BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MERGER
2.1. Pengertian Merger 2.1.1. Pengertian Merger Istilah merger berasal dari kata merge yang dalam Bahasa Indonesia berarti menggabungkan atau memfusikan. 1 Merger menurut definisi Encyclopedia of Banking and Finace adalah “a combination of two or more corporations, where the dominant unit absorbs the passive unit, the former continuing, usually under the same name”.2 Sedangkan menurut Black’s Law Dicitionary, merger adalah “the fusion or absorbtion of one thing or right into another”, yang dalam hukum perusahaaan diartikan dengan:3 “an amalgamation of two corporation pursuant to statutory provison in which one of the corporation survives and the other disappears. The absorbtion of one company by another, the former losing its legal identitiy, and the latter retaining its own name and identity and acquiring assets, liabilities, franchises, and power of former; and absorbed company ceasing to exist as separate business entity.” Selain pengertian tersebut, beberapa ahli hukum bisnis Indonesia memberikan pengertian merger sebagai berikut:4 a. Barcelius Ruru mengartikan merger sebagai penggabungan usaha dari dua atau lebih perusahaan yang bergabung ke dalam salah satu perusahaan yang telah ada sebelumnya.
1
Jhon M.E dan Hasan Sadli, 1990, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia Pustaka, Jakarta, h. 378. Gunawan Widjaja, 2002, Merger Dalam Perpektif Monopoli, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 47. 3 Ibid, h. 48. 4 Joni Emirzon, 2000, Hukum Bisnis Indonesia, Prenhalindo, Jakarta, h. 113. 2
b. Kartini Muliadi merngartikan merger sebagai transaksi dua atau lebih perseroan menggabungkan usaha mereka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada sehingga hanya satu perseroan saja yang tinggal. Secara yuridis pengertian merger dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomo 57 Tahun 2010 Tentang Penggabungan Atau Peleburan badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat, yang mengartikan merger sebagai berikut: “Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Badan Usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Badan Usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari badan Usaha yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Badan Usaha yang menerima penggabungan dan selanjutnya status Badan Usaha yang menggabungkan diri berakhir karena hukum”. Selanjutnya peraturan di bidang pasar modal di bidang merger dan kosolidasi yang tertuang dalam Keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep-52/PM/1997 tanggal 26 Desember 1997 yang memberi arti kepada merger perusahaan, yang dalam peraturan tersebut disebut dengan istilah “penggabungan usaha” sebagai sesuatu “perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar”. Dari beberapa pengertian-pengertian tersebut, pada dasarnya ada kesamaan dalam unsurunsur perngertian merger yaitu:5 1. Merger atau penggabungan perusahaan adalah salah satu cara penyatuan perusahaan, disamping peleburan perusahaan (konsolidasi) dan pengambilalihan perusahaan (akuisisi). 2. Merger melibatkan dua pihak, yaitu satu perusahaan yang menerima penggabungan dan satu atau lebih perusahaan yang menggabungkan diri. 3. Perusahaan yang menerima penggabungan akan menerima pengambilalihan seluruh saham, harta kekayaan, hak, kewajiban, dan utang perusahaan yang menggabungkan diri.
2.1.2. Jenis-Jenis Merger 5
Ibid, h. 114.
Menurut Munir Fuady, merger dapat dikatagorikan menjadi beberapa jenis, yaitu: Menurut jenis usahanya, merger dapat dikatagorikan ke dalam empatbagian sebagai berikut :6 1). Merger horizontal. Adalah merger di antara dua atau lebih perusahaan dimana semuaperusahaan tersebut bergerak pada bidang bisnis (line of business)yang samaAtau dapatlah dikatakan terjadinya fusi/ merger horizontal yaituapabila dua atau lebih perusahaan yang sebagian besar mempunyaipasar pembelian dan pasar penjualan yang sama-sama berleburmenjadi satu, seperti misalnya antara perusahaan kelapa sawit.Sementara itu, untuk merger horizontal khusus apabila dilakukandalam satu kelompok usaha, ada dua perusahaan dalam satu kelompok,yang disebut dengan sister company.Saham mereka sama-samadipegang oleh satu perusahaan holding.Namun kemudian setelahmerger horizontal, perusahaan holding memegang saham pada anakperusahaan hasil merger yang telah bersatu. Dan dalam proses mergerhorizontal ini, khususnya apabila dipilih merger tanpa likuidasi, tindakan-tindakan yuridis minimal yang dilakukan adalah sebagaiberikut : a). semua aktiva dan passiva dialihkan dari anak perusahaan yang satuterhadap anak perusahaan lain (kecuali aktiva yang harus dibayarkepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger).Kecuali dipilih model merger dengan likuidasi. b). Anak perusahaan satu menghentikan kegiatannya, kemudiandibubarkan tanpa likuidasi. c). Pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger dapatmemilih antara menjadi pemegang saham dalam anak perusahaanatau meminta kompensasi harga saham yang sedang dipegangnyatanpa menjadi pemegang saham pada anak perusahaan hasilmerger. 2). Merger vertikal.
6
Munir Fuady, op.cit.,h. 80.
Merger vertikal adalah suatu gabungan di antara dua perusahaan ataulebih dengan mana yang satu bertindak sebagai suplier bagi yanglainnya.Atau dapat dikatakan fusi/ merger vertikal ini terjadi apabilaperusahaan bersatu dengan perusahaan lainnya, yang mengerjakanlebih lanjut barang-barang yang dibuat oleh perusahaan yang pertama.Misalnya kerjasama antara pabrik pemintalan benang dan pabriktekstil. 3). Merger kon-generik. Yang dimaksud dengan merger kon-generik adalah merger diantara 2(dua) atau lebih perusahaan yang saling berhubungan tetapi bukanterhadap produk yang sama seperti pada merger horizontal dan bukanpula antara perusahaan hulu dengan hilir seperti dalam mergervertikal. 4). Merger konglomerat. Merger konglomerat adalah penggabungan dua perseroan atau lebihyang tidak memiliki kesamaan bidang usaha. Sehingga aktivitas bisnistidak berkaitan sama sekali antara perseroan yang menggabungkan diridengan perseroan yang menerima penggabungan. 2.1.3. Alasan MelakukanMerger Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasiperusahaan yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usahadan para pengusaha. Proses merger ini melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspekhukum yang bahkan mengiringi proses merger dari permulaan proses hingga akhirproses. Dari definisi Merger menurut UUPT 2007 Pasal 1 angka (9) dapat diambil kesimpulan mengenai unsur-unsurdalam merger, yaitu :7 1). Penggabungan adalah perbuatan hukum;
7
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h. 117.
2). Penggabungan dua pihak yakni satu atau lebih perseroan menggabungkandiri (target company/absorbed company) dan perseroan yang menerimapenggabungan (absorbing company); 3). Aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karenahukum kepada perseroan yang menerima penggabungan; 4). Status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karenahukum. Alasan penggabungan perseroan ini biasanya dikarenakan perseroankekurangan modal ataupun karena manajemen yang lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing. Sedangkan perusahaan tempat mereka bergabung berdaya saing kuat dan berkedudukan monopoli atau sebagai kelompok konglomerasi. Karenaitulah perusahaan ini berposisi sebagai penerima penggabungan, sehingga menjadilebih besar dan kuat sementara perusahaan yang menggabungkan diri menjadi bubar.Jadi, Merger atau penggabungan ini dilakukan bertujuan untuk mencapai hal-halsebagai berikut :8 a.) Memperbesar jumlah modal; b.) Menyelamatkan kelangsungan produksi; c.) Mengamankan jalur distribusi; d.) Memperbesar sinergi perusahaan; dan e.) Mengurangi persaingan serta menuju kepada monopolistic Sri Redjeki Hartono mengatakan tujuanpenggabungan suatu perusahaan adalah untuk kemajuan dari masing-masingperusahaan dan secara tidak langsung adalah untuk dan demi keuntungan
dankepentingan
orang-orang
(pemilik)
yang
berada
di
belakang
nama
perusahaanyang bersangkutan. Di samping itu tujuan untuk memperluas usaha secaraoptimal,
8
Emmy Pangaribuan, 2007, Perusahaan Kelompok (Group Company / Concern),Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, h. 12.
memperkokoh keadaan pasar baik untuk pembelian maupunpenjualan dan memperoleh kedudukan keuangan yang lebih kuat.9 2.2.
Pengaturan Merger Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Merger atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan
yang memiliki daya tarik yang cukup kuat dalam lingkaran dunia usaha dan para pengusaha. Proses merger ini melibatkan berbagai aspek, diantaranya aspek hukum yang bahkan mengiringi proses merger dari permulaan proses hingga akhir proses. Dengan demikian pengaruh yang timbul atas tindakan penggabunganperseroan terbatas dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu pengaruh-pengaruhyang bersifat yuridis dan pengaruh-pengaruh yang bersifat non yuridis.Pengaruh yang bersifat yuridis dapat terjadi atau timbul baik terhadap institusi ataulembaga maupun terhadap pendukung institusional, sedangkan pengaruh yangbersifat non yuridis adalah setiap dampak yang timbul karena adanya perbuatanhukum penggabungan perusahaan. Berakhirnya eksistensi dari perseroan yang menggabungkan diri dapat terjadibaik tanpa terlebih dahulu dilakukan likuidasi atau melalui likuidasi. Dalam halpenggabungan perseroan dilakukan tanpa likuidasi, maka akibat hukum daripenggabungan tersebut diatur didalam Pasal 122 ayat (3) Undang-Undang PerseroanTerbatas 2007 .Seperti halnya dengan pranata hukum lainnya, maka pranata hukum dalammelakukan merger perusahaan juga oleh hukum dilarang dilakukan jika merugikanpihak-pihak lainnya. Oleh karena itu, didalam pelaksanaan merger, harusdiperhatikan batasan-batasan hukum yang tidak boleh dilanggar agar kepentingan pihak lain yang terkait dapat dilindungi. Dan hal ini menjadi tugas sektor hukumuntuk menjaga keadilan/ kesebandingan dengan melindungi pihak yang lemah/ kecil. 9
Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, Jakarta, h. 50.
UUPT 2007 mensyaratkan perlindungan terhadap karyawanperusahaan, namun disamping perlindungan pihak-pihak lainnya, dalam halterjadinya merger, akuisisi dan konsolidasi, seperti yang diatur dalam Pasal 126 ayat(1) UUPT 2007, yang berbunyi sebagai berikut: “Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan: a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan; b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pada prinsipnya menurut Penjelasan Pasal 126 ayat (1) menegaskan bahwapenggabungan (merger) : a. Tidak dapat dilakukan apabila merugikan kepentingan pihak-pihak tertentu; b. Penggabungan harus juga dicegah dari kemungkinan terjadinya “monopoli” atau “monopsoni” dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat. Merger Perseroan Terbatas ini juga menimbulkan dampak bagi pemegangsaham, sebagaimana hal ini disebutkan didalam Pasal 122 ayat (3) butir b UUPT 2007 bahwa pemegang saham perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum, menjadi pemegang sahamperseroan yang menerima penggabungan atau perseroan hasil peleburan.Didalam UUPT 2007 tegas dikatakan bahwa tindakan merger tidak boleh merugikan hak-hak daripemegang saham minoritas., UUPT 2007 mempunyai asumsi bahwa pelaksanaan merger tersebut dilakukan untukkepentingan mergerdilakukan
pemegang dengan
saham
merugikan
mayoritas kepentingan
dengan
pertimbangan
pemegang
saham
bahwa mayoritas,
apabila maka
tentunyapemegang saham mayoritas tidak akan setuju dalam RUPS untuk melakukan mergertersebut, sehingga dengan demikian merger tidak dapat dilaksanakan atau pihakpemegang saham mayoritas dapat menghentikan merger tersebut, dengan menggantiDireksi yang dianggap
tidak kooperatif dengan pemegang saham mayoritas. Kewenangan-kewenangan yang demikian hanya dimiliki oleh pemegang sahammayoritas dan tidak dimiliki oleh pemegang saham minoritas. Hal lain yang juga menghambat pemegang saham minoritas untuk mewakilikepentingan perseroan atau perseroan terbatas pada prinsipnya “persona standi injudicio” atau “capacity standing in court or in judgement”,10 yaitu hak untukmewakili perseroan, baik didalam maupun diluar pengadilan dilakukan oleh organperseroan. Jadi disini terlihat suatu diskriminasi yang jelas antara yang kuat dan yang lemah, walaupun masing-masing mempunyai hak dan kewajiban, namun tanpaadanya suatu instrumen bagi pihak yang lemah untuk mempertahankan haknyaapabila hendak menuntut pelaksanaan haknya sebagaimana mestinya menurut hukum. Sekiranya pemegang saham minoritas ini merasa dirugikan karena tindakanperseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusanRUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris, maka setiap pemegang saham berhakmengajukan gugatan terhadap perseroan
ke pengadilan
negeri
yang daerah
hukumnyameliputi
tempat
kedudukan
perseroan.Ada juga para pihak yang tersangkut dengan perusahaan, tetapi mempunyaikedudukan yang lemah secara lokalisasi.Maksudnya, pihak tersebut berada jauh dariperusahaan atau bahkan orang luar perusahaan itu sendiri, tetapi mempunyaihubungan dengan perusahaan. Hubungan tersebut dapat berupa :11 a. Hubungan Kontraktual, seperti antara kreditur dan perusahaan yangbersangkutan. b. Hubungan Non-kontraktual, seperti dengan si tersaing secara tidak fair. Kreditur merupakan salah satu pihak yang harus selalu waspada apabila suatuperusahaan melakukan merger.Akan lebih aman bagi kreditur dari suatu perusahaanpublik, mengingat 10
I. G. Rai Widjaya, 2000, ,Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di BidangUsaha Hukum Perusahaan, Mega Poin, Jakarta, h. 202. 11 Munir Fuady, op.cit, h. 124.
adanya kewajiban melaporkan kepada Bapepam dan mengumumkan kepada publik terhadap transaksi-transaksi spesial, seperti merger.Karena itu pula, demi melindungi semua pihak, terutama pihak kreditur, mestinyaterhadap perusahaan nonpublik pun melakukan hal yang sama, berupa seberapa dapatmembuat pengumuman kepada publik jika akan dilakukan merger. Krusialnya kedudukan pihak kreditur karena dengan merger, antara lain dapatterjadi 2 (dua) hal sebagai berikut :12 1. Peralihan Aset Jika terjadi peralihan aset perusahaan yang melakukan merger, dalam halmempunyai kedudukan sebagai debitur, utangnya kepada kreditur dapatmenjadi utang tanpa dukungan aset yang merupakan jaminan pelunasan utang. 2. Non-Eksistensi Legal Entity Jika eksistensi dari debitur justru bubar setelah melakukan merger Dalam hal peralihan aset karena merger, upaya hukum terhadap krediturhanya ada terhadap special case.Upaya hukum itu dapat berupa : a. Actio Pauliana Apabila debitur melakukan pengalihan aset untuk mengelak pembayaranutang-utangnya dan apabila terpenuhi syarat-syarat tertentu seperti yangtersebut dalam Pasal 1341 KUHPerdata, pengalihan aset tersebut dapatdibatalkan lewat konstruksi hukum yang populer dengan sebutan actiopauliana. Transaksi merger dapat dipandang sebagai transaksi objekpranata actio pauliana karena dengan merger, ada aset perusahaan yangberalih. b. Negative covenant Jika ada negative covenant dalam perjanjian kredit yang melarang atauharus meminta ijin kreditur jika aset ini dialihkan.Dalam hal ini pun, jikadilanggar oleh debitur, hanya 12
Munir Fuady, op.cit, h. 125.
menyebabkan debitur default terhadapperjanjian kredit yang bersangkutan.Jadi, tidak sampai batalnya transaksipengalihan aset, yang kemungkinan telah sah dilakukan oleh debiturdengan pihak ketiga.Kecuali pihak ketiga beritikad tidak baik untuk itu. Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 126 ayat (1) UUPT 2007 juga mengharuskan pihak yang melakukan merger untukmemperhatikan kepentingan masyarakat dan persaingan sehat.Tidak jelas benar apa yang dimaksud dengan merger yang tidakmemperhatikan kepentingan masyarakat dan apa konsekwensi hukum jika terjadimerger yang demikian. Namun demikian, yang pasti adalah bahwa siapapun diantarawarga masyarakat yang merasa dirugikan langsung oleh merger tersebut, dapatmengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti kerugian atau mintadibatalkan merger tersebut. Untuk itu, masyarakat yang dirugikan tersebut dapatmenggunakan Pasal 126 ayat (1) UUPT 2007 ataumenggunakan Pasal 1365 KUHPerdata. Selain
merugikan
harusmemperhatikan
masyarakat
kepentingan
secara
persaingan
umum,
maka
sehat.Artinya,
pelaku dia
merger tidak
juga boleh
merugikankepentingan pihak pesaing bisnisnya.Penjelasan Pasal 126 ayat (1) UUPT 2007 juga menekankan pentingnya memperhatikan kepentinganpersaingan sehat. Sebab, dengan tindakan merger sangat potensial akan timbulperbuatan persaingan tidak sehat seperti monopoli atau monopsoni dalam berbagaibentuk.
2.3.
Akibat Hukum Merger Perusahaan UUPT 2007menggunakan istilah “penggabungan”, sebagai pengganti terminologi
“merger”. Penggabungan menurut UUPT adalah perbuatan hukumyang dilakukan oleh dua perseroan ataulebih untuk meleburkan diri dengan caramendirikan satu perseroan baru yang
karenahukum memperoleh aktiva dan pasiva dariperseroan yang menggabungkan diri beralihkarena hukum, kepada perseroan yangmenerima penggabungan dan selanjutnyastatus badan hukum perseroan yangmenggabungkan diri berakhir karenahukum. Pengertian penggabungan tersebutsebelumnya secara khusus disebutkan dalamPeraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun1998
mengenai
Penggabungan,
Peleburan,dan
Pengambilalihan
Perseroan
Terbatas.Peraturan Pemerintah ini mengartikanPenggabungan adalah perbuatan hukumyang dilakukan oleh satu perseroan ataulebih untuk menggabungkan diri denganperseroan lain yang telah ada danselanjutnya perseroan yang menggabungkandiri menjadi bubar. UUPT 2007 mengaturtentang Penggabungan di dalam Bab VIIIPasal 122, 123, 126 sampai dengan Pasal129, menggantikan Pasal 102 dan Pasal 104sampai dengan Pasal 109 UU No.1 Tahun1995 (UUPT lama). Khusus bagi perseroanterbatas yang usahanya bergerak di bidangperbankan istilah yang digunakan dalamperaturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999adalah Merger , yang pengertiannya adalah sebagai berikut: “merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih,dengan cara tetap mempertahankanberdirinya salah satu bank danmembubarkan bank-bank lainnya tanpamelikuidasi terlebih dahulu. Pengaturan mengenai penggabungan yang bersifat prosedural dalam UUPT 2007 tentang Perseroan Terbatas meliputi hal-hal sebagaiberikut:13 a. Mengenai rancangan penggabungan atau peleburan usaha. b. Syarat penggabungan. c. Penggabungan harus mendapat persetujuan dewan komisaris diajukankepada RUPS untuk disetujui. d. Penggabungan berdasarkan ketentuan undang-undang ini, perlumendapatkan persetujuan dari instansi terkait. 13
Munir Fuady, op.cit.,h. 110.
e. Ketentuan mengenai penggabungan dalam undang-undang ini berlakupula untuk perseroan terbuka sepanjang tidak ditentukan lain. Sedangkan pengaturan mengenai penggabungan yang bersifat protektif dalam UUPT 2007 adalah bertujuan untuk melindungikepentingan-kepentingan pihak tertentu. Adapun pihakpihak tertentu yang perlumendapatkan perlindungan meliputi:14 a. Perlindungan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan. b. Perlindungan kreditor, mitra usaha lainnya dari perseroan. c. Perlindungan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha Salah satu metode terhadap perlindungan para pihak tersebut diatas, terutamakepentingan masyarakat adalah dengan diwajibkannya dilakukan pengumumandi surat kabar dan berita negara terhadap tindakan atau tahap-tahaptertentu dalam proses pelaksanaan merger tersebut. Ini penting agar pihak-pihak yangberkepentingan dapat mengetahuinya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentuuntuk melindungi dirinya dari perbuatan merger yang mungkin merugikankepentingannya. Istilah penggabungan dalam PasarModal disebut penggabungan usaha, ataupeleburan usaha. Penggabungan ataupeleburan usaha diatur dalam KeputusanBapepam Nomor Kep52/PM/1997, yangmemberikan pengertian PenggabunganUsaha adalah perbuatan hukum yangdilakukan oleh satu perseroan atau lebihuntuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada danselanjutnya perseroan yang menggabungkandiri menjadi bubar. Jadi, merger adalahbergabungnya satu perusahaan atau lebihdengan perusahaan yang telah adasebelumnya menjadi satu perusahaan. Dengan pengertian tersebut di atas makadapat dilihat bahwa ada beberapa unsure dalam suatu merger, yakni adanya perbuatanhukum, adanya dua perseroan atau lebih,adanya tujuan 14
Munir Fuady, op.cit.,h. 111.
yang sama, adanya keputusanyang sama, yaitu perseroan yangmenggabungkan diri akan bubar. Perusahaanyang menerima merger disebut surviving firm, atau pihak yang mengeluarkan saham(issuing firm). Perusahaan yang bubarsetelah merger disebut merged firm. Alasan suatu perusahaan melakukanpenggabungan disebabkan satu atau beberapa perusahaan mengalami kesulitanberkembang, baik karena kekurangan modalmaupun karena lemahnya menagemen yangmengakibatkan kalah bersaing, sehinggaperusahaan yang lemah membubarkan diridan bergabung dengan perusahaan yanglebih kuat. Merger secara sederhana adalahtindakan pelaku usaha yang mengakibatkan:15 1. Terciptanya konsentrasi kendali daripelaku usaha yang sebelumnyaindependen kepada satu pelaku usahaatau kelompok usaha; atau 2. Beralihnya suatu kendali dari suatupelaku usaha kepada pelaku usahalainnya yang sebelumnya masing-masingindependen sehingga menciptakankonsentrasi pengendalian ataukonsentrasi pasar. 2.4.
Tata Cara Merger Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pengaturan mengenai prosedur dan tata cara merger sebagai sarana untuk melaksanakan
restrukturisasi perusahaan secara khusus diatur dalam UUPT 2007. UUPT 2007 merupakan peraturan perundang-undangan yang baru setelah sebelumnya mengenaiperseroan terbatas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995.Padadasarnya sebelum diadakannya UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 telah diadakanpula pengaturan mengenai merger walaupun hanya untuk lingkungan perbankan. Mengenai prosedur dan tata cara penggabungan, peleburan danpengambilalihan perseroan yang tidak diatur di dalam UUPT 2007 tetap mengacu kepada peraturan 15
Mustafa op.cit., h. 231.
pelaksanaanyaitu Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburandan
Pengambilalihan
Perseroan
Terbatas.
Di
dalam
ketentuan
peraturan
pemerintahtersebut tata cara penggabungan, peleburan dan pengambilalihan diatur di dalamBAB II mulai dari Pasal 7 sampai dengan Pasal 19 UUPT 2007. Di samping itu apabila yangmelakukan
penggabungan
perusahaan
adalah
bank,
maka perlu
pula mengacu
padaketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai merger, akuisisi,dan konsolidasi di lingkungan perbankan. Sedangkan ketentuan mengenai penggabungan (merger) suatu perseroanterbatas menurut UUPT 2007 diatur dalam BAB VIIImulai Pasal 122 sampai dengan Pasal 134 UUPT 2007. Berdasarkan
ketentuan
Pasal
122
UUPT
2007
penggabungan
dan
peleburan
mengakibatkanperseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum.Sebagai contoh terjadinya penggabungan (merger) : PT. A adalah perusahaan yangakan melakukan penggabungan (merger), PT. B adalah perusahaan target atau sasaranpenggabungan (merger). Setelah kedua perseroan terbatas tadi melakukanpenggabungan (merger) PT.A berakhir karena hukum. Adapun proses hukum (prosedur) dan tata cara yang harus dilalui olehperseroan yang hendak melakukan merger (penggabungan) menurut UUPT 2007 adalah sebagai berikut : 1. Memenuhi Syarat-Syarat Penggabungan Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126 Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatasbahwa perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahanwajib memperhatikan kepentingan: a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;
b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. 2. Menyusun Rancangan Penggabungan Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, rancangan penggabungantersebut harus disetujui oleh RUPS dan memuat paling sedikit atau sekurang-kurangnya : a. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukanpenggabungan (merger). b. Alasan serta penjelasan masing-masing direksi perseroan
yang akanmelakukan
penggabungan dan persyaratan penggabungan. c. Tata cara penilaian dan konversi saham perseroan yang menggabungkandiri terhadap saham perseroan yang menerima penggabungan. d. Rancangan perubahan anggaran dasar perseroan yang menerimapenggabungan apabila ada. e. Laporan keuangan yang meliputi tiga tahun buku terakhir dari tiapperseroan. f. Rencana kelanjutan atau pengakhiran perseroan yang akan melakukanpenggabungan. g. Neraca proforma perseroan yang menerima penggabungan sesuai denganprinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia. h. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewankomisaris dan karyawan perseroan yang akan melakukan penggabungandiri. i. Cara penyelesaian hak dan kewajiban perseroan yang akanmenggabungkan diri terhadap pihak ketiga. j. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadappenggabungan perseroan.
k. Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium dantunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang akanmelakukan penggabungan. l. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan penggabungan. m. Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai darisetiap perseroan yang akan melakukan penggabungan. n. Kegiatan usaha setiap perseroan yang melakukan penggabungan danperubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan. o. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalanyang mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukanpenggabungan. Rencana penggabungan tersebut harus terlebih dahulu dituangkan ke dalamrancangan penggabungan
yang
disusun
oleh
direksi
dari
perseroan
yang
inginmelakukan
penggabungan.Kemudian terhadap rancangan penggabungan tersebutdimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris dari setiap perseroan yangmenggabungkan diri. 3. Penggabungan Disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham. Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris darimasing-masing perseroan yang menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebutharus diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk mendapat persetujuan.Ketentuan mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT 2007 yang menyatakan bahwa RUPS untuk menyetujuiPenggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tigaperempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakilidalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tigaperempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilankeputusan RUPS yang lebih besar.
Sehubungan dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS dalam rangkapenggabungan perseroan yang harus diterapkan dan ditegakkan :16 1. Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan keputusan diambil dengancara musyawarah untuk mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusanRUPS yang disetujui bersama oleh pemegang saham yang hadir ataudiwakili dalam RUPS; 2. Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarahuntuk mufakat yang digariskan Pasal 87 ayat [1] Undang-UndangPerseroan Terbatas dimaksud, baru diterapkan dan ditegakkan ketentuanyang ditetapkan Pasal 89 ayat [1] Undang-Undang Perseroan Terbatas,yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tigaperempat) bagi dari jumlah suara yang dikeluarkan. Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai kuorum, dapatdiadakan RUPS kedua dengan kuorum kehadiran paling sedikit 2/3 (dua pertiga)bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili dalam RUPS.Sedang keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian darijumlah suara yang dikeluarkan. Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidakmencapai kuorum, dapat lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan perseroanmengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorumRUPS ketiga 4. Pembuatan Akta Penggabungan Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yangdiajukan, maka rancangan penggabungan dituangkan dalam sebuah AktaPenggabungan yang dibuat di hadapan notaris dan dalam Bahasa Indonesia.Kemudian salinan akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk menyampaikanpemberitahuan penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM untuk dicatatdalam daftar perseroan. Apabila terdapat perubahan terhadap anggaran dasar sebagaimana diaturdalam Pasal 21 ayat (1) UUPT 2007, maka perluadanya persetujuan dari menteri.Untuk itu perlu mengajukan permohonan untukmendapat persetujuan menteri atas penggabungan dengan perubahan 16
M. Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas,Sinar Grafika, Jakarta, h. 491.
anggaran dasar.Sementara itu menurut Pasal 21 ayat (3) UUPT 2007, perubahan anggarandasar yang tidak tertentu atau yang selain disebut pada Pasal 21 ayat (2), “cukupdiberitahukan” kepada menteri. Dan anggaran dasar ini dinyatakan dalam akta notariesdalam bahasa Indonesia. Adapun hal-hal yang harus diberitahukan kepada menteri tentang perubahananggaran dasar ini diatur lebih lanjut didalam Pasal 12 Peraturan Menteri Hukum danHak Asasi Manusia Republik Indonesia No : M.01-HT.01.10 Tahun 2007 tentangTata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar, Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasardan Perubahan Data Perseroan : (1). Akta perubahan anggaran dasar Perseroan yang harus diberitahukankepada Menteri adalah perubahan anggaran dasar di luar ketentuan Pasal 8ayat (2). (2). Perubahan data Perseroan yang harus diberitahukan kepada Menterimeliputi: a. perubahan nama pemegang saham dan jumlah saham yangdimilikinya; b. perubahan nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris; c. perubahan alamat lengkap Perseroan; d. pembuatan Perseroan; e. berakhirnya status badan hukum karena hukum akibat penggabungan,peleburan, pemisahan murni, danf. telah berakhirnya proses likuidasi. (3). Pemberitahuan akta perubahan anggaran dasar sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dan perubahan data Perseroan sebagaimana dimaksud padaayat (2), disampaikan oleh Notaris selaku kuasa direksi kepada Menteriatau Pejabat yang Ditunjuk. (4). Dalam hal perubahan data perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)memerlukan izin dari instansi terkait pemberitahuan kepada Menteri atauPejabat yang Ditunjuk disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hariterhitung sejak tanggal izin tersebut diterbitkan. 5. Pengumuman hasil penggabungan Pasal 133 ayat (1) UUPT 2007 mensyaratkanbagi direksi perseroan yang menerima penggabungan wajib mengumumkan hasilpenggabungan dengan cara: a. diumumkan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih; b. dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggalberlakunya penggabungan.
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentinganmengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan.Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal: a). persetujuan menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadiPenggabungan; b). pemberitahuan diterima menteri baik dalam hal terjadi perubahananggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupunyang tidak disertai perubahan anggaran dasar.95 Pengaturan tentang merger atau penggabungan ini, dari apa yang dijabarkandiatas tentang prosedur dan tata cara merger, baik menurut UUPT 1995 maupun UUPT 2007, terdapatbeberapa perbedaan, antara lain : 1). Pada UUPT 2007 terdapat penambahan 11 (sebelas)muatan rancangan penggabungan sebagaimana yang diuraikan didalam Pasal 123ayat (2). 2). Pada UUPT 2007 Pasal 123 ayat (3), RancanganPenggabungan dan Peleburan perlu dimintakan persetujuan Dewan Komisarissebelum diajukan ke RUPS. Sedangkan dalam UUPT 1995 Pasal 102 ayat (3) Rancangan Penggabungan dan Peleburanlangsung diajukan ke RUPS. 3). Pada UUPT 2007 Pasal 123 ayat (4) diatur bahwaPenggabungan Perseroan tertentu yaitu Perseroan yang mempunyai bidang usahakhusus, antara lain lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bankperlu untuk mendapat persetujuan instansi terkait, misalnya Bank Indonesia untukPenggabungan Bank. Sedangkan dalam UUPT 1995 hal ini tidak ditegaskan.
4). Pada UUPT 2007 Pasal 123 ayat (5), secara tegasdinyatakan bahwa ketentuan perihal Penggabungan dan Peleburan mengikatPerseroan Terbuka sedangkan pada UUPT 1995 hal ini tidak ditegaskan