BAB II TINJ UAN PUSTAKA
2.1 KEBUTUHAN GIZI PADA IBU HAMIL Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.9,16 Dalam kehamilan, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium. 1,9 Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan sebanyak kurang lebih 300 kalori setiap hari selama hamil. Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar energi ini bisa disimpan masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir. Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal, dibulatkan menjadi 80.000 Kkal.
Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil
penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 280 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal.
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.9 Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III. Di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia berdasarkan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan. Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil.15,16,17 Sama halnya dengan energi, kebutuhan ibu hamil akan protein juga meningkat, bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia berdasarkan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan. Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12 % dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgBB/hari pada gravida mature, 1,5 g/kg BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun).
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan besi
rata-rata 20 mg perhari. Sedangkan
kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20 – 45 tahun). Seorang ibu hamil yang menderita kekurangan gizi, secara umum asupan makro dan mikro nutriennya juga berkurang. Dalam proses hematopoesis, selain zat besi, juga diperlukan sejumlah makro nutrien seperti protein dan sejumlah mikro nutrien lainnya, sehingga seorang yang menderita gizi kurang dapat dipastikan menderita anemia gizi. Anemia gizi adalah kekurangan kadar haemoglobin (Hb) dalam darah yang disebabkan karena kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan Hb tersebut. Di Indonesia sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga disebut Anemia Kekurangan Zat Besi atau Anemia Gizi Besi.9,13,15 2.2 Gizi Kurang pada Ibu Hamil11,13,15 Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini. 1.
Terhadap Ibu Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
2.
Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat. 3.
Terhadap Janin Kekurangan
gizi
pada
ibu
hamil
dapat
mempengaruhi
proses
pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan keguguran (abortus), bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum , dan berat badan lahir rendah (BBLR).
2.3 Penilaian Status Gizi Ibu1,2,3,13,15,18 Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil dengan status gizi yang baik mempunyai kemungkinan lebih besar untuk melahirkan bayi yang sehat. Seperti pada pengertian status gizi secara umum, maka status gizi ibu hamil pun adalah suatu keadaan fisik yang merupakan hasil dari konsumsi, absorpsi dan penggunaan berbagai macam zat gizi baik makro maupun mikro. Oleh karena proses kehamilan menyebabkan perubahan fisiologi termasuk perubahan hormon dan bertambahnya volume darah untuk perkembangan janin, maka masukan zat gizi ibu hamil juga harus ditambah guna mencukupi kebutuhan tersebut. (Depkes RI, 1996). Penilaian status gizi ibu dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh, antara lain umur, berat badan, panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit. Penilaian status gizi klinis didasarkan
perubahan-perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat pada permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penentuan gizi secara biokimia merupakan pemeriksaan spesimen (urine, tinja, darah, hati dan otot) yang diuji secara laboratoris. Sedangkan penentuan status gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan.15 Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi
18
. Survei konsumsi makanan
dilakukan dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Statistik vital menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi faktor fisik, biologis dan lingkungan. 2.4 Berat Bayi Lahir Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung kurang lebih 40 minggu dalam rahim ibu. Secara umum berat bayi lahir yang normal adalah antara 2500 gr sampai 4000 gr, dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gram dikatakan Berat Badan Lahir Rendah. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah =BBLR). Hal ini dilakukan karena tidak semua bayi dengan berat kurang dari 2500 gram pada waktu lahir dikatakan bayi prematur. Keadaan ini dapat disebabkan oleh :1) masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai ( masa kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari haid yang teratur); 2)bayi small for gestational age (SGA):
bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan = KMK ) ; 3) Kedua-duanya19,20,27. Dari pengertian diatas maka bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu Prematur murni dan Dismaturitas.22,26 2.4.1. Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. 2.4.2. Disamaturitas atau Kecil Masa Kehamilan adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan. Hal ini karena janin mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil untuk masa kehamilan (KMK) 2.5 Lingkar Lengan Atas (LILA) Lingkar lengan atas adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran secara praktis yang digunakan untuk memeriksa ukuran lingkar lengan atas. Menurut I Dewa Nyoman S (2002) pengukuran LILA adalah salah satu deteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam untuk mengetahui kelompok beresiko KEK.22 Depkes RI (2000) menetapkan nilai ambang batas LILA Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil dengan resiko KEK di Indonesia adalah 23,5 cm.6
2.5.1 Tujuan pengukuran LILA6 Tujuan pengukuran LILA adalah : - Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu, dan untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR.)
- Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih berperan dalam pencegahan dan penanggulangan KEK. - Mengembangkan gagasan-gagasan baru di kalangan masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. - Meningkatkan peran petugas lintas sektor dalam upaya perbaikan gizi WUS yang menderita KEK. - Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS yang menderita KEK.
2.5.2 Cara pengukuran LILA 1. Pengukuran dilakukan pada lengan kiri dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas 23,5 cm (batas antara merah dan putih) 2.
Tetapkan posisi bahu dan siku. Lengan harus dalam posisi bebas lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang.
3. Letakkan pita antara bahu dan siku. Alat pengukur harus dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau berlipat-lipat sehingga permukaan tidak rata. 4. Tentukan titik tengah lengan. 5. Lingkarkan pita LILA.Jangan terlalu ketat atau longgar. 6. Baca skala pengukuran.
2.5.3 Hubungan LILA Ibu hamil dengan Berat Bayi Lahir Salah satu cara untuk mengetahui apakah ibu hamil menderita atau tidak menderita KEK adalah dari ukuran LILA, jika ukuran LILA kurang dari 23,5 cm maka ibu hamil tersebut dikatakan KEK atau gizi kurang dan beresiko melahirkan bayi dengan BBLR.
Dari hasil penelitian Ngare dan Neuman pada 148 wanita hamil di Kenya tahun 1998 menyimpulkan bahwa faktor-faktor prediktor BBLR antara lain, ukuran BMI, LILA, kadar Hb dan masukan gizi. Bila masukan zat gizi kurang memadai maka akan meningkatkan risiko terjadinya BBLR.7,8,10 Sebagai respon terhadap pertumbuhan janin dan plasenta yang cepat serta kebutuhan – kebutuhan yang semakin meningkat, ibu hamil mengalami perubahan metabolik. Sebagian besar pertambahan berat badan selama hamil dihubungkan dengan uterus dan isinya, payudara, berubahnya volume darah serta cairan ekstrasel dan ekstravaskuler. Penambahan berat badan adalah akibat perubahan metabolik yang menyebabkan bertambahnya air dalam sel dan penumpukan lemak dan protein. Adanya asumsi bahwa pada trimester I dan II terjadi penimbunan cadangan lemak antara lain lemak bawah kulit sedang pada trimester III terjadi pemakaian cadangan lemak yang maksimal maka dengan demikian ada perubahan ukuran lingkar lengan atas sesuai dengan perubahan lemak bawah kulit dan ada hubungannya dengan berat badan lahir. Bhargava dkk (2000)11 dalam penelitiannya di Kenya menyimpulkan bahwa status gizi ibu mempunyai hubungan yang positif dengan berat bayi lahir. Temuan tersebut didukung oleh hasil penelitian Humphrey dan Holzheimer (2000)12 yang menyatakan bahwa status gizi yang rendah mempunyai korelasi dengan BBLR. Demikian pula hasil penelitian yang dilakukan oleh Rodrigues dan Barros (1998)13 menemukan bahwa aktifitas ibu hamil dan status gizinya sangat penting terhadap risiko bayi prematur atau BBLR. Penelitian serupa juga diungkapkan oleh Ogunyemi dkk (1998)14 menemukan bahwa ada hubungan antara status gizi dan kenaikan berat badan ibu hamil dengan keadaan bayi perinatal dan berat lahirnya. Jadi status gizi normal dan kenaikan berat badan yang ideal pada ibu hamil berhubungan dengan
penurunan komplikasi bayi perinatal dan optimalisasi berat badan lahir. Demikian juga menurut Merchant dkk (1999)25 dalam penelitiannya menemukan bahwa status gizi ibu adalah salah satu faktor yang menjadi pertimbangan penting sebagai indikator terhadap hasil kelahiran (birth outcome). Hasil penelitian di Indonesia seperti dilakukan Budijanto dkk (2000)15 di Madiun, Jawa Timur menemukan bahwa risiko terhadap kejadian berat bayi lahir rendah ada kaitan ukuran lingkar lengan atas dan pekerjaan berat. Temuan ini mendukung penelitian sebelumnya oleh Purdyastuti di RS Fatmawati Jakarta (1994)dikutip dari 16 yang menyimpulkan adanya hubungan antara status gizi ibu yang dinilai dari LILA dengan berat bayi lahir.
skema Tindak Lanjut pengukuran LILA7
PENGUKURAN LILA WUS (Wanita Usa Subur)
< 23,5 cm
RESIKO KEK
-
-
Anjuran : Makan cukup dengan pedoman Umum Gizi Seimbang Hidup sehat Tunda kehamilan Bila hamil segera rujuk sedini mungkin Diberi penyuluhan
≥ 23,5 cm
BUKAN RESIKO KEK
Anjuran : - Pertahankan kondisi kesehatan - Bila hamil , periksa kehamilan kepada petugas kesehatan
2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut :26,29, 2.6.1. Faktor Lingkungan Internal Yaitu meliputi umur ibu, jarak kelahiran, paritas , kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil, pemeriksaan kehamilan dan penyakit pada saat kehamilan. 2.6.2. Faktor Lingkungan Eksternal Yaitu meliputi kondisi lingkungan , asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu
hamil.
2.6.3. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan dengan frekuensi pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC) Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir antara lain sebagai berikut : 2.6.1.1. Usia Ibu hamil Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah umur 16 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka akan terjadi bahaya bayi lahir kurang bulan, perdarahan dan bayi BBLR26,27. Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan karena sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini
sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, organ kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku. Kesulitan dan bahaya yang akan terjadi pada kehamilan diatas usia 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban pecah dini, perdarahan, persalinan tidak lancar dan berat bayi lahir.21 2.6.1.2. Jarak Kehamilan/Kelahiran Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun.20 2.6.1.3. Paritas Paritas secara luas mencakup gravida/jumlah kehamilan, prematur/jumlah kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang ataupun melintang.24
2.6.1.4. Kadar Hemoglobin (Hb) Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 12 gr/dl.33 Data Depkes RI diketahui bahwa 24,5% ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir
rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin.7 2.6.1.5. Status Gizi Ibu Hamil Status gizi dapat diartikan sebagai keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan pengertian diatas status gizi ibu hamil berarti keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi sewaktu hamil. Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Pengukuran antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai status gizi ibu hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling sering digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar lengan atas (LLA) selama kehamilan).1,3,8,18 Sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi kecukupan gizi ibu hamil bisa di lihat dari kenaikan berat badannya. Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai penambahan berat badan yang rendah atau turun sampai 10 kg, mempunyai resiko paling tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat badan sebelum hamil.3,4,7 Lingkar Lengan Atas (LILA) adalah antropometri yang dapat menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi kurang. Ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR. Pengukuran LILA lebih praktis
untuk mengetahui status gizi ibu hamil karena alat ukurnya sederhana dan mudah dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan berat badan yang ekstrim.16,17,18 Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
berat
bayi
lahir
secara
tidak
langsung/eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Faktor lingkungan yang meliputi kebersihan dan kesehatan lingkungan serta ketinggian tempat tinggal. 2. Faktor ekonomi dan sosial meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu hamil.