BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER Nilai-nilai pendidikan karakter sangat erat kaitannya dengan tingkah laku kita sehari-hari karena kaitannnya dengan kehidupan di masayarakat yang majemuk dengan tingkat penalaran dan cara berpikir yang sangat beragam. Perencanaan jangka panjang untuk menentukan arah hidup kita kedepan, harus diiringi dengan pendidikan yang baik agar setiap tindakan yang kita lakukan sesuai dengan norma sosial. Pendidikan harus diterapkan dalam kehidupan seharihari, terutama pendidikan yang sifatnya keagamaan dan nilai kemanusiaan karena agama adalah pondasi yang paling kokoh yang mesti dijadikan pedoman dalam setiap segi kehidupan manusia.
A. Pengertian Karakter Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong dan penggerak serta yang membedakan dengan individu lain. 1 Karakter dapat didefinisikan sebagai kecenderungan tingkah laku yang konsisten secara lahiriyah dan batiniah. Karakter adalah hasil kegiatan yang
1
Muhammad Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), hlm.13.
23
24
sangat mendalam dan kekal yang nantinya akan membawa ke arah pertumbuhan sosial.2 Menurut Al Wisol, karakter diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, berbeda dengan kepribadian karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial, keduanya relatif permanen serta menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktivitas individu.3 Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivation), dan keterampilan (skill). Karakter meliputi sikap, seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual, seperti berfikir kritis, dan alasan moral perilaku, seperti jujur dan bertaqwa, bertanggung jawab mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya.4
2
Djaall, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 48-49.
3
Arismantoro, Tinjauan Berbagai Aspek Character Building, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2008), hlm. 27-28. 4
Ibid, hlm.27.
25
Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi. Karakter menjadi identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan karakter inilah kualitas seorang pribadi diukur.5
B. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sekaligus sebagai karunia yang Allah berikan kepada manusia untuk saling mengasihi tanpa membedakan ras dan kasta mempunyai pengartian yang luas yang sebisa mungkin agar dipahami secara mendetail oleh manusia agar pendidikan
moral dapat berjalan dengan baik di masyarakat. Pendidikan
diarahakan menuju proses penyiapan individu agar dalam menjalankan kehidupan yang digariskan oleh Allah SWT. Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan atau hal dan cara. Dalam bahasa Yunani, pendidikan dikenal dengan istilah paedagogik, yang merupakan bentuk jamak dari paes yang berarti anak dan kata ago yang berarti aku membimbing anak.6 Abu Ahmadi menyatakan bahwa arti dari pendidikan adalah pengaruh, bantuan atau tuntunan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik.7
5
Nurul Zuhriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
hlm.19. 6
Daryanto, S.S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Apollo, 1998), hlm. 156
7
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 71
26
Pendidikan dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah “education” yang berasal dari bahasa Latin “educate” yang berarti memasukkan sesuatu.8 Pendidikan adalah satu sarana terpenting dalam pengembangan sumber daya manusia dan penanaman nilai-nilai kemanusiaan yang pada gilirannya akan menciptakan masyarakat yang beradab dan berperadaban.9 Sedangkan berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan adalah proses dan pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan proses mendidik dan cara mendidik.10 Pendidikan dalam Ensiklopedia Indonesia diartikan sebagai proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan ke kecerahan pengetahuan dalam arti luas, pendidikan baik yang formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri, dan tentang dunia dimana mereka hidup.11 Dalam pengertian tersebut pendidikan jelas tidak hanya meliputi pengajaran di sekolah namun semua bentuk bimbingan atas manusia dan segala bentuk pencarian pengetahuan. Didalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga istilah yang digunakan untuk menandai konsep pendidikan, yaitu tarbiyah (ِ)تِرِ تِيِة, ta‟lim ( 8
Hasan Langgulung, Asaz-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1992), hlm.
4 9
Wan Mohd Wan Daud, Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam SMN Al Attas, terjemah Hamld Fahmi dkk, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 23 10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), hlm. 204 11
Hasan Shadily (dir), Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeven dan El Sevier Publising Project), Jilid 5, hlm. 2627
27
ِ)تِءِلِم, dan ta‟dib (ِ )تِاءِ ِدية. Istilah tarbiyah berakar pada tiga kata, pertama kata raba yarbu (ِيِرِ ِِتو، )رِتِاyang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua rabiya yarba yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga rabba yarubbu (ِيِرِب،ِ )رِبyang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara. Kata alRabbِ (ِ)الِرِب, juga berasal dari kata tarbiyah dan berarti mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaannya secara bertahap atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur-angsur. Firman Allah yang mendukung penggunaann istilah ini antara lain terdapat dalam ayat-ayat sebagai berikut:
ِِِِِِِِِِ Artinya: ...dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. alIsra/ 17:24)
ِِِِِِِِِِِِِِ Artinya: Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari umurmu... ”(Q.S. al-Syu‟raa/ 26:18) „Abdurrahman al-Nahlawi salah seorang pengguna istilah tarbiyah berpendapat bahwa pendidikan berarti: 1.
Memelihara fitrah anak,
2.
Menumbuhkan sekuruh bakat dan kesiapannya,
3.
Mengarahkan fitrah dan seluruh bakatnya agar menjadi lebih baik dan sempurna, serta
4.
Bertahap dalam prosesnya.
28
Berdasarkan pengertian di atas, al-Nahlawi mengemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pendidikan adalah proses yang mempunyai tujuan, sasaran, dan target. Pendidik yang sebenarnya adalah Allah, karena Dialah yang mencipatakan fitrah dan bakat bagi manusia, Dialah yang membuat danmemberlakukan hukum-hukum perkembangan serta bagaimana fitrah dan bakat-bakat itu berinteraksi, Dia pula ayng menggariskan syariat untuk mewujudkan kesempurnaan, kebaikan dan kebahagiaannya.
2.
Pendidikan menghendaki penyusunan langkah-langkah sistematis yang harus dilalui secara bertahap oleh berbagai kegiatan pendidikan dan pengajaran.
3.
Pendidik harus mengikuti hukum-hukum penciptaan dan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah. Istlah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan dalam
Islam adalah ta‟lim. Jalal, salah seorang yang menawarkan pengguanaan istilah ini, mengemukakan konsep-konsep pendidikan yang terkandung didalamnya sebagai berikut: 1.
Ta‟lim adalah proses pembelajaaran secara terus menerus sejakmamnusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan, dan hati. Pengertian ini digali dari fiirman Allah SWT yang menyatakan sebagai berikut:
29
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِِِِِِِ ِِ Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.(Q.S. al-Nahl/ 16:78) 2. Proses ta‟lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah (domain) kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi. Ruamh linhkup pengertian ta‟lim
semacam ini, didasarkan pada
firman Allah SWT sebegai berikut:
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِِِِِِِِِِِ Artinya: ...sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui. (Q.S. al-Baqarah/2:151) Istilah ta‟dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh Al-Attas. Istilah ini berasal dari kata adab dan pada pendapatnya, berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat steratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tenjtang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan kata ini, kata adab mencangkup pengerian „‟ilm dan „amal.
30
Kata ta‟dib dinyatakan sebagai cara Tuhan dalam mendidik Nabi Saw., sesuai dengan sabda beliau:
ِاِدِتِنِيِِرِتِيِِفِاحِسِنِِتِأِدِيِثِي Dengan merujuk pada pengertian adab di atas, sabda Nabi ini diartikan sebagai berikut: Tuhanku telah membuatku mengenaki dan mengakui, dengan apa (yaitu adab) yang secara berangsur-angsur telah Dia tanamkan ke dalam diriku, tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga hal itu membimbingku kearah pengenalan dan pengakuan tempat-Nya yang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan dan, sebagai akibatnya, ia telah membuat pendidikanku yang paling baik. Berdasarkan konsep adab tersebut, Al-Attas mendefinisikan pendidikan sebagai pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam manusia tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhanyang tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaaan.12 Dari berbagai sumber diatas telah diterangkana arti dari pendidikan dan apa itu karakter, maka dari keduanya dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter diartikan sebagai pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata
12
hlm. 3-10.
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam,Cet.2, (Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999),
31
seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.13 Pendidikan karakter merupakan upaya manusia untuk mempertahankan hidupnya. Kemajuan ilmu pengetahuan tanpa diimbangi dengan keprubadian yang mulia tidak akan mampu mempertahankan manusia dari kepunahan. Semakin tinggi ilmu pengetahuan, semakin tinggi pula peralatan dan teknik membinasakan sesama manusia. Dapat disaksikan dalam kehidupan sehari-hari bahwa para pelaku kriminalitas dan kejahatan ekonomi kelas kakap bukanlah orang-orang bodoh, melainkan orang-orang pintar dan berpangkat tinggi. Bahkan tidak sedikit orang kaya, terpelajar, dan berpangkat tidak mampu meringankan beban kesengsaaraan rakyat. Padahal ilmu yang dipahaminya menganjurkannya untuk menolong rakyat dari kesengsaraan dan penderitaan. Sebaliknya, tidak sedikit orang yang tidak berilmu namun memiliki kepribadian yang mulia. Dengan segala kemampuan yang dimilikinya, mereka memberikan pertolongan kepada orang lain yang hidup dalam kemiskinan dan penderitaan Pendidikan karakter juga sering disamakan dengan pendidikan budi pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil
13
Bambang Q-Aness, Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur‟an, (Bandung: Refika Offset, 2009), Cet.2, hlm.99.
32
menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dan hidupnya.14
C. Kerangka Pendidikan karakter Berdasarkan grand design yang dikembangkan oleh
Kemendiknas
(2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologi dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam olah pikir (intellectual), olah hati (spiritual and emotional development), olahraga dan kinestetis (physical and kinestetic development), olah karsa (creativity development).15
1. Olah Pikir
ِِِِِِِِِِِِِِ Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri”. (Q.S. Yunus/10:44)
14
15
Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm.11.
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, Cet. 2, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 192-193.
33
ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِِِِِِِِِِِ Artinya: “Apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang lakilaki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (Q.S. al A‟raf/7: 69)
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna. Manusia terkesan seperti “barang antik”, karena ia adalah adalah sumber kesulitan, sumber permasalahan, dan sumber persoalannya sendiri. Dalam ayat tersebut diatas jelaslah bahwa segala kesulitan, permasalahan, dan persoalan yang menimpa manusia adalah karena manusia telah menzalimi pikirannya, tindakannya, serta hasil dari pikiran dan tindakannya sendiri. Ayat tersebut menerangkan dan mengajarkan kepada manusia untuk selalu berpikir dan bertindak positif terlebih kepada Allah SWT dengan segala nikmat dan fasilitas-Nya.16
Berpikir dapat dikatakan sebagai proses untuk memperoleh pemecahan masalah atau untuk mendapatkan sesuatu yang baru. Berpikir juga dapat
16
Diaz Dwikomentari, SoSq; Solution Spiritual Quotient, Cet 1, (Jakarta: Pustaka Zahra, 2005), hlm, 115.
34
dipandang sebagai pemprosesan informasi dari stimulus yang ada, sampai pemecahan masalah. Dengan demikian dapat dikatakan berpikir adalah proses kognitif yang berlangsung antara stimulus dan respon. 17
Olah pikir berkaitan dengan mindset kita, bagaimana kita berpikir tentang hal-hal yang ada di sekitar kita. Olah pikir juga berkaitan dengan cara pandang kita terhadap sesuatu, terhadap masa depan dan lain sebagainya. Olah pikir akan menghasilkan energi-energi positif yang dapat membangkitkan semangat jiwa sehingga apapun yang kita lakukan didasarkan pada nilai-nilai kebaikan. Olah pikir juga merupakan penyetir atau pengendali dari dua “olah” sebelumnya karena pada dasarnya apapun yang kita lakukan merupakan hasil dari pemikiran kita sebelumnya. 18 Manusia
harus senantiasa mengolah
pikirnya agar menjadi manusia yang cerdas, kreatif, kritis dan inovatif agar mampu untuk menyelesaikan setiap problematika yang terjadi di dunia.
2. Olah Hati
Hati sangat berperan dalam kehidupan manusia setiap saat, baik secara fisk maupun psikis. Hati memiliki fungsi utama mengerakkan, dan mengarahkan kehidupan seseorang. Hati memiliki kemampuan membedakan antara yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram, bahkan sesuatu yang berada pada keduanya, yaitu syubhat (tidak jelas). Namun hati harus 17
18
Bimo Walgito, Peangantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi, 2004), hlm. 177.
Harjho. Olah Raga, Olah Rasa dan Olah Pikir. http://titiansabiluna.blogspot.com/2011/10/olah-raga-olah-rasa-dan-olah-pikir.html. (27 Oktober 2011). Diakses 5 Desember 2014.
35
ditata, ia adalah potensi dasar manusia yang mengandung dua kecenderungan, yaitu baik dan buruk.19
Inti konsep olah hati adalah memahami diri sendiri dan kemudian kita mau dan mampu mengendalikan diri kita setelah kita memahami benar siapa diri kita sebenarnya. Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri kita itu ada di hati. Hatilah yang menunjukkan watak dan siapa diri kita sebenarnya. Hati atau qalbu-lah yang membuat kita mampu berpertasi semata demi Allah SWT. Bila hati kita bersih, bening, dan jernih insya Allah, keseluruhan diri kita juga akan menunjukkan kebersihan, kebeningan, dan kejernihan.20
Olah hati merupakan upaya untuk menjaga agar hati kita senantiasa bersih dan terhindar dari berbagai penyakit hati. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia mesti senantiasa mengolah hatinya agar menjadi manusia yang memiliki hati yang mulia yakni selalu ikhlas dalam beribadah hanya untuk Allah semata, senantiasa bertaubat kepada Allah dengan obat yang nashuha atas kesalahn yang kita lakukan karena setian manuasi atentu menpunyai dosa, selalu
berbuat amar makruf nahi mungkar, bersikap zuhud, sabar dan
senantiasa bersyukur atas nikmat Allah, selalu bersikap khauf dan raja‟, ridha
19
M. Amin Syukur dan Fathimah Usman, Cet 1, Terapi Hati dalam Seni Menata Hati, (Semarang: Pustaka Nuun, 2009), hlm, 1-2. 20
Abdullah Gymnastiar, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki Diri Lewat Manajemen Qalbu, Cet 11, (Bandung:Mizan, 2003), hlm, 226-227.
36
atas segala ketentuan Allah, dan senentiasa cinta kepada Allah melebihi cinta kita kepada apapun juga.21
3. Olah Raga
Sebagai bagian dari masyarakat, olah raga mencerminkan nilai yang juga sebagai komponen budaya. Olah raga, seperti penjelasan Shield dan Bredemeier merupakan ”..a highly symbolic and condensed medium for cultutal values, a vehicle by which many young people come to learn about the core value.” Kata kunci dalam ungkapan tersebut adalah ”highly symbolyc” dan “core values”. Olah raga diangap sebagai pengejawantahan cara hidup nyata dan wahana bagi anak muda untuk belajar hidup nilai-nilai inti. Oleh karena itu, Prof. Riysdorp, mantan dosen akademi pendidikan jasmani di bandung tahun
1950-an, sebagai
ketua ICHPER-SD, ketika membuka
konferensi di Bali tahun 1975 mengatakan bahwa konsep olahraga yang dianut oleh bangsa Indonesia sangat tepat. Menurut Riysdorp, Olaraga terdiri dari dua kata, ”olah” dan “raga”. “Olah”, seperti lazim digunakan untuk menyebut proses pengolahan tanah dalam pertanian, atau mengolah bahan makanan sehingga menjadi lezat , begitu dekat dengan kata “cultivation” dalam bahasa inggris, yang dekat sekali dengan kata “education”
yang
diterjemahkan dalam bahasa indonesia ialah pendidikan. selanjutnya kata “raga” lebih menunjuk kepada kata luas, kesatuan jiwa dan raga yang bersandar pada filsafat monism. Oleh karena itu, di bagian lain Riysdorp 21
Ahmad Farid, Olahraga Hati, (Solo; Aqwam, 2007), hlm. iii-iv.
37
menjelaskan misi pedidikan jasmani merupakan proses pembinaan dan sekaligus pembentukan yang diugkapkan dalam istilah forming.22
Secara istilah olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kesehatan olahraga adalah upaya kesehatan yang memanfaatkan olahraga untuk meningkatkan derajat kesehatan. Olahraga merupakan sebagian kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari karena dapat meningkatkan kebugaran yang diperlukan dalam melakukan tugasnya. Olahraga dapat dimulai sejak usia muda hingga usia lanjut dan dapat dilakukan setiap hari.23
Pendidikan jasmani atau pendidikan olahraga bisa menjadi media pendidikan karakter. Hal ini sejalan dengan pendapat Solomon yang menegaskan bahwa konsep pengembangan afektif sebagai tujuan dari pendidikan melalui pendidikan jasmani sudah diperkenalkan lebih dari 160 tahun yang lalu. Berbagai penelitian terkini mendukung pendapat bahwa melalui pengelolaan pengalaman pendidikan jasmani dapat menfasilitasi terjadinya perkembangan karakter siswa.
22
Mulyana, Pendidikan Pencak Silat, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 5-
6. 23
Pengertian Olahraga: Apa itu Olahraga?. http://www.pengertianahli.com/2013/08/pengertian-olahraga-apa-itu-olahraga.html#_. Diakses, 5 Desember 2014.
38
Pentingnya pengembangan karakter ditekankan dalam tujuan dan fungsi standar kompetensi pendidikan nasional pendidikan jasmani sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum 2004. Dua diantaranya menyatakan bahwa tujuan pendidikan jasmani, yaitu: (1) meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisi nilai dalam pendidikan jasmani; dan (2) mengambangkan sikap yang sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerja sama, percaya diri, dan demokratis melalui aktivitas jasmani.24
4. Olah Karsa
Perasaan dan emosi pada umunya disifatkan sebagai keadaan (state) yang ada pada individu atau organisme pada sesuatu waktu. Misal seseorang merasa sedih, senang, takut, marah maupun gejala-gejala lain setelah melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu. Dengan kata lain perasaan dan emosi disifatkan sebagai suatu keadaan kejiwaan pada organisme atau individu sebagai akibat adanya peristiwa atau persepsi yang dialami oleh organisme. Pada umumnya peristiwa atau keadaan tersebut menimbulkan kegoncangankegoncangan dalam diri organisme yang bersangkutan. Menurut Chaplin yang dimaksud dengan perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari persepsi terhadap stimulus baik eksternal maupn internal.25
Olah karsa adalah ilmu untuk mengontrol emosi, perasaan dan hati agar bisa merasa bahagia dalam kondisi yang sulit, sakit, miskin, terancam dan 24
Zubaedi, op. cit., hlm. 283-298.
25
Bimo Walgito., op.cit, hlm. 202-204.
39
dalam menghadapi kepedihan hidup, serta menghadapi krisis multi dimensi saat ini olah karsa. Ilmu berarti harus ada teknik dan tata cara menjalankan, beberapa orang bilang olah rasa itu seni, tapi yang dimaksud adalah mengkondisikan suatu keadaan yang bisa dirasakan, atau seolah olah merasakan apa yang dialami ini suatu kenikmatan bukan suatu kesengsaraan dan hukuman.26
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesame manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hokum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.27
D. Tujuan Pendidikan Karakter Karakter dan kepribadian, nilai dan norma, dan pengetahuan anak dibentuk dari keluaraganya. Karena itu segenap perilaku seseorang sekaligus merupakan manifestasi dari situasi keluarganya. Keluarga yang kondusif tentunya memberikan kesempatan kepada anak dan angota keluarganya untuk berkembang 26
Pengertian dan Tingkatan Olah Rasa, http://www.referensimakalah.com/2013/01/pengertian-dan-tingkatan-olah-rasa.html. Diakses 5 Desember 2014. 27
Zubaedi., op.cit. hlm. 194.
40
dan termanifestasinya kesehatan mentalnya. Sebaliknya, hambatan-hambatan yang terjadi di keluarga beresiko kurang baik bagi kesahetan mental anggota keluarganya.28 Agar manusia dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Allah tidak membiarkan manusia hidup begitu saja tanpa bekal yang memadai. Allah dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya memberikan potensi insani atau sumber daya manusia (SDM) untuk dikembangkan dan di tingkatkan kualitasnya. Esensi SDM yang membedakan dengan potensi-potensi yang diberikan kepada makluk lainya dan memang sangat tinggi nilainya adalah “kebebasan” dan “hidayah Allah”, yang sesungguhnya inheren dalam fitrah manusia.29 Seseorang dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.30 Tujuan pendidikan karakter sendiri adalah untuk mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan cenderung memiliki tujuan hidup.31 28
Latipun Moeljono, Kesehatan Mental Konsep dan Penerapannya, (Malang: UMM Press, 2002), hlm.171. 29
Achmadi, Idiologi Pendidikan Islam Paradigma Humanisme Teosentris, Cet. 5, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.64. 30
Muhammad Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa, (Surabaya: Yuma Pustaka, 2010), hlm.13. 31
Bambang Q-Aness, Adang Hambali, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur‟an, (Bandung: Refika Offset, 2009), Cet.2, hlm.29.
41
Tujuan pendidikan karakter juga dijadikan sebagai fasilitas menguatkan dan mengembangankan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam perilaku anak baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).32 Tujuan pendidikan karakter secara luas diartikan sebagai penanaman nilai di dalam diri siswa dan pembatuan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu. Tujuan jangka panjangnya tidak lain adalah mendasarkan diri pada tanggapan aktif kontekstual individu atas implus natural sosial yang diterimanya yang pada gilirannya semakin mempertajam visi hidup yang akan diraih lewat proses pembentukan diri terus menerus (on going formation). Tujuan jangka panjang ini tidak sekedar berupa idealis yang penentuan sarana untuk mencapai tujuan itu tidak dapat diverifikasi, melainkan sebuah pendekatan dialektis yang semakin mendekatkan antara yang ideal dengan kenyataan, melalui proses refleksi dan interaksi terus-menerus, antar idealis, pilihan sarana dan hasil langsung yang dapat dievaluasi secara objektif.33 Melengkapi uraian di atas, Megawangi, pencetus pendidikan karakter di Indonesia telah menyusun Sembilan pilar karakter mulia yang selayaknya di jadikan acuan dalam pendidikan karakter, baik disekolah maupun di luar sekolah, yaitu: 1. Cinta Allah dan kebenaran
32
Dharma Kusuma, Pendidikan Karakter (Kajian Teori dan Praktik di Sekolah) (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 6. 33
Doni Koesoema Albertus, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Cet. 2, (Jakarta: Grasindo, 2010), hlm. 134-135.
42
2. Tangggung jawab, disiplin, mandiri 3. Amanah 4. Hormat dan santun 5. Kasih saying, peduli, dan kerja sama 6. Percaya diri, kreatif, dan pantang menyerah 7. Adil dan berjiwa kepemimipinan 8. Baik dan rendah hati 9. Toleran dan cinta damai34
34
5.
Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Cet.3, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm.