28 28
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Umum Pajak 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada Pasal 1 ayat 1: “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Pajak menurut Mardiasmo (2011) adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapatkan jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur: a. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). b. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undangundang serta aturan pelaksanaannya.
28
29 29
c. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. d. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2. Fungsi Pajak Sebagaimana telah diketahui unsur-unsur yang melekat pada pengertian pajak diatas, terdapat adanya dua fungsi pajak, yaitu: a. Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. b. Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan penerimaan dalam bidang sosial dan ekonomi. 3. Sistem Pemungutan dan Azas Pemungutan Pajak Menurut Waluyo (2010) sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 sistem sebagai berikut: a. Official Assement System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang
terutang.
30 30
b. Self Assement System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan,
tanggung
jawab
kepada
Wajib
Pajak
untuk
menghitung, memperhitugkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. c. With Holding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Dalam pemungutan pajak hendaknya didasarkan pada azas-azas yang menurut Mardiasmo (2011) azas-azas pemungutan pajak dibagi menjadi: a. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
31 31
4. Jenis Pajak Menurut Waluyo (2010) jenis pajak dibagi menjadi 3, yaitu menurut golongan, sifat, dan pemungutan dan penggelolaannya. Pajak menurut golongannya pajak dibagi menjadi dua jenis sebagai berikut. a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung WP yang bersangkutan. b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembenannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Menurut sifatnya dibagi berdasarkan ciri-ciri prinsip sebagai berikut: a. Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. b. Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. Menurut pemungut dan penggelolaannya, adalah sebagai berikut: a. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. b. Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. 5. Surat Pemberitahuan (SPT), Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Ketetapan Pajak, dan Surat Tagihan Pajak
32 32
Wajib Pajak menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai bentuk pelaporan pembayaran pajaknya. Dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Surat Pemberitahuan adalah “surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Surat Pemberitahuan dibagi menjadi dua, yaitu: a. Surat Pemberitahuan Masa Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. b. Surat Pemberitahuan Tahunan Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. Selain SPT, Wajib Pajak juga menggunakan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pembayaran atau penyetoran pajak. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan oleh WP dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Mardiasmo (2011) mengungkapkan bahwa
SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah
disahkan oleh Pejabat kantor penerimaan pembayaran yang berwenang atau
apabila
telah
mendapatkan
validasi.
33 33
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak
terutang.
34 34
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat bukti untuk tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. STP memiliki fungsi sebagai berikut: a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak. b. Sarana mengenakan sanksi administrasi berupa bunga atau denda. c. Alat untuk menagih pajak. 6. Sanksi Administrasi a. Bunga 2% per bulan Tabel 2.1 Sanksi Administrasi Bunga No Masalah sendiri 1. Pembetulan (tahunan
atau
masa)
SPT
Cara Membayar/menagih SSP/STP
tetapi
belum diperiksa. 2.
Dari penelitian rutin: PPh pasal 25 tidak/kurang
SSP/STP
dibayar.
SSP/STP
PPh pasal 21, 22, 23, dan 26 serta PPn yang terlambat bayar. SKPKB, tidak/kurang
STP,
SKPKBT
dibayar
terlambat dibayar. SPT salah tulis/hitung.
SSP/STP
atau
SSP/STP
35 35
Tabel 2.1 Lanjutan 3.
Dilakukan pemeriksaan, pajak
SSP/SPKB
kurang dibayar (maksimum 24 bulan). 4.
Pajak diangsur/ditunda; SKPKB,
SSP/STP
SKKPP, STP. 5.
SPT tahunan PPh ditunda, pajak
SSP/STP
kurang dibayar.
Sumber: Mardiasmo,2011 Sanksi administrasi berupa bunga dapat dibagi menjadi bunga pembayaran, bunga penagihan dan bunga ketetapan. Bunga pembayaran adalah bunga karena melakukan pembayaran pajak tidak pada waktunya, dan pembayaran pajak tersebut dilaukan sendiri tanpa adanya surat tagihan berupa STP, SKPKB dan SKPKBT. Dengan demikian bunga pembayaran umumnya dibayar dengan menggunakan SSP, yaitu meliputi antara lain: a) Bunga karena pembetulan SPT. b) Bunga karena angsuran/penundaan pembayaran. c) Bunga karena terlambat membayar. d) Bunga karena ada selisih antara pajak yang sebenarnya terutang dan pajak sementara. Bunga penagihan adalah bunga karena pembayaran pajak yang ditagih dengan surat tagihan berupa STP, SKPKB, SKPKBT tidak
36 36
dilakukan dalam batas waktu pembayaran. Bunga penagihan umumnya ditagih dengan STP ( pasal 19 (1) KUP). Sedangkan bunga ketetapan adalah bunga yang dimasukkan dalam surat ketetapan pajak tambahan pokok pajak. Bunga ketetapan dikenakan maksimum 24 bulan. Bunga ketetapan umumnya ditagih dengan SKPKB yang diatur dalam pasal 13 ayat (2) KUP. b. Denda Administrasi Tabel 2.2 Sanksi Denda Administrasi No
1
2
Masalah
Cara membayar/menagih
Tidak/terlambat
SPT ditambah Rp100.000,- atau
memasukkan/menyampaikan SPT
Rp500.000,- atau Rp1.000.000
Pembetulan sendiri, SPT Tahunan atau SSP ditambah 150% SPT masa tetapi belum disidik.
3
Khusus PPN: a.
Tidak melaporkan usaha
b.
Tidak membuat/mengisi faktur
SSP/SKPB (ditambah 2% denda
c.
Melanggar larangan membuat
dari dasar pengenaan)
Faktur (PKP yang tidak dikukuhkan)
4
Khusus PBB: STP+denda 2% (maksimum 24 a.
STP, SKPKB tidak/kurang bulan) dibayar atau terlambat dibayar. SKPKB+denda administrasi dari
b.
Dilakukan pemeriksaan, pajak selisih pajak yang terutang kurang dibayar.
Sumber: Mardiasmo, 2011
37 37
c.
Kenaikan Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh Wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar. Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang. Tabel 2.3 Sanksi Kenaikan Pajak No 1.
2. 3.
Masalah
Cara Membayar/menagih
Dikeluarkan SKPKB dengan penghitungan secara jabatan: Tidak memasukkan SPT: (a) SP tahunan (PPh 29) (b) SPT tahunan (PPh 21, 23, 26 dan PPN) Tidak menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 28 KUP Tidak memperlihatkan buku/dokumen, tidak memberi keterangan, tidak memberi bantuan guna kelancaran pemerik-saan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 29
SKPKB ditambah kenaikan 50% SKPKB ditambah kenaikan 100%
Dikeluarkan SKPKBT karena: ditemukan data baru, data semula yg belum terungkap setelah dikeluarkan SKPKB. Khusus PPN: Dikeluarkan SKPKB karena pemerik-saan, dimana PKP tidak seharusnya mengompensasi selisih lebih, meng-hitung tariff 0% diberi restitusi pajak.
Sumber: Mardiasmo, 2011
SKPKB 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN SKPKB 50% PPh pasal 29 100% PPh pasal 21, 23, 26, dan PPN. SKPKBT 100%
SKPKB 100%
38 38
B.
Penghapusan Pajak 1.
Pengertian Penghapusan Pajak Kebijakan tentang penghapusan pajak bukanlah semata-mata menghapuskan seluruh pajak terutang dalam tagihan pajak Wajib Pajak. Fasilitas atau kebijakan penghapusan pajak adalah penghapusan berupa sanksi administrasi pajak. Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK/03/2015 Pasal 1 menyatakan bahwa Peghapusan Sanksi Administrasi adalah penghapusan atas sisa Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak. Dalam KUP Pasal 36 menyatakan bahwa Direktur Jendral Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat: a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; b. Mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar; c. Mengurangkan
atau
membatalkan
Surat Tagihan
Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; atau d. Membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
39 39
1) Penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2) Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 menyebutkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administarasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Pada prinsipnya Wajib Pajak dapat melakukan permohonan penghapusan
pajak
jika
dengan
ketidaksengajaan
atau
karena
kekhilafannya dalam melaporkan pajak dan karena ketidaktelitian fiskus dalam membebani Wajib Pajak yang tidak bersalah atau tidak memahami peraturan perpajakan, maka sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yag telah ditetapkan dapat dihapuskan atau dikurangkan oleh Direktr Jenderal Pajak. 2. Ketentuan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan Sanksi Administrasi dalam hal Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya. Pengurangan atau penghapusan
40 40
Sanksi Administrasi yang dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya terbatas atas: a. Keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya, b. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya, c. Keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya, d. Pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasulan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, yang dilakukan pada tahun 2015. Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan pemohonan Wajib Pajak meliputi: a. Sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang KUP,
41 41
b. Sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak, kecuali sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang KUP, atau c. Sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak selain Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b. Permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi berlaku ketentuan sebagai berikut: a. Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak belum dibayar oleh Wajib Pajak, atau b. Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak sudah dibayar sebagian oleh Wajib Pajak. 3. Tata Cara dan Syarat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak harus memenuhi prosedur permohonan
atau
memenuhi
persyaratan
formal
permohonan
pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak. Tata cara permohonan pengurangan atau penghapusan pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Satu permohonan untuk satu Surat Tagihan Pajak b. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
42 42
c. Ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan, dan tidak dapat dikuasakan d. Disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar. Dalam permohonan pengurangan atau penghapusan pajak yang dimaksud diatas, harus dilampiri dokumen berupa: a. Surat
pernyataan
yang
menyatakan
bahwa
keterlambatan
penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/atau pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas materai oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan b. Fotokopi SPT atau SPT pembetulan yang disampaikan atau printout SPT atau SPT pembetulan berbentuk dokumen elektronik yang disampaikan c. Fotokopi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat yang dianggap sebagai bukti penerimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan d. Fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan pajak terutang yang tercantum dalam SPT Masa atau bukti pelunasan kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan
43 43
Pajak Penghasilan atau bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan e. Fotokopi Surat Tagihan Pajak.