universitas Sumatera Utara
pada taraf seberapa pengendalian mereka atas tugas-tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada mereka. Distribusi property right ini akan berpengaruh langsung pada nilai-nilai instrumental dalam pembentukan perilaku pekerja dan motivasi anggota organisasi. Distribusi property right pada setiap kelompok inside stakeholder akan menentukan efektifitas organisasi, dan budaya yang muncul di dalam organisasi. Jadi dalam melihat kasus pemutusan hubungan kerja yang tidak normal, dapat ditinjau dari dua kelompok inside stakeholder, yaitu pihak pekerja sebagai tenaga kerja, dan pihak manajemen. Pada dasarnya manajemen termasuk penentu kebijakan yang
berlaku
mengembangkan
di
dalam
model
organisasi,
budaya
sekaligus
organisasi
yang
akan
menumbuhkan
bagaimana
yang
dan
mereka
kembangkan. Dari apa yang telah didiskusikan di depan, maka tampaklah bahwa pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena seseorang telah menuntaskan karyanya dalam mempertahankan eksistensi organisasi di lingkungannya, dan telah mencapai umur pensiun yang ditetapkan undang-undang. Orang ini akan meninggalkan perusahaan dengan suka cita dan penghargaaan dari organisasi tempatnya bekerja dulu. Sementara itu, yang kedua ialah: pemutusan hubungan kerja yang dapat disebabkan oleh kondisi perekonomian nasional, atau bahkan internasional, yang berdampak negatif pada kehidupan organisasi, dan pada gilirannya mempengaruhi kestabilan perolehan pekerjaan karena sesuatu organisasi harus mengurangi tenaga kerjanya.
Universitas Sumatera Utara
Maka masyarakat kecillah yang menderita karena tidak dapat mempertahankan penghasilannya di perusahaan. Untuk mengatasi permasalahan yang muncul dengan masa pensiun, maka organisasi atau perusahaan perlu mempersiapkan baik secara psikologis rohaniah, dan kesiapan finansial bagi para calon pensiunan. Orang yang pensiun harus sadar akan fase-fase dalam persiapan menjelang pensiun agar dapat menjalani tahapan dengan baik. Untuk itu diperlukan pelatihan untuk mempersiapkan tenaga kerja memasuki dan menjalani masa pensiun, mempersiapkan kondisi finansial mereka dengan asuransi dana pensiun. Pemutusan hubungan kerja yang disebabkan oleh kondisi tidak normal masih harus diperhatikan, dimanakah penyebab utamanya berada. Bila pada pihak tenaga kerja, maka untuk meningkatkan performance yang dinilai menurun, perlu pelatihan untuk lebih memacu perilaku yang diharapkan, dan memompa motivasi kerja mereka. Bilamana yang kurang berperan optimal adalah pihak manajemen, maka perlu disadarkan bahwa para manajerlah yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan, sehingga kegiatan operasional organisasi dapat dipertahankan. Penelitian Hofstede, sebagaimana dikutip oleh Robbins (2002) menemukan bahwa budaya nasional berperan besar pada pembentukan perilaku dan sikap tenaga kerja terkait dengan pelaksanan pekerjaan. Kekhawatiran yang muncul ialah negara Indonesia terkenal sebagai negara yang tingkat korupsinya sangat meluas di kalangan lapisan masyarakat. Bila hal ini merupakan sesuatu unsur di dalam budaya nasional, maka tentu saja akan mewarnai bagaimana perilaku para manajer
Universitas Sumatera Utara
dalam mengelola perusahaan atau organisasi yang dipercayakan kepada mereka, sehingga dengan pengelolaan yang kurang benar, karyawan juga yang nanti menderita sebagai akibat ditutupnya tempat kerja mereka.
II.3. Teori Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja II.3.1. Pengertian dan Fungsi Jaminan Sosial Tenaga Kerja Program jaminan sosial secara teoritis berasal dari perlindungan sosial. Secara teori, jaminan sosial menurut Gsager (2002) bahwa sistem-sistem perlindungan sosial dimaksudkan
untuk
mendukung
kemungkinan
terjadinya
keadaan
penanggulangan darurat.
Dia
situasi
darurat
memilah-milah
ataupun jenis-jenis
perlindungan sosial berdasarkan pelaksana pelayanan, yaitu pemerintah, pemerintah bersama-sama dengan lembaga non pemerintah, lembaga non-pemerintah, dan kelompok masyarakat. Selanjutnya menurut Kotlikoff (1979), perlindungan sosial secara tradisional dikenal sebagai konsep yang lebih luas dari jaminan sosial, lebih luas dari asuransi sosial, dan lebih luas dari jejaring pengaman sosial. Saat ini perlindungan sosial didefinisikan sebagai kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi kerentanan, resiko dan kemiskinan yang sudah melebihi batas (Holzmann & Jorgensen, 1999). Menurut Gonzales dan Manasan (2002) bahwa jaminan sosial lebih sempit dibandingkan perlindungan sosial. Jaminan sosial umumnya dihubungkan dengan hal-hal yang menyangkut kompensasi dan program kesejahteraan yang lebih bersifat
Universitas Sumatera Utara
‘statutory schemes’. Seperti halnya perlindungan sosial, terdapat pula berbagai macam interpretasi jaminan sosial (social security). ILO (2002) menyebutkan bahwa jaminan sosial merupakan bentuk perlindungan yang disediakan dalam suatu masyarakat untuk masyarakat itu sendiri melalui berbagai upaya dalam menghadapi kesulitan keuangan yang dapat terjadi karena kesakitan, kelahiran, pengangguran, kecacatan, lanjut usia, ataupun kematian. Lebih jauh dijelaskan bahwa jaminan sosial terdiri dari asuransi sosial, bantuan sosial, tunjangan keluarga, provident funds, dan skema yang diselenggarakan oleh employer seperti kompensasi dan program komplimenter lainnya. Adapun bentuk jaminan sosial yang sudah diselenggarakan adalah asuransi sosial yang mencakup asuransi kesehatan (Askes dan Asabri), asuransi kesejahteraan sosial (Askesos), tabungan pensiun (Taspen), jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek); kebijakan ketenagakerjaan seperti cuti hamil, cuti haid, tunjangan sakit/kecelakaan yang dibayarkan oleh perusahaan, dan lain-lain. Jaminan sosial juga merupakan bagian teori pengharapan. Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbins, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek) merupakan jaminan sosial yang khusus diberikan kepada para pekerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi. Menurut Klub Jurnalis Asuransi Indonesia (1999), di Indonesia, Jamsostek sudah ditetapkan sebagai program wajib bagi pengusaha dan pekerja. Program ini bukan hanya mencakup asuransi sosial, tetapi juga tabungan hari tua (provident fund). Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, bahwa: Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang atau dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia. Menurut PT Jamsostek (2007), Jamsostek pada hakekatnya merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dalam menghadapi risiko-risiko sosial ekonomi tertentu. Risiko-risiko yang ditanggulangi terbatas pada peristiwa-peristiwa kecelakaan, sakit, hamil, bersalin, cacat, hari tua, dan meninggal dunia yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis. Fungsi Jamsostek tersebut menanggulangi risiko-risiko kecelakaan kerja sekaligus akan menciptakan ketenangan kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja (PT Jamsostek, 2007). Efisiensi, kualitas dan produktivitas kerja sangat penting dalam menunjang industrialisasi dalam tahap pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
II.3.2. Unsur-unsur Jaminan Sosial Tenaga Kerja Berdasarkan pengertian Jamsostek sebagaimana telah disebutkan terdahulu, terdapat unsur-unsur Jamsostek, yaitu : 1. Program publik Jaminan sosial merupakan program publik, yaitu program yang memberikan hak dan kewajiban secara pasti (compulsory) bagi pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan UU No. 3 Tahun 1992. Hak yang diberikan berupa santunan tunai dan pelayanan medis bagi tenaga kerja dan keluarganya, sedang kewajibannya berupa kepesertaan dan pembiayaan dalam program Jamsostek. 2. Perlindungan Jaminan sosial memberikan perlindungan yang sifatnya dasar dengan maksud untuk menjaga harkat dan martabat manusia jika mengalami risiko-risiko sosial ekonomi dengan pembiayaan yang dapat dijangkau oleh setiap pengusaha dan tenaga kerja serdiri. 3. Risiko dan sosial ekonomi Risiko-risiko
yang
ditanggulangi
terbatas
pada
peristiwa-peristiwa
kecelakaan, sakit hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia yang mengakibatkan berkurangnya atau terputusnya penghasilan tenaga kerja dan/atau membutuhkan perawatan medis.
Universitas Sumatera Utara
II.3.3. Bentuk-bentuk Jaminan PT. Jamsostek (2007) mementukan bentuk-bentuk jaminan sebagai berikut : 1. Jaminan kecelakaan kerja (JKK) 2. Jaminan hari tua (JHT) 3. Jaminan kematian (JK) 4. Jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) 5. Kemanfaatan lain. Jaminan kecelakaan kerja pada hakekatnya memberikan kompensasi yang terdiri dari : a. Penggantian biaya yang dikeluarkan pengusaha, yaitu transport, upah Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) dan perawatan. b. Ganti rugi atas turunan/hilangnya kemampuan bekerja/berpenghasilan, yaitu santunan cacat dan santunan kematian. Selain memberikan kompensasi, JKK juga ikut aktif membantu usaha-usaha pencegahan kecelakaan kerja melalui kegiatan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Program Jaminan Hari Tua (JHT) diselenggarakan dengan sistem tabungan hari tua (provident fund), dimana iuran dari pengusaha dan tenaga kerja setiap bulan di kredit pada rekening tenaga kerja secara individual dan mendapatkan tambahan hasil pengembangan setiap tahun. Dana jaminan hari tua pada hakekatnya semacam dana bersama (mutual fund) dimana peserta memberikan iurannya untuk dikelola
Universitas Sumatera Utara
dalam investasi bersama, sehingga hasil pengembangannya dibagikan kepada peserta. Oleh karena itu peserta JHT juga diberikan bagian surplus hasil usaha PT. Jamsostek. Kemanfaatan dari JHT berupa pembayaran saldo tabungan (termasuk hasil pengembangannya dan bagian surplus hasil usaha) pada saat timbulnya hak peserta, yaitu: a. mencapai umur 55 tahun, atau b. mengalami cacat total dan tetap sehingga tidak bisa bekerja lagi, atau c. meninggal dunia, atau d. mengalami PHK setelah menjadi peserta setidak-tidaknya lima tahun dengan masa tunggu 1 (satu) bulan, atau e. pergi ke luar negeri atau pulang ke negeri asal untuk tidak kembali lagi. Jaminan kematian dibayarkan kepada ahli waris dari tenaga kerja peserta yang meninggal dunia. Jaminan kematian ini pada hakekatnya merupakan unsur komplementer terhadap JHT karena pada saat meninggal dunia, saldo tabungan belum optimal sehingga jaminan kematian akan menutupnya. Jaminan pemeliharaan kesehatan diberikan dalam bentuk pelayanan medis sebagai Paket Jaminan Pelayanan Kesehatan Dasar. Paket tersebut terdiri dari: a. Rawat jalan tingkat pertama, terutama berupa pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umm dan dokter gigi, pemeriksaan kehamilan, tindakan medis sederhana. b. Rawat jalan lanjutan, terutama berupa pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis.
Universitas Sumatera Utara
c. Rawat inap di rumah sakit, pada kelas II rumah sakit pemerintah dan kelas III rumah sakit swasta. Lamanya hari rawat yang ditanggung maksimum 60 hari per kasus per tahun, sudah termasuk perawatan khusus. Bagi penyakit tertentu yang memerlukan perawatan di ruang khusus (ICU/ICCU) ditanggung maksimum 20 hari per kasus per tahun. d. Pertolongan persalinan, terutama berupa tindakan medis oleh dokter atau bidan, menginap di rumah bersalin. e. Penunjang diagnostik. f. Pelayanan khusus terutama berupa penggantian maksimum biaya. g. Pelayanan gawat darurat. Jamsostek tidak hanya memberikan ganti rugi dan pelayanan penyembuhan semata-mata, tetapi lebih komprehensif. JKK ikut menunjang usaha-usaha pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja melalui keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Di samping itu JKK juga memberikan prothesa anggota badan dan alat bantu seperti kursi roda bagi penderita cacat kecelakaan kerja. JPK juga ikut membantu upaya-upaya pendidikan kesehatan, pencegahan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
II.4. Rencana Investasi Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) investasi adalah suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (accretion of wealth) melalui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen dan uang sewa), untuk apresiasi
Universitas Sumatera Utara
nilai investasi, atau untuk manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan, persediaan dan aktiva tetap bukan merupakan investasi. Dalam pengertian luas, investasi sering diartikan sebagai pengeluran dana untuk membiayai suatu kegitan yang mengharapkan manfaat dimasa yang akan datang. Merujuk pengertian ini maka setiap adanya pengeluaran dana (Capital Expenditures) yang menimbulkan manfaat, dapat dikatakan investasi. Menurut Supriyono, (2002) bahwa investasi di dalam akuntansi meliputi semua penanaman dana perusahaan atau penyertaan perusahaan pada perusahaan lain, yang tidak ada hubungan langsung dengan operasi utama perusahaan. Berdasarkan tujuannya investasi dapat digolongkan menjadi dua, investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek bertujuan menghindari terjadinya kas yang menganggur didalam perusahaan. Sedangkan investasi jangka panjang bertujuan bukan menghindari terjadinya kas yang menganggur didalam perusahaan tetapi bertujuan : 1. untuk mengendalikan perusahaan lain, demi terjaminnya penyediaan bahan yang diperlukan atau terjaminnya pasar. 2. untuk membentuk dana tertentu. 3. sebagai sumber penghasilan. 4. untuk memenuhi persyaratan atau perjanjian. 5. untuk menguasai pesaing.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan investasi merupakan kekuatan penggerak utama dari setiap sistem usaha, hal itu akan mendukung strategi persaingan yang dikembangkan oleh manajemen dan berdasarkan perencanaan (anggaran modal) untuk menjalankan dana yang ada atau yang baru diperoleh terhadap tiga bidang utama : 1. Modal kerja (saldo kas, piutang yang jatuh tempo dari pelanggan, dan persediaan dikurangi kredit dagang dari pemasok. Dan kewajiban lancar normal lainnya). 2. Bangunan, mesin dan peralatan, perabot kantor dan sebagainya. 3. Program pembelanjaan utama (penelitian dan pengembangan produk dan jasa, program promosi dan lainnya).
Universitas Sumatera Utara