BAB II TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
1
Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi Dalam rangka pembangunan nasional, tujuan pembangunan pertanian
adalah untuk meningkatkan produksi pertanian. Tulang punggung pembangunan bertumpu pada sektor pertanian, hal ini disebabkan sebagian masyarakat Indonesia terlibat dalam kegiatan pertanian. Hal ini dapat juga dijumpai dikebanyakan
negara
sedang
berkembang
dimana
lebih
dari
setengah
penduduknya berada pada sektor pertanian. Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai barang – barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu daerah ataupun wilayah tertentu baik yang dihasilkan oleh perusahaan dalam negeri maupun yang dihasilkan oleh perusahaan luar negeri yang berada didalam negeri. Herlambang berpendapat, dari berbagai variabel ekonomi makro, GDP ataupun PDB maupun PDRB merupakan variabel ekonomi yang menempati posisi terpenting. Sebagaimana diketahui GDP maupun PDRB mengukur output barang dan jasa dari suatu negara dan pendekatan perhitungan pendapatan dari negara tersebut. Perhitungan pendapatan nasional ini merupakan salah ukuran makro yang utama tentang kondisi suatu negara (Herlambang, 2002; 15). Menurut BPS (2002; 4), dalam proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu output total dan jumlah penduduk. Output perkapita merupakan output total dibagi dengan jumlah
9 Universitas Sumatera Utara
penduduk. Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai-nilai barang-barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Definisi dari Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product) adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode tertentu atau kurun waktu tertentu dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada dalam perekonomian tersebut (Rahardja dan Manurung, 2002: 204). Produk Domestik Regional Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, ataupun merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Produk Domestik Regional Bruto Harga Berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar perhitungannya (Sukirno, 2001:38). Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di suatu wilayah pada suatu waktu tertentu. 1.
Output adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu wilayah pada periode tertentu. Nilai output diperoleh dari perkalian antara produksi dan harga.
10 Universitas Sumatera Utara
2.
Biaya antara merupakan biaya-biaya dari barang dan jasa yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu output oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan periode tertentu.
3.
Nilai tambah bruto merupakan selisih antara nilai output dengan biaya antara. Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai barang dan jasa yang
diproduksi dalam suatu daerah atau wilayah tertentu dalam tahun tertentu baik yang dihasilkan oleh perusahaan dalam negeri maupun yang dihasilkan oleh perusahaan luar negeri yang ada di dalam negeri. Dimana, produk domestik regional bruto ini dapat dihitung melalui 3 cara yaitu: a). Pendekatan Hasil Produksi (Product Approach), metode ini menghitung PDRB yaitu dengan cara menghitung besarnya total out – put ataupun produk oleh suatu perekonomian. Cara perhitungan dalam praktik dalam pengerjaannya adalah dengan membagi – bagi perekonomian menjadi beberapa sektor produksi. Jumlah out – put masing – masing sektor merupakan jumlah seluruh out – put perekonomian, hanya saja ada kemungkinan bahwa out – put yang dihasilkan suatu sektor berasal dari out – put sektor lain atau juga dapat saja merupakan input bagi sektor lain. Sehingga untuk menghindari perhitungan ganda atau multiple counting, maka yang dipergunakan adalah metode produksi dengan menghitung nilai tambah (value added) masing – masing sektor ataupun selisih nilai out – put dengan nilai input antara (Rahardja dan Manurung, 2002: 208-210) Dimana sektor – sektor perekonomian tersebut di Indonesia dibagi dalam 9 kelompok, yakni sektor:
11 Universitas Sumatera Utara
b). Pendekatan
i.
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan.
ii.
Pertambangan dan Penggalian.
iii.
Industri Pengolahan.
iv.
Listrik, Gas dan Air Bersih.
v.
Bangunan
vi.
Perdagangan, Hotel dan Restoran.
vii.
Pengangkutan dan Komunikasi.
viii.
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan.
ix.
Jasa – Jasa dan lainnya.
Pendapatan
(Income
Approach),
yaitu
model
yang
memandang pendapatan nilai out – put sebagai nilai total balas jasa atas faktor – faktor produksi yang dipergunakan pada proses produksi. Adapun faktor – faktor produksi (Q) terdiri dari : tenaga kerja (L), kapital atau modal (M), uang (U) dan kemampuan entrepreneurship (E). Dapat digambarkan persamaan fungsi produksinya sebagai berikut: Q = f (L, K, U, E) Dan nilai balas jasanya dalam skala makro adalah Pendapatan Nasionalnya (PN) terdiri dari : upah atau gaji (w), pendapatan bunga (i), pendapatan sewa (r) dan tingkat keuntungan (π). Persamaan fungsi balas jasanya dapat diformulasikan sebagai berikut: PN = w + i + r + π
12 Universitas Sumatera Utara
Namun, di Indonesia metode ini jarang bahkan tidak dipergunakan ataupun dipublikasikan (Rahardja dan Manurung, 2002: 211-217).
c). Pendekatan
Pengeluaran
(Expenditure
Approach),
pada
metode
perhitungan Produk Domestik Regional Bruto dengan pendekatan pengeluaran adalah menjumlahkan nilai penggunaan akhir atas barang – barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu kawasan daerah administratif maupun negara. Hal ini diperhatikan segi atas pengunaannya, dimana ada dikelompokkan atas 6 alokasi penggunaan, yaitu (Robinson Tarigan, 2005:24 – 25) : a)
Konsumsi Rumah Tangga
b)
Konsumsi Lembaga Swasta nirlaba
c)
Konsumsi Pemerintah
d)
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB Investasi)
e)
Perubahan Stok, dan
f)
Ekspor Netto. Namun dengan catatan, bahwa konsumsi lembaga yang mencari
untung tidak dimasukkan dengan alasan bahwa konsumsi mereka bukan merupakan konsumsi akhir produksi sehingga dapat menghindari perhitungan ganda atau multiple counting. Sebagaimana yang telah disebutkan diatas, bahwa PDRB maupun PDB dapat ditunjukkan baik dalam bentuk harga berlaku maupun didasarkan atas harga konstan pada suatu tahun yang dianggap perekonomiannya cenderung stabil dalam satu periode tersebut.
13 Universitas Sumatera Utara
Namun, dalam perhitungan lanjut, PDRB ataupun PDB dalam bentuk harga berlaku dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Hal ini dikarenakan masih terkandung didalamnya faktor inflasi sehingga harus didasarkan pada tahun dasar tertentu yang kemudian dikenal atas dasar harga konstan. Yang dimaksud dengan harga konstan adalah harga yang dianggap tidak berubah dan diperlihatkan pada tahun dasar tersebut dimana perekonomian berada dalam kondisi baik atau stabil dapat dilihat dalam persamaan sebagai berikut (Rahardja dan Manurung, 2002: 219) :
PDRBRiil =
PDRBNo min al
Deflator
dimana,
Deflator =
PDRBHBt x100% PDRBHBt−1
dan dapat dihitung juga inflasi yang menyertainya dengan formulasi perhitungan sebagai berikut :
Inflasi =
Deflatort − Deflatort −1 x 100% Deflatort −1
Sehingga, dengan melihat nilai PDRB maupun PDB dalam bentuk harga konstan tahun tertentu dapat memberikan manfaat. Adapun manfaatnya seperti analisis kemakmuran suatu daerah ataupun suatu negara, masalah – masalah sosial yang terjadi, masalah – masalah produktifitas dan banyak hal lainnya (Rahardja dan Manurung, 2002: 219). Nilai pendapatan baik regional maupun nasional dalam beberapa tahun menggambarkan kenaikan ataupun penurunan tingkat pendapatan masyarakat di
14 Universitas Sumatera Utara
daerah tersebut, namun kenaikan atau penurunan yang terjadi dibedakan dalam dua faktor yaitu (Tarigan, 2005: 20-21): a)
Kenaikan/penurunan riil, yaitu kenaikan/penurunan tingkat pendapatan yang tidak dipengaruhi oleh faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan riil pendapatan penduduk, berarti daya beli penduduk di daerah tersebut meningkat misalnya mampu membeli barang yang sama kualitasnya dalam jumlah yang lebih banyak.
b)
Kenaikan/penurunan pendapatan yang disebabkan adanya faktor perubahan harga. Apabila terjadi kenaikan pendapatan yang hanya disebabkan inflasi (menurunnya nilai beli uang) maka walaupun pendapatan meningkat tetapi jumlah barang yang mampu dibeli belum tentu meningkat. Perlu dilihat mana yang meningkat lebih tajam, tingkat pendapatan atau tingkat harga. Sehingga menurut Robinson Tarigan, agar dapat mengetahui kenaikan
pendapatan yang sebenarnya (riil) maka faktor inflasi yang menyertainya harus dikeluarkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, pendapatan riil yang tidak terikut didalamnya inflasi merupakan pendapatan atas dasar harga konstan. Dan laju pertumbuhan ekonomi umumnya diukur dari perubahan yang ditampilkan pada pendapatan atas dasar harga konstan. Salah satu indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai out – put nasional yang dihasilkan oleh sebuah perekonomian pada suatu periode tertentu. Sebab besarnya out – put nasional dapat menunjukkan beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian, seperti (Rahardja dan Manurung, 2002:203):
15 Universitas Sumatera Utara
1).
Merupakan gambaran awal tentang efisiensi sumber daya yang ada dalam perekonomian.
2).
Merupakan gambaran awal tentang produktifitas dan tingkat kemakmuran suatu negara
3).
Gambaran awal tentang masalah – masalah struktur yang dihadapai sebuah perekonomian.
Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses agar menghasilkan keterkaitan dan saling mempengaruhi antar faktor-faktor yang mendukung pembangunan ekonomi itu sendiri dan dapat dicermati serta dianalisis dengan baik. Sehingga dapat diketahui deretan peristiwa yang timbul dan akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi serta taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya. Yang selanjutnya, pembangunan ekonomi itu perlu dipandang sebagai kenaikan dalam pendapatan perkapita, karena kenaikan itu merupakan penerimaan dan timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi pada suatu daerah maupun negara, ditunjukkan dengan tingkat pertambahan GDP atau GNP. Pertumbuhan ekonomi menurut W. W. Rostow dalam bukunya yang berjudul “ The Stages of Economics Growth ” menyatakan bahwa perubahan dari keterbelakangan kepada kemajuan dijelaskan dalam suatu seri tahapan yang harus dilalui oleh setiap negara bahkan daerah regional. Dimana mengenal masyarakat dalam dimensi ekonomi yang terletak dalam salah satu dari beberapa tahapan kategori yaitu: masyarakat tradisional, prasyarat untuk tinggal landas kearah pertumbuhan yang berkesinambungan, kematangan dan zaman konsumsi massa yang tinggi. Tahapan tersebut juga pada akhirnya merupakan suatu teori
16 Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan ekonomi dan lebih umum lagi bahkan lebih bersifat parsial. Salah satu pikiran utama mengenai pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah bahwa setiap upayanya harus ada mobilisasi yang cukup kuat untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi tersebut (Sanusi, 2002: 26) Menurut Todaro, ada tiga (3) faktor yang mempengaruhi dalam proses pertumbuhan ekonomi dari setiap daerah regional maupun nasional, yakni (Todaro, 2000: 137) : a)
Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk ataupun jenis dari investasi baru yang ditanamkan pada aset berupa tanah, peralatan fisik, sumber daya manusia, dan sebagainya.
b)
Pertumbuhan penduduk yang berimplikasi pada jumlah angkatan kerja dan penyerapan tenaga kerja.
c)
Kemajuan teknologi. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan
merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena penduduk terus bertambah dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka diperlukan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini bisa didapat melalui peningkatan out – put agregat (peningkatan produksi barang – barang dan jasa) setiap tahunnya (Tambunan, 2001:2).
17 Universitas Sumatera Utara
2
Teori Pertumbuhan Ekonomi Ada beberapa teori yang mencoba menerangkan tentang pertumbuhan
ekonomi, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
2.2.1
Teori Pertumbuhan Harrod – Domar Teori ini dibentuk oleh ahli ekonomi Roy Harrod dan Evsey D. Domar
dimana berusaha menunjukkan syarat – syarat yang dibutuhkan agar perekonomian bisa tumbuh dan berkembang dengan mantap dalam jangka panjang adalah melalui peran investasi. Adapun untuk memenuhi keperluan investasi ini, maka dalam suatu perekonomian daerah maupun negara harus menyisihkan suatu bahagian dari pendapatannya untuk ditabung. Sebab tabungan ini akan membentuk investasi baru melalui penambahan stok netto kapital yang baru (Sanusi, 2002: 27). Beberapa asumsi yang digunakan dalam teori ini adalah bahwa: a) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang ada di masyarakat digunakan secara penuh. b) Dalam perekonomian dua sektor (Rumah Tangga dan Perusahaan) berarti sektor pemerintah dan perdagangan tidak ada. c) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan dimulai dari titik original (nol) d) Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save =MPS) besarnya tetap, demikian juga ratio antar modal dan output (Capital OutputRatio= COR) dan rasio penambahan modal-output (Incremental Capital Output Ratio)
18 Universitas Sumatera Utara
Dalam teori ini memiliki kelemahan yang sangat terasa pada suatu daerah regional maupun negara sedang berkembang. Kelemahan itu dikenal dengan istilah Saving Gap atau kesenjangan tabungan dimana tabungan yang dilakukan masih kurang untuk menutupi keperluan penambahan stok kapital netto bagi pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Untuk itu, agar kesenjangan tabungan dapat ditutupi maka dilakukan pinjaman luar negeri atau mengundang investasi asing memasuki suatu perekonomian (Mankiw, 2000: 659).
2.2.2
Teori Perubahan Struktur Teori pertumbuhan ekonomi ini dikembangkan oleh para neo – klasik,
salah satu yang terkenal adalah W. Arthur Lewis. Teori ini menjelaskan tentang mekanisme yang memungkinkan perekonomian suatu daerah atau negara dapat mentransformasikan struktur perekonomian dalam negeri mereka dari suatu sektor terhadap sektor lain yang lebih modern (Sanusi, 2002:31). Pada model ini menggunakan piranti yang berkaitan dengan masalah harga dan alokasi sumber daya alam serta ekonometrik untuk menjelaskan terjadinya proses transformasi. Yang mana dilihat dari dua faktor utama yaitu faktor surplus tenaga kerja dan surplus kapital. Adapun asumsi yang digunakan adalah sebagai berikut: a).
Tingkat pengalihan tenaga kerja dan penciptaan tenaga kerja adalah sebanding dengan akumulasi kapital.
b).
Pasar tenaga kerja yang kompetitif akan menjamin upah riil.
c).
Jumlah tenaga kerja di desa naik dan dikota menurun (kapital lebih besar). Perlu diperhatikan, bahwa penurunan peran out – put pertanian tidak
berarti produk sektor pertanian secara absolut adalah turun. Tetapi, justru yang
19 Universitas Sumatera Utara
seringkali terjadi adalah hanya penurunan produksi secara relatif. Hal ini ditemukan oleh Chennery dalam studi penelitian empiris (Sanusi, 2002: 36) Pembangunan ekonomi, oleh sebagian ahli ekonomi diartikan berbeda dengan pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah Economic Development is Growth plus Change, yaitu pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan – perubahan dalam struktur serta arah kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, dalam pembangunan ekonomi diartikan bukan hanya pada masalah perkembangan pendapatan regional maupun nasional tetapi juga melihat kepada modernisasinya kegiatan ekonomi (Sukirno, 2005: 415). Dalam pembangunan ekonomi terkandung pengertian implisit adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat baik GDP maupun PDRB dimana kenaikannya dibarengi dengan perubahan – perubahan dan modernisasi serta memperhatikan aspek – aspek pemerataan pendapatan (income equity). Sehingga pembangunan ekonomi selalu dibarengi dengan pertumbuhan ekonomi tetapi, pertumbuhan ekonomi belum tentu disertai dengan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi bukan hanya pertambahan hasil produksi ataupun kenaikan pendapatan perkapita, tetapi juga terdapat perubahan – perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti lembaga – lembaga, pengetahuan dan pendidikan, tekhnik serta juga bersifat kualitatif.
20 Universitas Sumatera Utara
Pada akhir dasawarsa 1960-an, para ekonom menyadari bahwa ternyata pertumbuhan ekonomi tidak identik dengan pembangunan. Maka mulailah dilakukan pengkajian ulang tentang definisi pembangunan ekonomi itu sendiri. Myrdal dalam Kuncoro (2006) menyebutkan bahwa pembangunan sebagai pergerakan ke atas dari seluruh sistem sosial. Adapula yang menekankan pentingnya perubahan pertumbuhan dengan perubahan (growth with change). Secara singkat dapat dikatakan bahwa pembangunan tidak hanya mencapai peningkatan Produksi (PDRB/PDB) saja tetapi lebih dari itu yaitu memusatkan perhatian pada kualitas dari proses pembangunan. Oleh karena itu, pembangunan lebih diartikan sebagai bagaimana mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan.
2.2.3
Model Pertumbuhan Ekonomi Solow – Swan (Neo – Klasik) Robert Solow dari Massachussets Institute Technology (MIT) dan Trevor
Swan dari Australian National University secara sendiri-sendiri mengembangkan model pertumbuhan ekonomi yang sekarang sering disebut dengan nama model pertumbuhan Neo-Klasik. Seperti halnya dengan model Harrod-Domar, model Solow-Swan memusatkan perhatiannya pada bagaimana pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan teknologi dan output saling berinteraksi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk, tenaga kerja dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi. Pandangan ini tetap juga mendasarkan pada analisis klasik yaitu bahwa perekonomian tetap mengalami tingkat pengerjaan penuh (full employment) dan kapasitas peralatan modal akan tetap sepenuhnya
21 Universitas Sumatera Utara
dipergunakan sepanjang waktu. Adapun rasio atas modal terhadap output dapat berubah dan bersifat dinamis. Untuk menciptakan sejumlah output tertentu, maka diperlukan jumlah modal yang berbeda beda dengan bantuan tenaga kerja yang jumlahnya berbeda beda sesuai yang dibutuhkan. Jika lebih banyak modal yang dipergunakan maka tenaga kerja yang diperlukan lebih sedikit, sebaliknya jika modal yang dipergunakan lebih sedikit maka lebih banyak tenaga kerja yang digunakan. Dengan adanya flektibilitas ini, suatu perekonomian mempunyai kebebasan yang tidak terbatas dalam menentukan kombinasi modal dan tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan tingkat output tertentu (Wijono, 2006) Walaupun dalam kerangka umum dari model Solow-Swan mirip dengan model model Harrod-Domar, tetapi model Solow-Swan lebih “luwes” karena : a) Menghindari masalah “ketidakstabilan” yang merupakan ciri warranted rate of growth dalam model Harrod-Domar. b) Bisa lebih luwes digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah distribusi pendapatan. Keluwesan ini terutama disebabkan oleh karena Solow dan swan menggunakan bentuk fungsi produksi yang lebih mudah dimanipulasikan secara aljabar. Dalam model Harrod-Domar, output dan capital dan output dan tenaga kerja masing-masing dihubungkan oleh satu “fungsi produksi” dengan koefisien yang tidak bisa berubah, yaitu Qp = hK dan Qn, = nN. Dalam model Neo-Klasik dari Solow dan Swan dipergunakan suatu fungsi produksi yang lebih umum, yang bias menampung berbagai kemungkinan substitusi antara capital (K) dan tenaga kerja (L). Bentuk fungsi produksi adalah:
Q = F ( K, L )
22 Universitas Sumatera Utara
Yang memungkinkan berbagai kombinasi penggunaan K dan L untuk mendapatkan suatu tingkat output. Fungsi produksi semacam ini (yang sering dijumpai dalam teori ekonomi mikro) disebut fungsi produksi Neo-Klasik. Dalam menggunakan fungsi semacam inilah Solow dan Swan bisa menghindari masalah “ketidakstabilan” dan mengambil kesimpulan-kesimpulan baru mengenai distribusi pendapatan dalam proses pertumbuhan (seperti halnya kaum Klasik). Dengan digunakannya fungsi produksi Neo-klasik tersebut, ada satu konsekuensi lain yang penting. Konsekuensi ini adalah bahwa seluruh factor yang tersedia, baik berupa K maupun berupa L akan selalu terpakai atau tergunakan secara penuh dalam proses produksi. Ini disebabkan karena dengan fungsi produksi Neo-Klasik tersebut, berapapun K dan L yang tersedia akan bisa dikombinasikan untuk proses produksi, sehingga tidak ada lagi kemungkinan “kelebihan” dan “kekurangan” factor produksi seperti dalam model misalnya, Harrod-Domar atau Lewis. Posisi “full employment” ini membedakan model Neo-Klasik. Dengan adanya model Keynesian (Harrod-Domar) maupun model Klasik. Jadi jelas bahwa penggunaan fungsi produksi Neo-Kalsik sehingga selalu jelas terdapat ‘full employment’ merupakan ciri utama yang membedakan model ini dengan model-model pertumbuhan lain. Ada empat hal yang melandasi model Neo-Klasik: a).
Tenaga
kerja
(atau
produk),
L,
tumbuh
dengan
laju
tertentu,
misalnya p per tahun b).
Adanya fungsi produksi Q = F ( K, L ) yang berlaku bagi setiap produksi.
23 Universitas Sumatera Utara
c).
Adanya kecenderungan menabung (prospensity to save) oleh masyarakat yang dinyatakan sebagai proporsi (s) tertentu dari output (Q0. Tabungan masyarakat S = sQ; bila Q naik S juga naik , dan turun bila Q turun.
d).
Semua tabungan masyarakat diinvestasikan S = I = ∆K. Dalam model NeoKlasik tidak lagi dipermasalahkan mengenai keseimbangan S dan I. Dengan kata lain perkataan permasalahan yang menyangkut “warranted rate of growth” tidak lagi relevan. Proses pertumbuhan dalam model Neo-Klasik selalu memenuhi syarat warranted rate of growth, karena S dinggap selalu sama dengan I. Ada dua masalah pokok yang saling berkaitan yamg perlu dipelajari
mengenai proses pertumbuhan Neo-Klasik ini.
Masalah yang pertama
menyangkut pertanyaan : apakah proses tersebut akan membawa perekonomian pada suatu pola pertumbuhan tertentu dan bisa diramalkan, apakah proses tersebut berkelanjutan dan sama sekali tidak bisa diduga kemana akan membawa perekonomian kita ? Dengan kata lain perkataan, apakah proses pertumbuhan tersebut akan membawa perekonomian pada posisi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium) atau tidak ? Masalah yang kedua menyangkut pertanyaan : Apabila memang ternyata proses semacam itu akhirnya membawa perekonomian pada posisi keseimbangan jangka panjangnya, apakah ciri-ciri utama posisi ini ) ? Khususnya kita bisa menanyakan mengenai apa yang terjadi dengan output, capital, tenaga kerja, tingkat upah, tingkat keuntungan, dsb pada posisi long run equilibrium ini ?
24 Universitas Sumatera Utara
Jawaban bagi kedua masalah tersebut bisa menjadi landasan bagi ekonom dalam meramalkan apa yang akan terjadi dalam jangka panjang terhadap suatu perekonomian, apabila asumsi-asumsi dasar Neo-Klasik tersebut terpenuhi. Perekonomian Neo-Klasik akan menuju ke suatu posisi keseimbangan jangka panjang. Kita memerlukan sedikit manipulasi aljabar untuk menjawab pertanyaan ini. Anggap bahwa fungsi produksi Q = F ( K, L ) mempunyai ciri constsnt return to scale artinya apabila K dan L masing-masing dinaikan dengan x%, mak Q juga akan naik dengan x%. Apabila constant return to scale berlaku, maka kita bisa menyatakan fungsi produksi tersebut dalam bentuk yang lebih sederhana. Selanjutnya F ( k, l ) bisa kita nyatakan sebagai suatu fungsi lain F ( k ) yang hanya mempunyai satu variable ( K saja ) karena angka 1 adalah suatu constant (bukan variable), sehingga fungsi produksi kita menjadi : q=f(k) Persamaan ini mengatakan bahwa output per tenaga kerja adalah fungsi dari kapita per tenaga kerja, atau output per kapita adalah fungsi capital per kapita.
Selanjutnya, penduduk (atau tenaga kerja) dianggap tumbuh dengan p setahun dan masyarakat mempunyai kecenderungan menabung yang ditunjukkan oleh prospensity to save s. Semua yang ditabung diinvestasikan dan menambah stock capital dengan ∆ K = sQ. setelah mengalami manipulasi aljabar persamaan menjadi: K= K . L
25 Universitas Sumatera Utara
Persamaan diatas mengatakan bahwa laju pertumbuhan capital per kapita sama dengan laju partum buhan stok capital (total) minus laju pertumbuhan penduduk atau tenaga kerja. Lalu mana yang disebut keseimbangan jangka panjang ? Solow mengatakan bahwa posisi long run equilibrium akan tercapai apabila capital per kapita , k, mencapai suatu tingkat yang stabil, artimya tidak lagi berubah nilainya. Apabila K constant, maka long run equilibrium akan tercapai. Posisi long run equilibrium ini juga disebut posisi Steady state. Syarat ini mempunyai konsekuensi bahwa k = 0. Ciri yang pertama langsung dapat disimpulkan dari urain di atas , yaitu bahwa pada posisi tersebut capital yang dipergunakan dalam proses produksi per pekerja adalah constant (k*) dan output per pekerja atau output perkapita adalah juga constant (q*). Dengan demikian pula capital – output ratio adalah juga constant (v*). Karena v*=k* / q* Ciri yang kedua adalah mengenai laju pertumbuhan output, capital dan tenaga kerja. Pada posisi long run equilibrium laju pertumbuhan output bisa disimpulkan dari cirri bahwa output perkapita adalah constant dan penduduk tumbuh dengann p.. jadi singkatnya pada posisi ini Q, K, L tumbuh dengan laju yang sama. Dalam model Neo-Klasik, pertumbuhan Q dan K menyesuaikan diri dengan pertumbuhan penduduk. Dan pertumbuhan penduduklah yang menentukan laju pertumbuhan ekonomi; semakin cepat pertumbuhan penduduk tumbuh, semakin cepat pula pertumbuhan ekonomi. Ini adalah suatu kesimpulan yang bertolak belakang dengan kesimpulan model Klasik maupun model Keynesian (Harrod-Domar).
26 Universitas Sumatera Utara
Ciri yang ketiga adalah mengenai Stabilitas dari posisi keseimbangan tersebut. Posisi keseimbangan model Solow-Swan bersifat “stabil”, dalam arti bahwa apabila kebetulan perekonomian tersebut tidak pada posisi keseimbangan, maka akan ada kekuatan-kekuatan yang cenderung membawa kembali perekonomian tersebut pada posisi keseimbangan jangka panjangnya. Ciri yang keempat menyangkut tingkat konsumsi danm tingkat tabungan (investasi) Ciri yang kelima berkaitan dengan imbalan yang diterima oleh masingmasing factor produksi ( K dan L ), lalu aspek distribusi pendapatan. Karena hanya ada macam factor produksi, maka GDP ( = Q ) akakn terbagi habis antara para pemilik capital dan para pemilik factor produksi tenaga kerja (buruh), Q = rK + wL Dimana r adalah tingkat keuntungan yang diterima per unit kapital, dan w adalah tingkat yang diteriama oleh setiap orang buruh. Kita bisa simpulkan bahwa pada posisi keseimbangan jangka panjang baik r maupun w harus konstan yaitu setiap unit kapital menerima imbalan berupa keuntungan tertentu (r*) dan setiap pekerja menerima upah tertentu (w*), dan kedua imbalan ini tidak berubah dalam proses pertumbuhan selanjutnya. Bagaimanakah dengan “bagian” (share) antara para pemilik kapital dengan para “pemilik tenaga kerja” (buruh) di dalam GDP Negara tersebut ?. Apabila pada posisi keseimbangan Q, L, K tumbuh dengan laju yang sama, dan r dan w adalah konstan, maka jelas bahwa para pemilik kapital dan kelompok buruh masing-masimg akan menerima “bagian” dari GDP dalam presentase yang tetap,
27 Universitas Sumatera Utara
yaitu rK/Q akan tetap dan wL/Q juga akan tetap dalam proses pertumbuhan perekonomian selanjutnya. Menurut teori ekonomi mikro, imbalan yang diterima oleh suatu factor produksi (pada posisi equilibrium) akan sama dengan marginal productnya. Jadi imbalan bagi factor produksi kapital (pada posisi equilibrium) akan sama dengan MPK. Ciri yang keenam, berkaitan dengan pertumbuhan produktivitas dapat dipengaruhi oleh kemajuian teknologi yang diukur dalam satuan efisiensinya. Misal, apabila jumlah tenaga kerja sebelum adanya kemajuan teknologi adalah 100, dan kemudian ada kemajuan teknologi yang meningkatkan produktivitas pertenaga kerja dengan 50%nya, maka jumlah tenaga kerja
efektif setelah
kemajuan teknologi adalah 150 (meskipun jumlah manusianya tetap 100, tetapi kemampuan produksinya meningkat menjadi 150). Jadi N (Laju pertumbuhan tenaga kerja efektif) tumbuh karena dua sebab, yaitu: a). Pertumbuhan jumlah manusia atau pertumbuhan penduduk (misalnya, p per tahun) dan b). Pertumbuhan produktivitas per manusia atau kemajuan teknologi (misalnya, t per tahun) Jadi
adanya
kemajuan
teknologi
tidak
banyak
merubah
syarat
keseimbangan jangka panjang kecuali adanya koefisien t (laju kemajuan teknologi atau laju kenaikkan produktivitas per tenaga kerja)
28 Universitas Sumatera Utara
Bahwa Q, K, N tumbuh dengan laju yang sama dan r, w adalah konstan. Sehingga share dari factor produksi kapital dalam GDP (yaitu rK/Q) adalah konstan, dan demikian pula share dari faktor produksi tenaga kerja dalam GDP (yaitu wN/Q) adalah juga konstan. Model Solow dapat juga dituliskan secara matematis sbb (ibid: 204): Δk = sf (k) − (n + ∂ + g)k Dimana:
y = f(k) = F(K/L) n = tingkat pertumbuhan penduduk δ = depresiasi k = modal per pekerja = K/L y = output per pekerja = Y/L s = tingkat tabungan g = tingkat perkembangan teknologi yang mengoptimalkan tenaga kerja (laboraugmentingtechnological progress)
Pada model Solow tanpa perkembangan teknologi, perubahan modal per pekerja ditentukan oleh tiga variabel berikut: a) Investasi (tabungan) per pekerja. b) Pertumbuhan penduduk: pertumbuhan penduduk akan menurunkan tingkat modal per pekerja. c) Depresiasi: persediaan modal akan menurun karena penggunaan modal. Dalam kondisi steady-state, Δk harus sama dengan nol (ibid: 195), sehingga: sf (k*) = (n + ∂)k * dengan k* adalah k pada kondisi steady-state dan y* = f(k*). Konsumsi pada kondisi steady-state menjadi (ibid: 196): c* = f (k*) − (n + ∂)k *
29 Universitas Sumatera Utara
Secara grafis, model pertumbuhan Solow (tanpa perkembangan teknologi) dapat digambarkan seperti pada Grafik 1 berikut.
GAMBAR 2.1 MODEL DIAGRAM PERTUMBUHAN SOLOW Solow-Swan Economic memaparkan model suatu teori yang disusun dengan focus pada peranan perubahan teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi (economic growth). Dalam Model pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, rasio output modal diasumsikan konstan, sehingga terdapat suatu hubungan garis lurus antara peningkatan jumlah modal (melelui investasi) dan peningkatan yang dihasilkan output. Contoh, jika dibutuhkan modal modal sebesar Rp. 3000,- untuk memproduksi 1000 output, maka rasio output modalnya adalah satu per tiga, dalam hal ini diasumsikan berlaku pada penambahan jumlah modal selanjutnya. sebaliknya, model Solow-Swan menggunakan sebuah fungsi produksi dimana
30 Universitas Sumatera Utara
output merupakan suatu fungsi dari modal dan tenaga kerja, dimana modal dapat digantikan dengan tenaga kerja tetapi dengan tingkat kesempurnaan yang bervarias, dan yang menunjukkan pengembalian yang menurun. Jadi apabila modal ditingkatkan secara relative dibandingkan dengan tenaga kerja, maka peningkatan yang terjadi dala output secara progresifmenjadi lebih kecil. Dengan asumsi bahwa suatu rasio output modalmenjadi variable pada saat jumlah modal suatu negara meningkat, maka pengembalian yang menurun terjadi dan menghasilkan tambahan output yang lebih kecil secara progresif. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang terus menerus membutuhkan tidak saja investasi perluasan modal akan tetapi juga investasi pendalaman modal. Kemajuan teknologi (teknik, proses dan metode baru produksi yang baru dan produk produk baru) memainkan suatu peranan penting dalam menyeimbangkan pengembalian yang menurun pada saat jumlah modal meningkat.
3
Tenaga Kerja Menurut Todaro (2000) Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi dipicu
oleh pertumbuhan penduduk yang mana akan memicu terjadinya pertumbuhan tenaga kerja secara positif. Secara umum, pertumbuhan jumlah angkatan kerja akan menyediakan potensial tenaga kerja yang siap pakai sehingga akan menambah tingkat produktifitas komoditi perekonomian baik dalam bentuk barang-barang maupun jasa perekonomian termasuk jasa tenaga kerja itu sendiri. Namun demikian, hal ini tidak berlaku secara perbandingan linier, oleh karena itu dikenal adanya pengangguran.
31 Universitas Sumatera Utara
Kemampuan dari penyerapan tenaga kerja ini sangat tergantung dari faktor-faktor input suatu perekonomian. Seperti modal atau investasi untuk membuka lapangan usaha atau sentra bisnis baru maupun perluasan kegiatan perekonomian yang akan memerlukan tenaga kerja sebagai pekerjanya. Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya pengertian tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis, angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan demikian penawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnya permintaan atas tenaga kerja (dari sektor ekonomi tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi adalah tenaga kerja. Menurut Nicholson W. (1991) bahwa suatu fungsi produksi suatu barang atau jasa tertentu (Q) adalah Q = f (K, L) dimana K merupakan modal atau realisasi investasi usaha kegiatan ekonomi , dan L adalah jumlah tenaga kerja yang diserap sehingga (Q) memperlihatkan jumlah maksimal suatu barang/jasa yang dapat diproduksi dengan menggunakan ragam kombinasi alternatif antara K dan L. Maka apabila salah satu masukan ditambah satu unit tambahan dan masukan lainnya dianggap tetap akan menyebabkan tambahan keluaran yang dapat diproduksi. Tambahan hasil output produksi ini bila dibandingkan dengan tambahan satu unit input produksi inilah yang dikenal dengan produk fisik marginal (Marginal Physical Product).
32 Universitas Sumatera Utara
Simanjuntak (1985) menyebutkan bahwa tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah bekerja atau juga sedang bekerja , sedang mencari pekerjaan, dan melakukan kegiatan lainnya baik bersekolah maupun mengurus rumah tangga. Dalam metode perhitungan yang dilakukan BPS sebagai instasi pemerintah yang sah dalam melakukan database statistic di Indonesia menyebutkan bahwa penduduk berumur 15 tahun keatas terbagi sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan suatu kegiatan ekonomi / pekerjaan dengan maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan dimana lamanya bekerja paling sedikit adalah 1 jam secara terus menerus (continue) selama seminggu yang lalu. Sedangkan penduduk yang tidak bekerja namun sedang mencari pekerjaan disebut menganggur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahagian penduduk yang adalah angkatan kerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Modal manusia dalam terminology ekonomi sering digunakan sebagai tingkat kapasitas sumber daya manusia. Sisi yang seringkali di lihat dalam hal modal manusia dalam kapasitas sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan yang akan menunjang keahliannya dalam bekerja, tingkat kesehatannya dalam hal menjamin kuntinuitas pekerjaannya. Pendidikan memainkan peranan utama dalam hal memanageman suatu produktifitas usaha agar lebih efisien dan efektif serta penyerapan unsur modernisasi teknologi industri atau usaha dalam hal kualitasi dan kuantitas output hasil usaha.
33 Universitas Sumatera Utara
Todaro (2002) menyebutkan, kesuksesan dalam pendidikan bergantung juga pada faktor kecukupan kesehatan. Disamping itu kesehatan merupakan prasayarat bagi peningkatan produktivitas. Dengan demikian kesehatan dan pendidikan dapat juga dilihat sebagai komponen vital dalam pertumbuhan dan pembangunan sebagai input bagi fungsi produksi agregat. Mankiw (2003) juga menyebutkan, modal manusia sebagai input sumber daya manusia dalam kegiatan perekonomian adalah pengetahuan dan kemampuan yang diperolehnya melalui pendidikan mulai dari anak-anak sampai dengan pelatihan dan pekerjaan. Demikan juga modal fisik manusia juga dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan memproduksi barang/jasa perekonomian. Sehingga untuk meningkatkan level modal manusia dibutuhkan suatu investasi yang mana dilakukan oleh penduduk yaitu dalam bentuk pendidikan seperti kebutuhan guru, perpustakaan dan waktu belajar. Oleh karena begitu pentingnya peranan tenaga kerja sebagai bahagian dari angkatan kerja ini, maka terbentuklah pasar tenaga kerja. Dimana secara singkat, pasar tenaga kerja ini akan menawarkan sumber daya manusia dari berbagai skill kemampuan, usia dan kapasitas lainnya sebagai factor input perusahaan/industri kegiatan ekonomi. Sehingga saja pasar tenaga kerja ini dapat dikatakan merupakan cerminan dari angkatan kerja suatu daerah pada suatu kurun waktu tertentu. Batasan dari kurun waktu tertentu yang disebutkan diatas adalah disebabkan adanya batasan usia kerja pada manusia sebagai sumber daya perekonomian. Pasar tenaga kerja ini ataupun angkatan kerja ini akhirnya memiliki interaksi yang nyata terhadap pasar barang dan jasa sebagai output akhir kegiatan
34 Universitas Sumatera Utara
ekonomi dan terhadap pasar modal sebagai kombinasi factor input usaha. Berikut dibawah ini memperlihatkan skema interaksi keterkaitannya secara sederhana. (Ehrenberg and Smith, 2003)
Gambar 2.2 Keterkaitan pasar tenaga kerja, Pasar Modal/Investasi dan Pasar barang & jasa lainnya. Sumber : Ehrenberg and Smith, 2003. Menurut Nicholson (2003), Perubahan di pasar barang misalkan meningkatnya permintaan barang dan jasa. Perusahaan akan meresponnya dengan meningkatkan produksi. Peningkatan produksi tentu akan mempengaruhi permintaan faktor-faktor input. Perusahaan akan memilih faktor produksi yang lebih menguntungkan dengan membandingkan biaya modal dan biaya tenaga kerja yang terjadi di pasar modal dan pasar tenaga kerja. Pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja berkaitan dengan produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan atau lembaga pemerintah. Perusahaan membutuhkan faktor-faktor produksi dalam melakukan kegiatannya. Sedangkan, penawaran tenaga kerja sumbernya adalah rumah tangga. Rumah tangga menyediakan tenaga kerja dimana keahlian dan kemampuan mereka
35 Universitas Sumatera Utara
tersedia untuk digunakan perusahaan atau lembaga pemerintah dalam proses produksi. Berikut ini adalah skema gambarnya.
Gambar 2.3 Kurva Penawaran dan Permintaan Pasar Tenaga kerja. Sumber : Ehrenberg and Smith, 2003. Gambar diatas mendeskripsikan pasar tenaga kerja yang menghubungkan penawaran dan permintaan tenaga kerja. Dititik equilibrium (Lo, Uo), jumlah tenaga kerja yang ditawarkan ke pasar tepat sama dengan jumlah diminta pasar. Ditingkat upah U2, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L1 sedangkan jumlah yang ditawatkan sebesar L2. Sehingga dalam kondisi ini terjadi excess supply tenaga kerja, sebesar (L2-L1). Pada tingkat upah U1, jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar L2 tetapi yang tersedia atau ditawarkan hanya L1. Maka dalam kondisi tersebut terjadi overdemand tenaga kerja. Pasar tenaga kerja biasanya memberikan hasil (outcomes), seperti (Ehrenberg dan Smith, 2003): a) The terms of employment antara lain seperti gaji, kompensasi dan kondisi kerja. b) The levels of employment berupa jabatan/kepercayaan, keahlian dan komposisi demograpi tenaga kerja.
36 Universitas Sumatera Utara
4
Teori & Konsep penawaran tenaga kerja, Ada 2 (dua) kategori dalam masalah penawaran tenaga kerja, yaitu
(Ehrenberg dan Smith, 2003): 1.
Keputusan individual untuk membagi waktunya antara bekerja atau leisure. Ini berkaitan dengan partisipasi individu dalam angkatan kerja. Bekerja part-time atau full-time work, waktu di rumah dan bekerja untuk dibayar.
2.
Keputusan untuk menerima suatu pekerjaan dan masalah bekerja di lain geografi/wilayah.
Keputusan Bekerja – Bersenang-senang (Work - Leisure) Bekerja (work) merupakan waktu yang digunakan untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan. Sedangkan, leisure merupakan waktu yang digunakan tidak menghasilkan pembayaran dari pekerjaan yang dilakukan tersebut. Untuk mendapatkan suatu informasi tentang optimal pembagian waktu bekerja dan leisure, dapat dilihat pada indifference curve (preferensi individu untuk bekerja) dan budget constrain (Borjas, 2005).
Gambar 2.4 Reservation of Wage Sumber : Borjas, 2005
37 Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 dihalaman sebelumnya, memberikan ilustrasi tentang keputusan individual untuk bekerja. Pada titik X individu memutuskan tidak akan bekerja. Karena pada titik X indifferent curve-nya masih lebih rendah dari E. Atau sepanjang budget constraint G, indifferent curve-nya akan selalu lebih rendah atau minimal sama dengan indifferent curve yang terjadi pada titik E. Titik E adalah titik terjadinya reservation wage atau merupakan titik gaji terendah yang dapat diterima pekerja untuk bekerja. Titik E menjelaskan juga bahwa seseorang masih dapat mengkonsumsi tanpa bekerja karena masih ada penghasilan mereka dari nonlabor income (mungkin dari bunga tabungan, hasil sewa tanah/rumah ataupun pemberian dari orang tuanya yang cukup kaya). Titik Y merupakan titik singgung budget constraint H dengan indifference curve U2. Titik Y merupakan titik yang memberikan utility lebih tinggi dari titik E. Karena tingkat utility di titik Y lebih tinggi dari titik E maka individu akan memutuskan untuk bekerja. Atau dengan kata lain sepanjang budget constraint H individu akan memutuskan untuk bekerja. Karena sepanjang garis tersebut utility pekerja akan lebih tinggi dari pada titik E atau gaji yang diterima lebih tinggi dari reservation wage (Borjas, 2005). Titik singgung indifferent curve dengan budget line merupakan titik optimum seseorang untuk bekerja, di mana perpaduan antara utility individu dan kendala yang dihadapi. Berikut ini adalah fungsinya secara umum : U = f (C, L) Dimana
:
C = konsumsi barang & Jasa L = Leisure
Utility maksimum dapat tercapai bila ΔC⁄ΔL═ - MUL⁄MUC, artinya konsumsi dapat dipertukarkan dengan leisure. Untuk mengkonsumi barang
38 Universitas Sumatera Utara
tentunya individu harus bekerja. Bekerja dan leisure dua hal yang dapat dipertukarkan dan sekaligus memiliki trade-off antara keduanya. Sedangkan budget constraint dirumuskan dengan (Borjas, 2005) : C = wh + V Misalkan, T = h + L, maka C = w(T-L) + V, atau bias juga : C = (wT+V)-wL Dimana
:
C = konsumsi barang & Jasa w = Upah L = Leisure T = Total waktu h = Waktu untuk bekerja V = Nonlabor Income.
Dari persamaan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tanpa bekerjapun seseorang masih dapat mengkonsumsi barang. Penghasilan yang dipergunakan untuk konsumsi barang tersebut berasal dari penghasilan yang dihasilkan tanpa bekerja atau pada titik tersebut disebut endowment point. Dalam Mc Connell, Brue, dan Macpherson, (1999), Keputusan individu untuk menambah jam kerja dipengaruhi oleh perubahan sebagai berikut : a) Income effect. Individu akan mengurangi jam kerjanya bila income meningkat tetapi wage rate konstan. b) Substitution effect mengindikasikan perubahan keinginan menambah jam kerja karena perubahan wage rate tetapi income konstan. c) Jika substitution effect lebih dominan dari income effect, keinginan individu untuk bekerja menjali lebih lama, saat wage rate meningkat. Sebaliknya, jika income effect lebih besar dari substitution effect, kenaikan wage rate akan menyebabkan keinginan untuk bekerja semakin sedikit.
39 Universitas Sumatera Utara
Wage elastisity of labor supply (Es) merupakan persentase perubahan dalam kuantitas dari penawaran tenaga kerja dibagi dengan persentase perubahan dalam wage rate. Bila elasitas (Es) bernilai : 1.
Es = 0, inelastis yang sempurna
2.
Es < 1, relative inelastis
3.
Es > 1, relative elastis
Kenaikan tingkat upah tenaga kerja awalnya akan menambah keinginan waktu bekerja individu. Namun kenaikan gaji akan mencapai titik optimal. Gaji naik di atas titik optimal justru akan mengurangi keinginan individu untuk bekerja (income effect). Ini dikenal dengan backward-bending labor supply curve (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999). Konsep penawaran tenaga kerja (Labor Supply) memiliki beberapa dimensi yakni diantaranya (Mc Connell, Brue, dan Macpherson, 1999): 1) Ukuran dan komposisi demografi populasi yang tergantung pada kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk (net immigration), 2) Tingkat partisipasi angkatan kerja (labor force participation rate), yang merupakan tingkat persentase populasi working-age (usia kerja) dengan actual-working (yang bekerja) atau seeking-work (sedang mencari pekerjaan / menganggur). 3) Jumlah jam kerja seminggu atau setahun, dan 4) Kualitas angkatan kerja.
40 Universitas Sumatera Utara
Tingkat partisipasi angkatan tenaga kerja (the labor force participation) merupakan nilai perbandingan antara actual labor force dengan potensial labor force. Actual labor force adalah angkatan kerja yang bekerja dan menganggur atau angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan. Potential labor force atau tenaga kerja (man power) adalah populasi dikurangi dengan jumlah anak-anak atau penduduk usia 15 tahun (SUDA BPS SUMUT, 2007) dan masyarakat yang dilembagakan (people who are institutionalized).
Net effect dari semua tingkat partisipasi tergantung pada ukuran: addedwork effect dan discouraged-work worker effect. Added-work effect terkait dengan kehilangan pekerjaan suatu seorang anggota keluarga akan ditutupi oleh anggota keluarga yang lain untuk mencari pekerjaan yang baru. Tujuannya untuk menutupi kehilangan penghasilan akibat dari berhentinya anggota lain tersebut dari dunia kerja. Added-work effect menambah tingkat partisipasi kerja. Discouraged-work effect berkaitan dengan masalah psikologis pekerja yang kehilangan keinginan untuk bekerja kembali. Pekerja yang pernah diberhentikan karena resesi akan merasa
pesimis
untuk
mendapatkan
pekerjaan
kembali
sesuai
dengan
keinginannya, minimal seperti yang pernah mereka dapatkan sebelumnya. Discourafe-work effect sifatnya mengurangi tingkat partisipasi angkatan kerja (Mc Connell, Brue, dan Macpherson,1999). Tingkat partisipasi angkatan kerja berbanding terbalik dengan tingkat pengangguran. Semakin besar tingkat pengangguran semakin kecil tingkat
41 Universitas Sumatera Utara
partisipasi angkatan kerja. Kondisi pasar tenaga kerja yang memburuk dengan peningkatan pengangguran dan penurunan wage rate menyebabkan partisipasi angkatan kerja menurun (discourage-work effect). Banyak usia muda yang sebenarnya telah dapat memasuki dunia kerja enggan berpartisipasi. Mereka lebih memilih untuk tetap di tempat sekolah/kuliah atau melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Maka selanjutnya, kaitan antara pertumbuhan penduduk yang notabenenya adalah sumber dari angkatan kerja terhadap perekonomian memiliki hubungan pengaruh secara positif ataupun negative tergantung pada kemampuan system perekonomian daerah/negara tersebut dalam menyerap dan memanfaatkan semaksimal mungkin atas pertambahan angkatan kerja tanpa melupakan sisi tingkat kematian dan pergeseran kurva usia kerja.
5
Modal / Investasi Dalam Sukirno (2000), Investasi merupakan salah satu faktor penting
dalam
menentukan
tingkat
pendapatan
nasional.
Kegiatan
investasi
memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan taraf kemakmuran. Investasi adalah pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik dan barang-barang input produksi lainnya yang tahan lama. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan akhirnya akan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat.
42 Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa meningkatnya kegiatan investasi diharapkan akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja. Investasi ataupun modal usaha ini akan membuka kesempatan kerja yang baru dan memberikan kegiatan ekonomi yang baru ataupun juga ekspansi usaha. Sehingga menciptakan pertambahan output barang-barang dan jasa ekonomi baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Investasi
dapat
diartikan
sebagai
pengeluaran
atau
perbelanjaan
penanaman modal yang digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa dengan harapan dapat memberikan keuntungan pada masa yang akan datang (Bappeda Kota Medan, 2000). Ketika pendapatan nasional meningkat, maka diasumsikan bahwa tingkat konsumsi barang-barang dan jasa juga meningkat. Dari sisi mikro ekonomi dunia bisnis maka ini berarti membutuhkan tambahan sumber input agar memproduksi barang-barang dan jasa output lebih banyak lagi. Untuk itu diperlukan suatu investasi dalam sisi input usaha. Dornbusch & Fischer (2004) berpendapat bahwa investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan di masa mendatang. Dimana secara umum, dalam investasi mencakup 2 (dua) hal penting tujuan utamanya yaitu : untuk mengganti bagian dari penyediaan modal yang rusak (asset yang terkena depresiasi) dan sebagai tambahan atas modal yang telah ada (investasi netto). Bila dilihat dari sisi perhitungan pendapatan nasional maka yang dimaksudkan dengan investasi adalah total seluruh pembelian barang-barang modal oleh investor atau
43 Universitas Sumatera Utara
pengusaha, pembelanjaan untuk pendirian perusahaan/industri, dan pertambahan pada stok barang input perusahaan/industri baik berupa bahan mentah, barang belum diproses maupun barang jadi. Investasi juga merupakan pengeluaran perbelanjaan (oleh investor) penanaman modal yang digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa dengan harapan dapat memberikan keuntungan pada masa yang akan dating (Bapeda Kota Medan, 2000) Faktor-faktor utama yang menentukan investasi adalah antara lain: a) Ekspektasi dari usaha yang diperkirakan menguntungkan dan diharapkan bertahan dalam jangka panjang. b) Tingkat bunga yang pengembalian yang aman (tingkat return). c) Ramalan ekonomi dimasa depan yang cerah, d) Iklim sosial, hukum dan system pemerintahan yang kondusif. Menurut Herlambang (2002), ada 3 tipe pengeluaran investasi yaitu : a) Pengeluaran investasi dalam pembelian barang tetap (business fixed investment) yang melingkupi peralatan dan struktur dimana dunia usaha membelinya untuk di pergunakan dalam produksi. b) Pengeluaran investasi dalam perumahan (residential investment), dimana perumahan dibeli untuk tujuan ditempati (minimalisasi cost untuk penginapan/tempat tinggal karyawannya atau sebagai dormitory), ataupun untuk disewakan kembali. c) Pengeluaran investasi untuk inventory (inventorty investment), yaitu pembelian meliputi bahan baku, dan bahan penolong, barang setengah jadi maupun barang jadi.
44 Universitas Sumatera Utara
Peranan investasi terhadap kapasitas produksi nasional memang sangat besar, karena investasi merupakan penggerak perekonomian, baik untuk penabahan faktor produksi maupun berupa peningkatan kualitas faktor produksi, investasi ini nantinya akan memperbesar pengeluaran masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan bekerja multilier effect. Faktor produksi akan mengalami penyusutan, sehingga akan mengurangi produktivitas dari faktor-faktor produksi tersebut. Supaya tidak terjadi penurunan produktivitas (kapasitas) nasional harus diimbangi dengan investasi baru yang lebih besar dari penyusutan faktor-faktor produksi. Akhirnya perekonomian masyarakat (nasional) akan berkembang secara dinamis dengan naiknya investasi yang lebih besar dari penyusutan faktor produksi tersebut. Bila penambahan investasi lebih kecil dari penyusutan faktor-faktor produksi, maka terjadi stagnasi perekonomian untuk dapat berkembang Persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara menurut Todaro (2000) adalah: a) Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia, b) Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan tenaga kerja dan keahliannya, dan c) Kemajuan teknologi. Akumulasi modal akan berhasil apabila beberapa bagian atau proporsi pendapatan yang ada ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar produk (output) dan pendapatan di kemudian hari. Untuk membangun itu seyogyanya mengalihkan sumber-sumber dari arus konsumsi dan kemudian mengalihkannya
45 Universitas Sumatera Utara
untuk investasi dalam bentuk ”capital formation” untuk mencapai tingkat produksi yang lebih besar. Investasi
di
bidang
pengembangan
sumberdaya
manusia
akan
meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia,sehingga menjadi tenaga ahli yang terampil yang dapat memperlancar kegiatan produktif. Menurut Suryana (2000), bahwa kekurangan modal dalam negara berkembang dapat dilihat dari beberapa sudut: a) Kecilnya jumlah mutlak kapita material; b) Terbatasnya kapasitas dan keahlian penduduk; c) Rendahnya investasi netto. Akibat keterbatasan tersebut, negara-negara berkembang mempunyai sumber alam yang belum dikembangkan dan sumber daya manusia yang masih potensial. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas maka perlu mempercepat investasi baru dalam barang-barang modal fisik dan pengembangan sumberdaya manusia melalui investasi di bidang pendidikan dan pelatihan. Hal ini sejalan dengan teori perangkap kemiskinan (vicious circle) yang berpendapat bahwa: a) Ketidakmampuan untuk mengarahkan tabungan yang cukup, b) Kurangnya perangsang untuk melakukan penanaman modal, c) Taraf pendidikan, pengetahuan dan kemahiran yang relatif rendah. Hal diatas merupakan tiga faktor utama yang menghambat terciptanya pembentukan modal di negara-negara berkembang..
46 Universitas Sumatera Utara
Menurut Sadono Sukirno (2006) kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Peranan ini bersumber dari tiga fungsi penting dari kegiatan investasi, yakni : a) Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat, sehingga kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat, pendapatan nasional serta kesempatan kerja. b) Pertambahan barang modal sebagai akibat investasi akan menambah kapasitas produksi. c) Investasi selalu diikuti oleh perkembangan teknologi. Dari sisi kelemahan atas teori pertumbuhan ekonomi oleh Harrod-Domar, yaitu terjadinya saving gap dan rasio pertambahan modal-output yang selalu berubah dalam jangka panjang. Maka demikian pula proporsi penggunaan tenaga kerja dan modal menjadi tidak konstan, dimana harga selalu berubah/fluktuatif dan tingkat suku bunga yang berubah yang pada akhirnya mempengaruhi besarnya investasi. Dikarenakan penggunaan modal dalam investasi di dunia bisnis berorientasi pada profit maka untuk barang barang publik seperti sarana dan prasarana sosial menjadi berkurang bahkan bisa menjadi tidak ada. Untuk itu diperlukan suatu investasi yang berorientasi pada barang publik, hal ini dikenal dengan istilah investasi komplementer (complementary investment). Implikasi yang menarik dari teori ini adalah mampu menjelaskan potensi keuntungan dari investasi komplementer (complementary investment) dalam
47 Universitas Sumatera Utara
modal atau sumberdaya manusia, sarana prasarana infrastruktur atau kegiatan penelitian. Mengingat investasi komplementer akan menghasilkan manfaat personal maupun sosial, maka pemerintah berpeluang untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya domestik dengan cara menyediakan berbagai macam barang publik (sarana infrastruktur) atau aktif mendorong investasi swasta dalam industri padat teknologi dimana sumberdaya manusia diakumulasikannya. Dengan demikian model ini menganjurkan keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan investasi baik langsung maupun tidak langsung. Investasi swasta di Indonesia dijamin keberadaannya sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang No.12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Berdasarkan sumber dan kepemilikan modal, maka investasi swasta dibagi menjadi penanaman modal dalam negeri dan asing. Beberapa faktor domestik/dari dalam negri yang menghambat iklim investasi di negeri kita adalah sebagai berikut : a) Sistem prosedur perizinan yang panjang dan berbelit-belit, b) Kebijakan yang tumpang tindih antara pemerintah pusat-daerah. c) Masalah kepastian hukum yang melindungi investor-tenaga kerja, d) Biaya –biaya non operasional yang terlalu tinggi (dikenal dengan istilah Indonesia adalah negara High Cost) termasuk biaya pajak yang cukup tinggi dan sering terjadi double counted, yang pada akhirnya membebankan pada tingginya harga jual komoditas sehingga menimbulkan image pesimis terhadap pasar.
48 Universitas Sumatera Utara
John Maynard Keynes, dalam bukunya berjudul “ The General Theory of Employment, Interest and Money” (1936) mendasari teori permintaan investasi dengan konsep efisiensi marjinal kapital (marginal efficiency of Capital / MEC). MEC dapat didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expected net rate of return) atas pengeluaran kapital tambahan. Atau juga MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari tambahan kapital. Dalam fungsi matematisnya dapat dituliskan sebagai berikut :
Dimana :
R
=
Perolehan yang diharapkan (expected return),
Ck
=
Biaya sekarang dari modal tambahan,
MEC =
Marginal Efficiency of Capital,
1-n
Subscribe multiplier.
=
Sedangkan hubungan antara Permintaan tingkat Investasi terhadap penawaran bunga adalah sebagaimana di halaman berikut ini:
49 Universitas Sumatera Utara
i
interest
I (Investmenent) Gambar 2.5 Kurva Permintaan Investasi terhadap Bunga Dari kurva tersebut diatas, terlihat bila tingkat suku bunga turun dari i0 ke i1 maka Permintaan Investasi akan meningkat dari I0 menuju I1 . Begitu juga sebaliknya. (Muara Nanga, 2005) Adapun tingkat bunga diatas harus dikoreksi terlebih dahulu dari nilai inflasi. Jenis jenis Investasi dapat dibagi sebagai berikut (Rosyidi, 1999): a) Autonomous Investment Adalah investasi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tapi dapat berubah oleh faktor-faktor di luar dari pendapatan, seperti tingkat bunga, pendapatan nasional, kebijakan pemerintah, ekspektasi pengusaha, dan lain sebagainya. b)
Public Investment and Private Investment Public investment adalah investasi yang dilakukan atas barang-barang publik. Barang-barang publik ini cenderung tidak memiliki atau mungkin hanya kecil sekali atas keuntungan yang akan diterima. Oleh karena itu kurang atau tidak diminati oleh para pengusaha/investor (kalaupun ada pasti
50 Universitas Sumatera Utara
berkenaan dengan jalur pendistribusian output maupun input). Oleh karena itu umumnya, public investment dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan private investment adalah investasi yang dilakukan atas barang-barang private yang memberikan potensi ekspektasi keuntungan di masa yang akan datang, maka investasi jenis ini adalah yang dilakukan oleh para pengusaha/investor. c)
Domestic Investment and Foreign Investment Domestik dan foreign investasi merupakan jenis investasi menurut asal dana investasi. Domestic investmen adalah investas modal yang dilakukan oleh para pengusaha/investor yang berdomisili/penduduk wilayah/negara setempat. Dikenal dengan istilah penanaman modal dalam negri (PMDN). Sedang foreign investment adalah investasi modal yang dilakukan oleh para investor/pengusaha yang berasal dari luar negeri. Dikenal dengan istilah penanaman modal asing (PMA),
d)
Gross Investment Adalah merupakan total keseluruhan investasi yang terjadi atau direalisasikan pada suatu kurun waktu tertentu dalam suatu wilayah tertentu juga. Biasanya dipakai dalam satu negara dalam jangka waktu satu tahunan. Investasi juga bisa berasal dari pinjaman, dimana saat ini marak dilakukan
dalam dunia bisnis, sehingga bunga pinjaman inilah penentu umum dari tingkat investasi yang akan terealisasi. Dimana tingkat bunga pinjaman ini biasanya telah dihitung value secara akuntansi (metode Present Value & Future Value) yang mana nilai bunga tersebut telah terkoreksi dari estimasi inflasi (dikenal dengan Fisher effect). Sehingga biasanya nilai rate bunga pinjaman selalu lebih tinggi dari
51 Universitas Sumatera Utara
inflasi dan nominal yang sangat besar serta masa waktu pinjaman yang cenderung singkat. Investasi juga bisa berasal dari tabungan, dimana berasal dari perbankan yang menghimpun dana tabungan masyarakat. Biasanya tingkat bunga pengembalian lebih kecil namun dengan nominal cukup kecil serta masa waktu yang cukup singkat, juga dikenal dengan istilah revolving atau dengan kata lain dapat diperbaharui. Dari sektor pemerintah juga melakukan investasi yang berasal dari pendapatan pajak yang ditabung dan disisihkan untuk investasi sektor publik.
52 Universitas Sumatera Utara
2.2.
Tinjauan Penelitian Sebelumnya.
No
Peneliti (tahun)
Judul penelitian
1.
Neni Pancawati (2000)
”Pengaruh Rasio kapital tenaga kerja, tingkat pendidikan, stok kapital & pertumbuhan penduduk thd GDP Indonesia”
Variabel Penelitian Terikat Bebas Pertumbuhan Rasio Kapital – TK OutPut Tingkat Pendidikan Perubahan Stok capital Pertumbuhan penduduk
Alat Analisis OLS
Hasil Penelitian
2
3.
4.
Basuki (1997)
Yuliarmi (2008)
Dedy Rustiono (2008)
”Kajian Mengenai Pengaruh Modal Asing Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi & Tabungan Domestik Indonesia Th 1969-1994”
Pertumbuhan ekonomi
”Pengaruh Konsumsi Rumah Tangga, Investasi dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap PDRB Propinsi Bali” Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Propinsi Jawa Tengah
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Bali (1994-2005)
Pertumbuhan ekonomi Propinsi Jawa Tengah
Rasio Kapital – TK berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output. Tingkat Pendidikan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output. Perubahan Stok capital berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output. Pertumbuhan penduduk berpengaruh positif terhadap pertumbuhan output. Variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi : bantuan luar negeri, PMA dan pertumbuhan angkatan Kerja Sedangkan tabungan dalam negeri dan ekspor berpengaruh lemah pada pertumbuhan ekonomi.
Bantuan Luar Negri PMA Tabungan Dalam Negri Kinerja Ekspor Pertumbuhan angkatan kerja
OLS, TSLS
Konsumsi rumah tangga, Investasi, Pengeluaran pemerintah Realisasi PMA, Realisasi PMDN, Angkatan kerja, Realisasi Pengeluaran pemerintah Daerah.
OLS
Variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi : konsumsi RT, investasi dan pengeluaran pemerintah
OLS
PMA, PMDN, Angkatan Kerja, & Pengeluaran Pemda berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan penambahan dummy variable (krisis 1997) menjadi berpengaruh negative. Adanya krisis 1997, membuat perbedaan yang nyata antara sebelum dan sesudah krisis terhadap kapasitas output(pertumbuhan ekonomi)
Universitas Sumatera Utara
53
5.
Novita Linda Sitompul (2007)
Analisis Pengaruh investasi dan tenaga kerja terhadap PDRB Sumatera Utara
Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Utara
6.
7.
Yuni Elvina Analisis faktor-faktor yang Hasibuan (2011) mempengaruhi ekonomi Kota medan
Rahmad Sumanjaya
Analisis factor-faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia
PDRB Harga Konstan Kota medan (1989-2008)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
OLS Investasi PMDN, Investasi PMA, Jumlah tenaga kerja yang bekerja Kondisi Perekonomian (Dummy variable; d=0 utk sebelum 1997 dan d=1 utk setelah 1997) Belanja OLS pembangunan, Pendapatan asli daerah Investasi Jumlah tenaga kerja Expor OLS Investasi Nilai Tukar Inflasi
Belanja pembangunan daerah, pendapatan asli daerah, investasi dan jumlah tenaga kerja berpengaruh positif signifikan terhadap ekonomi kota medan
Ekspor dan Investasi memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi, Nilai tukar memiliki hubungan yang negative terhadap pertumbuhan ekonomi. Inflasi tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Seluruh variabel exogenous berpengaruh signifikan terhadap variable intervening, Seluruh variable exogenous dan intervening berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi Singapura (variabel.endogenous). Tabungan dan expor netto merupakan memiliki pengaruh positif & signifikan terbesar.
8.
Wilsa Road Betterment Sitepu (2012)
Analisis Faktor – Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Singapura
Variabel Endogenous : Pertumbuhan Ekonomi Singapura, Variabel Intervening : Ekspor Netto
Variabel Exogenous : Investasi Kurs Tenaga Kerja Tabungan Industri & Manufaktur
Path Analysis
PMA, PMDN, jumlah tenaga kerja dan kondisi perekonomian berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi sumatera utara. Kondisi perekonomian baik sebelum dan sesudah 1997 tidak menunjukkan perbedaan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sumber : Berbagai hasil publikasi , diolah.
Universitas Sumatera Utara
54
2.3.
Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual dari penelitian ini dibangun atas interaksi variabel-
variabel penelitian, sebagai berikut : Realisasi Penanaman Modal Dalam Negri (X1) Realisasi Penanaman Pertumbuhan Ekonomi (Y)
Modal Asing (X2) Angkatan Kerja yg Bekerja (X3)
Gambar 2.6 Kerangka Konseptual Penelitian Dari gambar kerangka konseptual tersebut diatas , terlihat masing- masing variabel variabel : Realisasi Penanaman modal dalam negri, realisasi penanaman modal asing, inflasi & jumlah angkatan kerja secara bersama – sama mempengaruhi variabel PDRB.
2.4.
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis sementara menurut penulis adalah sebagai berikut : 1)
Realisasi Penanaman Modal Asing berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB,
2)
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negri berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB,
3)
Jumlah angkatan kerja berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB,
55 Universitas Sumatera Utara