BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAJI
A. Pengertian Haji a. Menurut bahasa Haji menurut bahasa adalah tujuan, maksud dan menyengaja.1 Bahwa lafal “haji” memakai fatha awalnya dan boleh pula dengan kasrah, menurut lughot ialah menyengaja atau banyak-banyak menyegaja kepada sesuatu yang diagungkan.2 Menurut Imam Taqiyuddin bahwa haji menurut bahasa adalah bersengaja, Al-Kholil mengatakan banyak menyengaja.3 Di dalam kamus bahasa Indonesia, bahwa haji adalah orang yang berziarah ke Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.4 Pada pokoknya, definisi haji menurut etimologi adalah bersengaja, menuju, atau ke sesuatu tempat yang suci, atau juga diartikan ke suatu tempat yang suci yang menjadi tujuan secara berulang-ulang. Hal ini sesuai dengan definsi menurut bahasa yang dikatakan oleh Prof. Hasby ash Shiddieqy yakni “menuju ke suatu tempat berulang kali atau menuju kepada suatu yang dibesarkan.5
1
Abdul Aziz Dahlan, Enkslopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Vanvoeve, 1997, hlm 458 2 Ibnu Hajar Al-Haitaimi, Syarah Fathul Mui’n, Semarang: Pustaka al-Amaliyah, t.th, hlm 60 3 Imam Taqiyuddin, Khifayatul Akhyar, Surabaya: Darul Kutub Islami, hlm 218 4 WJS Poerdarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1976, hlm 339 5 Tengku Muhamad Hasby ash Shiddieqy, Pedoman Haji, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000, Cet Ke 9, hlm 2
12
13 b. Menurut syara’ Allah SWT telah menjadikan suatu tempat yang dituju manusia setiap tahun. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqoroh ayat:125 yang berbunyi: 6
(125 : ﺎ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓﻣﻨ ﻭﹶﺃ ﺱ ِ ﺎﺑ ﹰﺔ ﻟِﻠﻨﻣﺜﹶﺎ ﺖ ﻴﺒﺎ ﺍﹾﻟﻌ ﹾﻠﻨ ﺟ ﻭِﺇ ﹾﺫ
Artinya :” Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.” …(S. 2. Al-Baqoroh:125) Baitullah adalah suatu tempat yang didatangi manusia pada setiap tahun. Lazimnya mereka yang sudah pernah mengunjungi Baitullah, timbul keinginan untuk kembali lagi yang kedua kalinya.7 Maka makna haji menurut syara’ adalah ibadah yang dilakukan dengan mengunjungi Baitullah (ka’bah) pada waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu.8 Di kalangan ulama fiqih mendefinisikan haji menurut syara’ adalah: 1. Menurut Abi al-Syuja didalam kitabnya Syarah Fath al-Qorib disebutkan bahwa haji adalah: 9
ﻗﺼﺪ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺍﳊﺮﺍﻡ ﻟﻠﻨﺴﻚ
”menuju ke Baitul Haram untuk ibadah.” 2. Menurut prof. K.H. Ali Yafie bahwa haji adalah ibadah yang sangat mulia sekaligus ibadah yang sangat berat.10
6
Al-Qur’an dan Terjemah Depag RI, Semarang: PT: Toha Putra, 1995, hlm 33 Tengku Muhamad Hasby ash Shiddieqy, op.cit., hlm 2 8 Ihwan, et al, Ekslopedi Haji dan Umroh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, cet ke 1, hlm 84 9 Abi Al-Syuja, Syarah Fath AL-Qorib, Dar Ihya Al-Qutub al-Arobiyah, hlm 27 7
14 3. Menurut Sayyid Sabiq didalam kitabnya ialah:
ﻗﺼﺪ ﻣﻜﺔ ﻻﺩﺍﺀ ﻋﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﻄﻮﺍﻑ ﻭﺍﻟﺴﻌﻰ ﻭﺍﻟﻮﻗﻮﻑ ﺑﻌﺮﻓﺔ ﻭﺳﺎﺋﺮ ﺍﳌﻨﺎﺳﻚ 11
ﺍﺳﺘﺠﺎﺑﻪ ﻻﻣﺮ ﺍﷲ ﻭﺍﺳﺘﻔﺎﺀ ﻣﺮﺿﺎﺗﻪ
Mengujungi mekkah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sai, wukuf di arafah, dan melakukan ibadah-ibadah lain untuk memenuhi perintah Allah dengan mengharap keridhannya.” 4. Menurut Wabah az-Zuhaily dalam kitabnya bahwa haji adalah:
ﺍﳊﺞ ﻗﺼﺪ ﺍﻟﻜﻌﺒﺔ ﻻﺩﺍﺀ ﺍﻓﻌﺎﻝ ﳐﺼﻮﺻﺔ ﺍﻭ ﻫﻮ ﺯﻳﺎﺭﺓ ﻣﻜﺎﻥ ﳐﺼﻮﺻﺔ ﰱ ﺯﻣﺎﻥ 12
ﳐﺼﻮﺹ ﺑﻔﻌﻞ ﳐﺼﻮﺹ
“Sengaja mengunjungi ka’bah, untuk menunaikan amal ibadah tertentu, atau (dengan kata lain) mengunjungi tempat tertentu, pada masa tertentu, dengan perbuatan (amal) tertentu. Dari keterangan diatas, definisi haji menurut syara’ disimpulkan mengunjungi tempat dimana ka’bah sebagai Baitullah berada untuk niat nusuk (Ibadah) dengan cara melaksanakan rangkian perbuatan yakni: ihram, wukuf, thowaf, sai’ serta rangkian lainya, sehingga sempurnalah segala rukun dan wajib haji. Dalam rangkian haji tersebut berkaitan denga waktu tertentu, tempat tertentu, dan syarat-syarat tertentu juga. Sehingga sesuatu yang dikerjakan diluar ketentuan-ketentuan diatas tidak dapat dinamakan ibadah haji. 10
Ali Yafie, Teologi Islam Telaah Kritis Persoalan Agama dan Kemanusiaan, Yogyakarta: Tiara Annisa, 1997, cet ke 1, hlm 14 11 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunah, Kuwait: Dar al-Kutub al-Arabi,1973, Jilid 1, hlm 625. 12 Wabah az- Zuhaily, Al-fiqh Al-Islam Waadilauhu, Damaskus: Dar Al-Fikr, Cet Ke 1, 199, hlm 8
15 B. Dasar Hukum Haji Melaksanakan haji wajib hukumnya bagi setiap kaum muslim dan muslimat yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu, kewajiban haji ini berdasarkan pada dalil-dalil hukum yang berasal dari Al-qur’an, as-Sunah, Didalam al-qur’an terdapat ayat yang menerangkan kewajiban melaksanakan ibadah haji. Allah berfirman dalam Al-qur’an surat Al-Imron ayat: 97: 13
ﺳﺒِﻴﻠﹰﺎ ﻴ ِﻪﻉ ِﺇﹶﻟ ﺘﻄﹶﺎﺳ ﻣ ِﻦ ﺍ ﺖ ِ ﻴﺒﺞ ﺍﹾﻟ ﺱ ِﺣ ِ ﺎﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﻭِﻟﱠﻠ ِﻪ
Artinya:”Dan karena Allah, wajiblah orang-orang yang melakukan haji ke baitullah, yaitu bagi yang mampu melaksankan perjalan kesana. (Q.S. 3.Ali imran:97) Dari firman Allah diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa, apabila seseorang mengingkari kefarduan haji, menjadi kufur dan dia murtad dari agama Islam.14 Di dalam hadist juga dijelaskan tentang dasar hukum haji, sabda nabi SAW:
ﺑﲏ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﺒﻪ ﻭﺳﻠﻢ:ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ , ﻭﺍﻗﺎﻡ ﺍﻟﺼﻼﺓ, ﻭﺍﻥ ﳏﻤﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ, ﺷﻬﺎﺩﺓ ﺍﻥ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﷲ:ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﲬﺲ 15
( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ ﻭﻣﺴﻠﻢ. ﻭﺻﻮﻡ ﺭﻣﻀﺎﻥ, ﻭﺍﳊﺞ,ﻭﺍﻳﺘﺎﺀ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a berkata: Rasulullah Saw bersabda : Islam didirikan atas lima sendi: mengakui bahwasannya tiada Tuhan melainkan Allah SWT, dan bahwasannya Muhammad Saw utusan 13
Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hal 93 Hasby ash Syiddieqy, Op cit, hlm 4 15 Imam Buhori, Soheh Buhori, Juz 1, Bairut: Dar al-Kutub al-Amaliah, 1991, hlm 10 14
16 Allah Swt, dan mengerjakan shalat, dan membayar zakat, dan haji, dan berpuasa di bulan Ramadhan” (HR. Bukhori dan Muslim). Al-Qur’an, as-sunnah dan ijma para ulama menetapkan bahwa haji itu, merupakan fardu ‘ain bagi
muslim dan muslimat yang sanggup
mengerjakannya. Di dalam fiqih wanita, An-Shori Umar mengatakan bahwa haji itu fardu ‘ain yang diwajibkan sekali seumur hidup atas setiap laki-laki atau perempuan yang telah memenuhi syarat.16 Ketentuan dari kewajiban haji para ulama bersepakat menetapkan hanya sekali saja dalam seumur hidup, tidak berulang-ulang diwajibkannya untuk seumur hidup kecuali kalau dinadzarkan. Selain satu kali diwajibkan, maka yang lebih dari satu dipandang sunnah. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas:
:ﻭﻋﻦ ﺍﰉ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺣﻄﺒﻨﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ "ﺍﻥ ﺍﷲ ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺍﳊﺞ" ﻓﻘﺎﻡ ﺍﻻﻗﺮﻉ ﺑﻦ ﺟﺎﺑﺲ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﰱ ﻛﻞ ﻋﺎﻡ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ 17
.ﻓﻘﺎﻝ ﻟﻮ ﻗﻠﺘﻬﺎ ﻟﻮﺟﺒﺖ ﺍﳊﺞ ﻣﺮﺓ ﻓﻤﻦ ﺯﺍﺩ ﻓﻬﻮﺍ ﺗﻄﻮﻉ
Artinya:”Dari Ibnu Abbas r.a.berkata: Rosullah SAW berkotbah kepada kami beliau berkata: Sesungguh Allah telah mewajibkan atas kamu sekalian haji. Lalu Al-Aqra bin Ja’bis berdiri, kemudian berkata: Apakah kewajiban haji setiap tahun ya Rosullah? Nabi menjawab, dan sekiranya kukatakan ya, tentu menjadi wajib, dan sekiranya diwajibkan, engkau sekalian tidak akan melaksanakannya, dan pula tidak mampu, ibadah haji itu sekali saja. Siapa yang menambah itu berarti perbuatan sukarela saja.
16
Anshori Umar, Fiqih Wanita, Semarang: CV. Asy-Syifa, 1986, hlm 286 Muhamad bin Ismail, Subul As–Salam, Bairut: Dar Al–kutub Al–amaliah, Juz II, Cet Ke 1, 1988, hlm 374 17
17 Di dalam ibadah haji apakah kewajiban itu secara “faur” (seketika) atau “tarkhi” (tertunda-tunda).dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Imam Syafi’i, at-Tsuri, dan Muhammad Ibn Hasan, berpendapat bahwa haji itu tidak harus seketika. Artinya, boleh dikerjakan kapan saja. Demikian pula seperti yang dikutip Imam Mawardi dari Ibnu Abbas, Anas, Jabir, Atha’, dan Tawus. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Malik, Ahmad bin Hambal, Al-Muzani dari madzhab Syafi’i, dan Abu Yusuf, bahwa haji itu harus seketika, maksudnya tidak boleh ditunda-tunda sampai mati.18 Para ulama yang mengatakan bahwa haji itu harus dilaksanakan seketika berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
ﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻬﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻣﻦ ﺍﺭﺍﺩ 19
.ﺍﳊﺞ ﻓﻠﻴﺘﻌﺠﻞ ﻓﺎﻧﻪ ﻗﺪﳝﺮﺽ ﺍﳌﺮﻳﺾ ﻭﺗﻀﻞ ﺍﻟﻀﺎﻟﺔ ﻭﺗﻌﺮﺽ ﺍﳊﺎﺟﺔ
Artinya:”Dari Ibnu Abbas r.a. Rasulallah SAW pernah bersabda: ”Barang siapa yang ingin haji maka laksanakan dengan segera. Karena jadi ia akan sakit atau kesulitan tersesat atau keburu keperluan yang lain”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan Baehaqi)
C. Syarat-syarat Haji Maksud syarat wajibnya haji
ialah seseorang yang diwajibkan
melaksanakan ibadah haji jika memenuhi syarat-syarat tertentu, dasarnya adalah firman allah SWT: 20
18
ﺳِﺒﻴﹰﻠﺎ ﻴ ِﻪﻉ ِﺇﹶﻟ ﺘﻄﹶﺎﺳ ﻣ ِﻦ ﺍ ﺖ ِ ﻴﺒﺞ ﺍﹾﻟ ﺱ ِﺣ ِ ﺎﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﻭِﻟﱠﻠ ِﻪ
Said Ibnu Abdil Qodir Basyantar, op cit, hlm 8 Abi Abdullah bin Muhamad, Sunan Ibnu Majah, Dar Al–Fikr, Juz II, hlm 25 20 Al-Qur’an dan Terjemah, Op Cit, hlm 93 19
18 Artinya: ”Dan karena Allah, wajiblah orang-orang yang melakukan haji ke baitullah, yaitu bagi yang mampu melaksanakan perjalanan ke sana. (Q.S. 3.Ali Imran:97) Adapun syarat–syarat sahnya haji adalah sebagai berikut: 1. Beragama Islam Beragama Islam merupakan syarat mutlak bagi orang yang akan melaksanakan haji dan umroh. Oleh karena itu orang-orang kafir tidak mempunyai kewajiban haji dan umroh. Demikian pula orang yang murtad.21 2. Berakal Orang yang tidak berakal, gila dan dungu tidak wajib karena tidak mengerti apa yang harus dikerjakan. 3. Baligh Artinya sudah sampai umar dewasa. Seandainya ada anak yang belum baligh mengerjakan haji dengan memenuhi syarat, rukun dan wajibnya haji maka dianggap sah, namun hajinya tidak menggugurkan kewajiban hajinya kalau sudah dewasa kelak jika ia mampu. 4. Merdeka Pengertian merdeka adalah setiap orang Islam yang tidak dalam kekuasaan orang lain, misalnya budak. Seseorang budak tidak wajib melaksanakan ibadah haji dan umroh. Jika ia melaksanakannya, sah hukumnya, asal memenuhi syarat rukunnya karena budak juga merupakan
21
Dikrokrat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu fiqh, Jakarta: Cet Ke 2, 1983, hlm 350
19 ahli ibadah. Tetapi kalau setelah melaksanakan haji dan umroh kemudian ia merdeka, maka wajib melaksanakan haji sekali lagi.22 5. Istithoa’ (mampu) Maksudnya dapat mengerjakan sendiri tanpa bantuan (diwakilkan) kepada orang lain disamping beberapa hal yang harus dipenuhi seperti biaya pulang pergi dan menggunakan angkutan yang pantas. Sedang bagi seorang wanita diwajibkan pergi bersama suami, muhrimnya, atau wanita lain yang dapat dipercaya.23 Syarat yang kelima adalah mampu (istithoa’) atau memiliki kemampuan, dari segi fisik, harta dan keamanan. Maksudnya seseorang baru diwajibkan
melaksanakan
ibadah
haji
jika
mempunyai
kemampuan
membiayai perjalanan sampai ke mekkah dan dalam keadaan aman dan mempunyai biaya pula bagi keluarga/tanggungan yang ditinggalkan.24 Persyaratan istithoa’ ini berdasarkan firman Allah: 25
ﺳﺒِﻴﻠﹰﺎ ﻴ ِﻪﻉ ِﺇﹶﻟ ﺘﻄﹶﺎﺳ ﻣ ِﻦ ﺍ ﺖ ِ ﻴﺒﺞ ﺍﹾﻟ ﺱ ِﺣ ِ ﺎﻋﻠﹶﻰ ﺍﻟﻨ ﻭِﻟﱠﻠ ِﻪ
Artinya: ”Mengerjakan haji adalah wajib bagi manusia terhadap Allah bagi orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah. Kesanggupan yang menjadi salah satu syarat dari syarat-syarat haji, hanya tercapai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
22
Mahmud Anwar, Tuntunan Ibadah Haji dan Umroh, Bandung: Sinar Baru Algensindo, Cet ke 4, 2004, hlm 10 23 R. Abdul Jamil, Hukum Islam, Mandar Maju, Bandung: Cet ke 1,1992, hlm 35 24 Abdul Halim, Ikhwan, Ensiklopedi haji dan umroh, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet Ke 1, 2002, hlm 428s 25 Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hlm 93
20 1. Hendaklah mukalaf itu sehat badan, jika ia tidak sanggup menunaikan disebabkan cacat, atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuh, hendaklah diwakilkan kepada orang lain jika ia mempunyai harta. 2. Hendaklah jalan yang dilalui aman, dengan arti terjamin keamanan jiwa dan harta calon haji. Jika seseorang merasa khawatir terhadap keselamatan dirinya misalnya dari wabah penyakit, atau merasa takut uangnya akan dirampas, maka berarti ia tidak sanggup "Sabilla" atau berjalan ke tanah suci. 3. Memiliki bekal, mengenai bekal, yang diperhatikan ialah agar cukup untuk dirinya pribadi guna terjaminnya kesehatan badannya, juga keperluan keluarga yang menjadi tanggungannya. 4. Mengenai kendaraan syaratnya ialah yang dapat mengantar kepadanya pergi dan buat pulang kembali, baik dengan mengenakan jalan darat, laut dan udara. Dan ini ialah terhadap orang-orang yang tak dapat berjalan kaki, karena jauh negerinya dari mekkah. Adapun orang yang dekat ke sana dan dapat berjalan kaki, makanya adanya kendaraan tidaklah menjadi syarat, karena jarak yang dekat itu.26 Mengenai istithoa' para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan makna ayat di atas. 1. Kemampuan menurut pendapat para ulama madhab Maliki, kemudahan bisa sampai ke Baitullah tanpa adanya hambatan yang serius disamping adanya jaminan keamanan jiwa dan harta. Menurut mereka, bekal dan
26
Sayyid Sabiq, op cit, hlm 43-44
21 kendaraan bukan merupakan syarat, artinya orang yang merasa sanggup berjalan kaki telah berkewajiban menunaikan ibadah haji.27 2. Kemampuan menurut madhab Syafi'I tidak lepas dari lima hal, yakni bekal, kendaraan, kesehatan badan, keamanan dijalan, dan kemudahan perjalanan.28 3. Kemampuan menurut ulama Hambali, adalah bekal dan kendaraan, pada konteks bekal, syarat minimal harus mencukupi ongkos perjalanan berangkat dan kembali serta biaya hidup selama di tanah suci kebutuhan makanan, dan pakaian.29
D. Rukun dan Wajib Haji Mengenai ibadah haji ini perlu diketahui, bahwa pengertian rukun dan wajib haji itu ada perbedaan. Perbedaan keduanya adalah bahwa rukun haji adalah sesuatu yang harus dilakukan dan haji tidak sah tanpa rukun itu, bila tertinggal salah satu rukun, tidak boleh diganti dengan dam (denda menyembelih binatang).30 Sedangkan wajib haji adalah sesuatu yang perlu dikerjakan, dan haji tetap sah, bila tertinggal salah satu wajib haji itu. Sekiranya ada yang tertinggal salah satu diantaranya boleh diganti dengan dam.31
27
Said Abdil Qodir Basyantar, op cit, hlm 15 Ibid 29 Ibid, hlm 15-16 30 Ali Hasan, Tuntunan Haji, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cet ke 2, 2001, hlm 21 31 Ali Hasan, Ibid, hlm 21 28
22 A. Rukun haji Dalam rukun haji ada perbedaan antara ulama Safi’iyah dan ulama Hanafiyah tentang rukun haji. Ulama Safi’iyah membagi rukun haji menjadi enam yaitu:32 a. Ihram (niat ihram) b. Wukuf di Arafah c. Bercukur atau bergunting, yang dilakukan sesudah berlalu separoh malam dari malam hari raya. d. Thawaf (thawaf Ifadah) e. Sa’i antara Safa dan Marwah f. Berurutan,
yaitu
melakukan
ihram
atas
segala
yang
lainnya,
mendahulukan wukuf atas thawaf Ifadhah Ulama Hanafiyah membagi rukun haji menjadi dua yaitu:33 a. Wukuf di Arafah b. Empat kali thawaf yang pertama dari tujuh kali thawaf, yang tiga kali lagi dipandang wajib Jumhur Ulama (Malikiyah dan Hambaliah) berpandangan bahwa rukun haji itu ada empat:34 a. Niat Ihram b. Wukuf di Arafah c. Thawaf Ifadhah atau thawaf Ziarah d. Sa’yu antara Shafa dan Marwah 32
Hasbby As Shieddqy, op cit, hlm 171 Ibid 34 Ibid 33
23 Kalau kita berpegang pada ulama Safi’iyah bahwa rukun haji yang pertama adalah ihram, ihram adalah kesengajaan hati yang diiringi dengan perbuatan untuk mengerjakan rangkaian ibadah haji dari awal sampai akhir.35 hal ini berdasarkan hadist Nabi Saw :
ﻋﻦ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﳋﻄﺎﺏ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﲰﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﳕﺎ 36
.ﺍﻻﻋﻤﺎﻝ ﺑﺎﻟﻨﻴﺎﺕ ﻭﺍﳕﺎ ﻟﻜﻞ ﺍﻣﺮﺀ ﻣﺎﻧﻮﻯ
Artinya: ”Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya dan sesungguhnya hanya akan memperoleh dengan apa yang di niatkannya.” Pelaksanaan ihram dalam haji tergolong pada tiga malam sesuai dengan macam-macam pelaksanaan haji, macam-macam haji adalah sebagai berikut: 1. Haji Ifrad, karena bermaksud akan menyendirikan, baik menyendirikan haji atau menyendirikan umroh, dan yang didahulukan adalah ibadah haji, artinya ketika memakai pakaian ihram dari miqot itu, berniat hendak melakukan ibadah haji dahulu, lafal niatnya adalah (Oh, Allah saya beniat haji).37 2. Haji Tamattu', artinya aslinya adalah bersenang-bersenang, atau santaisantai, yaitu melakukan umroh dahulu di bulan-bulan haji, dan setelah itu melakukan ibadah haji, di tahun ketika ia melakukan umroh tersebut. Juga dinamakan haji tamattu' karena melakukan dua ibadah di bulan-bulan
35
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, Cet ke 1, 2003,
36
Imam Buhori, Soheh Buhori, Bairut: Dar al-Kutub al-Amaliah, Juz 1,1995, hlm 3 Ushul Fiqh, op. cit, hlm 371
hlm 63 37
24 haji dalam tahun yang sama, tanpa kembali ke negeri asalnya lebih dahulu, dua ibadah itu adalah haji dan umroh.38 3. Haji Qiron, adalah menggabung atau membersamakan, dalam hal ini membersamakan berihram untuk melakukan ibadah haji dan umroh sekaligus, dan ketika bertalbiyah mengucapkan (Oh, Allah saya berniat haji dan umroh).39 Sedang rukun haji yang kedua adalah wukuf di Arafah, yaitu suatu tempat di luar Mekkah, yang menurut riwayat tempat bertemunya Adam dan Hawa di bumi setelah keduanya disuruh keluar dari Sorga. Wukuf di Arafah itu berlaku pada tanggal 9 Dzulhijah, mulai tergelincirnya matahari sampai terbenam matahari.40 Perintah wukuf di Arofah sebagaimana firman Allah SWT: 41
.ﻢ ﺭﺣِﻴ ﺭ ﻪ ﹶﻏﻔﹸﻮ ﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠ ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﻐ ِﻔﺮ ﺘﺳ ﺍﺱ ﻭ ﺎﺽ ﺍﻟﻨ ﻴﺚﹸ ﹶﺃﹶﻓﺎﺣ ﻦ ﻮﺍ ِﻣﻢ ﹶﺃﻓِﻴﻀ ﹸﺛ
Artinya: "Kemudian bertolak kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan memohon ampun pada Allah, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.(Al-Baqarah:199) Sabda Nabi SAW:
ﺟﺒﲑ ﺑﻦ ﻣﻄﻌﻢ ﻗﺎﻝ ﺍﺿﻠﻠﺖ ﺑﻌﲑﺍ ﱃ ﻓﺬﻫﺒﺖ ﺍﻃﻠﺒﻪ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻓﺮﺍﻳﺖ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ 42
.ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﺍﻗﻔﺎ ﺑﻌﺮﻓﺔ ﻓﻘﻠﺖ ﻫﺬﺍ ﻭﺍﷲ ﻣﻦ ﺍﳋﻤﺲ ﻓﻤﺎ ﺳﺎﻧﺔ ﻫﺎﻫﻨﺎ
Artinya:”Jubair bin Muth’im r.a. berkata: ketika aku kehilangan ontaku, maka mencarinya pada hari arofah tiba-tiba aku melihat Nabi SAW 38
Ibid, hlm 371-372 Ibid 40 Amir Syarifuddin, op cit, hlm 63 41 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm 48 42 Imam Bukhori,, Juz 2, hlm 515 39
25 wukuf dengan di Arafah, maka aku berkata: orang ini termasuk alhumus, mengapakah ia wukuf disini”. (Bukhori, Muslim) Rukun haji yang ketiga adalah thawaf Ifadhah. Selepas melaksanakan ihram, jama’ah haji segera menuju ke Mekkah untuk melakukan thawaf.43 Secara bahasa thawaf berarti mengelilingi, yakni mengelilingi ka’bah. Dalam al-Qur’an ka’bah disebut Baitul Atiq (Rumah Pembebasan), maksudnya adalah ia merupakan membebaskan jiwa manusia dari belenggu syrik, dari belenggu nafsu keduniaan, dan dari belenggu dari (ego). Seperti firman Allah dalam surat Al-hajj ayat 29: 44
ﻌﺘِﻴ ِﻖ ﺖ ﺍﹾﻟ ِ ﻴﺒﻮﻓﹸﻮﺍ ﺑِﺎﹾﻟ ﻴﻄﱠﻭﹾﻟ ﻢ ﻫ ﺭ ﻧﺬﹸﻭ ﻮﻓﹸﻮﺍﻭﹾﻟﻴ ﻢ ﺗ ﹶﻔﹶﺜﻬ ﻮﺍﻴ ﹾﻘﻀﻢ ﹾﻟ ﹸﺛ
Artinya: ”Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran (memotong rambut) yang ada pada badan mereka menyempurnakan nadzarnadszar mereka dan hendaklah mereka thawaf di Rumah yang tua (Baitul Atieq). (Al-Hajj: 29) Macam-macam thawaf adalah sebagai berikut:45 1. Thawaf Qudum adalah selamat datang bagi jama'ah haji yang baru datang ke Mekkah. 2. Thawaf Ifadhah, yakni menjadi salah satu rukun haji. 3. Thawaf Wada', yakni thawaf selamat bagi oaring yang hendak meninggalkan kota mekkah. 4. Thawaf Sunnah, yang boleh dikerjakan sebanyak-banyaknya di dalam maupun di luar ihram.
43
Gufron Ajib Mas’adi, Bekal Menuju Tanah Suci Haji Menangkap Makna Fisikal dan Spritual, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, Cet ke 1, hlm 131-132 44 Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hlm 516 45 Anshori Umar, op. cit, hlm 327
26 Thawaf Ifadhah termasuk ke dalam rukun haji sesuai dengan kesepakatan para ulama. Hanya saja para ulama Hanafiyah berbeda pendapat bahwa yang termasuk rukun haji hanyalah empat kali putaran thawaf, selebihnya termasuk wajib haji. Barang siapa yang meninggalkan thawaf rukun ini, maka hajinya batal dan wajib mengulangi secara lengkap tahun berikutnya.46 Adapun syarat-syarat thawaf adalah sebagai berikut:47 1. Suci dari hadast kecil dan hadast besar. 2. Menutup Aurat. 3. Tujuh kali putaran. 4. Dimulai dari dan berakhir di Hajar Aswad 5. Ka'bah senantiasa berada sebelah kiri. 6. Thawaf tak boleh di dalam ka'bah, tapi harus di luarnya, dan di dalam masjid al-haram 7. Menurut sebagian ulama, sehabis thawaf langsung melakukan sai' Rukun haji yang keempat adalah sai’, adalah berjalan yang dimulai dari bukit Shofa, hingga bukit Marwah, dan Marwah ke Shafa. Shafa dihitung sekali. Seluruhnya tujuh kali.48 Perintah untuk melaksanakan sai' berdasar hadist Nabi Saw:
ﺑﲔ:ﺎ ﲰﻌﺖ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝﻋﻦ ﺻﻔﻴﺔ ﺑﻨﺖ ﺷﻴﺒﺔ ﺍﻥ ﺍﻣﺮﺍﺓ ﺍﺧﱪ 49
46
( )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﲪﺪ.ﺍﻟﺼﻔﺎ ﻭﺍﳌﺮﻭﺓ ﻳﻘﻮﻝ ﻛﺘﺐ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺍﻟﺴﻌﻰ ﻓﺎﺳﻌﻮﺍ
Abdul Halim dan Ikhwan, op. cit, hlm 470 Anshori Umar, loc. cit 48 Ilmu Fiqh, op cit, hlm 382 47
27 Artinya: ”Diriwayatkan dari Shofiyah binti Saebah, bahwa seorang perempuan memberitahukan kepadanya, (Shofiyah ), bahwa dia mendengar Nabi Saw bersabda diantara bukit Shofa dan Marwah, telah diwajibkan atas kamu Sai’, oleh karena itu hendaklah kamu kerjakan. (H.R. Ahmad). Adapun hukum sai', terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama, shahabat dan para tabi'in, serta Imam Ahmad. 1. Menurut Ibnu Umar, Ja'far dan Aisyah r.a. dari kalangan para shahabat, Malik, Syafi'i, dan Ahmad dari Imam madhab, bahwa sai' adalah rukun haji. Sekiranya orang yang melakukan ibadah haji atau umroh, tidak melakukan sai antara Shofa dan Marwah, maka batallah ibadah haji, dan tidak dapat ditutup dengan dam atau lainnya.50 2. Menurut Abu Hanifah, Ats Tsuri, dan Al-Hasan, bahwa sai itu adalah wajib, bukan rukun, sehingga tidak membatalkan hajinya atau umroh dengan meninggalkan wajib ditutup.51 B. Wajib haji Bahwa wajibnya haji para ulama berbeda pendapat dalam menentukan amalan-amalan apa saja yang termasuk dalam katagori wajib haji. Di sini penulis akan menjelaskan wajibnya haji. 1. Ihram dan Miqot Miqot adalah batas tempat atau waktu, miqot untuk ihram ada dua yaitu miqot Zamani dan miqot Makani. a. Miqot Zamani
49
As-Syaukani, Nail al-Autsar, Juz III, Bairut: Dar al–Kitab, Cet Ke 1, 1991, hlm 402 Muhammadiyah Ja'far, op. cit, hlm 235 51 Ibid., hlm 237 50
28 Miqot Zamani adalah batas waktu seseorang boleh melakukan ihram. Dimulai dari bulan Syawal dan berakhir pada terbit fajarnya tanggal 10 Dzulhijjah atau idul Adha.52 Firman Allah SWT:
ﺞ ﺤ ﺍﹾﻟﺱ ﻭ ِ ﺎ ِﻟﻠﻨﺍﻗِﻴﺖﻣﻮ ﻲ ﻋ ِﻦ ﺍﹾﻟﹶﺄ ِﻫﻠﱠ ِﺔ ﹸﻗ ﹾﻞ ِﻫ ﻚ ﻧﺴﹶﺄﻟﹸﻮ ﻳ Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji. (Al-Baqarah:198) b. Miqot Makani Miqot makani adalah tempat atau batas seseorang memulai melakukan ihram. Miqot Makani dibagi dua: a. Bagi orang yang mukim (bertempat tinggal) di mekkah, miqotnya adalah kota Mekkah itu sendiri. b. Bagi orang yang bertempat tinggal di luar kota mekkah, seperti jama’ah haji Indonesia. Mereka yang tinggal di luar kota mekkah ini mempunyai kota miqot makani sesuai dengan asal negaranya masing-masing, yaitu Dzul Hulaifah, Juhfah, Yalamlam, Dhul Irqin, dan Qornul Manazil. 2. Mabit di Muzdalifah Mabit dilaksanakan dengan berhenti sejenak dalam kendaraan atau turun dari kendaraan dengan syarat sudah lewat tengah malam. Yaitu sesudah
52
Mahmud Anwar, op cit, hlm 50
29 jam 12 malam. Namun jikalau memungkinkan disunnahkan untuk tetap tinggal di Muzdalifah sampai datangnya shalat Subuh.53 3. Mabit di Mina Apabila cahaya Subuh sudah datang, maka semua jamaah haji yang berada di Muzdalifah harus meninggalkan Muzdalifah untuk menuju ke Mina. Pada perjalanan ke Mina, hendaknya memperbanyak membaca talbiyah. Mabit di mina pada hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11,12, 13, Dzulhijjah hukumnya wajib.54 4. Melempar Jumrah Salah satu kewajiban haji pada waktu di Mina adalah melempar Jumroh Ula, Wusto, dan Aqabah. Ada dua macam pelemparan Jumrah: a. Melempar pada hari nahar Yaitu melempar jumrah Aqabah tujuh kali (dengan tujuh batu) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Waktunya mulai dari lewat tengah malam sampai akhir hari tasriq, tetapi yang lebih utama setelah terbit matahari 10 Dzulhijjah tersebut.55 Sabda nabi Saw:
53
Muqorin Nisbah, Penuntun Manasik Haji dan Umroh, Demak: Media ilmu, Cet ke 1, 1994, hlm 21 54 Ibid, hlm 22 55 Mahmud Anwar, op cit, hlm 61
30
ﺭﺍﻳﺖ ﺍﻟﻨﱯ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﺮﻣﻰ ﺍﳉﻤﺮﺓ ﻋﻠﻰ ﺭﺍﺣﻠﺘﻪ ﻳﻮﻡ:ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮﻳﻘﻮﻝ ﺍﻟﻨﺤﺮ ﻭﻳﻘﻮﻝ ﻟﺘﺎﺧﺬﻭﺍ ﻋﲏ ﻣﻨﺎﺳﻜﻜﻢ ﻓﺎﱏ ﻻﺍﺩﺭﻯ ﻟﻌﻠﻰ ﻻﺍﺣﺞ ﺑﻌﺪ ﺣﺠﱴ ﻫﺬﻩ 56
()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﲪﺪ ﻭﻣﺴﻠﻢ
Artinya: Dari jabir berkata, saya telah melihat nabi saw, melempar Jumrah di atas kendaraan pada hari nahr (idul Adha), seraya bersabda. Hendaklah kamu sekalian mengikuti cara yang saya kerjakan ini. Karena sesungguhnya saya tidak mengetahui apakah saya akan mengerjakan haji lagi sesudah haji saya ini. ( Riwayat Ahmad dan Muslim) c. Melempar pada hari Tasyriq Yaitu melempar tiga Jumrah Ula, Wusto, dan Aqabah dengan masing-masing
Jumrah
tujuh
kali
(tujuh
batu),
waktunya
setelah
tergelincirnya matahari tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.57 Sabda nabi SAW:
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﻗﺎﻝ ﺭﻣﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﳉﻤﺮﺓ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻨﺤﺮ ﺿﺤﻰ ﻭﺍﻣﺎ 58
.ﺑﻌﺪ ﺑﻮﻡ ﺍﻟﻨﺤﺮ ﻓﺎﺩﺍ ﺯﺍﻟﺖ ﺍﻟﺸﻤﺲ
Artinya: "Dari jabir bin Abdillah ra. Dia berkata: Aku ,melihat Rasulullah saw melempar jumrah di atas kendaraan beliau pada waktu dhuha, sesudah itu adalah sesudah tergelincinya matahari. 5. Menjahui hal-hal yang diharamkan ketika sedang ihram 6. Thawaf wada’
56
Imam Muslim, Shoheh Muslim, Bairut: Dar al–Ihya, Cet ke 4, 1991, hlm 923 Mahmud Anwar, op cit, hal 62 58 Imam Muslim, Juz 2, op.cit., hlm 945 57
31 Thawaf yang dikerjakan setelah selesai semua urusan ibadah haji dan umroh, menjelang pulang meninggalkan kota Mekkah Seseorang yang dalam ibadah haji telah meninggalkan wajib haji maka diwajibkan membayar dam (tebusan). Istilah dam yang kita kenal dengan nama denda, disebut juga fidyah (tebusan) kafarat (penghapus) atau juga hadyu (penyembelihan seekor kambing yang sudah memenuhi syaratsyarat untuk dijadikan qurban). seseorang apabila telah meninggal wajibnya haji maka diwajibkan membayar denda, apabila dia tidak mampu untuk menyembelihnya maka bisa diganti dengan puasa 10 hari, 3 hari dilaksanakan pada saat mengerjakan ibadah haji dan 7 hari lagi dilaksanakan setelah kembali ke Rumah masing-masing. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 196:
ﺎ ٍﻡﻡ ﹶﺛﻠﹶﺎﹶﺛ ِﺔ ﹶﺃﻳ ﺎﺼﻴ ِ ﺪ ﹶﻓ ﺠ ِ ﻳ ﻢ ﻦ ﹶﻟ ﻤ ﻱ ﹶﻓ ِ ﺪ ﻬ ﻦ ﺍﹾﻟ ﺮ ِﻣ ﺴ ﻴﺘﺳ ﺎ ﺍﺞ ﹶﻓﻤ ﺤ ﺮ ِﺓ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻤ ﻊ ﺑِﺎﹾﻟﻌ ﺘﻤ ﺗ ﻦ ﻤ ﹶﻓ 59
.ﺮﹲﺓ ﻛﹶﺎ ِﻣﹶﻠ ﹲﺔ ﺸ ﻋ ﻚ ﻢ ِﺗ ﹾﻠ ﺘﻌ ﺟ ﺭ ﻌ ٍﺔ ِﺇﺫﹶﺍ ﺒﺳ ﻭ ﺞ ﺤ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟ
Artinta: ”Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di bulan haji), wajiblah ia menyembelih qurban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang qurban atau tidak mampu, maka wajib ia berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari lagi apabila telah pulang itulah sepuluh hari yang sempurna. (Al-Baqarah: 196) Baik penyembelihan atau berpuasa telah diatur sedemikian rupa oleh panitia haji yang bertugas untuk hal tersebut, untuk penyembelihan dilakukan di tanah haram sedangkan berpuasa telah ditentukan tempat dan waktunya
59
Al-Qur’an dan Terjemah, op cit, hlm 47
32 E. Hal-hal yang Membatalkan Haji Kata batal berasal dari bahasa arab bathala-yabthulu, buthlan yang berarti rusak atau tidak baik. Sesuatu perbuatan yang rusak rukun atau syaratnya atau rusak karena sebab lainnya disebut batal atau batil.60 Secara umum para ulama mendefinisikan batal dengan suatu perbuatan yang oleh syara' untuk dilaksanakan, akan tetapi perbuatan tersebut tidak memenuhi sasaran, sehingga tuntutan dan kehendak syara' tersebut belum dapat dipandang terlaksana atau tercapai. Jadi batal merupakan lawan dari sah, yakni perbuatan yang dilakukan secara benar dan apa yang dikehendaki oleh syara' dari perbuatan yang dapat tercapai sehingga perbuatan tersebut memiliki arti dan mempunyai pengaruh secara hukum.61Disamping kata batal, ada juga istilah lain yang menunjukkan tidak sahnya suatu perbuatan, yaitu istilah fasid. Para ulama sepakat menyamakan pengertian batal dan fasid dalam bidang ibadah, yaitu suatu perbuatan yang dilakukan tidak memenuhi rukun dan syarat, atau belum berlaku sebab atau terdapat mani' (penghalang).62 Ada dua hal yang menyebabkan hajinya batal, yaitu meninggalkan salah satu rukun haji dan melakukan jimak atau senggama dalam masa ihram. Pertama, meninggalkan salah satu rukun haji. Dalam hal ini, satu hal yang disepakati para ulama, yaitu meninggalkan wukuf di Arafah. Para ulama dari berbagai madzhab telah sepakat bahwa wukuf di Arafah adalah salah satu rukun haji, meninggalkan wukuf di Arafah dapat menyebabkan hajinya batal. 60
Abdul Halim, dan Ikhwan, op cit, hlm 20 Ibid 21 62 Ibid 22 61
33 Sabda nabi SAW:
ﺷﻬﺪﺕ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ:ﻋﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﲪﻦ ﺑﻦ ﻳﻌﻤﺮ ﺍﻟﺪﻳﻠﻲ ﻳﻘﺎﻝ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﻛﻴﻒ ﺍﳊﺞ؟ ﻓﻘﺎﻝ:ﻭﻫﻮ ﻭﺍﻗﻒ ﺑﻌﺮﻓﺔ ﻓﺎﺗﺎﻩ ﻧﺎﺱ ﻣﻦ ﺍﻫﻞ ﳒﺪ ﻓﻘﺎﻟﻮﺍ ﺍﳊﺞ ﺣﺞ ﻋﺮﻓﺔ ﻣﻦ ﺟﺎﺀ ﻗﺒﻞ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ ﻣﻦ:ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻭﻣﻦ ﺗﺎﺧﺮ ﻓﻼ, ﺍﻳﺎﻡ ﻣﲎ ﺛﻼﺛﺔ ﻓﻤﻦ ﺗﻌﺠﻞ ﰱ ﻳﻮﻣﲔ ﻓﻼ ﺍﰒ ﻋﻠﻴﻪ,ﻟﻴﻠﺔ ﲨﻊ ﰎ ﺣﺠﻪ 63
.ﻦ ﰒ ﺍﺭﺩﻑ ﺧﻠﻔﻪ ﺭﺟﻼ ﻓﺠﻌﻞ ﻳﻨﺎﺩﻯ,ﺍﰒ ﻋﻠﻴﻪ
Artinya: Dari Abdurrahman bin Ya’mar ad-Dayli berkata: Saya menyaksikan Rasulallah Saw, sewaktu beliau wukuf di Arafah, maka orang– orang dari ahli Najd mendatangi Rasulallah dan berkata: ya Rasulallah bagaimanakah haji? Maka Rasulallah bersabda: Haji, haji adalah wukuf di Arafah. Barang siapa datang sebelum shalat Shubuh dari malam jama’ (Muzdalifah) maka ia menyempurnakan hajinya. Hari–hari Mina tiga hari. Barang siapa ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada berdosa baginya. Dan barang siapa yang menangguhkan keberangkatannya dari dua hari itu, maka tiada berdosa baginya. Katanya, kemudian beliau membonceng seseorang laki–laki di belakang beliau, menyerukan suara itu. Kedua: para ulama sepakat bahwa jimak atau bersenggama dapat menyebabkan batal ibadah hajinya. Sebagaimana firman Allah SWT: 64
ﺞ ﺤ ﺍ ﹶﻝ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﻭﻟﹶﺎ ِﺟﺪ ﻕ ﻮﻭﻟﹶﺎ ﹸﻓﺴ ﺚ ﺭﹶﻓ ﹶ ﺞ ﹶﻓﻠﹶﺎ ﺤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﺽ ﻓِﻴ ِﻬ ﺮ ﻦ ﹶﻓ ﻤ ﹶﻓ
Artinya: ”Siapa yang telah mendapat kewajiban haji, janganlah ia melakukan perbuatan rofast, kefasikkan, dan pertengkaran dalam ibadah haji.
63 Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Juz 4, Bairut: Dar al–Kutub al– Amaliah, Cet Ke I, 1993, hlm 409 64 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm 48
34 Sabda nabi SAW:
ﻣﻦ ﺣﺞ: ﴰﺖ ﺍﻟﻨﻴﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭ ﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ:ﻋﻦ ﺍﰉ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ 65
.ﷲ ﻭﱂ ﻳﺮﻓﺶ ﻭﱂ ﻳﻔﺸﻖ ﺭﺟﻊ ﻛﻤﺎ ﻭﻟﺪﺗﻪ ﺍﻣﻪ
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. berkata: Rasulallah saw pernah bersabda: Siapa pun yang melaksanakan ibadah haji, semata–semata karena Allah dan tidak melakukan hubungan badan dengan istrinya dan tidak berbuat dosa (selama melaksanakan ibadah haji) maka ia akan kembali seperti orang yang dilahirkan kembali. Kata rofast pada ayat diatas adalah mengandung makna bersetubuh, dan hal-hal yang menyebabkan terjadinya persetubuhan, serta mengeluarkan kata-kata yang menimbulkan birahi. Menurut Ibnu Taimiyah, tidak ada larangan-larangan yang merusak ibadah haji kecuali jenis rofast. Barang siapa yang batal hajinya karena jimak atau lainnya, maka ia wajib melaksanakan empat hal:66 1. Menyempurnakan haji yang dirusaknya (meneruskan pelaksanaannya hingga tuntas) 2. Segera mengqodho haji apabila ia mampu. Jika qodho itu ia tunda berarti ia berdosa. 3. Menyembelih kurban sebab ia telah merusaknya. 4. Menunda penyembelihan hewan kurban itu sehingga waktu qodho.
65 66
Imam Muslim, Juz 2, hlm 983 Abdul Halim dan Ikhwan, op cit, hlm 24
35 F. Perbedaan Pendapat Para Ulama tentang Bersetubuh Setelah Wukuf Bersenggama yang terjadi ketika sedang melaksanakan ibadah haji, apa saja yang mengantar kepada perbuatan tersebut, seperti mencium istri, menyentuh dengan rasa sahwat, ini semua termasuk pelanggaran terberat dalam ibadah haji. Sebagaimana firman Allah SWT: 67
ﺞ ﺤ ﺍ ﹶﻝ ﻓِﻲ ﺍﹾﻟﻭﻟﹶﺎ ِﺟﺪ ﻕ ﻮﻭﻟﹶﺎ ﹸﻓﺴ ﺚ ﺭﹶﻓ ﹶ ﺞ ﹶﻓﻠﹶﺎ ﺤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﺽ ﻓِﻴ ِﻬ ﺮ ﻦ ﹶﻓ ﻤ ﹶﻓ
Artinya: ”Siapa yang telah mendapat kewajiban haji, janganlah ia melakukan perbuatan rofast, kefasikkan, dan pertengkaran dalam ibadah haji. Inilah dasar hukum tentang persetubuhan secara umum yang dipegang para ulama yang melarang persetubuhan dalam ibadah haji yang dapat membatalkan ibadah haji dan diwajibkan membayar denda dan diwajibkan pula untuk mengulangi pada tahun depan. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat apabila persetubuhan itu terjadi setelah wukuf. Menurut Imam Abi Yahya Ibn Syaraf Nawawi berpendapat bahwa persetubuhan itu dapat merusak/membatalkan ibadah haji apabila dilakukan sebelum tahallul awal, baik setelah wukuf di Arafah atau sesudah wukuf di Arafah.68 Menurut Imam Malik berpendapat bahwa hajinya rusak atau batal apabila persetubuhan itu dilakukan sebelum melempar Jumrah, baik dilakukan sebelum wukuf di Arafah atau sesudah wukuf di Arafah.69
67
Ibid, hlm 48 Imam Abi Zakaria ibn Saraf Nawawi, Mughni Muhtaj, Darul Fikr, Juz 1, hlm 523 69 Abdurrohman az Jazairi, op cit, hlm 606 68
36 Persetubuhan yang dilakukan sebelum melempar jumrah Aqabah itu merusak haji tidak ada perbedaan antara persetubuhan yang terjadi sebelum wukuf atau sesudah wukuf. Pandangan ini merupakan pendapat Imam Malik dan Imam Syafi’i.70 Menurut Ibnu Abbas at Thobari, bahwa persetubuhan yang dilakukan sebelum tahallul awal maka hajinya rusak atau batal, baik dilakukan sebelum wukuf atau sesudah wukuf.71 Menurut
Imam
Ibnu
Qudamah
dalam
kitabnya
Al-Mughni
berpendapat bahwa persetubuhan dapat merusak atau membatalkan ibadah haji apabila terjadi sebelum tahallul awal, baik dilakukan sebelum wukuf atau sesudah wukuf.72 Sementara Ibn Mas’ud Al-Kasani dalam kitab badai’ ash-shanai’ berpendapat bahwa bersetubuh dapat merusak atau membatalkan haji dengan syarat apabila persetubuhan itu terjadi sebelum wukuf di Arafah, tetapi kalau bersetubuh itu terjadi setelah wukuf di Arafah maka hajinya tidak rusak atau batal tapi wajib membayar fidyah.73
G. Kedudukan wukuf di Arafah Wukuf merupakan salah satu
rangkaian dari seluruh rangkaian
ibadah haji. Kegiatan ini tidak boleh ditinggalkan oleh seseorang yang melakukan ibadah haji, karena ia menjadi rukun, dan rukun merupakan salah
70 71 72 73
Said abdil Qodir Basyantar, op cit, hlm 560 Sayyid Sabbiq, op cit, hlm 315ss Ibnu Qudaemah, op cit, hlm 125 Ibn Mas’ud Al-Kasani, op cit, hlm. 125
37 satu unsur penting yang sama sekali tidak dapat ditinggalkan, dan kalau ditinggalkan maka haji seseorang menjadi tidak sah. Seseorang yang menderita sakit, meskipun tidak dapat berjalan, atau tidak dapat duduk, maka harus dibawa ke Arafah untuk melakukan wukuf, walaupun wukufnya dalam keadaan apapun, sadar atau tidak sadar.74 Wukuf adalah hadir di Arafah pada waktu tertentu dan syarat-syarat tertentu dalam rangka melaksanakan ibadah yang merupakan rangkaian ibadah haji. Wukuf merupkan salah satu rukun haji. Para ulama sepakat mengenai kedudukan wukuf sebagai rukun haji sehingga orang yang meninggalkan ibadah ini, maka hajinya menjadi batal.75 Perintah untuk melaksanakan wukuf dalam pelaksanaan haji terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Allah berfirman dalam al-Qur’an surat alBaqarah ayat 199: 76
.ﻢ ﺭ ِﺣﻴ
ﺭ ﻪ ﹶﻏﻔﹸﻮ ﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠ ﻭﹾﺍ ﺍﻟﹼﻠﻐ ِﻔﺮ ﺘﺳ ﺍﺱ ﻭ ﺎﺽ ﺍﻟﻨ ﻴﺚﹸ ﹶﺃﻓﹶﺎﺣ ﻦ ﻮﹾﺍ ِﻣﻢ ﹶﺃﻓِﻴﻀ ﹸﺛ
Artinya: Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Meskipun para ulama sepakat tentang kedudukan wukuf sebagai rukun haji, tetapi terdapat perbedaan pendapat di kalangan mereaka dalam menentukan syarat, wajib, dan sunnah dalam pelaksanaan wukuf.77
74
Ahmad Thaib Raya, Siti Musdah Mulia, Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam Islam, Jakarta: KENCANA, Cet Ke-1, 2003, hlm 298 75 Abdul Halim, Ikhwan, op cit, hlm 510 76 Al-Qur’an dan Terjemahnya, op cit, hlm 48 77 Abdul Halim, Ikhwan, op cit, hlm 510
38 Di sini penulis akan mencantumkan hal-hal yang sunnah dilakukan selama wukuf secara umum adalah sebagai berikut: 1. Disunnahkan berangkat ke Mina pada hari Tarwiyah, pada tanggal 8 Zulhijjah, tinggal di sana dan mabit di sana hingga terbit fajar pada hari Arafah, lalu berangkat ke Arafah setelah terbit fajar. 2. Sunnah berada di Namirah, dekat Arafah. 3. Melakukan adzan, dan shalat jamak taqdim dan qashar, Dzuhur dan Ashar.78 Setelah selesai shalat, mereka melakukan wukuf. Hal-hal yang disunnahkan selama wukuf adalah sebagai berikut: 1. Mandi 2. Tidak memasuki areal Arafah kecuali setealah tergelincir dan shalat. 3. Berkhotbah dan menjamak dua shalat. 4. Segera melakukan wukuf setelah shalat. 5. Berada di areal wukuf sampai terbenam matahari. 6. Tetap di tempat, tidak berjalan-jalan. 7. Menghadap kiblat, dalam keadaan bersuci, menutup aurat. 8. Lebih afdlal, wukuf tidak di dalam tempat tertutup. 9. Dalam keadaan tidak berpuasa. 10. Dalam keadaan khusyu’, tekun berdoa dll. 11. Memperbanyak berdoa, istighfar, dll.79
78 79
Ahmad Thaib Raya, Siti Musdah Mulia, op cit, 303 Ibid
39 Adapun tempat wukuf adalah seluruh areal Arafah menjadi areal untuk melakukan wukuf. Di mana saja seseorang melakukan wukuf, dengan syarat masih berada di dalam wilayah Arafah, maka wukufnya dinyatakan sah dan ia telah melakukan wukuf dengan baik. Lebih, menurut para ulama, melakukan wukuf di Jabal Rahmah.80 Waktu wukuf di Arafah secara syari’at telah ditetapkan waktunya, yaitu dimulai tergelincirnya matahari sampai terbit fajar yang kedua pada hari nahar. Hal ini didasarkan atas sunnah Nabi yang melakukan wukuf setelah tergelincir matahari. Oleh sebab itu orang yang melakukan wukuf sebelum tergelincirnya matahari, maka wukufnya tidak sah.81
80 81
Ibid, 299 Ibid, hlm 300