BAB II TINJAUAN SEJARAH BESERTA TEKNIK PEMINDAIAN PERHIASAN
2.1
Sejarah Umum Perhiasan
Menikmati dan mengapresiasi keindahan telah ada pada diri manusia sejak awal manusia diciptakan. Perwujudan keinginan untuk mencapai ranah estetis tersebut mengantarkan manusia pada penciptaan-penciptaan produk budaya, dimana salah satunya adalah perhiasan. Menurut kamus Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1988, perhiasan(n) didefinisikan sebagai berikut:
“Barang apa yang digunakan untuk berhias. Adapun dalam pengertian tersebut yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok perhiasan adalah kalung, gelang, anting, tusuk konde, jam tangan dan jepit rambut.” Padanan kata perhiasan dalam bahasa Inggris adalah Jewellery atau Jewelry (bahasa Inggris-Amerika). Dewasa ini masyarakat umum kerap mengaburkan batas antara jewellery dan accesory. Menurut kamus Oxford University Press, istilah Jewellery (n) dituturkan sebagai berikut:
“Personal ornaments, such as necklaces, rings, or bracelets, that are made from or contain jewels and precious metal.” Jewellery sendiri dalam bahasa Inggris berasal dari kata Jewel (n) yang berarti: Noun 1. A precious stone, especially a single crystal or a cut and polished piece of a lustrous or translucent mineral. (jewels) pieces of jewellery; a hard precious stone used as a bearing in a watch, compass, etc. 2. A precious stone, especially a single crystal or a cut and polished piece of a lustrous or translucent mineral. (Jewels) pieces of jewellery, a hard precious stone used as a bearing in a watch, compass, etc 3. A highly valued person or thing. Sedangkan menurut kamus Oxford University Press, Accesory (n) dipaparkan sebagai berikut:
9
1. A thing which can be added to something else in order to make it more useful, versatile, or attractive. a small article carried or worn to complement a garment. 2. additional or extra thing. 3. (usually. in plural.) small attachment, fitting, or subsidiary item of dress (e.g. shoes, gloves). 4. (often following. by to) person who abets or is privy to an (esecially. illegal) act. [medieval Latin: related to *accede] Pengertian aksesoris sebagai segala sesuatu yang bersifat menambah atau melengkapi penampilan personal memiliki makna yang lebih umum dibandingkan perhiasan yang merujuk pada penerapan logam dan batuan yang tergolong dalam kategori mulia maupun semi mulia. Perhiasan atau jewelry sesuai dengan akar katanya yaitu jewel lebih menekankan pada batasan penggunaan material, yaitu logam mulia atau batu mulia. Phillip Morton dalam bukunya yang berjudul Contemporary Jewelry; A Craftsman’s Handbook menyatakan dengan tegas bahwa perhiasan adalah salah satu bentuk seni yang dirancang untuk digunakan. 1
Pengertian tersebut memaparkan bahwa perhiasan kini bukan sekedar penggabungan antara logam mulia dan batu mulia, namun lebih dari itu dalam perhiasan juga terdapat nilai estetis yang berubah dari waktu ke waktu dan bersifat personal, perancangan yang mencakup komposisi, garis, bentuk, tekstur serta pemahaman akan sifat material. Logam mulia yang digabungkan dengan batu mulia tanpa kualitas desain yang menunjang juga tidak serta-merta dapat digolongkan dalam konteks perhiasan (fine jewelry).
Ditinjau dari segi sejarah, dapat dikatakan bahwa sejarah perhiasan sejalan dengan sejarah peradaban manusia. Pernyataan tersebut terkait dengan kenyataan bahwa perhiasan telah dikenakan oleh masyarakat di seluruh kebudayaan dunia dengan fungsi yang berubahubah sesuai dengan perkembangan peradaban di tiap kebudayaan itu sendiri. Pada masa sebelum ditemukannya material logam, manusia membuat perhiasan dengan materialmaterial yang tersedia di alam seperti rambut, bulu, kulit, sisik, tulang, kerang dan kayu sebagai beberapa contohnya. 2 Bagaimanapun definisi dan material perhiasan yang digunakan, perhiasan merujuk pada suatu benda pakai yang disusun dan dirangkai sedemikian rupa sehingga memiliki nilai dan dalam beberapa konteks mengarah pada keindahan. 1
Morton, Phillips. Contemporary Jewelry; A Craftsman’s Handbook. Holt, Rinehart and Winston Inc.USA, 1970 page 11. “ Jewelry is an art form designed to be worn” 2 Jewelry, Encarta Dictionay 2007
10
Pada awalnya perhiasan bukan ditujukan sebagai pemenuh kebutuhan manusia akan keindahan, tetapi lebih mengarah pada jimat atau penolak bala. Kesadaran manusia sebagai makhluk lemah yang tidak berdaya untuk menghadapi keperkasaan alam lebih lanjut membawa manusia pada konsep pemikiran bahwa mereka membutuhkan sesuatu yang lebih besar dan memiliki kekuatan untuk melindungi mereka. Kesadaran inilah yang melahirkan pelbagai kepercayaan seperti animisme, sebuah kepercayaan pada arwah dan roh leluhur serta dinamisme yang lebih mengarah pada kepercayaan bahwa segala sesuatu di muka bumi ini memiliki daya dan energi yang dapat melindungi seseorang dari gangguan kekuatan jahat sebagai beberapa contohnya.
2.1.1
Sejarah Perhiasan di Nusantara
Sejarah perhiasan prasejarah Indonesia sebelum abad ke 8 M, seperti halnya sejarah Indonesia secara umum pada periode tersebut masih merupakan misteri dengan sumber yang samar dan simpang siur. Meskipun begitu berdasarkan penggalian-penggalian arkeologis dibeberapa situs di Indonesia, para ahli berpendapat bahwa sebagian besar masyarakat tradisi di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang berumpun bahasa Austronesia bernenek moyang penduduk awal di Cina Selatan. 3 Catatan sejarah secara kronologis mencatat bahwa pada tahun 2.500 M merupakan masa ekspansi awal kedatangan imigran dari Yunan (Cina Selatan), sebuah daerah yang terletak di bagian atas sungai Huang-ho, lalu bergerak ke Yang-tze Kiang, Mekong.
Jalur imigrasi mereka pada awalnya sebagian besar bergerak ke wilayah India (Brahmaputra) hingga ke semenanjung Melayu. Dari semenanjung Melayu sebagian besar kelompok imigran tersebut bergerak ke Sumatra hingga tataran Sunda, berlanjut ke Fiji dan Samoa (1200 M), Hawaii (300 M) dan Polinesia (200 M). Lalu sebagian kecilnya memisahkan diri dari kelompok besarnya bergerak ke Kalimantan lalu ke arah Filipina, Taiwan, Jepang. Berkembangnya populasi masyarakat pada zaman Neolitikum diikuti dengan meningkatnya tekanan dari Lembah Sungai Kuning di Cina, terutama setelah abad ke 2 M. Tekanan ini memicu arus migrasi secara sporadis dengan kelompok-kelompok kecil dan kemungkinan gelombang yang lebih besar bergerak ke Asia Selatan.
3
Ritcher, Anne. The Jewelry of Southeast Asia. 2000. Thames &Hudson, London. Page 7
11
Robert Heine-Geldren dan ahli sejarah lainnya telah mengkonstruksi skenario dari gelombang kedua imigran Cina Selatan (500 SM-500 M) yang kemudian menetap di beberapa wilayah di Asia Selatan, seraya membawa identitas budaya asli dan gaya seninya. 4 Menurut Robert Heine-Geldren, seni arca yang terdapat di Cina Selatan dan Asia Tenggara telah bertahan selama lebih dari seribu tahun dan diperkirakan merupakan tipe yang sama dengan gaya monumental yang mengandung simbol kewibawaan seperti kepala manusia dan para budak hasil tangkapan perang. Motif tambahan seperti tanduk dan kepala sapi, yang merepresentasikan pengorbanan hewan pada upacara penguburan serta untuk menghormati dunia spiritual dan para leluhur. Selain itu motif tanduk dan kepala sapi juga menyimbolkan perlindungan (tolak bala) dan kehidupan. Penyebaran gaya seni monumental ini ditemukan pada banyak patung leluhur di Timor Timur, dan patung-patung kecil di Sumatra, Sulawesi, Borneo dan kepulauan Indonesia Timur.
Masih menurut Heine-Geldern, mereka mengemukakan bahwa seni hias zaman perunggu di kebudayaan Dongson, Vietnam Utara menggantikan zaman batu sebagai pergerakan seni kedua terbesar di Asia Tenggara Kuno termasuk di Nusantara. Aspek paling berpengaruh pada seni Dong-Son ditemukan pada motif yang biasanya digunakan sebagai motif pinggir seperti meander persegi, pilin berganda, lingkaran yang dihubungkan dengan garis singgung, kepangan, bentuk belah ketupat dan barisan segitiga. Evolusi beberapa desain ini dapat dilacak pada zaman awal tembikar.
Teori pencampuran budaya meskipun sangat menarik, tetapi di sisi lain juga bersifat spekulatif. Banyak dari hal tersebut yang tidak didukung dengan fakta-fakta arkeologis. Konsep bahwa perubahan kebudayaan sebagian besar dimulai dengan gelombang imigrasi untuk merujuk pada perkembangan spontan di daerah lokal. Hal tersebut sulit dipercaya tanpa adanya penelitian menyeluruh dan berkelanjutan untuk menentukan kesamaan artistik merupakan pengaruh dari luar atau hanya kebetulan belaka atau bahkan merupakan konsep dasar manusia di seluruh peradaban kuno.
4
ibid page 9
12
2.1.1.1 Definisi dan Karakteristik Kria
Masyarakat pramoderen Indonesia menempatkan perhiasan dalam lingkup kria yang umumnya merupakan abdi dalem keraton dan bertugas untuk memenuhi kebutuhan keraton akan perhiasan dan perlengkapan logam lainnya. Dewasa ini istilah kria kerap digeneralisasikan dengan istilah kerajinan yang berkonotasi negatif sebagai suatu kegiatan yang hanya mengandalkan keterampilan teknis tanpa adanya suatu kebaruan yang signifikan. Pengertian dan konsep kria di Indonesiapun hingga kini masih menjadi bahan diskusi diantara para ahli yang belum menemukan solusi. Meskipun begitu di bawah ini akan dipaparkan beberapa pengertian kria yang telah dituturkan dari beberapa ahli.
Secara etimologis istilah kria merupakan bahasa Jawa kuno (Jawi) yang diserap dari Bahasa Sansekerta. Mengutip kembali pengertian kria dari buku Tinjauan Kria Indonesia Soegeng Toekio M. yang diambil dari Kamus Baoesastra Jawa, Kria dituturkan sebagai berikut :
“ Pekerjaan tangan; seperti pandai besi, dalam bahasa Kawi Kria berarti juga pekerjaan, perbuatan, upacara.” 5 Pengertian kria sebagai pekerjaan tangan ini lebih menitikberatkan pada proses kerja yang lebih lanjut berkaitan dengan tingkat kemahiran dalam penguasaan teknik sehingga tidak mengherankan bila terjadi penyederhanaan kria hanya sebatas kerajinan. Namun jika dianalisa lebih jauh kata “upacara” dan konteks budaya tradisi yang sarat dengan nilainilai filosofis mengantarkan pada pengertian yang lebih mendalam bahwa kria di sisi lain merupakan sebuah usaha untuk menjalin hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan. Penekanan akan pentingnya pengusaan teknik berdasarkan pemikiran bahwa teknik merupakan bahasa untuk menyampaikan makna sehingga penguasaan teknik mutlak diperlukan.
Pemahaman istilah kria tidak hanya sebatas konteks kerajinan diperkuat pendapat S.P. Gustami dalam Jurnal Seni ISI Yogyakarta tahun 1987 yang berjudul “Filosofi Seni Kria Tradisional Indonesia”. Artikel tersebut menyatakan pengertian kria sebagai berikut : 5
Soegeng Toekio M. Tinjauan Kria Indonesia.STSI Press, Surakarta.2003 halaman 4
13
“ Karya seni dan karakteristik yang di dalamnya mengandung muatan nilai yang mantap dan mendalam menyangkut nilai estetik, simbolis, filosofi dan fungsionalnya, dimana dalam perwujudannya didukung oleh tingkat keterampilan tinggi sehingga kehadiran kria termasuk dalam kelompok seni adiluhung”. 6 Dua pengertian kria yang telah disebutkan di atas memiliki kaitan yang erat dengan tradisi. Pengertian tradisi yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu atau agama yang sama. 7 Hal mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa regenerasi ini tradisi dapat punah. Istilah bahasa latin traditio yang berarti “diteruskan” ini selain bersifat turun-temurun juga terikat dengan norma setempat sehingga kurang adaptif dengan perubahan di luar lingkupnya. Edmund Burke Feldman dalam bukunya yang berjudul Arts as Image and Idea mengungkapkan bahwa perubahan dalam kria berlangsung sangat lambat. Meskipun ada perubahan biasanya merupakan adopsi dari pengaruh luar sebagai strategi bertahan. 8
Masih menurut Feldman, karakteristik kria lainnya adalah tidak adanya produk kria yang sama persis antara satu dengan yang lain meskipun dengan jenis, bentuk, ukuran dan material yang sama. Keunikan ini disebabkan karena pengerjaan produk kria berkaitan langsung dengan pekria sehingga terjadi pemasukan emosi dan kreativitas personal yang disesuaikan dengan selera pemesan. Meskipun seorang pekria membuat dua produk yang sama persis akan tampak perbedaan di antara kedua produk tersebut karena perbedaan situasi dan kondisi internal dan eksternal pekria ketika menciptakan kedua produk tersebut.
Meski begitu terdapat kenyataan yang paradoks terkait dengan produk kria itu sendiri. Di satu sisi produk kria merupakan produk yang unik karena hanya ada satu tanpa ada tiruan yang benar-benar mirip seperti halnya produk yang dibuat masal dengan mekanis, di sisi lain produk kria relatif sama dan mengulang apa yang telah ada. Keterkaitan erat dengan
6
Yanyan Sunarya. Redefinisi kria (=Craft?) Menjelang Abad 21” tahun 1999 (bahan mata kuliah program Studi Kria).ITB, Bandung. Halaman 1 7 http://id/www.wikipedia.org/wiki/tradisi 8 Feldman, Edmund Burke. Art as Image and Idea. Prentice Hall, INC, New Jersey, America. 1967 page 113-114.
14
tradisi dan norma yang disepakati serta mengikat secara turun-temurun menyebabkan terjadinya pengulangan baik secara bentuk visual maupun dari segi teknik pengerjaan.
2.1.1.2 Kria dalam Masyarakat Pramoderen Jawa
Meskipun hingga kini sejarah awal keberadaan kria di Nusantara masih merupakan misteri, tidak dapat dipungkiri bahwa konsep kria dengan kecenderungan hirarkis lahir dari masuknya budaya Hindu-Buddha di Indonesia. Pengenalan struktur pemerintahan kerajaan yang berpijak pada sistem kasta menimbulkan tingkat-tingkat kehidupan dalam masyarakat dari golongan rakyat jelata, pedagang, pemuka agama hingga kaum aristokrat melahirkan kebutuhan benda sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang berbeda-beda pula. Hirarki tersebut diperkuat dengan pola-pola yang berkembang dalam masyarakat pramoderen Indonesia seperti pola tiga 9 , pola empat 10 , pola lima dan pola sembilan yang berusaha
mengharmonisasikan
mirokosmos
dan
makrokosmos
sehingga
segala
sesuatunya dapat selaras dan harmonis. Upaya penyelarasan antara mikrokosmos dengan makrokosmos yang dilatarbelakangi kesadaran bahwa manusia adalah makhluk yang lemah sehingga lebih jauh mengantarkan pada upaya mencari keselamatan. 11 Agar lebih memahami kria yang erat berkaitan dengan lingkungan budaya dan masyarakat 9
Pola tiga dalam kebudayaan pramoderen Indonesia berkembang di lingkungan masyarakat yang hidup dengan cara berladang dengan keadaan geografis berupa dataran tinggi dan perbukitan. Masyarakat peladang sudah mulai mengolah alam meskipun tidak gigantik karena teknik yang digunakan adalah ladang berpindah. Terbatasnya hasil bumi ladang dan sifat semi nomaden mereka menyebabkan dalam masyarakat pola tiga terdapat prinsip pemisahan yang tampak pada pembatasan kuantitas komunitasnya, tetapi di satu sisi hidup pula prinsip penyatuan, kehidupan dan pemeliharaan yang terbentuk dari kegiatan berladang. Seperti halnya masyarakat peramu, merekapun sangat fanatik terhadap kelompok sosialnya sendiri. Sikap sosial “orang dalam” dan “orang luar” sangat kuat. Dasar kepercayaan kosmologi manusia peladang menjadi landasan cara berpikirnya untuk semua hal, yaitu pola tiga. Pola ini berangkat dari kepercayaan dualisme antagonis yang diharmonisasikan dengan lahirnya entitas baru, yaitu entitas ketiga (sumber: Modern Miring, Estetika Paradoks dan beberapa sumber literatur lainnya) 10 Pengaturan pola empat lahir dari kehidupan masyarakat pesisir yang hidup sebagai nelayan atau pelaut. Biasanya orang maritim bertolak dari masyarakat berladang atau bersawah, bukannya masyarakat peramu yang hanya mengenal organisasi sosial keluarga. Dengan demikian kita mengenal ada dua budaya maritim, yaitu budaya maritim-ladang dan maritim-sawah. Masyarakat pola empat mengenal pembagian Hulu dan Hilir dimana bagian hulu lebih sakral dan bagian hilir sebagai simbolisasi profanitas. Namun selain hulu dan hilir sebagai pasangan kesempurnaan, dikenal pula pasangan bukit dan pesisir, gunung dan laut, dalam dan luar, asli dan asing serta tua dan muda. Hal tersebut melahirkan kosmologi pembagian tua dan muda, dimana tua lebih dihormati dibandingkan yang muda selain pembagian hulu dan hilir. Esensinya pola empat memiliki empat kosmologi yaitu hulu, hilir, tua dan muda. Masyarakat maritim cenderung bermental pragmatis, Karena mereka terbiasa bersentuhan dengan berbagai budaya. Hal tersebut menyebabkan masyarakat maritim tidak pernah fanatik terhadap orisinalitas, atau identitas. Apa saja yang dianggap baik akan diserap. Karena itulah orang maritim cenderung dinamis, adaptif dan fleksibel, tidak seperti masyarakat perladangan dan peramu (sumber : ibid) 11 Jacob Soemardjo dalam bukunya yang berjudul Estetika Paradoks menyatakan dengan tegas bahwa budaya pramoderen Indonesia adalah budaya selamat (sumber: Jacob Soemardjo. Estetika Paradoks. Sumbu Press. Bandung, 2006. halaman 30).
15
pendukungnya, di bawah ini akan dipaparkan pola lima dan pola sembilan sebagai pengembangan dari pola tiga yang memungkinkan lahirnya konsep kria dengan kecenderungan hirarkis.
2.1.1.3 Kaitan Kria dengan Pola Lima dan Sembilan
Semua pola yang tumbuh dan berkembang di masyarakat pramoderen Indonesia berangkat dari kesadaran akan dualistik antagonis di sekitarnya. Alam mengajarkan bahwa terdapat perempuan dan lelaki, atas dan bawah, mikrokosmos dan makrokosmos yang kesemuanya bertentangan namun saling melengkapi. Masyarakat pola lima dan pola sembilan merupakan pengembangan dari masyarakat berpola kebudayaan tiga yang esensinya berusaha menyelaraskan dua entitas paradoks sehingga melahirkan entitas yang baru. Secara garis besar, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini terbagi dalam dua unsur yang saling bertentangan yaitu lelaki dan perempuan. Penempatan perempuan sebagai perwakilan dari dunia atas ataupun sebaliknya dikembalikan lagi kepada budaya dan masyarakat pendukung budaya setempat.
Masyarakat persawahan menempati dataran-dataran rendah yang subur oleh banyaknya sungai-sungai dan gunung berapi. 12 Ada beberapa kesamaan pemikiran antara masyarakat perladangan dengan masyarakat persawahan karena keduanya sama-sama manusia produktif. Namun, bila masyarakat perladangan sangat menjunjung tinggi perempuan, di masyarakat sawah lelaki berada lebih tinggi kedudukannya. Pemikiran ini didasarkan bahwa dalam mengelola sawah, peran lelaki lebih dominan. Dominasi lelaki dalam masyarakat persawahan ini praktis menempatkan lelaki sebagai representasi dunia atas
12
Sawah adalah produksi masal yang membutuhkan banyak sekali tenaga sehingga pandangan mereka lebih terbuka pada masyarakat luar. Ditambah lagi, karena masyarakat sawah memiliki kecenderungan ekspansif maka mereka dilengkapi keterampilan mengelola organisasi besar. Kompleksitas yang perlahan-lahan terbangun menuntut adanya sistem dan hukum yang tegas mengatur. Hal inilah yang memicu munculnya sentralisasi organisasi kekuasaan yang dikemudian hari berkembang dengan munculnya suatu pusat kekuasaan tunggal sebagai pengatur dan pelaksana hukum absolut. Kompleksitas ini lebih lanjut lagi menuntut adanya pencatatan mulai untuk bukti transaksi perdagangan, penegasan hukum yang berlaku atau untuk keperluan lain sehingga masyarakat sawah di Indonesia cenderung terbentuk menjadi masyarakat literer. Masyarakat persawahan hidup di dunia buatannya sendiri dalam artian mereka tidak menggantungkan hidupnya di alam bahkan mereka telah berhasil menaklukan alam. Sesuai dengan sistem sosialnya, mereka mempercayai konsep ketuhanan yang Adikodrati dan absolut. Masyarakat dengan mata pencaharian bersawah terbentuk menjadi individu yang kompleks. Mereka sebenarnya adalah orang yang penuh ketegangan karena beban pengendalian diri terus-menerus dan senantiasa berusaha menyelaraskan semua hal yang saling bertentangan.
16
dan sebaliknya bagi perempuan. Konsep pemikiran ini termanifestasi dalam setiap sendi budaya masyarakat yang salah satunya adalah kria.
Gambar II.1
Rangkuman pembagian manca-pat mulai dari zaman prasejarah hingga masuknya Islam. Pembagian manca-pat ini mirip dengan pembagian Nawasanga di kebudayaan Hindu Bali. Sumber: Telaah Batik Keraton. Ristyo Eko yang dirangkum dari tulisan Jacob Soemardjo berjudul Estetika paradoks dan pelbagai sumber lainnya
Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa lingkup kerja kria sebagai bagian tak terpisahkan dari kerajaan dalam upaya pemenuhan kebutuhannya terbagi menjadi beberapa spesifikasi keahlian. Sir Thomas Stamford Raffles dalam bukunya yang berjudul The History of Java volume I menyebutkan sedikitnya 30 jenis pekerjaan yang dilakukan oleh kriwan. 13 Jenis-jenis pekerjaan tersebut dipaparkan dalam tabel berikut :
13
Raffles, Thomas Stamford. The History of Java. Murray, London. 1965 Page 164
17
Tabel II.1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Pekria dalam Masyarakat Pramoderen Jawa
Pekria Pandhé atau empu Sayangan Kamasan Nióro Wedhi Tukang Gendhing Merongso atau Kalangwan Merang’gi / Werongko Tukang ukir Tukang Déder Tukang Lampet Tukang Babot Tukang Bôto Tukang Wátu / Jelog’ro Tukang Labur Tukang Natah Wayang Tukang Keming’an Tukang Árá Tukang Jilid Tukang Ténun Tukang Batik Tukang Médal Tukang Léng’o Tukang Delúang Tukang Jait Tukang Pandom / Girji Tukang Sulam Tukang Sung’ging Tukang Chát Siplin Pekundi
Arti Pandai besi Pemindai tembaga Pemindai emas Pemotong batu permata Pembuat alat musik Tukang kayu Pembuat keris Pembuat ukiran Pembuat senjata Pembuat tatakan Tukang Bubut Pembuat sikat Tukang batu Tukang labur Pembuat wayang Pembuat anglo atau tungku Pembuat arak Penjilid buku Penenun Pembuat batik Tukang celup Pembuat minyak Pembuat kertas Penjahit perempuan Penjahit lelaki Pembuat sulaman Juru Gambar Pelukis Pengolah batu Pembuat gerabah dan keramik
Perempuan yang identik dengan sesuatu yang halus, dingin, dalam dan lembut menempati posisi sebagai pekria batik, tenun, anyam, membuat gerabah serta pekerjaan halus lainnya. Sebaliknya lelaki yang dipercaya memiliki unsur keras, panas, luar dan atas bertugas membuat benda-benda yang berkaitan dengan api dan logam seperti keris, perhiasan dan peralatan upacara yang terbuat dari logam dan memanfaatkan elemen panas lain dalam pengerjaan. Analogi sederhana dasar pembagian ini adalah perempuan itu memiliki rahim yang identik dengan wadah, sehingga pembuatan gerabah dilakukan oleh perempuan sedangkan pembuatan tungku yang berunsur panas dikerjakan oleh lelaki (konsep lingga yoni).
Selain pembagian unsur dualistik antagonis tersebut, posisi emas khususnya dan logam mulia umumnya dalam masyarakat pramoderen Indonesia erat terkait dengan mitologi
18
penciptaan dunia. John N Miksic dalam bukunya yang berjudul “Old Javanese Gold” menuturkan pernyataan Bosch dalam The Golden Germ sebagai berikut :
“In Hindu mythology the universe was born from a golden embryo (Hiranyagharba). According to the Rig Veda, “The Golden Germ arose in the beginning; born, He was the One Lord of (every creature)”. In Manu I the creature god Brahma was said to have been born from a golden egg. The fire gold Aghni was also symbolized by gold. Gold thus symbolized creation”. 14 “Dalam mitologi Hindu alam semesta terlahir dari embrio emas (Hiranyagharba). Berdasarkan kitab Rig Veda, “Benih emas pada awalnya berkembang dan melahirkan penguasa yang Esa (dari setiap ciptaan).” Di Manu I penciptaan dewa Brahma dikatakan berasal dari telur emas. Dewa Aghni yang merupakan dewa api juga disimbolkan dengan emas. Emas merupakan simbol penciptaan”.
Relasi antara analogi simbolis emas dengan mitologi penciptaan dunia tersebut lebih jauh mengantarkan pada konsep pemikiran bahwa proses pemindaian emas di dunia sama besar resikonya seperti proses penciptaan dunia yang dilakukan oleh dewa Brahma dan untuk itu pemindai emas haruslah memiliki unsur kuat, kasar dan panas yang dalam masyarakat pramoderen Indonesia merupakan unsur-unsur yang dimiliki oleh lelaki.
2.1.1.4 Fungsi Perhiasan pada Masyarakat Indonesia Pramoderen
Material emas secara khusus dan logam secara umum menempati posisi penting dalam kehidupan seremonial masyarakat pramoderen Indonesia. Kenyataan inilah yang menyebabkan tetap hidupnya sentra-sentra pengrajin perhiasan seperti Celuk, Bali dan Kotagede, Yogyakarta disamping kebutuhan masyarakat investasi dalam bentuk perhiasan mulia meskipun minimnya pendidikan formal yang fokus mengajarkan perihal perhiasan. Terkait dengan kenyataan tersebut perhiasan pun memiliki pelbagai fungsi, mulai dari fungsi praktis hingga simbolis. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa fungsi perhiasan dalam masyarakat pramoderen Indonesia :
14
N Miksic, John. Old Javanese Gold. 1990. Ideation, Singapore. Page 19
19
1. Fungsi Ekonomis Barter adalah sistem perdagangan tertua di dunia. Sebelum ditemukannya mata uang, perhiasan adalah barang pertukaran yang memiliki nilai sangat tinggi sehingga kerap disimpan sebagai investasi dan praktis menjadi nilai ukur kemapanan finansial seseorang atau suatu keluarga dalam sebuah masyarakat. Pada awal munculnya sistem mata uang, logam mulia seperti emas dan perak digunakan sebagai material pembuatan mata uang koin. Meskipun posisi mata uang emas kini digantikan dengan mata uang kertas dengan tujuan efisiensi praktis, investasi emas merupakan sebuah investasi aman karena harga emas di dunia cenderung stabil. 2. Fungsi Praktis Perhiasan seperti jepit rambut atau timang pada ikat pinggang awalnya memiliki fungsi praktis sebagai penahan bentuk rambut dan penahan kain nyamping batik sehingga tidak jatuh.
Gambar II.2
Timang Jawa sebagai penahan kain Sumber : Ritcher, Anne. The Jewelry of Southeast Asia. 2000. Thames &Hudson, London. Page 115
3. Fungsi Perlambangan dan Simbol Status Penggunaan perhiasan pada masyarakat pramoderen kerap terkait erat dengan upacara seremonial yang diselenggarakan, gender pemakai perhiasan, fase usia pemakai, kedudukan si pemakai perhiasan, letak perhiasan serta hubungan mikrokosmos dan makrokosmos sebagai beberapa contohnya. Legitimasi penggunaan perhiasan untuk golongan tertentu menguatkan pondasi feodal dan aristokrasi dalam masyarakat tradisional pada umumnya. Sebagai contohnya
20
adalah mahkota sebagai lambang sebuah kerajaan yang merepresentasikan kekuasaan, kedudukan dan kekuatan pemakai mahkota, kalung Kalabubu di Nias yang hanya diperuntukkan oleh seorang ksatria pemberani dan Mamuli di Sumba yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga Raja dan aristokrat dalam masyarakat.
Gambar II.3
Kalung Mamuli Masyarakat pramoderen Sumba yang melegitimasi kelas sosial seseorang dalam Masyarakat. Kalung Mamuli ini mengambil bentuk dari vagina perempuan yang merupakan representasi dari kesuburan dan kehidupan. Sumber : Ritcher, Anne. The Jewelry of Southeast Asia. 2000. Thames & Hudson, London. Page 204
4. Fungsi Magis (penolak bala) dan Pengobatan Menurut Jacob Soemardjo dalam bukunya yang berjudul Estetika Paradoks, budaya masyarakat pramoderen di Indonesia merupakan budaya mencari selamat. Pelbagai macam upacara dengan serangkaian proses panjang selalu bertujuan untuk keselamatan manusia. Kesadaran akan keterbatasan dan kelemahan sebagai manusia secara alam bawah sadar membawa mereka pada kecenderungan mencari keselamatan dan perlindungan. Pada masyarakat Bali, jimat biasanya dikenakan oleh bayi yang baru lahir untuk melindungi bayi tersebut dari serangan roh jahat.
Gambar II.4
Bayi yang baru berusia seminggu di Bali menggunakan jimat penolak bala di kepala berupa plat emas bertahtakan batu mirah delima dan gelang emas di pergelangan tangannya Sumber : Ritcher, Anne. The Jewelry of Southeast Asia. 2000. Thames &Hudson, London. Page 155
21
Selain itu karena konsep sakit dalam alam pemikiran masyarakat tradisional kerap berkaitan dengan hal-hal yang berbau mistis, kekuatan gaib dan leluhur yang esensinya merujuk pada ketidakharmonisan antara mikrokosmos dengan makrokosmos. Dalam hal ini perhiasan dipercaya mampu menjadi media penyelaras yang mengantarkan pada kesembuhan. Upaya penyembuhanpun lebih cenderung pada serangkaian upacara tertentu yang dipercaya mampu mengusir roh jahat yang mengganggu si sakit dengan dilengkapi ramuan-ramuan tradisional. Penggunaan perhiasan dan ramuan tradisional merupakan kesatuan dalam upaya penyembuhan si sakit dalam alam masyarakat pramoderen Indonesia. Fenomena tersebut masih tampak pada beberapa masyarakat di Indonesia. 5. Fungsi Perlengkapan Penari Sebagai bangsa dengan pelbagai seni budayanya yang sangat kaya, setiap suku di Indonesia memiliki seni tari yang lengkap dengan busana dan perhiasan khususnya. Perhiasan dalam sebuah tarian adalah faktor penting dalam usaha mencapai makna filosofis tarian.
Gambar II.5
Penari Bali yang menggunakan pelbagai jenis perhiasan yang disesuaikan dengan jenis tarian yang dibawakannya Sumber : Ritcher, Anne. The Jewelry of Southeast Asia. 2000. Thames &Hudson, London. Page 115 (1) and 190 (2)
6. Fungsi Bekal Kubur Beberapa penemuan arkeologis seperti Pandusa di Bondowoso, Waruga di Sulawesi utara dan Dolmen di Sumba membuktikan bahwa perhiasan tidak hanya
22
digunakan oleh mereka yang masih hidup, tetapi juga sebagai bekal kubur bagi mereka yang telah mati. Adat tersebut kemungkinan terkait dengan konsep kepercayaan mereka tentang kehidupan setelah kematian. Mayat dengan bekal kubur berbagai macam perhiasan biasanya mengindikasikan kedudukannya yang penting dalam masyarakat semasa hidupnya.
Gambar II.6
Topeng emas yang kerap digunakan sebagai bekal kubur Sumber : Miksic, John N. Old Javanese Gold. 1990. Ideation, Singapore. Page 54 and 58
2.1.1.5 Karakteristik Perhiasan Masyarakat Indonesia Pramoderen
Jacob Soemardjo dalam bukunya yang berjudul Estetika Paradoks mengungkapkan bahwa secara garis besar kebudayaan pramoderen Indonesia berlandaskan pada hubungan manusia dengan alam semesta dan alam semesta dengan Tuhan yang mengantarkan pada pemahaman hubungan antara manusia dengan Tuhan. 15 Masih menurutnya, pemahaman yang bertujuan untuk memperoleh keselamatan tersebut menghasilkan beberapa pola dasar, yaitu pola dua, tiga, empat lima dan sembilan.
Kesemua pola itu secara garis besar berpijak pada dua pandangan. Pandangan pertama adalah pemahaman bahwa kematian yang satu merupakan kehidupan bagi yang lain. Pandangan ini melahirkan pola dua dan banyak ahli yang berpendapat bahwa pola ini merupakan pola yang paling tua tumbuh dan berkembang di masyarakat pramoderen Indonesia. Pandangan selanjutnya adalah pemahaman yang lebih memihak pada kehidupan. Kesadaran bahwa segala sesuatu di alam semesta terdiri dari dua entitas yang berbeda mengantarkan mereka pada upaya penyatuan kedua entitas tersebut agar 15
Lihat Jacob Soemardjo. Estetika Paradoks. Sunan Umbu Press.Bandung, 2006 bab 2 halaman 18.
23
melahirkan entitas baru yang dipercaya memiliki unsur transendenitas. Pandangan kedua ini melahirkan pola tiga yang lebih lanjut melahirkan pola empat, pola lima dan pola sembilan.
Konsep pemikiran dan sistem kebudayaan masyarakat pramoderen tersebut termanifetasi dalam seluruh produk budaya mereka, yang salah satunya adalah perhiasan. Dalam upaya merefleksikan konsep pemikiran mereka dalam pelbagai produk budayanya, masyarakat pramoderen kerap menampilkan hiasan-hiasan simbolis. Salah satu contohnya dapat dilihat dalam kalung kalabubu masyarakat Nias, Sumatra Utara yang hanya diperuntukkan bagi ksatria pemberani di medan perang. Kalung ini berbentuk cakra kelapa dengan dihiasi ornamen naga yang terbuat dari emas.
Masyarakat yang menganut budaya perang ini menempatkan naga sebagai hewan mitologis yang kerap merepresentasikan dunia atas. Naga yang mengeluarkan api dari mulutnya selain merepresentasikan dunia atas juga merupakan simbolisme api semangat, keberanian dan kekuatan yang tidak pernah padam. Bentuk cakra kelapa kemungkinan besar berangkat dari filosofi kelapa yang seluruh bagian tubuhnya dapat berguna bagi manusia.
Dalam kebudayaan Hindu, buah kelapa secara khusus merupakan simbolisasi dari manusia, dimana bagian luar yang keras merupakan manifestasi dari bagian luar tubuh manusia yang seyogyanya harus kuat dan kokoh, sedangkan bagian dalam buah kelapa yang berwarna putih merupakan representasi dari seorang manusia yang putih, bersih dan lembut. Secara kesatuan kalung kalabubu bermakna bahwa seorang lelaki dalam masyarakat Sumba yang kental dengan budaya perang tersebut barulah berfungsi sempurna seperti halnya kelapa, jika memiliki karakter gagah berani melawan musuh yang didasarkan pada kuantitas dan kualitas musuh yang dapat dikalahkannya.
Selain bersifat simbolis, perhiasan masyarakat pramoderen Indonesia juga cenderung mengulang motif-motif yang sama dalam sebuah perhiasannya sehingga memenuhi seluruh bidang. Kecenderungan ini dalam kacamata orientalis dianggap sebagai ketakutan akan ruang kosong (horror vacui). Adanya ruang kosong dipercaya dapat memungkinkan hal-hal buruk mengisi ruangan tersebut. Meskipun begitu, adapula yang menganggap
24
bahwa upaya mengulang motif dalam sebuah perhiasan merupakan ekspresi penekanan makna filosofis yang terkandung pada perhiasan.
Gambar II.7
Ilustrasi timang Jawa yang diperkirakan berasal dari awal abad ke 19 M. Timang ini menggunakan simbol ular dengan penggayaan naturalis. Kedua ular tersebut terkait pada bagian kepalanya satu sama lain namun disisi lain saling membelakangi. Timang ini menggambarkan pola umum pada perhiasan tradisional Indonesia yang bersifat simbolis (umumnya merepresentasikan dualistik antagonis antara makrokosmos dan mikrokosmos), simetris, penuh dan repetitif. Sumber : 1; Ritcher, Anne. The Jewelry of Southeast Asia. 2000. Thames &Hudson, London. Page 190. 2; Indonesian Ornamental Design page 268
Karakteristik lain yang hampir selalu muncul pada perhiasan pramoderen Indonesia adalah bentuknya yang selalu simetris. Bentuk simetris ini merupakan manifestasi konsep pemikiran mereka akan akan adanya dua entitas dasar paradoks. Kesadaran ini mengantarkan pada usaha untuk menciptakan harmonisasi secara terus-menerus. Harmonisasi dapat diperoleh bila segala sesuatunya selaras, seimbang dan hidup berdampingan.
Di bawah ini akan dipaparkan periodisasi perkembangan perhiasan Indonesia dari masa masuknya imigran bangsa Austronesia ke Asia termasuk Indonesia hingga paska kemerdekaan dalam bentuk tabel
:
25
Tabel II.2
Periodisasi Perkembangan Perhiasan di Nusantara secara Umum dan Jawa secara Khusus
Periode dan Kejadian Penting Periode sekitar 2000 SM (Neolithikum) Bangsa rumpun Austronesia melakukan imigrasi gelombang I ke kepulauan Indonesia melalui Malaya ke Jawa dan juga Formosa, Filipina ke sebagian Kalimantan dan Jawa. Perpindahan ini kemungkinan karena tekanan politik yang berlangsung disekatar lembang sungai Kuning. Tetapi yang jelas bangsa Austronesia ini yang akan menjadi nenek moyang langsung Indonesia. Cara hidup mereka dengan berburu dan berladang. Alat yang digunakan anak panah dan tombak. Mereka hidup di gua-gua untuk sementara dengan mengembara berpindah-pindah tempat.
Periode Pra Klasik (500SM-500M) Terjadi perpindahan gelombang kedua. Imigran dari Vietnam ini telah membawa kebudayaan Dongson (pembabakan baru zaman perunggu) melalui jalan barat lewat Malaysia Barat. Kebudayaan Dongson yang lahir di desa Tonkin, Dongson ini adalah kebudayaan yang telah memakai logam sebagai alat bantu kehidupan. Mereka sudah mulai tinggal menetap. Perhiasan pada periode ini mengalami perpaduan antara gaya Mediterranian, India dan Asia Barat yang disesuaikan dengan nilai estetis lokal dan simbolsimbol tradisi di Jawa.
Ornamen dan Teknik yang Berpengaruh
Penggayaan pada Perhiasan
Keterangan Perhiasan
Pada masa ini perhiasan masih berupa material dari bebatuan, tulangtulang binatang, kerang dsn yang mengarah sebagai penolak bala.
Gelang dari kerang dan manik-manik dari batu yang ditemukan hampir diseluruh wilayah Asia Tenggara. Kemungkinan perhiasan ini fungsinya masih mengarah pada konsep kepercayaan penolak bala
Bentuk-bentuk umum yang ditemukan di peradaban-peradaban tertua dunia seperti swastika, meander, bentuk U, bentuk S, motif pilin berganda dan bentuk organis lainnya.
Anting-anting dengan motif pilin berganda ditemukan di Jawa merefleksikan pengaruh dari ornamen kuno di Asia tenggara karena menyerupai ornamen yang ditemukan di Pulau Oc Eo, Champa dan Filipina.
26
Tabel II.2
Periodisasi Perkembangan Perhiasan di Nusantara secara Umum dan Jawa secara Khusus (lanjutan)
Periode dan Kejadian Penting Periode Klasik Madya (200 SM-700 M) Periode ini merupakan pembabakan budaya Hindu-Buddha di Nusantara (diperkirakan sejak awal tarikh masehi pengaruh kebudayaan India mulai masuk ke Nusantara). Masuknya budaya Hindu-Buddha ini membawa perkembangan yang signifikan pada budaya lokal di Nusantara. Kerajaan Buddha Sriwijaya (7001400M) yang berpusat di Palembang, Sumatra Utara. Pada periode yang sama di Jawa berdiri kerajaan Mataram Kuno wangsa Sanjaya yang bercorak Hindu (732 M).
Periode Klasik Awal (700-1000M) Kerajaan Srivijaya mengalami puncak kejayaannya sebagai kerajaan maritim dengan kekuatan armada laut yang tangguh. Pelabuhan dagang Sriwijaya ketika itu tampil sebagai pelabuhan internasional dengan rempah-rempah sebagai komoditi perdagangan utama. Posisi penting dalam perdagangan dunia ini menempatkan Sumatra sebagai daerah yang banyak dikunjungi para pedagang dari seluruh dunia terutama pedagang. Pada periode yang sama kerajaan-kerajaan HinduBuddha seperti tumbuh subur di Jawa
Ornamen dan Teknik yang Berpengaruh Masuknya perhiasan dari negara-negara asing sebagai reaksi dari hubungan luar negeri yang terjalin menyebabkan banyaknya pertukaran objek keseharian, menetapnya pandai emas dari luar negeri seperti Timur Tengah di Sumatra khususnya dan Nusantara umumnya sehingga membawa teknik dan penggayaan baru dalam hal perhiasan. Mereka telah menerapkan teknik cetakan (casting), pematrian (soldering), filigree dan granulasi. Munculnya corak budaya kerajaan dan sistem kasta menumbuhsuburkan perkembangan perhiasan yang kerap diasosiasikan dengan kekuasaan dan keabadian. Banyak perhiasan yang berasal dari zaman Awal Klasik menggabungkan motif yang berasal dari kebudayaan Hindubuddha. Ornamen yang terbuat dari emas juga kerap ditemukan sebagai bagian dari upacara ritual berupa potongan lembaran emas yang ditorehkan dengan simbol-simbol HinduBuddha dan ditempatkan pada tiang-tiang kuil biara.
Penggayaan pada Perhiasan
Keterangan Perhiasan
Hiasan kuping simetris berbentuk heksagonal (segi enam), triangular atau melingkar. Kesemuannya menggunakan teknik cetakan (casting) dengan permukaan yang rata dan tidak bertekstur.
Hiasan kuping yang dibentuk dari susunan granulasi yang digabungkan dengan teknik cetakan (casting)
Cincin emas dengan motif kura-kura dari Jawa Tengah. Kura-kura dalam kebudayaan Hindu merupakan keabadian dan perenungan. Kepingan emas dan perhiasan merepresentasikan seremoni yang kental dengan tata upacara yang ketat dan penghormatan. Topeng emas sebagai bekal kubur ini hanya dikenakan oleh seseorang dengan status sosial penting pada masa hidupnya
27
Tabel II.2
Periodisasi Perkembangan Perhiasan di Nusantara secara Umum dan Jawa secara Khusus (lanjutan)
Periode dan Kejadian Penting Periode Masuknya Islam Sesudah mancapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam wuruk, Majapahit perlahan-lahan melemah. Kejatuhan Majapahit dipercepat dengan semakin meluasnya agama dan pengaruh Islam di Nusantara umumnya dan Jawa khususnya. Meskipun masuknya Islam melalui para pedakwah dan pedagang yang beragama islam. Kedatangan mereka di Nusantara sebenarnya telah dimulai sejak abad ke 7 M namun penyebarannya masih bersifat dakwah orang per orang.
Berdirinya kerajaan Mataram Islam dengan ibukota pertamanya adalah Kotagede, Jawa Tengah pada abad ke 16.
Ornamen dan Teknik yang Berpengaruh Masuknya teknik enamel dan pengembangannya yang dibawa oleh para pedagang Islam
Penggayaan pada Perhiasan
Keterangan Perhiasan Mahkota kerajaan Islam Banten ini menggunakan material emas serta bertatahkan batu merah delima, Zambrud dan mutiara. Teknik enamel yang merupakan pengaruh dari Timur Tengah ini juga diaplikasikan pada mahkota ini. Penggayaan dekoratif yang kental dengan pengaruh islam dielaborasikan dengan bentuk mahkota yang mengingatkan pada mahkota zaman Hindu-Buddha
Ajaran Islam yang melarang peniruan manusia dan mahkluk hidup yang bergerak lainnya semakin menumbuhsuburkan motif sulur dan tetumbuhan serta motif-motif arabesque dan motifmotif geometris lainnya
Mahkota kerajaan demak ini bentuknya menyerupai kopiah kopiah. Mahkota kerajaan Islam pertama di Jawa ini menggunakan teknik engraving. Ornamen yang diaplikasikan pada makhota ini adalah polapola sulur geometris yang terpengaruh dari tradisi estetis islam
Setelah pindahnya ibukota Mataram Islam ke Kerta, Kotagede tetap memainkan perannya sebagai sebuah kota dengan tingkat kompleksitas pekerjaan yang tinggi guna memenuhi kebutuhan ibusuri di istana lama. Dikemudian hari Kotagede tampil sebagai sentra kerajinan emas dan perak
Suweng (antik tusuk) emas dengan teknik aplikasi filigree yang halus dan detail serta bertatahkan batu intan berjumlah sembilan buah yang disusun melingkar. Dalam numerologi Jawa angka sembilan kerap diasosiasikan dengan kesempurnaan. Kemungkinan jumlah tersebut merepresentasikan pola sembilan masyarakat Jawa Tengah ketika itu.
28
Tabel II.2
Periodisasi Perkembangan Perhiasan di Nusantara secara Umum dan Jawa secara Khusus (lanjutan)
Periode dan Kejadian Penting Periode Kolonialisasi (1602-1945) Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahanlahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Periode Peralihan ke arah Turistik Melemahnya kekuasaan, kekuatan dan perekonomian kerajaan dan keraton di Jawa mengakibatkan beralihnya para pengrajin di Kotagede pada para pedagang asing seperti Cina, Arab, Belanda dan pedagang-pedagang lain yang menetap di Jawa Politik Etis (Politik Balas Budi) Pada awal abad ke 19, ratu Wilhelmina bersamaan dengan naiknya beliau di tahta kerajaan Belanda menetapkan diberlakukannya politik balas budi di tanah-tanah jajahan.
Ornamen dan Teknik yang Berpengaruh Para ahli berpendapat budaya berpakaian lengkap seperti sekarang ini merupakan pengaruh dari Belanda dan eropa. Sebelumnya masyarakat Jawa tidak menutupi bagian atas tubuhnya. Munculnya jas yang umumnya dibuat dengan bahan beludru ini melahirkan kebutuhan baru akan kancing dan manset lengan.
Penggayaan pada Perhiasan
Keterangan Perhiasan Gambar seorang aristokrat Jawa yang mengenakan jas beludru hitam dan batik dengan motif parang lengkap dengan segala jenis tanda kehormatan dibagian dadanya. Pada bagian kirinya terjuntai keris.
Strategi bertahan yang mereka lakukan selain beralih pada material perak juga dengan membuat peralatanperalatan rumah tangga (silverware) seperti teko dan cangkir untuk sasaran konsumen baru mereka
Penggayaan material perak ke arah fungsi praktis berupa tempat lilin yang diadopsi dari sebagian ornamen yang ada pada dinding candi Borobudur, yaitu Kala dan Makara.
Atas anjuran isteri Gubernur Hindia Belanda di Yogya, Ny MA van Gesseler VerschuirPownall, R.P. Wirindio Dirdjoamiguno ditugaskan untuk mengamati ornamen di Candi borobudur dan Prambanan. Hasil pengamatan tersebut selanjutnya diterapkan dalam perhiasan dan hiasan peralatan rumah tangga seperti cangkir, teko, sendok, garpu tempat lilin dan lain-lain.
Perhiasan dan peralatan makan (tableware) yang dihasilkan kria perak Kotagede ketika itu tidak hanya ditujukan untuk konsumen lokal namun juga untuk pengeksporan ke daerah-daerah eropa. Meluasnya pasar tersebut menyebabkan terjadinya penyesuaian dengan selera konsumen di daerah eropa yang ketika itu sedang marak dengan penggayaan Art Nouveau. Dengan kata lain pengaruh Art Nouveau juga sedikit banyak berpengaruh pada perkembangan perhiasan perak Kotagede.
29
Tabel II.2
Periodisasi Perkembangan Perhiasan di Nusantara secara Umum dan Jawa secara Khusus (lanjutan)
Periode dan Kejadian Penting Periode Menjelang dan Paska Kemerdekaan Cepatnya pergantian situasi politik, mulai dari kalahnya Belanda, berkuasanya Jepang, tercapainya kemerdekaan Indonesia, pemberontakan dipelbagai daerah serta zaman malaise sebagai akibat dari berakhirnya PD II mengakibatkan ketidakstabilan politik, sosial dan ekonomi di Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan tidak terjangkaunya material dasar produksi sehingga banyak sekali perusahaan perak yang gulung tikar
Ornamen dan Teknik yang Berpengaruh Perkembangan perak di Kotagede mengalami stagnansi. Kalaupun masih ada yang bertahan biasanya hanya mengulang bentuk-bentuk yang telah ada.
Penggayaan pada Perhiasan -
Keterangan Perhiasan
-
Tabel di atas menggambarkan pelbagai pengaruh luar yang masuk ke Nusantara sehingga melahirkan keanekaragaman budaya yang didukung kondiisi geografis Indonesia sebagai negara maritim. Selain itu, tabel di atas juga menunjukkan pentingnya posisi kerajaan dan upacara ritual masyarakat setempat dalam melestarikan dan mengembangkan perhiasan Indonesia. Masa kejayaan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara melahirkan perhiasan-perhiasan yang sangat indah dengan penguasan teknis pengerjaan yang sangat baik dan halus. Peninggalan tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran perhiasan dalam kehidupan keseharian mereka.
Periode awal berkembangnya Islam ke seluruh Nusantara menyebabkan minimnya penggayaan makhluk hidup bergerak pada perhiasan ketika itu. Penggayaan hewanhewan mitologis kerap digantikan dengan penggayaan motif arabesque, semakin berkembangnya penggayaan sulur-suluran dan digunakannya teknik enamel dalam sebagai elemen dekorasi. Kendati demikian, jarang ditemukan aplikasi enamel pada perhiasan pramoderen Indonesia karena kuatnya kepercayaan benda bertuah pada masyarakat Indonesia ketika itu.
30
Selanjutnya pengaruh perubahan sosial, politik dan budaya ketika masuknya Belanda melahirkan banyaknya pengaruh Art Nouveau dan art deco yang dihasilkan sentra-sentra kerajinan di Kotagede. Pemberlakuan politik balas budi pada tahun 1900 oleh Ratu Belanda Wilhelmina menyebabkan banyak perubahan di tanah jajahan. 16 Belanda mulai mendidik masyarakat Indonesia melalui politik balas budi. Politik balas budi ini selanjutnya mengantarkan masuknya penggayaan desain yang terpengaruh dengan gaya Art Nouveau. Selain masuknya pengaruh gaya seni yang ketika itu sedang berlangsung di Eropa, Belanda mengutus R.P. Wirindio Dirdjoamiguno untuk meneliti ragam hias di Candi borobudur dan Prambanan, dimana hasil penelitian tersebut diterapkan dalam perhiasan dan peralatan perhiasan logam. 17
Pada masa pra dan paska kemerdekaan Indonesia, kria perak Kotagede khususnya mengalami pasang surut. Ketidakstabilan tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa hal yang saling berkaitan, yaitu : 1.
Ketidakstabilan politik dan ekonomi di Indonesia pada masa awal kemerdekaan menyebabkan banyaknya pengusaha perak dan pekria yang tidak memiliki modal untuk meneruskan usahanya. Tidak terjangkaunya harga perak dan logam mulia lainnya sebagai material dasar menyebabkan banyak pengusaha yang menutup usahanya.
2.
Adanya anggapan bahwa kria perak sebagai simbol feodalisme masa silam yang tidak sesuai dengan ideologi politik dan tujuan dasar pembangunan Indonesia. Anggapan ini diperkuat dengan arahan pembangunan Indonesia yang lebih berorientasi untuk mengejar ketertinggalan dibidang teknologi dan sains dibandingkan dengan negara lain yang telah merdeka terlebih dahulu.
3.
Keberjarakan juga tercipta karena kecenderungan pekria yang menempatkan diri mereka sebagai pelestari budaya leluhur ditengah derasnya pengaruh-pengaruh ideologi yang berdatangan. 18 Pekria perak menganggap bahwa modernisasi merupakan pengaruh budaya asing yang dapat melemahkan sendi-sendi budaya Indonesia namun di sisi lain lupa bahwa Hindu dan Islampun awalnya merupakan budaya asing yang akhirnya bersinkretisasi membentuk anak kebudayaan baru
16
www.wikipedia.org Ringkasan dari Disertasi Nooryan Bahari halaman 143-147 dan situs internet www.suarapembaharuandaily.com dengan artikel berjudul “Perak Yogya tak lekang Zaman” pada tanggal 15 Februari 2006 18 Lihat Soegeng Toekio M. Tinjauan Kria Indonesia. STSI Press, Surakarta. 2003 halaman 5 17
31
Beberapa kendala tersebut dikemudian hari memperlambat pendidikan masyarakat Indonesia secara umum dalam menghargai kreatifitas sebuah rancangan desain perhiasan dan hanya terbatas pada paradigma perhiasan sebagai investasi barang berharga. 19 Kendati demikian, perhiasan di Indonesia masih tetap hidup terutama di sentra-sentra pengrajin perhiasan karena dekatnya penggunaan perhiasan dengan ritual dan kepercayaan masyarakat Indonesia, baik untuk para penari tradisional, seremoni pernikahan hingga acara-acara ritual lainnya.
2.1.2
Perkembangan Perhiasan ke Arah Moderen di Barat
2.1.2.1 Munculnya Istilah Desain
Desain merupakan istilah baru dalam bahasa Indonesia yang merupakan kata serapan dari design (bahasa Inggris). Istilah ini merupakan pengilmuan kata merancang atau menggubah yang penggunaannya dinilai terlalu umum dan kurang mewadahi aspek keilmuan secara formal. Sejalan dengan itu, untuk bidang arsitektur dan rekayasa kerap pula menggunakan istilah rancang bangun. Secara etimologis kata design berasal dari kata designo (Italia) yang berarti gambar. 20 Kata ini mengalami penyempitan makna dalam bahasa Inggris pada abad ke 17 ketika dipergunakan untuk membentuk School of Design tahun 1836. Makna baru tersebut dalam prakteknya mengalami kerancuan dengan craft, kemudian atas jasa John Ruskin dan William Morris 21 kata desain memiliki bobot sebagai art and craft, yaitu perpaduan
19
Lihat artikel surat kabar harian Pontianak Post pada Minggu, 11 Mei 2003 yang berjudul “Masyarakat Melek Emas, Belum Melek Desain; dari Indonesia Jewellery Fair 2003”. Artikel tersebut memuat kenyataan bahwa hingga kini sebagian besar masyarakat Indonesai belum “sadar desain” sehingga para pebisnis perhiasan masih sulit untuk menawarkan desain-desain perhiasan yang inovatif dan eksperimental. Kondisi tersebut melahirkan dua buah keputusan manajemen pemasaran. Keputusan pertama adalah tetap mengacu pasar konsumen dalam negeri dengan penggayaan desain yang mereka minati. Keputusan bisnis selanjutnya adalah dengan tetap menggunakan desain perhiasan yang inovatif dan eksperimental dengan fokus ekspor. 20 Yan Yan Sunarya dan Agus Sachari. Sejarah dan Perkembangan Desain dan dunia Kesenirupaan di Indonesia. ITB, Bandung. 2002 halaman 2 21 John Ruskin dan William Morris adalah tokoh pemimpin dalam gerakan Arts and Craft yang memuncak sekitar pertengahan abad ke 19. Kedua tokoh ini mengusung gerakan anti industrialisasi yang merupakan reaksi ideologis dari lahirnya revolusi industri yang dianggap mengikis mutu estetik Arts and Craft. Salah satu jalur yang ditempuh adalah usaha untuk mendirikan Gilda yang dianggap mampu menyelamatkan nilai kekriaan, makna dekoratif dan nilai estetika suatu produk. Hal ini dilakukan guna menyelamatkan nilai kekriaan, makna dekoratif dan nilai estetis produk praktis.
32
antara seni dan keterampilan yang berusaha menjawab kebutuhan industri akan nilai estetis. Menurut kamus Oxford University 1983 istilah design dituturkan sebagai berikut: (Noun) 1. A plan or drawing produced to show the look and function or workings of something before it is built or made. 2. The art or action of conceiving of and producing such a plan or drawing. purpose or planning that exists behind an action or object. 3. A decorative pattern. (Verb) 1. Decide upon the look and functioning of (something), especially by making a detailed drawing of it. Do or plan (something) with a specific purpose in mind. Sedangkan menurut Encarta Dictionary Tools 2006, Design memiliki pengertian : (Transitive and intransitive verb) 1. Create detailed plan of something: to make a detailed plan of the form or structure of something, emphasizing features such as its appearance, convenience, and efficient functioning 2. Plan and make something: to plan and make something in a skillful or artistic way 3. Intend something for particular use: to intend something for a particular purpose (transitive verb) 4. Invent something: to contrive, devise, or plan something (transitive verb) (Noun) 1. Picture of something's form and structure: a drawing or other graphical representation of something that shows how it is to function or be made 2. Way something is made: the way in which something is planned and made 3. Decorative pattern: a pattern or shape, sometimes repeated, used for decoration 4. Process of designing: the process, techniques, or art of designing things 5. Intention: an underlying sense of purpose or planning (formal) Pengertian desain dapat dilihat dari pelbagai sudut pandang dan konteksnya. Pada awal abad ke 20, desain mengandung pengertian sebagai suatu kreasi seniman untuk memenuhi kebutuhan tertentu dengan cara tertentu pula.22 Kurun waktu tersebut merupakan wilayah transformatif dari pengertian desain yang lebih cenderung ke arah craft dan dekorasi menjadi ke wilayah fungsi, dimana bentuk mengikuti fungsi benda, bukan sebaliknya. Pengertian desain yang rasional tersebut memuncak pada periode 1960-an sebagaimana terungkap dalam pengertian tentang desain yang dituturkan sebagai berikut:
22
Yan Yan Sunarya dan Agus Sachari. Sejarah dan Perkembangan Desain dan Dunia Kesenirupaan di Indonesia. ITB, Bandung. 2002 halaman 4. Pendapat ini diutarakan oleh Walter Gropius pada tahun 1919
33
“Desain merupakan pemecahan masalah dengan satu target yang jelas” (Alexander,1963) 23 Pemahaman desain rasional yang terlalu kering tersebut beberapa waktu setelahnya menuai banyak kritik dan selanjutnya dievaluasi sehingga melahirkan gerakan-gerakan modernisme baru sebagai bagian dari pengembangan modernisme awal. Salah satu tokoh yang mengevaluasi pengertian desain adalah Bruce Archer yang mengemukakan :
“Desain adalah salah satu bentuk kebutuhan badani dan rohani manusia yang dijabarkan melalui pelbagai bidang pengalaman, keahlian dan pengetahuan yang mencerminkan perhatian pada apresiasi dan adaptasi terhadap sekelilingnya, terutama yang berhubungan dengan bentuk, komposisi, arti, nilai dan pelbagai tujuan benda buatan manusia” (Archer, 1976). 24 Pada awal periode 1980-an di Indonesia ramai bermunculan definisi desain yang dikemukakan oleh para praktisi dan pengajar desain. Widagdo sebagai seorang pendidik desain senior mengungkapkan bahwa : “Desain adalah suatu manifestasi kebudayaan yang berwujud dan merupakan produk nilai-nilai untuk kurun waktu tertentu” (Widagdo, 1993) Pengertian yang diutarakan Widagdo tersebut menunjukkan pergeseran pengertian desain ke arah penciptaan suatu produk yang terkait dengan nilai-nilai kontekstual yang menyuarakan kebudayaan. Tampak pula dalam definisi desain ini perihal mulai tumbuhnya kesadaran lokal ditengah derasnya modernitas yang masuk ke Indonesia.
Berdasarkan definisinya, pengertian dan persepsi desain kerap berubah dan bergerak sesuai dengan melajunya roda peradaban itu sendiri. Desain sebagai bagian penting dari kebudayaan manusia praktis mampu merepresentasikan pola pikir masyarakat zamannya. Berubah dan berkembangnya pengertian dan persepsi desain bukanlah sesuatu yang salah namun merupakan sesuatu yang tumbuh dan berkembang. Dalam konteks perhiasan, desain perhiasan adalah seni aplikasi yang membuat rancangan perhiasan hingga proses produksi, baik sebagai supervisor pelaksanaan rancangan atau sebagai produsen. Sebelum lahirnya istilah desain yang mengacu pada spesifikasi dan 23 24
ibid halaman 5 ibid
34
diferensiasi profesi, pekerjaan mendesain perhiasan merupakan bagian dari pengrajin perhiasan yang di Indonesia umum dikenal dengan sebutan pekria atau pandé mas 25 . Diferensiasi tersebut lahir di Barat paska revolusi industri, baik bertujuan untuk menghasilkan sistemisasi terstruktur dalam proses manufaktur ataupun pembeda antara periode pra dan paska revolusi industri. Dalam perjalanannya, perhiasan secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, yaitu fine jewelry dan fashion jewelry. Fine jewelry lebih mengarah pada perhiasan yang dibuat dengan material mulia, baik dari segi logam maupun bebatuan yang digunakan sehingga bersifat abadi dan memiliki nilai ekonomis, sedangkan fashion jewelry dalam perkembangannya sejalan dengan perkembangan mode karena merupakan bagian dari pelengkap busana. Lebih lanjut, fine jewelry lebih dikenal hanya dengan istilah jewelry (perhiasan), sedangkan fashion jewelry lebih mengarah pada istilah aksesori.
Pemilihan material pada aksesori lebih cenderung pada material-material yang tidak tahan lama karena bertujuan untuk mengikuti perkembangan mode yang berubah sangat pesat kendati adapula fashion jewelry yang dihasilkan dnegan material mulia, sedangkan salah satu syarat utama fine jewelry atau perhiasan adalah penggunaan material-material yang bernilai seperti logam mulia, batu mulia dan semi mulia serta mutiara. Syarat tersebut berkaitan pada sejarah panjang perhiasan sendiri yang merupakan simbol keabadian, kekuatan, kekuasaan serta terkait erat dengan mitologi awal penciptaan dunia pada konsep agama Hindu.
Dewasa ini dunia telah memasuki era komunikasi dimana informasi antara suatu wilayah dapat dengan mudah dan cepat diakses di belahan dunia lain sehingga masuknya pengaruh beberapa budaya dan periode yang berbeda menghasilkan perhiasan-perhiasan yang eklektik dan unik. Meskipun begitu, lain halnya dengan fashion yang memiliki beberapa negara seperti Italia, Eropa dan New York sebagai pusat mode, dalam konteks perhiasan tidak ada pusat mode yang menentukan selera dan permintaan pasar. Hal ini terkait pada kenyataan bahwa perhiasan pada tiap negara bahkan daerah memiliki karakteristik yang membedakannya dengan perhiasan lain karena perhiasan itu sendiri dewasa ini beralih fungsi sebagai pelengkap busana dan media untuk mengekpresikan serta merepresentasikan personalitas pemakainya. 25
Orang yang pandai membuat produk dari emas secara khusus dan logam secara umum
35
2.1.2.2 Perhiasan Periode Akhir Abad ke-19
Di Rusia pada akhir abad ke 19 muncul Carl Fabergé, seorang pengrajin perhiasan emas dengan karakteristik serta teknik pengerjaan yang luar biasa mengantarkannya pada posisi penting dalam sejarah perkembangan perhiasan dunia. Fabergé yang meneruskan usaha perhiasan ayahnya, Gustave Fabergé ketika itu lebih tertarik untuk berkonsentrasi menghasilkan objek seni yang dalam konteks komersial merupakan keputusan bisnis yang sangat beresiko.
Keberaniannya terbayar tidak lama setelah House of Fabergé bekerja di bawah kekaisaran Rusia, sebuah situasi yang merupakan indikasi kemapanan dan pengakuan dunia terhadap karya Fabergé setelah berlangsungnya revolusi Bolshevik pada tahun 1918. Pameran pertama Fabergé di pameran Pan-rusia di Moskow pada 1898 dimana dia mendapat penghargaan tertinggi. Selanjutnya pada tahun 1900 dia mengikuti pameran berskala internasional di Prancis yaitu Paris yang merupakan pusat kesenian dan mode, menjadi tempat diselenggarakannya Exposition Universelle of 1900. Pameran penting ini mengembangkan reputasi Fabergé hingga skala internasional dan melahirkan pemesanpemesan aristokrat kelas dunia seperti negara-negara di Eropa, India dan daerah oriental lainnya.
Pada tahun 1898 Fabergé mempekerjakan lebih dari 700 pekria dan memiliki cabang di St Petersburg, Moskow, Kiev, Odessa dan London. Penggayaan karya Fabergé seperti halnya sebagian besar pekria lainnya pada abad ke 19, secara esensial merupakan penggabungan beberapa gaya. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari karya-karyanya yang ditujukan kepada Louis XIV, Louis XV dan Louis XVI dikerjakan sebaik karya desain masa Renaissance, Rusia kuno, Bizantium dan era klasik. Meskipun begitu dia masih dapat mengelaborasikan kesemua gaya dengan tetap menampilkan perhiasan dan elemen dekorasi berkarakteristik Fabergé. Penguasaan Fabergé dalam segi teknis pembuatan secara konvensional juga sangat baik dengan kreativitas yang bahkan jauh dari bayangan masyarakat umum ketika itu. Dia menggabungkan seluruh teknik tradisional seperti filigree, granulasi, ukiran dan enamel dengan peralatan mekanis tanpa menjadi pelayan dari mesin tersebut. Lebih jauh dia
36
mampu menonjolkan keindahan tradisi tanpa memedulikan perihal nilai intrinsik dari sebuah material tetapi hanya kepada efek visual yang dihasilkan pada setiap karyanya. 26
Gambar II.8
Salah satu karya masterpiece Fabergé yang melambungkan popularitasnya dalam skala Internasional. Telur Paskah emasnya ini pertama kali dipamerkan secara Internasional di Prancis pada tahun 1900. Sumber: Encarta Encyclopedi 2007
Karakteristik karya Fabergé juga tampak pada kecintaannya dengan batu berpotongan cabochon dan rose cut yang klasik. Fabergé berpendapat bahwa batu dengan potongan facet brillian cut sangat mencolok dan kasar sehingga dia kurang menyukainya. Kecenderungan estetis ini menginsiprasi para desainer perhiasan lain untuk lebih berani bereksperimentasi dan tidak terbatas pada pakem-pakem yang telah terbangun sebelumnya.
2.1.2.3 Perhiasan pada Periode Art Nouveau
Art Nouveau adalah gaya dalam seni rupa yang berlangsung pada awal abad ke 20, tepatnya 1880-1914 dengan karakteristik penggayaan yang mewah, mengalir, bentuk kurvilinear, dan sering menampilkan penggayaan flora pada desainnya. Munculnya Art Nouveau bisa dianggap suatu usaha bersama pertama untuk menciptakan gaya internasional moderen yang berbasis dekorasi. Tujuan terciptanya gaya ini adalah untuk menciptakan suatu bentuk karya seni yang sesuai dengan era baru. Suatu karya seni yang bisa diterapkan pada semua jenis seni visual. Seni-seni visual tersebut nantinya akan berjalan harmonis dan menjadi bagian dari suatu karya seni total dan sejalan dengan prinsip Art Nouveau yaitu unifikasi desain yang serupa. Art Nouveau lebih dari sekedar konsep perancangan. Lebih dari itu, Art Nouveau merupakan filosofi yang berusaha menghidupkan kejayaan kria dan sebagai bentuk usaha untuk menawarkan produk
26
Lihat The History of Jewel halaman 264
37
berkualitas pada publik. Art Nouveau sejatinya merupakan usaha untuk menjadikan mesin sebagai alat pemenuhan kebutuhan manusia, bukannya menggantikan posisi para ahli yang ada terdahulu.
Istilah Art Nouveau berasal dari nama sebuah toko di Prancis yang dipimpin oleh Siegfried Bing. Gaya baru yang dibawakan oleh Bing ini tidak serta merta sukses di Paris tetapi menyebar pesat di Brussel yang kemudian dikembangkan oleh Victor Horta dalam bentuk arsitektural. Pergerakan ini menyebar ke beberapa negara besar di Eropa meskipun dengan pelbagai macam istilah.
Di Jerman gerakan tersebut dikenal dengan nama Jugendstil (berasal dari nama majalah seni Die Jugend), di Austria menggunakan istilah Sezession (pemisahan diri), di Itali dikenal dengan sebutan Stile Liberty yang diambil dari nama toko terkenal di London dan istilah Juventud di Spanyol. Apapun sebutan yang ada di tiap daerah, temanya tetaplah sama, yaitu sebuah bentuk ekspresi penolakan kekerasan dan kekacauan yang ada pada abad-abad sebelumnya dengan penggayaan garis-garis dan hiasan ornamental yang bebas dan mengalir. Perubahan tersebut sangat mengejutkan, mengesankan dan di atas semua itu, perubahan ini benar-benar sesuatu yang baru.
Salah satu pencapaian penting dari pergerakan Art Nouveau ini adalah berdirinya kembali seni terapan. Walter Crane, seorang seniman, ilustrator dan anggota asosiasi William Morris asal Inggris mengatakan bahwa dia (Morris) ingin “menjadikan seniman kita seorang pekria dan begitu pula sebaliknya”.
Alfonse Mucha, seorang ilustrator, pematung, dekorator, desainer kostum panggung dan juga seorang pegrafis asal Prancis ini merupakan salah seorang seniman penting dalam pengembangan visual perhiasan periode Art Nouveau. Alfonse Mucha bekerja sama dengan Jacques Fouquet, seorang desainer perhiasan yang tertarik mewujudkan desain perhiasan yang indah dan mendetail pada karya-karya grafis Alfonse Mucha. Seperti seniman periode Art Nouveau umumnya, Alfonse Mucha juga banyak terinspirasi oleh penggayaan seni pramoderen dari Timur Tengah, Afrika dan Asia, khususnya Jepang dan Cina. 27
27
Majalah Jewellery edisi Januari-Februari 2003
38
Penggayaan seni kristiani seperti pemunculan simbol sinar suci aerola diatas kepala figur perempuan yang seringnya digayakan dengan setengah telanjang dan penggayan motif arabesque yang geometris juga muncul dalam karya grafis Alfonse Mucha. Perhiasan kolaborasi dua seniman tersebut yang paling terkenal adalah gelang tangan yang terinspirasi dari ilustrasi Mucha untuk pentas teater Sarah Bernhardt yang berjudul MEDEE di Paris di Theatre de la Renaissance.
Gambar II.9. Karya poster Alfonse Mucha yang diaplikasikan dalam bentuk perhiasan. 1.Poster MEDEE karya Alfonse Mucha 2.Detail gelang tangan yang tampil pada poster MEDEE 3.Perwujudan desain gelang tangan dari poster MEDEE Alfonse Mucha yang berkolaborasi dengan desainer perhiasan Prancis, Jacques Fouquet. Karya ini menunjukan pengaruh Art Nouveau yang terinspirasi dari gaya-gaya oriental khususnya Cina dan Jepang yang ketika itu tengah menjadi perhatian sebagian besar seniman Barat. Gelang berbentuk ular melingkar yang sedang memangsa seekor ikan ini merupakan gelang rantai yang menyatu dengan cincinnya. Gelang-cincin ini menggunakan material emas dengan hiasan enamel gradasi biru hingga turqoise, batu mirah delima dan berlian. Sumber : Majalah Jewellery edisi Januari-Februari 2003 halaman 70 Pelopor dalam arts and crafts movement adalah desainer Inggris, William Morris yang memulai pergerakan seni dan kria dimana merupakan awal dari lahirnya Art Nouveau beserta John Ruskin, seorang kritikus seni dan penulis asal Inggris. Morris terhubungkan dengan sekolah seni yang menggunakan metode pra Raphael, berteman dekat dengan Jones dan Rosseti tetapi tidak seperti mereka, Morris lebih memilih untuk bergerak dalam seni terapan. Dia membentuk perusahaan yang nantinya akan menjadi perusahaan dekorasi interior pertama.
39
Perhiasan pada era Art Nouveau ini merupakan bentuk revitalisasi seni perhiasan, dengan alam sebagai sumber inspirasi pokok yang dilengkapi dengan keahlian dalam bidang teknik baru seperti enamelling dan pelebaran wilayah material seperti opal dan batu semi mulia lainnya. Menyebarnya kesenian Jepang dan keahlian pandai besi Jepang membantu perkembangan tema dan pendekatan ornamen. Sejak dua abad sebelumnya, perhatian pembuatan perhiasan yang baik terpusat pada batu mulia khususnya intan, dan para pengrajin perhiasan terlalu terfokus pada penyediaan dan pemasangan batu mulia. Art Nouveau dalam hal ini menawarkan alternatif baru yang memposisikan pengrajin perhiasan sebagai desainer bukan sebatas pemasang batu mulia. Pengrajin perhiasan di Paris dan Belgia menegaskan posisi Art Nouveau dalam dunia perhiasan di mana kedua kota ini tampil sebagai pusatnya. Kritikus kontemporer Prancis ketika itu berpendapat bahwa perhiasan sedang mengalami perubahan yang radikal dengan René Lalique sebagai pelopornya. 28 René Jules Lalique tidak mengindahkan gaya-gaya sejarah, dia mengambil tema-tema dari bentuk tumbuhan, burung dan serangga. Lalique juga menegaskan pada desain dibandingkan perhitungan material, dia menggunakan enamel, gading, kaca, dan tanduk sesering penerapan batu semi mulia dan mulia. Karya desain perhiasannya yang dipamerkan di Pameran Universal Paris menegaskan bahwa karyanya tidak hanya sebatas perhiasan, tetapi juga elemen estetis dengan menggunakan enamel, gading atau tanduk. Karya Lalique dengan material kaca pada periode 1920-1930an yang dihasilkan di pabriknya sendiri merupakan salah satu lambang Art Nouveau yang dilanjutkan pada periode Art Deco dengan karakteristik permukaaan seperti es, menggunakan atau berlapis warna, memiliki kedalaman, penggayaan desain dan pola relief dengan teknik yang sempurna.
28
René Jules Lalique lahir di Ay, Marne, Prancis pada tanggal 6 April 1860 dan meninggal pada tanggal 5 May 1945. dia adalah seorang desainer yang sering menggunakan material kaca dan terkenal dengan karyakaryanya yang indah mulai dari botol parfum, vas, perhiasan, lampu hias, jam dan dikemudian hari dia membuat hiasan kap mobil. Perusahaan yang dibangunnya hingga kini masih beroperasi. Ketika berumur 16 tahun dia belajar dengan pembuat perhiasan asal Prancis, Louis Aucoc. Kemudian pada periode 18781880 dia belajar di Sydenham Art College di London, Inggris. Setelah kembali ke Prancis, dia bekerja kepada Aucoc, Cartier, Boucheron dan perusahaan perhiasan besar Prancis lainnya. Pada tahun 1882 dia menjadi desainer tidak tetap untuk beberapa rumah perhiasan terkemuka di Paris dan empat tahun kemudian dia mendirikan toko perhiasannya sendiri. (Sumber : Penulis dari pelbagai sumber)
40
Gambar II.10 Salah satu karya masterpiece René Lalique, sebuah hiasan kap mobil berbentuk ayam jantan dengan material kaca. Di Eropa ayam jantan kerap diasosiasikan dengan matahari karena kebiasaan ayam jantan yang berkokok ketika terbitnya matahari. Lebih jauh asosiasi tersebut mengantarkan ayam jantan sebagai sebuah keteraturan sepert halnya matahari yang selalu terbit dan tenggelam tepat waktu menyinari bumi. Sumber: www.wikipedia.org tanggal 18 Juli 2007 Setelah perang dunia I (1914-1918), mode rambut pendek menyebabkan hilangnya sisir dan hiasan rambut yang dulunya sangat terkenal. Fenomena ini menandakan pergerakan perhiasan dan mode ke arah yang lebih sederhana, maskulin dan ringan. Posisi sisir dan hiasan rambut kini digantikan dengan bros berbentuk tanda pangkat yang pada awalnya dikenakan oleh para prajurit sebagai simbol posisi mereka dalam dunia militer. Uniknya, bros berbentuk tanda pangkat tersebut ketika itu menjadi mode dan dikenakan oleh para perempuan dengan pelbagai permainan warna, bentuk dan penggayaan desain. Pada periode yang sama kotak perhiasan, jam tangan dan kotak rokok menjadi style (gaya). Logam yang berkesan ringan seperti platina, iridium dan palladium tampil sebagai material yang dipadankan dengan batu mulia serta pengembangan teknik casting (cetakan) menghasilkan desain dengan kecenderungan yang lebih sculptural dan penggunaan material yang lebih luas melahirkan pelbagai eksplorasi tekstur logam dan hasil akhir. Seperti halnya di zaman Renaissance, pelukis dan pematung juga turut mendesain perhiasan. Karya pelukis Perancis Georges Braque mengelaborasikan keindahan dan kemampuannya untuk digunakan sehari-hari. Perhiasan yang dihasilkan oleh pelukis Salvador Dali lebih mewah dan lebih merepresentasikan desain untuk desain itu sendiri dibandingkan perhiasan yang memiliki fungsi pakai. 2.1.2.4 Perhiasan pada Periode Art Deco (1920-1939) Art Deco adalah gerakan desain yang populer dari tahun 1920an hingga 1939 yang mempengaruhi perkembangan seni dekorasi lainnya seperti arsitektur, desain interior dan desain industri, seperti halnya desain grafis yang berdampak besar pada perkembangan
41
fashion, lukisan, seni grafis dan film. 29 Pergerakan ini merupakan gabungan dari beberapa aliran dan pergerakan seni pada awal abad ke 20 seperti konstruktivisme, kubisme, Modernisme, Bauhaus, Art Nouveau, dan Futurisme. Puncak kepopuleran gaya ini adalah pada tahun 1920-an. Meskipun banyak gerakan seni yang memiliki akar berbasis politik dan filosofis, Art Deco merupakan aliran bertujuan murni dekorasi. Pada masa itu, Art Deco tampil sebagai sebuah gaya yang elegan, fungsional dan juga sangat moderen. Setelah pameran besar yang diselengarakan pada tahun 1990, banyak seniman Prancis bergabung dalam sebuah komunitas bersama yang bernama La Société des artistes décorateurs. Pendirinya adalah Hector Guimard, Eugène Grasset, Raoul Lachenal, Paul Follot, Maurice DufRené, and Emile Decour. Mereka memberikan pengaruh besar dalam peletakan dasar Art Deco secara keseluruhan. Komunitas ini bertujuan untuk melegitimasi posisi Prancis sebagai negara yang unggul dalam seni dekorasi dan menampilkan perkembangan Art Deco antar bangsa. Praktis komunitas inilah yang mengadakan pameran internasional seni dekorasi dan industri moderen, yang menampilkan perkembangan seni dan bisnis di Prancis. Seniman Rusia Vadim Meller memperoleh penghargaan medali emas karena desain sainsnya. Awalnya pergerakan ini disebut sebagai gaya moderen. Istilah Art Deco lahir dari pameran 1925 berjudul Les Exposition Internationale des Arts Décoratifs et Industriels Modernes (Pameran Internasional seni Dekorasi dan Industri Moderen). Meskipun istilah tersebut tidak resmi digunakan hingga diungkapkan secara tegas oleh Bevis Hillier pada bukunya yang berjudul Art Deco periode 1920-1930 tahun 1968. pada musim panas 1969, Hillier berkeinginan untuk mengadakan pameran yang bertajuk Art Deco di Minneapolis Institute of Arts yang berlangsung pada bulan Juli-september 1971. Ketertarikan pada Art Deco dikemudian hari memuncak seiring dengan dipublikasikannya buku The World of Art Deco pada tahun 1972 yang merupakan catatan dan rekaman dari pameran tersebut. Seperti pendahulunya yaitu Art Nouveau, Art Deco memiliki karakter ekletik, yang memadukan berbagai jenis kesenian dan berkomitmen untuk menciptakan gaya moderen yang didasari bahasa dekoratif yang telah direvitalisasi. Gerakan Art Deco lahir dari upaya menentang kemapanan Art Nouveau.
29
Encarta dictionary 2007
42
Art Nouveau mulai kehilangan pamor pada tahun-tahun setelah PD I. Meningkatnya iklim politik konservatif menyebabkan Art Nouveau dipandang sebagai suatu kemunduran, terlalu detail dan lebih jauh dianggap gagal memenuhi kebutuhan gaya nasional moderen di Perancis. Salah satu prasyarat dalam pameran Exposition Internationale des Arts decoratifs et Industriels Modernes di tahun 1925 adalah objek yang dipamerkan harus sesuatu yang moderen, sehingga manifestasinya adalah meniadakan objek yang bergaya Art Nouveau. Pada awal 1912, salah seorang veteran Art Nouveau di Prancis yang juga seorang dekorator, Paul Follot, menyadari perlunya memperbaharui tradisi dan mengadaptasi desain yang sesuai dengan era mesin. Dia pun merancang satu set peralatan makan dengan motif karangan bunga. Hasil karyanya tersebut dipamerkan tahun itu juga di Salon d’Automne. Follot meninggalkan kesan pucat dari Art Nouveau dan menggantinya dengan pewarnaan yang cerah dan hidup, yang dipengaruhi oleh grup Fauves 30 . Art Deco juga bersumber dari hal-hal lain, seperti konvensi piktorial dari seni moderen, tidak hanya fauvisme, namun juga kubisme, futurisme dan konstruktivisme. Art Decopun sebenarnya tidak meninggalkan tradisi secara keseluruhan. Gaya-gaya historik seperti pahatan Yunani dan Neo klasik di Perancis, Afrika, dan penemuan arkeologis makam Tutankhamun oleh Howard Carter di Mesir tahun 1922 yang membangkitkan hasrat terhadap semua yang berbau Mesir dimana semuanya itu penting bagi perkembangan Art Deco. Meskipun pembuatan perhiasan pada era perhiasan moderen lebih banyak didesain dan dihasilkan oleh perusahaan besar, tradisi kerajinan perhiasan masih kental di Skandinavia dan Amerika, dimana perak, batu semi mulia, tembaga yang dikerjakan secara konvensional serta penggunaan material dengan harga yang lebih murah masih umum digunakan. Material plastik terkadang digunakan pada perhiasan murah. Toko seni dan kerajinan memproduksi banyak sekali pilihan dengan desain naturalistis dan abstrak yang diterapkan pada cincin, gelang tangan, anting, kalung dan bros. Meskipun perhiasan pada abad ke 19 dan awal abad 20 biasa digunakan oleh perempuan, pada akhir abad 20 beberapa lelaki mengenakan perhiasan seperti rantai kalung, gelang dan anting. 30
Fauves dalam bahasa Prancis berarti binatang liar. Nama grup tersebut diciptakan oleh seorang kritikus seni dari Perancis, Louis Vauxcelles untuk meggambarkan sekelompok pelukis muda, termasuk Hanri Matisse (yang dianggap sebagai pemimpin grup tersebut) dan Andre Derain. Kedua seniman tersebut mempertunjukkan hasil lukisan mereka untuk pertama kalinya di Paris di Salon d’Automne pada tahun 1905. Dikemudian hari istilah Fauvisme tersebut mengindikasikan sebuah perkembangan seni lukis Barat yang mengarah pada kebebasan ekspresi.
43
2.1.2.5 Perhiasan periode Paska Perang Dunia II
Periode awal paska perang dunia II menorehkan banyak pencatatan sejarah penting dalam pengembangan desain perhiasan. Desain perhiasan ke arah moderen ini umumnya diusung oleh para seniman yang juga berprofesi sebagai desainer perhiasan. Pergerakan perhiasan ke arah moderen dimulai pada akhir tahun 1940-an dan meningkat pada akhir perang dunia II dengan minat baru pada perhiasan kearah seni dan pemenuhan kebutuhan estetis. Pergerakan ini dipelopori oleh Georg Jensen (1866 – 1935), seorang desainer perhiasan asal Skandinavia yang mengembangkan konsep perihal seni yang dapat dikenakan (wearable art) atau kerap pula dikenal dengan istilah sculpture to wear. Munculnya material-material baru seperti plastik, Precious Metal Clay (PMC) dan pelbagai penemuan teknik pewarnaan logam mengarahkan perkembangan perhiasan pada pelbagai penggayaan yang eksperimental.31
Gambar II.11 Georg Jensen dan contoh karya-karya perusahaannya 1.Potret diri Georg Jensen 2.Bros dengan material perak karya Henning Koppel tahun 1950an untuk perusahaan perhiasan Georg Jensen. Karya ini menggunakan material perak (925) yang dielaborasikan dengan enamel. Karya dengan penggayaan abstrak ini merupakan sesuatu yang baru dalam sejarah perhiasan ketika itu 3.Gelang tangan perak karya Georg Jensen. Gelang ini menggunakan joint system antara satu unit dengan unit lain seperti yang umum ditemukan pada rantai. Setiap unit gelang tangan ini menggunakan bentuk abstrak yang geometris. Sumber : www.wikipedia.org dan www.modernity.com George Jensen bekerja sama dengan Vivianna Torun (1927-2004) seorang desainer perhiasan kelahiran Malmo, Swedia yang sejak pertengahan tahun 1950-an menjadi salah seorang desainer andalan di perusahaan Georg Jensen karena mereka menemukan 31
www.wikipedia.org/jewelry
44
kecintaan yang sama dengan material perak. Torun dianggap sebagai desainer perhiasan yang paling berpengaruh pada periode paska PD I, bahkan karya-karya perhiasan awalnya pada periode 1950-an mereguk kesuksesan instan di Paris, tempat dimana dia kala itu menetap.
Karakteristik perhiasannya yang menggunakan bentuk-bentuk asimetris mengalir dan sculptural yang diaplikasikannya pada material perak dengan padanan material seperti koral, batu kristal, moonstone dan kuarsa. Kecenderungannya pada bebatuan semi mulia dibandingkan batu mulia seperti intan memberikan penggayaan baru pada perhiasan dunia. Daftar pelanggan konsumen Torun adalah sederetan tokoh-tokoh terkenal pada masa itu di Paris seperti Pablo Picasso, Brigitte Bardot, Ingrid Bergman dan Billie Holiday. Mereka umumnya terpesona dengan desain inovatifnya yang kental dengan bentuk sculptural dan mengikuti kontur tubuh pemakainya.
Gambar II.12 Vivianna Torun dan beberapa karyanya yang dia buat untuk perusahaan perhiasan Georg Jensen 1. Potret diri Vivianna Torun 2. Karya jam tangan perempuan yang merupakan karya pertama Vivianna Torun di bawah perusahaan ini. 3. Cincin dengan penggayaan garis streamline, menampilkan kesan ringan serta menonjolkan sifat material. Cincin ini menggunakan batu semi mulia, yaitu batu kuarsa. Torun memang lebih menyukai batu semi mulia dibandingkan batu mulia karena menurutnya dapat diaplikasikan lebih ekspresif dan jujur. Sumber: www.modernity.com tanggal 6 september 2007 Seperti halnya Torun, Georg Jensen mulanya mendesain perhiasan untuk orang-orang yang menghargai keindahan dan lebih menekankan pada keindahan objek dibandingkan material mahal. Desain pertama Torun di bawah naungan perusahaan Jensen adalah jam tangan pada tahun 1962. Desain inovatif ini menampilkan garis-garis sederhana yang
45
memiliki konsep jam tangan perempuan yang sederhana dengan garis streamline dan bebas yang direpresentasikan dengan kedua ujung jam tangan yang tidak bertemu. Menurutnya jam tangan yang terlalu mengikat merepresentasikan borgol yang identik dengan kekangan.
Selama periode 1960an Torun menetap di Biot, Paris. Dia mendirikan studionya dengan beberapa asisten. Periode ini adalah salah satu dari periode paling produktif Vivianna Torun, baik yang diproduksi berdasarkan pesanan yang ketika itu sangat banyak maupun karya-karya yang bersifat eksperimental. Banyak pengrajin perak Swedia yang datang ke Biot untuk belajar kepadanya, diantara mereka terdapat Urban Bohlin dan Bengt Liljedahl. Pada tahun 1978 Torun membangun workshop barunya di Indonesia. Disana dia berusaha melebarkan sayapnya ke tekstil, keranjang dan lampu disamping tetap menghasilkan karya-karya perhiasan. Dia menerima banyak sekali penghargaan desain selama perjalanan karirnya yang panjang dan berpameran di berbagai belahan dunia selama lebih dari 50 tahun. Meski pernah mengalami periode Indonesia dan bahkan pada tahun 2004 meninggal di sini, tidak terdapat catatan sejarah perihal hal-hal yang telah dia lakukan dalam upaya mengembangkan perhiasan Indonesia
Di Amerika, seorang pematung moderen bernama Alexander Calder kerap disebut-sebut sebagai tokoh penting dalam perjalanan sejarah perhiasan moderen di Amerika. Alexander Calder dianggap seorang pelopor pergerakan perhiasan ke arah moderen. 32 Karya-karya perhiasan Calder memiliki karakteristik berukuran besar serta menggunakan lengkungan kawat sebagai ekspresi garis. Subjek yang ditampilkan dalam perhiasannya cenderung abstraksi dari flora dan fauna, bahkan ada beberapa yang non-representasional.
Gambar II.13 Kinetic art karya Alexander Calder yang berjudul “Red Mobile” (1956) Sumber : www.wikipedia.org/alexander_calder.com (25 Desember 2007) 32
Greenbaum, Toni. Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960. The Lake St. Louis Historical Society, Montreal. 1996 page 29
46
Selain itu penggayaan wire jewelry yang dominan pada karya-karya Calder menghidupkan kembali penggunaan teknik wire wrap jewelry dalam dunia perhiasan. 33 Alasan Calder mengembangkan teknik pembuatan perhiasan ini karena adanya kesamaan filosofi teknis dimana keduanya sama-sama tidak menggunakan teknik pematrian serta proses pemanasan lainnya. Sebagai gantinya, dia lebih mengandalkan sistem lilitan atau tumpuan kawat. Penggayaan perhiasan-perhiasan Calder ini memberikan pengaruh yang besar pada desainer perhiasan lainnya ketika itu, khususnya desainer perhiasan Amerika. 34
Gambar II.14 Alexander Calder beserta contoh wire jewelrynya. 1 : Figur Alexander Calder 2 : Wire Pendant dengan permukaan datar. Pendant dengan material kuningan ini dibuat pada tahun 1940 3-4 : Bros kuningan dan perak ini menunjukkan karakteristik perhiasan kontemporer yang menonjol. Kedua bros ini diproduksi pada tahun 1940-an Sumber: www.wikipedia.org/alexander_calder dan Greenbaum, Toni. Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960. The Lake St. Louis Historical Society, Montreal. 1996 page 51 and 49 Banyaknya desainer perhiasan moderen yang berangkat dari pelukis atau pematung menyebabkan masuknya unsur penggayaan seni moderen pada perhiasan karya-karya mereka. Gerakan perhiasan moderen di Amerika dipelopori oleh sekumpulan seniman yang kecewa dengan kondisi sosial paska perang dunia II ini berhasrat untuk mengadakan perubahan sosial melalui bentuk seni yang paling personal, yaitu perhiasan. Penggunaan material organis maupun non organis dengan nilai ekonomis rendah banyak dilakukan oleh desainer perhiasan moderen Amerika ini. Secara umum mereka menolak 33
Wire wrap jewelry yang merupakan teknik konvensional pembuatan perhiasan masyarakat Sumeria ini diperkirakan muncul bersamaan dengan ditemukannya teknik pembuatan rantai kalung. 34 ibid, page 50
47
penggunaan batuan mulia sebagai respon filosofis atas elitisme yang dibangun oleh asosiasi perhiasan dan batu mulia konvensional ketika itu. Gerakan serupa juga dilakukan oleh desainer perhiasan moderen lainnya seperti Vivianna Torun dan Georg Jensen seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Gambar II.15 Beberapa karya desainer perhiasan Amerika yang mendapat pengaruh dari karya-karya perhiasan Alexander Calder. 1 : Bros perak karya Ed Levin dengan material perak, amber, kayu hitam (ivory) dan gading (1952) 2 : Sepasang Dangle Earring dari kuningan karya Harry Bertoia (1948) 3 : Bros dengan material perak, earthenware dan gabungan kaca karya Elsa Freund (1960) 4 : Bros dengan judul Abacus ini menggunakan perak, batu tourmaline, kecubung dan beryl (1950). Sumber : Greenbaum, Toni. Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960. The Lake St. Louis Historical Society, Montreal. 1996 page 129, 60,116 and 155 Selain Calder, di daerah Bay, Amerika muncul desainer perhiasan bernama Margaret de Patta yang kemudian memberikan pengaruh besar dalam penggayaan desain para desainer perhiasan lainnya di Amerika. Margaret bersama Peter Macchiarini, Merry Renk, Irena Bynner dan beberapa praktisi perhiasan lainnya mendirikan San Fransisco Metal Arts Guild (MAG). Organisasi ini bertujuan untuk memfasilitasi kebutuhan perkembangan pemindaian logam baik dari segi keterampilan maupun bisnis pemasaran di Kalifornia Utara. Desainer-desainer perhiasan yang tergabung dalam organisasi ini umumnya mendesain perhiasan yang kental dengan tendensi konstruktivisme seperti halnya De Patta.
Pernyataan Margaret de Patta dalam buku Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960 menegaskan karakteristik yang menurutnya harus ada dalam setiap perhiasan kontemporer :
48
“Contemporary jewelry must characterize our times with its emphasis on space and structure, strong light, open forms, cantilever, floating structures and movements:” 35 “Perhiasan kontemporer haruslah menampilkan karakteristik masa kini dengan penekanannya akan ruang dan struktur, pencahayaan yang kuat, bentuk-bentuk terbuka, menopang, serta dengan gerak dan struktur yang mengalir” Pernyataan di atas menunjukkan obsesi De Patta pada ilusi dan peningkatan ruang. Dia memfokuskan pengembangan perhiasannya pada eksplorasi visual non representasional dan konsep ruang pada perhiasan. Pernyataan di atas juga merupakan upaya De Patta memberi batasan pengembangan perhiasan kontemporer Amerika melalui lima hal yang dianggapnya mampu mengantarkan desainer pada desain perhiasan yang kontemporer. Lima hal tersebut adalah melalui refleksi, refraksi, penggandaan, distorsi dan komposisi asimetris pada perhiasan. 36
Gambar II.16 Anting Pendant karya Margaret de Patta (1955). Anting berbentuk asimetris ini menggunakan material logam campurak emas putih perak dan batu kuarsa. Sumber : Greenbaum, Toni. Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960. The Lake St. Louis Historical Society, Montreal. 1996 page 67 Pengaruh dari perubahan sosial dan budaya Barat juga berdampak pada perkembangan perhiasan, seperti penggayaan atribut perang seperti tanda pangkat dengan dominasi warna hijau yang mendominasi perhiasan perempuan di Barat pada periode perang dunia I atau penggayaan perhiasan yang serba berkilau, atau umum dikenal dengan istilah “bling-bling style” yang dipopulerkan oleh penyanyi hip-hop dan Rythm and Blues pada 35
Greenbaum, Toni. Messengers of Modernism: American Studio Jewelry 1940-1960. The Lake St. Louis Historical Society, Montreal. 1996 page 36 yang merupakan kutipan dari katalog pameran retrospektifnya pada tahun 1976. 36 Ibid page 36
49
awal abad ke 21. Pada era komunikasi ini pelbagai macam aspek perkembangan dan pengaruh dari beberapa budaya dan periode yang berbeda menghasilkan perhiasanperhiasan yang eklektik dan unik.
2.1.3
Dampak Perkembangan Perhiasan ke Arah Moderen di Barat pada Perhiasan Indonesia
Lembaga pendidikan baik formal maupun informal dan dunia profesi merupakan dua pihak yang saling membutuhkan. Pada satu sisi lembaga pendidikan dapat memfasilitasi kebutuhan dunia profesi akan generasi-generasi baru untuk melanjutkan regenerasi para profesional dibidangnya. Lebih jauh lembaga pendidikan juga berperan sebagai labotarium eksperimen dan pendidikan baik dari segi teknis maupun non teknis sehingga perlahan-lahan terbangun sebuah konstruksi yang melengkapi kebutuhan dunia profesional. Di pihak lain dunia profesi dapat memberikan masukan pada lembaga pendidikan agar dapat berfungsi maksimal.
Jika di negara-negara maju seperti Italia atau Prancis terdapat pelbagai lembaga pendidikan formal setingkat sarjana hingga doktoral maupun lembaga pendidikan informal seperti pelbagai workshop dan kursus yang secara khusus mempelajari dunia desain perhiasan, di Indonesia hingga kini pendidikan formal perihal perhiasan pada tingkat perguruan tinggi masih sangat minim. Fasilitas pendidikan lembaga pendidikan perihal perhiasan di Indonesia lebih banyak hadir pada tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK), sedangkan pendidikan setingkat perguruan tinggi hingga kini masih berada di bawah lingkup mata kuliah mayor kriya logam dengan kurang dari 5 SKS dari seluruh program strata satu. 37
Kendala untuk mendirikan lembaga pendidikan formal dengan pendidikan mayor perhiasan logam dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Kendala pertama adalah mahalnya material logam mulia dan batu mulia sebagai bahan praktek. Alternatif solusi untuk menggunakan material logam yang lebih murah juga tidak menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas mengingat setiap logam memiliki sifat, karakteristik dan penanganan yang berbeda dan hanya dapat dipahami melalui serangkaian eksperimen dan praktik 37
Berdasarkan pelbagai situs perguruan negeri seni rupa di Indonesia seperti ISI Denpasar, ISI Surakarta dan ISI Yogyakarta.
50
lapangan. Kendala lainnya juga dilatarbelakangi mahalnya biaya yang diperlukan untuk peralatan dasar studio pembuatan perhiasan, baik untuk pengolahan logam maupun membentukan dan pemasangan batu yang diaplikasikan pada perhiasan.
Pengajaran perihal perhiasan secara formal di Indonesia lebih banyak dilakukan dalam tingkat SMK yang lebih cenderung merujuk pada penguasaan keterampilan teknis dibandingkan pemahaman akan sistem perencanaan dan perancangan. Kecenderungan ini lebih mengarahkan pada anak didiknya sebagai pekerja terampil, bukannya membentuk mental seorang desainer perhiasan yang menguasai perihal proses perancangan, produksi, serta kejelian dalam melahirkan inovasi-inovasi desain sebagai beberapa aspek yang seyogyanya dimiliki seorang desainer. Kecenderungan lembaga pendidikan dalam tingkat SMK yang lebih banyak menghasilkan pekerja terampil juga dilatarbelakangi tingkat umur beserta perkembangan psikologis, mental dan pola pikir anak didiknya yang masih berada dalam tahapan belia (15-17 tahun) sehingga bobot satuan mata pengajaranpun disesuaikan dengan kondisi perkembangan psikologisnya.
Baru beberapa tahun ini di Universitas Kristen Maranatha, Bandung terdapat sebuah mata kuliah pilihan Jewelry dengan bobot 3 SKS yang berada di bawah departemen desain dan juga fashion. Kelas yang hanya memiliki seorang dosen, Yannadiah Kusumawati yang sekaligus praktisi desainer perhiasan inipun belum memiliki ruang khusus sehingga dalam waktu kurang dari setahun peralatan pemindaian logam yang sangat mahal tersebut beberapa kali rusak dan harus diperbaiki. Kelas ini tidak hanya mengajarkan teknik pembuatan perhiasan namun lebih jauh juga mengajarkan proses merancang perhiasan dan mengembangkan mental seorang desainer.
Lembaga pendidikan non formal lain dapat pula ditempuh dengan mengikuti pelbagai kursus dan workshop serta kerja magang di perusahaan perhiasan ataupun di sentra-sentra pengrajin perhiasan. Sifat perusahaan perhiasan di Indonesia yang sebagian merupakan perusahaan keluarga yang turun-temurun sehingga tidak menawarkan jenjang karir yang baik kepada seorang desainer perhiasan muda untuk berkembang. Alternatif lain yang memungkinkan untuk perkembangan seorang desainer perhiasan muda adalah mendirikan perusahaan perhiasan sendiri baik dalam skala kecil menengah maupun skala besar. Kendati demikian alternatif ini membutuhkan modal yang tidak sedikit mengingat
51
besarnya ongkos produksi dan resiko bsinis yang membutuhkan pemahaman akan manajemen serta pasar yang baik.
Meskipun masih minimnya institusi formal desain perhiasan di Indonesia, terdapat beberapa nama desainer perhiasan Indonesia yang telah memiliki pengakuan bertaraf internasional. Beberapa diantaranya adalah Runi Palar, Desak Nyoman Suarti,Yannadiah Kusumawati, Delia Von Routy, Franky Wongkar, Linda Spiro dan putrinya Kunang Andries. Kondisi tersebut salah satunya dilatarbelakangi keadaan dunia yang kini tengah berada dalam era komunikasi sehingga memperpendek perkembangan dan pengaruh dari negara belahan dunia manapun. Hal yang tak kalah penting dalam upaya melestarikan perhiasan Indonesia juga karena begitu pentingnya peran perhiasan dalam ranah masyarakat Indonesia sebagai upacara ritual sehingga menguntungkan bagi sentra-sentra pengrajin perhiasan untuk tetap melanjutkan usahanya.
Linda Spiro yang berasal dari periode yang sama dengan Runi Palar adalah putri dari pasangan desainer perhiasan Fritz, pelopor industri perhiasan di Indonesia dan Joyce Spiro, seorang desainer busana terkenal pada zamannya. 38 Putri Linda spiro, Kunang Andries dikemudian hari juga bergelut dalam bidang yang sama. Setelah mengenyam pendidikan strata 1 di Central Saint Martin College of Arts and Design, London pada tahun 1998 Kunang mendapatkan kesempatan bekerja di Mikimoto Pearl, Sebuah perusahaan perhiasan yang meraih posisi di dunia internasional sebagai periset dan pelopor pembudidayaan mutiara pada tahun 1925.
Bersamaan ketika Kunang bekerja di Mikimoto, dia juga mengambil pendidikan perihal bebatuan mulia di Fellowship Gemmological Association di London (setaraf dengan GIA di Amerika Serikat). Barulah pada tahun 2003, perempuan yang pernah memperoleh penghargaan Sir John Cass Award dari Inggris pada tahun 1998 ini membuka butik perhiasan dengan label dan konsep baru yang diusungnya dengan nama Fir’fli Iluminati. Selain Kunang, Franky Wongkar adalah salah seorang desainer perhiasan Indonesia keturunan Cina yang sempat magang di perusahaan perhiasan internasional terkemuka seperti Cartier sebelum akhirnya membuka perusahaan sendiri yang memfokuskan diri pada penyediaan cincin pernikahan dan kebutuhan pernikahan lainnya.
38
www.wikipedia.org/kunang_andries
52
Beberapa desainer perhiasan Indonesia seperti halnya yang terjadi di Amerika pada periode paska perang dunia II sebelumnya adalah praktisi seni, baik dalam bentuk seni rupa maupun seni tari. Meskipun begitu banyak pula desainer perhiasan Indonesia yang berangkat tanpa latarbelakang seni apapun, melainkan diperoleh secara otodidak. Beberapa desainer perhiasan yang berangkat dari lingkup seni adalah Runi Palar dan Desak Nyoman Suarti yang akan dibahas mendetail pada bab selanjutnya serta Yannadiah Kusumawati, Kunang Andries dan Franky Wongkar.
Yannadiah Kusumawati sebelumnya sempat mengenyam pendidikan formal Desain Interior program sarjana di ITB, Bandung sebelum memfokuskan diri sebagai desainer perhiasan. Di institusi formal tersebut, Yannadiah juga mendalami teknik-teknik mematung yang berguna dalam praktik pembuatan perhiasannya. Yannadiah kemudian melanjutkan pendidikan formalnya di Colorado State University, Amerika Serikat dengan program mayor metalsmith (logam).
Gambar II.17 Anting dan tusuk rambut karya Yannadiah Kusumawati. 1.: Anting ini menggunakan material tembaga dan kuningan. Kelihaian menghadirkan kesan natural dengan material logam tampak jelas pada sampel ini 2.: Tusuk konde dari material kuningan. Tusuk konde bergaya Art Nouveau ini menampilkan komposisi asimetris dengan garis kurvilinear yang lembut dan mengalir. Sumber : Dokumentasi Rilies Kelviana Pada tahun 1996 Yannadiah Kusumawati mulai merintis bisnis perhiasannya di Indonesia dengan studio yang bertempat di Bandung. Dari segi desain, pemilik Yanna Jewelry ini lebih banyak menghasilkan perhiasan dari material kuningan atau tembaga, meskipun dia juga kerap menghasilkan perhiasan bermaterial logam mulia seperti perak dan emas. Dalam membuat perhiasannya, Yanna sering menghadirkan bentuk-bentuk dari alam seperti daun dan bunga. Karakteristik perhiasan Yanna yang menonjol adalah
53
kelihaiannya menciptakan permainan volume perhiasan sehingga tampak sangat natural dan hidup.
Selain Yannadiah Kusumawati, adapula Selly Sagita yang membuka gerainya di Yogyakarta dengan nama Borobudur Silver. Selly Sagita memulai bisnisnya pada tahun 1989 dengan penggayaan desain perhiasan yang sederhana namun tetap menonjolkan karakteristik perhiasan khas Yogyakarta seperti penggunaan teknik filigree, granulasi dan oksidasi atau umum dikenal dengan istilah perak bakar. Selly Sagita adalah salah seorang desainer perhiasan Indonesia yang kerap memenangkan kompetisi desain perhiasan baik dalam skala nasional maupun Asia Tenggara.
Gambar II.18
Bros perak karya Selly Sagita Sumber : www.borobudur-silver.com (27 Desember 2007)
Pada periode yang lebih baru muncul Reni Feby, seorang desainer perhiasan berlatar belakang pendidikan formal Hukum, Universitas Indonesia. Seperti industri perhiasan kecil menengah di Indonesia umumnya, perusahaan kecil menengah yang berdiri pada tahun 2000 ini merupakan perusahaan keluarga. Pada tahun 2005 dia berhasil memperoleh bantuan dari pemerintah Belanda berupa pengiriman tenaga ahli untuk selanjutnya melatih para pengrajinnya yang telah mencapai 100 orang ketika itu. Mareike Baker adalah pakar desainer yang dikirim pemerintah Belanda dengan pengalaman bekerja di bawah bendera Tiffany & Co, sebuah perusahaan perhiasan terkemuka di Amerika. Marieke terpesona dengan keterampilan yang dimiliki oleh para pengrajin perhiasan Reny Feby pada umumnya dan pengrajin Indonesia pada khususnya.
54
Gambar II.19 Beberapa desain perhiasan karya Reny Feby yang menonjolkan pemakaian bebatuan mulia berkesan mewah dan tegas 1 : Bros emas dengan batu kecubung dan intan bergaya klasik moderen. 2 : Gelang besar (bangle) emas dengan penggayaan desain yang tegas dan menonjolkan permainan warna dari refraksi pada batu mulia dan logam emas. 3 : Bros bergaya klasik moderen ini menggunakan pelbagai jenis batu dengan permainan komposisi warna sehingga menghasilkan kesan mewah dan elegan 4 : Bros dengan nuansa lembut ini didominasi dengan penggunaan batu berwarna merah muda dan transparan. Sumber : Majalah Kriya no.03-Agustus 2006 halaman 92-93 Karakteristik perhiasan istri Okkeu Rachmat Solichin ini tampak dari penggayaan desain yang cenderung klasik moderen, tegas serta perpaduan warna-warna kontras. Penggayaan desain seperti ini adalah penggayaan perhiasan yang digemari oleh masyarakat kelas atas di Indonesia sehingga daftar pelanggan Reny Feby dipadati oleh sejumlah isteri pejabat hingga Ibu Ani Bambang Yudhoyono, Ibu Negara RI. Pengakuan masyarakat Indonesia dari kalangan atas ini juga tampak dari pemesanan mahkota Putri Indonesia selama dua tahun berturut-turut. 39 Selain di Indonesia, Reny Feby yang kerap menggunakan bebatuan Indonesia ini juga memiliki sasaran konsumen di beberapa negara Asia seperti di Kuala Lumpur, Malaysia dan Hongkong.
Di Bali terdapat pula seorang desainer perhiasan bernama Delia von Routy. Karakteristik desain perhiasan Delia von Routy yang detail, tak lekang oleh waktu serta pemilihan material yang unik menjadi kekuatan pada desain perhiasannya. Delia yang pada awal 2008 mendatang akan berpameran di Roma bersama dengan Franky Wongkar dalam upaya memperkenalkan budaya Indonesia di Eropa ini telah memiliki gerai tetap di beberapa negara maju seperti Zurich, Geneva, New York dan Milan. 40 Perempuan yang
39
Tercatat makhota putri Indonesia X (2005) dan XI (2006) dirancang oleh Reny Feby (sumber: www.hanya_wanita.com, 26 Desember 2007) 40 www.delaivonrouty.com ( 27 Desember 2007)
55
merupakan salah satu pengurus Mutu Manikam ini bersama dengan yayasan tersebut berupaya untuk mendidik lebih dari 100 pengrajin dan desainer perhiasan Indonesia agar siap bersaing dalam kancah perdagangan Internasional.
Gambar II.20 Bros perak rancangan Delia von Routy. Sumber : www.deliavonrouety.com ( 27 Desember 2007) Selain desainer Indonesia, terdapat pula desainer perhiasan luar yang berusaha mengangkat budaya Indonesia pada karya-karya perhiasannya. John Hardy adalah seorang desainer perhiasan asal Kanada yang secara konsisten meminjam budaya-budaya Indonesia lantas menterjemahkannya dalam penggayaan desain perhiasannya. Tahun 1975 adalah tahun yang penting bagi John Hardy, karena pada tahun inilah dia datang mengunjungi pulau Bali. Di pulau yang kemudian menjadi pusat studio pembuatan desain perhiasannya inilah John Hardy belajar teknik pemindaian logam konvensional dari para pengrajin setempat.
Pencitraan pulau Bali yang oleh para orientalis dianggap sebagai tempat eksotis dan cenderung tribal ini direpresentasikannya dalam karya-karya perhiasannya. Karya-karya perhiasan John Hardy yang memiliki karakteristik tegas, elegan dan mewah ini mereguk sukses besar di dunia Internasional melalui penggayaan tradisi dan budaya Indonesia seperti penggunaan motif kawung pada gambar II.21 di bawah.
56
Gambar II.21 Cincin dengan material emas 22 karat ini menggunakan motif kawung Sumber : www.lixus.com (26 Desember 2007) John Hardy yang kini memiliki majalah perhiasan berkantor pusat di Prancis bernama Bijoux (dalam bahasa Prancis berarti perhiasan) ini selain menggayakan motif kawung dalam perhiasannya juga menampilkan ragam budaya Indonesia lainnya, baik melalui pencitraan maupun dari penggunaan dan pengembangan motif Indonesia. selain cincin dengan motif kawung di atas, John Hardy juga menghadirkan motif-motif Batak, Dayak dan beberapa ragam hias Nusantara lainnya.
57
Tabel II.3
Perkembangan Perhiasan Indonesia Paska Kemerdekaan (1945-2007)
Periode dan Kejadian Penting Periode Orde Baru Naiknya presiden Soeharto menggantikan Presiden Soekarno merupakan titik peralihan dari orde Lama ke orde Baru. Lamanya Presiden Soeharto memegang tampuk kepemimpinan menyebabkan berjalannya program pembangunan berkelanjutan jangka panjang meskipun tidak merata. Pada tahun 1998 terjadi krisis moneter yang melemahkan kembali kria perak Kotagede, namun situasi tersebut tidak berlangsung lama. Perkembangan Desainer Perhiasan (1970-2007) Meskipun di Indonesia belum ada perguruan tinggi yang secara khusus bergerak dibidang desain perhiasan, perkembangan informasi dan komunikasi di pelbagai belahan dunia melahirkan banyaknya desainer-desainer lokal Indonesia dengan berbagai latar belakang pendidikan formal yang bergerak di bidang perhiasan. Para desainer tersebut menyadari pentingnya karakteristik yang membedakan perhiasannya dengan perhiasan lain sehingga mengarah pada eksperimentasieksperimentasi yang pada akhirnya membawa warna baru pada perhiasan Indonesia.
Ornamen dan Teknik yang Berpengaruh
Penggayaan pada Perhiasan
Kria perak Kotagede melanjutkan kembali pengembangan desain dan teknik yang sempat memuncak pada masa diberlakukannya politik etis.
Keterangan Perhiasan
Salah satu koleksi dari Tom’s silver, sebuah perusahaan perak yang telah turun-temurun di Kotagede, Yogyakarta. Kalung ini mengembangkan motif parang yang disederhanakan. Terlihat kecenderungan streamline, permainan komposisi dan harmoni serta penggayaan clean cut pada perhiasan ini, yang merupakan ciri dari perhiasan moderen.
Perhiasan Tradisional Meluasnya sasaran konsumen perhiasan melahirkan pelbagai penggayaan teknik dan ornamen yang menjadi tiap desainer. Meskipun begitu terdapat beberapa garis besar, yaitu : 1. Perhiasan Tradisional 2. Perhiasan Moderen yang mengacu perkembangan Barat 3. Perhiasan yang menggabungkan nilai lokal Indonesia dengan perkembangan desain perhiasan dunia.
Subang karya Partini Djajadiningrat yang mengulang penggayaan perhiasan tradisional. Eksekusi desain ini juga dilatarbelakangi sasaran konsumennya yaitu perempuan paruh baya yang lebih nyaman menggunakan desain-desain yang klasik dan elegan Perhiasan Moderen yang mengacu perkembangan Barat
Munculnya kecenderungan pada perkembangan moderen Barat di Indonesia juga tampak pada perhiasan. Cincin karya Reny Feby ini terinspirasi dari penggayaan Art Nouveau yang sempat memuncak di Barat pada awal abad ke 19. cncin karya Reny Feby ini merupakan salah satu penggayaan desain yang diminati oleh masyarakt Indonesia kalangan atas
58
Tabel II.3
Perkembangan Perhiasan Indonesia Paska Kemerdekaan (1945-2007) lanjutan
Periode dan Kejadian Penting Perkembangan Desainer Perhiasan (1970-2007) sda
Ornamen dan Teknik yang Berpengaruh Meluasnya sasaran konsumen perhiasan melahirkan pelbagai penggayaan teknik dan ornamen yang menjadi tiap desainer. Meskipun begitu terdapat beberapa garis besar, yaitu : 1. Perhiasan Tradisional 2. Perhiasan Moderen yang mengacu perkembangan Barat 3. Perhiasan yang menggabungkan nilai lokal Indonesia dengan perkembangan desain perhiasan dunia.
Penggayaan pada Perhiasan Perhiasan yang menggabungkan nilai lokal Indonesia dengan perkembangan desain perhiasan dunia.
(karya René Lalique)
Keterangan Perhiasan Karya seorang pekria dari Kandrawarik, Sulawesi Selatan. Karya ini mengingatkan pada bentuk ayam jantan dengan material glassware karya René Lalique yang kerap menggunakan bentukbentuk dari alam, mulai dari fauna hingga flora. Karya Lalique yang menggunakan material kaca tersebut diganti dengan material perak yang diperkuat dengan sistem rangka dan dihias dengan teknik filigree yang menjadi karakteristik perhiasan perak dan emas Kandawarik, Sulawesi Selatan
(karya pengrajin di Kandawarik, Sulawesi selatan)
Tabel diatas menunjukkan perkembangan perhiasan mulai dari tahun 1970-an mengalami perkembangan yang signifikan, meskipun dalam artikel yang terbit di Suara Pembaharuan tanggal 11 Mei 2003 yang merupakan pemberitaan dari Indonesia Jewellery Fair 2003 menyatakan masyarakat Indonesia secara umum hingga kini lebih menempatkan perhiasan sebagai media investasi dibandingkan kesadaran akan desain perhiasan itu sendiri. Kendati demikian, tercatat pada tanggal 2 Desember 1985 berdiri APEPI, sebuah asosiasi perhiasan yang bertujuan untuk mempersatukan, membina dan memberikan pelayanan kepada pengusaha yang bergerak di bidang usaha emas dan permata, menambang dan menyalurkan aspirasi pengusaha emas dan permata serta menciptakan dan mengembangkan iklim usaha yang sehat di bidang usaha emas dan permata.
59
Pada periode yang lebih baru, yaitu tahun 2006 didirikan sebuah organisasi nirlaba bernama Mutu Manikam. Yayasan yang berada di bawah perlindungan Ani Bambang Yudhoyono, Ibu Negara Republik Indonesia ini dalam kurun waktu kurang dari dua tahun telah melakukan pelbagai pengembangan yang signifikan. Meskipun memiliki kecenderungan ke arah politik, organisasi ini telah terbukti mampu mengembangkan kualitas keterampilan para pengrajin dan mengikut sertakan mereka dalam pameranpameran perhiasan taraf internasional seperti pameran International Jewellery Tokyo (2007), Fiera Vicenzaoro Autumn 2007 dan pameran perhiasan terbesar dunia di Baselworld, Basel, Swiss sebagai beberapa contohnya. 41
Pada bulan April 2007 kemarin, Mutu Manikam bekerjasama dengan KBRI London mengadakan pameran perhiasan para anggotanya di Inggris. Pameran yang bertujuan mengenalkan perhiasan Indonesia di Inggris ini juga menggelar seminar bertajuk “An Introduction to Indonesian Jewellery" dengan pembicara Michael Hoare dari Perkumpulan Pengrajin Perhiasan Inggris (The National Association of Goldsmith -NAG), Michael Allchin dari Kantor standarisasi mutu perhiasan Pemerintah Inggris Assay Office serta Chris Hartley dari pengelola pameran perhiasan Inggris "Internasional Jewellery London".
Serangkaian upaya-upaya di atas menunjukkan semakin besarnya perhatian masyarakat dan Pemerintah untuk mengembangkan perhiasan Indonesia, bukan hanya sebagai bisnis yang dapat memakmurkan pelakunya namun juga sebagai upaya untuk melestarikan serta mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat Indonesia sendiri dan dunia. Salah satu bentuk upaya tersebut termanifestasi melaui pelatihan desain kepada 100 pengrajin perhiasan di Yogyakarta di bawah bimbingan Patrick Descamps, pemilik galeri di Wolfers, Belgia yang kerap membuat mahkota, kalung beserta perhiasan lainnya untuk kerajaan Belgia.
41
Leaflet Organisasi Nirlaba Yayasan Mutumanikam yang dibagikan pada pameran perhiasan terbesar di Indonesia di Galeri Nasional pada awal bulan Desember 2007
60
2.2
Material Logam pada Perhiasan dan Sistem Standarisasi
Seiring berkembangnya tingkat berpikir dan kebutuhan manusia, maka manusia tidak hanya
menggunakan
bahan-bahan
dari
batu
untuk
membuat
peralatan
yang
mempermudah kehidupannya, namun juga menggunakan bahan logam, seperti tembaga, perunggu, besi hingga perak dan emas. Munculnya kepandaian mempergunakan bahan logam dilengkapi dengan kemahiran teknologi yang disebut perundagian, karena logam tidak dipecah seperti batu untuk mendapatkan alat yang dikehendaki, melainkan harus dilebur terlebih dahulu baru kemudian dicetak atau dibentuk lempengan untuk kemudian diolah pada tahap selanjutnya.
Material logam biasanya bertatahkan batu mulia atau semi mulia yang selain bertujuan menaikkan kemewahan perhiasan tersebut juga dilatarbelakangi pada kepercayaan bahwa benda tertentu dapat mendatangkan kebaikan serta keselamatan kepada pemakainya dan memiliki daya untuk mendatangkan mala petaka bila dipergunakan oleh orang yang salah. Dari segi estetis, perhiasan logam yang bertatahkan batu mulia menghasilkan permainan warna dan cahaya yang indah jika dilihat dari kejauhan. Fungsi terakhir ini sangat berguna untuk menaikkan kesan mewah perhiasan tersebut dimata rakyatnya, karena umumnya tercipta jarak yang besar secara fisik antara kaum aristokrat baik itu raja maupun anggota kerajaan dengan rakyat (kawula)nya.
2.2.1
Material Logam dalam Pembuatan Perhiasan
Logam terbagi menjadi dua jenis, yaitu logam besi dan bukan besi. Logam bukan besi terbagi dalam tiga kelompok, yaitu
:
1. logam mulia, seperti platina, emas dan perak 2. logam dasar seperti tembaga, alumunium, timah hitam, nikel dan seng 3. logam campuran seperti perunggu, kuningan, pewter 42 Penggolongan ini selain berdasarkan kekuatan dan ketahanan logam terhadap asam, udara dan air juga berlandaskan langka tidaknya metarial-material tersebut ditemukan di alam. Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa logam dikatakan logam mulia bila 42
Yanni Rosalin Rachman. Perhiasan Wanita Indonesia. Skripsi Sarjana strata I ITB, Bandung. 1977 halaman 34
61
tahan terhadap korosi (karat yang timbul bila terkena asam, air atau udara) dan jarang ditemukan di alam bebas.
2.2.2
Platina
Platina adalah logam mulia yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan emas atau perak. Kata platina sendiri berasal dari bahasa Spanyol dan Italia yang berarti silver (perak). Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena warnanya yang putih mengkilat seperti material perak. 43 Logam mulia yang tergolong logam transisi ini memiliki daya resistensi tinggi terhadap asam, korosi, memiliki daya renggang (ductile) yang sangat tinggi dan merupakan penghantar elektronis yang stabil. Platina tidak beroksidasi dengan udara tetapi dapat berkarat oleh sianida, halogen, sulfur dan alkali kostik. Material logam ini juga tidak larut dalam hydrocloric dan asam nitrit tetapi larut dalam aqua regia.
Platina adalah jenis logam yang sangat langka, yaitu sekitar 5 permilyar pada lapisan kerak bumi. 44 Di Indonesia platina mulai sering digunakan pada periode perhiasan moderen, yaitu sekitar tahun 1970-an. Pada masa perang dunia II, penggunaan material platina disubstitusi oleh palladium namun paska perang dunia II kecenderungan akan platina kembali muncul dan palladium pelan-pelan kehilangan pamornya. Meningkatnya penggunaan platina di dunia juga didukung dengan penemuan tambang platina baru di Kanada dan Bostwana. 45
2.2.3
Emas
Emas memiliki nilai resistensi tinggi terhadap zat kimia sehingga tergolong logam mulia. Emas juga memiliki sifat tidak dapat berubah menjadi mineral lain, sedangkan perak bisa menjadi sulfit hitam. Selain itu, karena emas memiliki daya renggang lebih tinggi dibanding perak dan mudah ditempa, emas dapat dibentuk menjadi kawat tipis dan dapat dipipihkan menjadi lembaran yang sangat tipis. Emas terbentuk dari proses pengkonsentrAsian di permukaan. Beberapa endapan terbentuk karena proses
43
Redmond, WA. Microsoft Encarta Encyclopedi 2007 www.wikipedia.org tanggal 18 Juli 2007 dari artikel berjudul “Platinum” 45 Berdasarkan surver badan geologi Inggris, Afrika Selatan adalah produsen terbesar platina di dunia yaitu sekitar 80 %, yang disusul oleh Rusia, Kanada dan Botswana. 44
62
metasomatisme kontak dan larutan hidrotermal, sedangkan pengkonsentrAsian secara mekanis menghasilkan endapan letakan (placer). 46
Penambangan emas telah dilakukan di beberapa tempat di Indonesia pada zaman pra kolonial. Di Indonesia, sumber penambangan yang paling potensial adalah dataran tinggi Sumatra Barat dan Sumatra Tengah, juga di sungai-sungai dan lembah sungai Kalimantan Selatan hingga ke arah Barat Daya; beberapa emas di tambang di Jawa Timur dan Sulawesi Utara. United States Geological Survey (USGS) mencatat bahwa penambangan emas di Indonesia pada tahun 2004 menempati posisi terbesar ke sembilan di dunia, yaitu mencapai 204.889 kg. Dewasa ini di Indonesia penambangan emas terbesar dilakukan di Porong, Jawa Barat karena sebelumnya terjadi eksploitasi penambangan emas secara besar-besaran di daerah penambangan emas yang telah disebutkan sebelumnya. Emas dapat dikonsumsi manusia karena tidak berkarat dan tidak beracun. Kegiatan mengkonsumsi emas ini telah ada sejak zaman Mesir Kuno. Masyarakat Mesir Kuno percaya bahwa emas yang dikonsumsi dapat memurnikan tubuh, jiwa dan roh, sekaligus meremajakan tubuh dan menyempurnakan kesehatan. 47 Di Romawi Kuno, salep emas digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Masyarakat Cina mengkonsumsi emas karena percaya bahwa emas dapat menghaluskan dan mencerahkan kulit serta membersihkan perut. Ilmu kedokteran moderen membuktikan bahwa emas sangat bersahabat dengan tubuh manusia, salah satunya didukung karena sifat emas yang magnetis sehingga menarik unsur besi dalam tubuh lantas membawanya keluar tubuh. Meskipun begitu, terlalu banyak mengkonsumsi logam ini dapat mengakibatkan keracunan logam berat seperti halnya logam lain bila masuk ke dalam tubuh manusia. 48
Gambar II.22 Tampilan emas yang ditemukan di alam bebas Sumber: www.wikipedia.org/gold tanggal 18 Juli 2007 46
www.wikipedia.id tanggal 18 Juli 2007 dari artikel berjudul “Emas” Malajah Jewellery edisi indonesia Maret-April 2003 halaman 42-43 judul artikel : Daun Emas, data Penulis tidak disebutkan 48 diintisarikan dari www.wikipedia.org artikel “Gold” tanggal 18 Juli 2007 dan majalah Jewellery edisi Indonesia Maret-April 2003 halaman 42-43 berjudul “Daun Emas”, data Penulis tidak disebutkan 47
63
Selain tembaga sebagai logam campuran emas yang menghasilkan warna emas yang kemerahan, terdapat jenis emas campuran lainnya seperti emas putih atau emas merah muda. Emas putih adalah pencampuran logam emas dengan logam lain yang berwarna putih seperti perak, palladium 49 dan platina. Jenis emas putih ini ditemukan pada tahun 1920-an sebagai material alternatif selain platina. Jika campuran emas dan tembaga menambah kekuatan dan kekerasan emas, emas putih lebih bersifat lentur, lembut dan memiliki kilau yang jernih serta natural sehingga sangat tepat untuk diolah menjadi perhiasan.
Selain emas putih terdapat pula emas merah muda atau biasa dikenal dengan istilah rose gold, red gold atau Russian gold 50 . Jenis campuran emas ini adalah campuran emas dan tembaga. Munculnya pelbagai istilah didasarkan pada kuantitas campuran tembaga dalam emas tersebut dimana semakin merah warna emas mengindikasikan semakin besarnya kadar tembaga dalam emas campuran tersebut. Dalam masyarakat pramoderen Indonesia, emas jenis ini dikenal dengan istilah suasa. Terdapat beberapa deskripsi dalam proses pembuatan suasa di masyarakat Indonesia pramoderen. Berdasarkan penuturan Jasper dan Pirngadi yang ditulis kembali oleh John N Miksic, suasa terdiri dari dua lapisan. Lapisan terluar terdiri dari satu bagian emas dan satu bagian tembaga dan pada lapisan terdalamnya terdiri dari campuran satu bagian emas dan dua setengah bagian tembaga. Sedangkan Veltman berpendapat bahwa suasa merupakan campuran dari empat bagian emas, tiga bagian perak dan sembilan bagian tembaga yang dilebur bersama. 51
2.2.4
Perak
Perak adalah material logam yang tergolong logam mulia. Perak murni (99.9%) umumnya sangat lunak dan lembut, sehingga memerlukan logam campuran lain seperti logam lain yang mengandung karbon seperti tembaga sekaligus dapat meningkatkan daya resistensi dari memudarnya warna perak.
49
Palladium adalah logam yang mirip dengan Platina dan kerap ditemukan bersamaan dengan platina. Tetapi tidak seperti platinum, palladium akan kehilangan warnanya bila mengalami proses pematrian, menjadi rapuh bila mengalami proses pemanasan dan pendinginan berulang-ulang dan bereaksi dengan asam yang kuat. 50 Peristilahan Russian gold lahir karena jenis campuran emas ini pernah sangat popular di Rusia pada awal abad ke 19. 51 N Miksic, John. Old Javanese Gold. 1990. Ideation, Singapore. Page 26
64
Gambar II.23 Tampilan perak yang ditemukan di alam bebas Sumber: www.wikipedia.org tanggal 18 Juli 2007 Sterling silver adalah campuran perak standar yang paling umum digunakan di seluruh dunia. Sterling silver adalah campuran perak yang mengandung 92.5% perak murni dan 7.5% logam lain (biasanya tembaga), sehingga dikenal dengan sebutan 925 silver. Istilah sterling silver berasal dari tingkatan kualitas perak yang muncul pada abad ke-13 di Inggris. Pada tahun 1955, dalam kamus Oxford English Dictionary dikemukakan bahwa istilah sterling kemungkinan berasal dari bahasa Prancis kuno yang berarti “bintang kecil” dan bahasa Inggris kuno, yaitu stiere yang berarti kuat dan tidak bergerak. Britania silver memiliki kadar kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan sterling silver, yaitu 95.84% bagian perak dan 4.16% logam campuran. Perak dengan kualitas seperti ini biasanya ditandai dengan logo kepala singa seperti logo Negara Inggris. Selain itu terdapat pula Mexican silver yang juga memiliki kadar kemurnian lebih tinggi dibandingkan sterling silver. Biasanya kadarnya adalah 95% perak dan 5% tembaga. Meksiko adalah satu-satunya Negara yang hingga kini masih menggunakan perak sebagai material campuran mata uang koinnya, tetapi koin uang ini tidak dikemas dalam standar ukuran Mexican silver. 2.2.5
Sistem Standarisasi pada Perhiasan
Proprosi material logam mulia diukur pada skala karat. Kata karat sendiri berasal dari bibit carob yang aslinya digunakan untuk menyeimbangkan skala timbangan di pasarpasar daerah Timur. 52 Logam mulia murni didesain 24 karat, yang dibandingkan dengan fineness (kehalusan) menjadi dasar penemuan murni tidaknya sebuah logam mulia.
Tabel II.4
Standar Ukuran Karat
52
Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan dan asal emas berasal dari belahan Timur dunia atau lebih tepatnya Asia, seperti halnya banyak teknik yang dibawa oleh pedagang Asia Tengah ke Nusantara
65
Karat 24 22 18 14 10 9
2.2.6
Kehalusan 100 916,7 750 583,3 416,7 375
% Emas 100 91,67 75 58,3 41,67 37,5
Hallmarking
Hallmark adalah stempel kecil yang dibubuhkan pada permukaan logam mulia bagian dalam seperti emas, perak dan platina. Stempel ini sejatinya bertujuan untuk menandakan bahwa material logam mulia tersebut telah melalui tes labolatorium independen yang menguji kadar kemurnian logam mulia. Upaya memberikan kenyamanan dan keamanan pada konsumen logam mulia baik dalam investasi bentuk batangan maupun dalam bentuk perhiasan yang memiliki nilai estetis telah ada sejak zaman prasejarah. 53 Setidaknya perhiasan perak dari penggalian arkeologis di Bizantium yang diduga berasal dari abad ke 4 sebelum Masehi menunjukkan penerapan sistem hallmarking yang memuat keterangan tentang kadar logam mulia yang terkandung.
Gambar II.24 Salah satu proses pengujian kadar emas di labotarium independen dalam proses pembubuhan sistem hallmarking pada perhiasan logam mulia Sumber: Majalah dwibulanan Jewellery Indonesia edisi Januari-Februari 2003. Data Penulis dan sumber dokumentasi tidak disebutkan Pada tanggal 1 Januari 1999 terjadi penyesuaian terhadap sistem Hallmark internasional. Sejak tanggal tersebut pada setiap perhiasan, khususnya perhiasan yang dihasilkan oleh perusahaan besar dengan hasil masal, harus membubuhkan sedikitnya tiga macam simbol. 53
www.wikipedia.org/hallmarking
66
Simbol pertama adalah merek atau inisial desainer perhiasan atau asal perusahaan perhiasan tersebut. Simbol selanjutnya simbol yang berisi keterangan tentang tingkat kemurnian logam mulia tersebut, dan yang terakhir adalah simbol yang mengindikasikan laboratorium independen yang menguji kadar logam mulia.
Gambar II.25 Tiga simbol umum yang wajib dibubuhkan pada perhiasan logam mulia dalam pasar internasional sesuai dengan aturan baru penerapan Hallmark secara internasional pada tanggal 1 Januari 1999 Sumber: www.hallmark.org (6 September 2007) Terdapat pelbagai sistem hallmark untuk sterling silver. Stempel pada sterling silver Inggris dan Irlandia menginformasikan informasi yang sangat mendetail, mulai dari tingkat kemurnian perak, tanggal pembuatan hallmark di pabrik hingga kota tempat logam mulia tersebut diproses batangan. Pada hallmark Prancis terdapat logo kepala dewa Minerva. 54 Sistem Hallmark Prancis menerapkan tingkat kemurnian logam mulia paling tinggi dibandingkan negara lain, yaitu 950 bagian perseribu.
54
Dewa Minerva adalah dewa kesenian dan perdagangan dalam alam mitologis Romawi Kuno. Dalam kebudayaan Yunani dewa Minerva dikenal dengan sebutan Athena
67
Gambar II.26 Jam tangan perempuan karya desainer Vivianna Torun untuk perusahaan perhiasan Denmark di bawah pimpinan Georg Jensen pada Tahun 1960 dengan menggunakan material Sterling Silver (kiri) beserta Contoh penerapan hallmarking (kanan). 1. Contoh jam tangan 2. Contoh penerapan hallmark pada perhiasan logam mulia (kiri ke kanan) a. Keterangan nama desainer (Vivianna Torun) b. Keterangan nama perusahaan yang memproduksi (Georg Jensen) c. Keterangan perihal tempat pengetesan logam mulia, Denmark beserta kadar kemurniannya yaitu 925 (standar sterling silver) Sumber : http://www.moderenity.se/Designer/Torun (6 September 2007) Di Indonesia penerapan Hallmarking baru diterapkan pada tanggal 7 Januari 1999 atas usaha Asosiasi Pengusaha Emas dan Permata Indonesia (APEPI). 55 Logo standar emas yang telah terdaftar di Direktorat Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek Departemen Kehakiman Republik Indonesia ini bersifat sukarela karena kondisi perusahaan pehiasan emas di Indonesia dewasa ini masih bertumpu pada usaha kecil dan menengah, termasuk didalamnya industri rumah tangga dengan kapasitas produksi dan penggunaan teknologi yang minim.
Gambar II.27 Logo Standar Emas Indonesia Sumber: Majalah dwibulanan Jewellery Indonesia edisi Januari-Februari 2003. Data Penulis dan sumber dokumentasi tidak disebutkan
55
Dikutip dari Majalah dwibulanan Jewellery Indonesia edisi Januari-Februari 2003 dari artikel yang berjudul “”Logo Standar Emas di Indonesia Diluncurkan”. Data penulis tidak disebutkan.
68
Kenyataan ini menciptakan kondisi yang tidak kondusif bagi Pemerintah untuk memberlakukan sistem standarisasi terpusat. Hal tersebut terbukti dari tidak berhasilnya Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk barang emas yang dicanangkan tahun 1995 silam. Pemberlakuan sistem hallmarking yang bersifat sukarela dan tidak adanya labotarium independen yang secara berkelanjutan mengontrol penerapan logo standar emas pada perhiasan Indonesia ini menyebabkan sulitnya mencapai fungsi logo standar emas di Indonesia secara maksimal seperti yang telah dijalankan di negara-negara lain. 2.3
Jenis Bebatuan yang Umum Diaplikasikan pada Perhiasan dan Teknik Pemotongannya
Sebagian besar batuan mineral dapat diaplikasikan pada perhiasan. Batu mulia atau semi mulia adalah batuan mineral dengan nilai keras tinggi, jarang ditemukan di alam bebas dan memiliki daya tarik yang tinggi. Batu mulia dan semi mulia bila dipotong dan digosok dengan bubuk intan akan menampilkan kejernihan dan kecemerlangan cahaya yang sangat indah sehingga sangat baik bila diaplikasikan pada perhiasan atau sebagai hiasan ornamental. Meskipun beberapa material seperti lapis lazuli dan amber sebenarnya bukanlah batuan mineral, tetapi tetap dapat diaplikasikan sebagai perhiasan serta hiasan ornamental, dan biasanya memiliki nilai ekonomis yang setaraf dengan bebatuan semi mulia lainnya. Kelangkaan dan kepercayaan masyarakat terhadap daya pada sebuah batu juga memegang peranan penting dalam menerjemahkan nilai sebuah batu secara keseluruhan.
2.3.1
Batu Mulia, Semi Mulia dan mutiara
Perhiasan logam mulia seperti perhiasan dengan material perak, emas atau platina kerap dikomposisikan dengan pelbagai jenis material lain yang memiliki nilai ekonomis yang setara. Kecenderungan ini terkait dengan fungsi awal perhiasan sebagai legitimasi kekuasaan dan fungsinya sebagai pemenuh kebutuhan ritual. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa bebatuan mulia, semi mulia dan mutiara yang umum diaplikasikan pada perhiasan logam mulia.
69
2.3.1.1 Batuan Mulia dan semi mulia
Nilai sebuah batu biasanya terkait erat dengan pelbagai sebab, bukan hanya dari kualitas fisiknya yang mencakup nilai keras batu, kejernihan batu beserta ukurannya tetapi yang tidak kalah kuat pengaruhnya adalah mitologi dan kepercayaan akan kekuatan yang terkandung dalam batu tersebut. John Miksic dalam bukunya yang berjudul “Old Javanese Gold” mengutip kembali pernyataan Jasper dan Mas Pirngadie dalam buku berbahasa Belanda mereka. Buku yang terbit pada tahun 1927 itu menampilkan daftar kepercayaan masyarakat pramoderen Jawa perihal benda-benda yang memiliki daya, mulai dari batu mulia hingga biji kopi. Beberapa contohnya adalah batu mirah delima yang dipercaya mampu menolak bala, batu kecubung wulung dipercaya dapat mendatangkan
kekayaan,
batu
kecubung
kasihan
(ametyst)
dipercaya
dapat
mempermudah proses melahirkan dan batu safir mampu menyelamatkan seseorang dari upaya pembunuhan.. 56 Kepercayaan tersebut bukan hanya tumbuh dan berkembang di Jawa, tetapi hampir dapat dijumpai di seluruh Asia, terutama Asia Tenggara.
K.E Kinge dalam bukunya yang berjudul Handboek der Edelsteenkunde (1860) mengklasifikasikan batu mulia dan semi mulia dalam lima kelas berdasarkan nilai kekerasannya. Nilai kekerasan tersebut dikalkulasikan dengan skala pengukuran Mohs yang dikemukakan oleh seorang mineralogis berkebangsaan Jerman, Friedrich Mohs (1772-1839). 57 Batu mulia yang tergolong kelas I dengan nilai kekerasan berkisar antara 8 hingga 10 Mohs adalah batuan mulia yang memiliki harga jual sangat tinggi. 58 Batu semi mulia yang tergolong dalam kelas V adalah batu yang memiliki nilai keras di bawah 4 Mohs. Pelbagai macam batu yang dapat diaplikasikan pada perhiasan membutuhkan bahasan khusus yang panjang, sehingga dalam penelitian ini hanya akan dibahas beberapa batu yang umum diaplikasikan pada perhiasan dalam susunan tabel di bawah ini.
56
Kay, Han Sam. Rahasia batu permata. Mandira, Semarang, 1994, halaman 38 Ibid halaman 39 58 Batu mulia dengan nilai keras paling tinggi adalah intan. Nama intan dalam bahasa Inggris adalah diamond yang berarti “tak terkalahkan”.
57
70
Tabel II.5 Material batu
Batu mulia dan mineral lain yang umum diaplikasikan pada perhiasan
Nama batu
Nilai kekerasan *
Karakteristik fisik dan Keterangan Lainnya
Wilayah tambang di dunia dan Indonesia Afrika selatan, Kanada, Indonesia sebagai tanah Muda di Dunia tidak memiliki sumber intan dengan kualitas baik.
Intan
Intan
8-10 Mohs
Intan (Diamond) berasal dari bahasa Yunani Kuno, adamas yang berarti ‘tak terkalahkan’. Hal tersebut dikarenakan intan adalah material alam terkuat di dunia. Nilai akhir sebuah intan tergantung pada 4 C, yaitu: carat**, clarity (kejernihan), cut (pemotongan) dan colour (warna). Untuk menghasilkan kilau intan yang maksimal dikembangkan pelbagai jenis pemotongan facet. Facet yang paling terkenal adalah brillian cut yang diperkenalkan oleh Marcel T.
Corundum
Rubi (mirah delima)
9 Mohs
Karakteristik fisik: berwarna merah marun dengan sinar berjari enam keperakan di tengahnya. Terdiri atas alumunium, fosfor dan zat asam.
-
Safir
9 Mohs
Cahaya yang dipancarkan batu safir lebih redup dibandingkan batu Mirah, karena memiliki kandungan fosfor yang lebih sedikit. Warna biru batu safir tidak boleh terlampau gelap (over blue) atau terlampau muda (under blue) karena kepercayaan Persia bahwa batu safir merupakan penyangga tiang langit. Jika dipanaskan warna biru pada batu ini dapat luntur menjadi putih bening.
India, Pakistan, Siam, Vietnam, Australia, Peg. Ural
Gambar detail
71
Tabel II.5
Material batu Beryl
Nama batu Zambrud (zambrud)
Batu mulia dan mineral lain yang umum diaplikasikan pada perhiasan (lanjutan) Nilai kekerasa n*
Karakteristik fisik dan Keterangan Lainnya
7.5-7.75 Mohs
Terdiri atas campuran beryllium, alumuniumoxyde dan kiezelzuur Berwarna hijau daun, kuat menahan panas dan tidak mudah berganti warna
Wilayah tambang di dunia dan Indonesia India, Birma, Vietnam, Siam, Brazil, Columbia, Venezuela dan Mesir
Aquamari ne
7-8 Mohs
Tidak tahan dengan suhu tinggi, jika dipanaskan lebih dari 800°C warnanya akan menghilang
Alexandri te
8.5 Mohs
Keunikan batu ini adalah kemampuannya berganti warna. Bila siang hari berwarna hijau, tetapi bila malam hari atau terkena pantulan cahaya sintetis akan berubah menjadi merah kirmizi
Mata kucing
8 Mohs
Batu berwarna kuning hingga merah kecoklatan dengan lapisan permukaan yang berkilau seperti sutra.
USA, South Africa, Canada, China, Brazil, Namibia, India and Burma.
Jadeite dan Nephrite
Giok
6.5-7 Mohs
Batu yang terdiri dari sodium silicat alumunium NaAl(SiO3)2 ini berwarna opaque dengan kisaran warna dari hijau gelap hingga keputihan. Batu giok yang baik adalah yang berwarna hampir bening tanpa sedikitpun noda.
Birma, Cina, Mesir, Selandia baru, Amerika dan Tibet
Opal
Opal
5.5-6.5 Mohs
Keunikan batu ini adalah kemampuannya yang dapat menyala dan berganti-ganti warna yang disebabkan oleh campuran logam didalamnya
India, Cina, Srilanka, Vietnam, Amerika, Eropa, Thailand, Indonesia (Garut dan Sukabumi)
Chrysoberyl
Gambar detail
Birma, India, Siam, Afrika Selatan, Austria, Meksiko, Brazil, Jerman Timur Brazil, Amerika utara dan Peg. Ural (Rusia)
72
Tabel II.5
Material batu
Kuarsa
Spinel
Batu mulia dan mineral lain yang umum diaplikasikan pada perhiasan (lanjutan)
Nama batu
Nilai kekerasan *
Amethyst (kecubung kasihan)
7 Mohs
Berwarna gradasi ungu, yang jika dipanaskan akan menjadi kuning emas Susunan batu Amethyst dan batu kuarsa lainnya umumnya terdiri dari campuran mangan dan besi.
Citrine
7 Mohs
Berbentuk kuarsa berwarna kuning, dan sangat mirip dengan batu topas kuning (harganya di bawah Topas)
Jasper
7 Mohs
Batu kuarsa berwarna opaque yang tersusun dari campuran mineral kuarsa lainnya. batu ini ditemukan dalam pelbagai warna, mulai dari merah muda, jingga, kuning, merah, hijau, coklat hingga hitam.
Spinel
7-8 Mohs
Mineral yang teksturnya menyerupai kaca, sebagian besar kandungannya adalah Magnesium dan Alumunium Oksida Spinel memiliki pelbagai macam warna dengan istilah yang berbeda, seperti spinel mirah delima dan spinel biru. Istilah topas berasal dari bahasa Inggris merupakan adopsi dari Pulau Topasos di laut merah yang sejak dulu memang terkenal sebagai pulau penghasil bebatuan mineral berwana kuning yang merupakan warna ideal batu topas. Batu topas yang baik adalah yang berwarna kuning ke arah oranye dengan kilau tinggi dan jernih
7-8 Mohs
Topas
Topas
8 Mohs
Karakteristik fisik dan Keterangan Lainnya
Wilayah tambang di dunia dan Indonesia India, Srilanka, Brazilia, Vietnam, Filipina, Indonesia (Samarinda dan Kotawaringin, Kalimantan) Spanyol, Prancis, Rusia dan Brazil
Gambar detail
Australia, Indonesia
Brazil, Australia, Rusia
73
Tabel II.5 Material batu
Nama batu
Batu mulia dan mineral lain yang umum diaplikasikan pada perhiasan (lanjutan) Nilai kekerasan *
Karakteristik fisik dan Keterangan Lainnya
Tourmaline
Tourmaline
7-7.5 Mohs
Bila dipanaskan kilau batu yang bening ini akan rusak. Selama proses pemanasan warna batu ini akan berganti-ganti hingga terakhir akan menjadi suram
Pirus
Pirus
5-6 Mohs
Batu ini bila digosok akan bersifat magnetis Batu ini memiliki pelbagai macam warna dengan nama yang berbeda-beda, yaitu indogolit (biru), rubelit (merah), dravit (kuning), schorl (hitam), ceylon chrysolit (hijau) dan achroit (tak berwarna) Batu ini berwarna biru opaque kehijauan, berasal dari kandungan tembaga yang ada pada material tersebut (semakin besar kadar tembaganya semakin hijau warnanya) Kata Turquise yang berasal pirus yang berarti batu Turki ini lahir karena zaman dahulu Turki kerap mengekspor batuan mineral ini ke Negara-negara lain Sifat batu pirus yang tidak tahan menerima tekanan, sentuhan dan bebauan membentuk kepercayaan di beberapa kebuadayaan masyarakat dunia bahwa batu ini bereaksi terhadap sikap pembawanya, baik untuk perbuatan baik maupun sebaliknya.
Wilayah tambang di dunia dan Indonesia Srilanka, Birma, Thailand, Vietnam, India, Cina, Australia, Mesir, Afrika Selatan, Brazil, Amerika Utara, Kanada
Gambar detail
74
Tabel II.5
Material batu
Batu mulia dan mineral lain yang umum diaplikasikan pada perhiasan (lanjutan)
Nama batu
Nilai kekerasan *
Karakteristik fisik dan Keterangan Lainnya
Zircon
Zircon
7.5
Batu ini ada yang opaque (tidak tembus cahaya) dan tembus cahaya (transparan). Jenis yang kedua harganya lebih mahal
Lapis Lazuli***
Lapis Lazuli
5-5.5
Lapis lazuli (batu nila) memiliki karakteristik warna biru dengan garis-garis urat putih atau perak
Amber ***
Amber
2.5
Amber atau barnsteen (bahasa Jerman baorstein yang artinya “batu yang dapat dibakar”) adalah material yang terbentuk menjadi fosil dari damar pohon pinus succinifera (sejenis pohon palem prasejarah) yang tertimbun dan mengkristal di dalam perut bumi atau dasar lautan. Amber akan menghasilkan wangi yang harum bila dipanaskan sehingga amber sering digunakan sebagai campuran bahan pewangi. Karakteristik unik dari amber adalah warnanya yang kuning transparan seperti madu dan biasanya terdapat serangga, dedaunan atau material lain yang terjebak ditengahnya Batu Amber Rusia memiliki keunikan akan warnanya yang kehijauan
Wilayah tambang di dunia dan Indonesia Siberia, Srilanka, Birma, Madras (India), Amerika Utara, Australia dan peg. Ural, Rusia
Gambar detail
* berdasarkan satuan Mohs ** Karat dalam konteks batu mulia dan semi mulia adalah satuan berat yang diukur per 200 miligram. 1 carat = 0.2 g/0.00705 oz *** Pada dasarnya bukanlah batuan mineral, namun umum diaplikasikan pada perhiasan karena keindahan dan nilai kerasnya yang tinggi
75
2.3.1.2 Mutiara Mutiara adalah sejenis batu permata dalam berbagai bentuk, hasil biomineralisasi kerang dan siput anggota moluska (filum Mollusca). Mutiara alami dibentuk karena adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh kerang. Mekanisme pertahanan diri akibat masuknya benda asing ke dalam tubuh kerang ini adalah dengan memproduksi nacre yang sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat. Kualitas mutiara terbaik memiliki nilai yang setara dengan harga bebatuan mulia bahkan mutiara kerap menjadi metafora untuk merepresentasikan segala sesuatu yang jarang, berkualitas dan mempesona. Selain dapat berfungsi sebagai perhiasan karena kilaunya yang indah, mutiara juga dapat digunakan sebagai material campuran pada kosmetik, obat-obatan dan formulasi cat untuk melukis. Meskipun semua kerang dan siput dianggap bisa menghasilkan mutiara, namun tidak semua bisa menghasilkan mutiara dengan kualitas baik. Kualitas mutiara ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah ukuran, bentuk bulat yang sempurna, kualitas permukaan, struktur lapisan kilau mutiara dan kilauannya.
Gambar II.28 Mutiara hitam berbentuk bulat sempurna Sumber : www.wikipedia.org (9 Desember 2007) Berdasarkan habitatnya mutiara dibedakan menjadi mutiara air laut dan mutiara air tawar. Mutiara air tawar banyak ditemui di dalam kerang-kerang yang hidup di sungai, kolam atau danau, sedangkan mutiara air laut berkualitas baik kerap ditemukan di wilayah perairan laut bersuhu tropis. Di laut, mutiara dihasilkan oleh sebagian moluska seperti: beberapa jenis conch, abalone dan tiram mutiara. Tiram mutiara (Famili Pteriidae) adalah penghasil mutiara yang paling banyak dibudidayakan untuk menghasilkan mutiara hasil budidaya (cultured pearls). Anggota tiram mutiara ini adalah: gold atau silver-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir emas atau bibir perak) Pinctada maxima, black-lip pearl oyster (kerang mutiara bibir
76
hitam) Pinctada margaritifera, Akoya pearl oyster (kerang mutiara Akoya) Pinctada fucata dan the winged-pearl oyster (kerang mutiara bersayap) Pteria penguin. Sedangkan moluska penghasil mutiara di air tawar dihasilkan oleh beberapa jenis remis seperti: Margaritifera margaritifera, Hyriopsis cumingii dan Cristaria plicata. Warna dasar mutiara umumnya putih atau broken white tetapi warna lapisan tembus cahaya pada permukaan mutiara menghadirkan pelbagai macam jenis warna-warna pastel, ungu tua hingga hitam. Keunikan kilau mutiara bergantung pada refleksi dan refraksi cahaya pada lapisan-lapisan mutiara yang tembus cahaya (translucent). Semakin tipis tiap lapisan dan semakin banyak jumlahnya maka kilauan mutiara tersebut akan semakin indah. Permainan warna yang hadir pada permukaan mutiara dihasilkan dari lapisan berkilau yang tersusun berturutturut secara tumpang tindih sehingga mematahkan cahaya yang jatuh pada permukaan mutiara. Selain melalui proses alami pembentukan mutiara, dewasa ini terdapat pelbagai upaya budidaya mutiara. Perbedaan antara mutiara budidaya (cultivated pearl) dan mutiara alam (natural pearl) terfokus pada ada atau tidaknya bantuan manusia dalam proses menghasilkan mutiara tersebut. Beberapa tahun terakhir ini pasar internasional dibanjiri oleh mutiara budidaya yang banyak diproduksi oleh negara Cina. Fenomena ini mempermudah para desainer perhiasan untuk berkreasi dengan mutiara setelah sebelumnya mutiara sangatlah mahal dan tidak terjangkau untuk masyarakat umum. Menurut Eve Alfille dari Galeri dan Studio Eve J. Di Evanston, Illinois, bagi desainer perhiasan pemula, hadirnya mutiara budidaya dengan harga yang sangat terjangkau ini mempermudah para desainer perhiasan muda untuk bereksperimen baik dari bentuk, tekstur, komposisi maupun pewarnaan mutiara. Sedangkan bagi para desainer senior yang ditawarkan oleh mutiara budidaya ini bukan hanya material mutiara itu sendiri namun lebih menekankan pada warna, bentuk dan kilauan mutiara yang khas.
77
Gambar II.29. Beberapa contoh kebebasan bereksperimen yang ditawarkan oleh mutiara budidaya Cina pada desainer perhiasan dewasa ini. 1. Gelang perak Beachcomber rancangan Lee Archer. Gelang ini menggunakan mutiara air tawar budidaya berbentuk koin. 2. Desainer asal Amerika, Sunan Ronan mewarnai mutiara budidaya dengan warna keemasan pada lapisan terluarnya dengan aksen mutiara setengah pada bagian tengah kalung. Sumber: www.jewelrymaking.com/chinese_freshwater_pearls(9-12-2007) Mutiara budidaya ini memiliki keunggulan lain akan kemampuannya untuk menghasilkan bentuk sesuai yang dibutuhkan dalam proses desain sehingga tidak terpaku pada bentukbentuk konvensional. Keragaman bentuk dapat dilihat pada gambar II.29. di atas. Pada gambar tersebut tampak mutiara budidaya berbentuk koin dan persegi. Bentuk tersebut dapat disesuaikan tergantung bentuk dasar yang diletakkan pada bagian dalam cangkang. Jenis mutiara budidaya yang lainnya adalah mutiara blister. Mutiara berbentuk setengah lingkaran yang masih menempel pada cangkangnya ini dibudidayakan diperairan air tawar. Bentuknya yang khas dan menyatu pada cangkangnya ini menyebabkan mutiara budidaya jenis ini banyak digunakan para desainer perhiasan dalam karya-karya mereka. Meskipun begitu terdapat perbedaan mendasar yang hanya dapat diketahui melalui uji coba labotarium dan pancaran sinar X antara mutiara budidaya dengan mutiara alam. Mutiara budidaya menampilkan struktur pusat yang masif tanpa cincin pertumbuhan kosentris yang ada pada mutiara alami. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa jenis mutiara yang umum digunakan dalam perhiasan
78
Tabel II.6 Jenis Alam
Pelbagai jenis mutiara yang umum diaplikasikan pada perhiasan
Istilah Mutiara laut selatan (the big pearls)
Mutiara Budidaya (cultivated pearls)
Mutiara oriental Mutiara akoya
Mutiara Baroque Mutiara biwa
Mutiara hitam Mutiara paruh (half pearl) Mutiara blister
Mutiara mabe
Mutiara keshi
Mutiara mikimoto
2.3.2
Keterangan Mutiara berwarna putih keemasan dengan diameter cukup besar, yaitu 8-18 mm. Indonesia merupakan penghasil utama mutiara alam ini Mutiara alam yang kerap dijumpai di Asia Barat Mutiara laut dari perairan Akoya, Jepang. Mutiara jenis ini umumnya berwarna merah muda, putih dan kekuningan. Kini mutiara akoya lebih banyak dibudidayakan di Cina. Istilah pada mutiara yang merujuk pada mutiara berbentuk tidak teratur dan unik Mutiara air tawar yang dibudidayakan di danau Biwa yang merupakan danau terbesar di Jepang. Mutiara yang mulai dibidudayakan pada tahun 1925 ini berhenti berproduksi pada awal tahun 1990 an karena sebagian besar kerang mati. Mutiara yang juga dikenal dengan istilah mutiara Tahiti ini dihasilkan oleh tiram jenis black lips. Mutiara utuh yang salah satu bagiannya dikikis karena ada bagian mutiara yang tidak sempurna. Mutiara budidaya yang menyatu dengan cangkang kerang. Biasanya nukleus disuntikkan pada bagian cangkang, bukannya diletakkan didalam cangkang seperti metode budidaya lainnya. Mutiara blister yang bagian cangkang kerangnya dipotong sehingga hanya mutiara setengah yang digunakan Mutiara yang tumbuh tak sengaja di bagian otot adductor tiram mutiara. Keshi biasanya tumbuh sebagai ikutan dari mutiara akoya. Mikimoto sebenarnya berasal dari nama seorang perintis budidaya mutiara yang berdomilisi di Jepang.
Teknik Pemotongan dan Pemasangan Batu
Kesatuan antara material logam dengan jenis batu, teknik pemotongan batu serta teknik pemasangannya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya menghasilkan sebuah perhiasan indah secara keseluruhan. Dalam sub bab ini akan dibahas beberapa teknik pemotongan dan pemasangan batu yang umum diaplikasikan pada perhiasan logam. Penguasaan teknik pembuatan perhiasan bermaterial logam adalah pondasi dasar yang harus dimiliki setiap desainer perhiasan agar desainer mampu menguasai serta memahami sifat dasar material itu sendiri. Pemahaman tersebut lebih jauh berguna dalam eksperimentasi desain dan kesadaran akan desain yang mungkin dan tidak mungkin diwujudkan melalui material logam.
79
2.3.2.1 Teknik pemotongan batu yang umum diaplikasikan pada perhiasan logam
Meskipun terdapat beberapa batuan yang diaplikasikan langsung pada perhiasan sesuai dengan bentuk awalnya yang masih kasar, umumnya batuan mineral melalui proses konvensional berupa pemotongan (cutting) yang disempurnakan dengan pengupaman 59 . Tujuan pemotongan batuan mineral ini adalah untuk memaksimalkan pembiasan dan pemantulan cahaya sehingga menghasilkan kilau yang indah. Secara garis besar teknik pemotongan batu terbagi menjadi dua macam, yaitu cabochon dan facet.
2.3.2.2 Cabochon
Teknik pemotongan batu paling tua dan paling sederhana adalah cabochon. Teknik yang berasal dari bahasa Prancis Kuno yang berarti “kepala” ini adalah teknik memotong batu hingga berbentuk jorong atau bundar dengan alas datar dan permukaan yang melengkung setengah lingkaran. Hal terpenting dari pengaplikAsian teknik ini pada batu mulia atau semi mulia adalah munculnya sinar bintang atau mata kucing pada permukaan batu. Teknik ini sangat baik diterapkan pada batu opal, moonstone, dan batu mulia atau semi mulia lain yang tak tembus cahaya. 60 PengaplikAsian teknik cabochon pada batu-batu seperti opal, pirus dan variscite biasanya bertujuan untuk memaksimalkan warna batu yang tidak tembus cahaya atau kehitaman tersebut.
Gambar II.30 Penggayaan Cabochon Sumber: www.wikipedia.org tanggal 18 Juli 2007
59
Pengupaman batu adalah tahap terakhir pembentukan batu dengan menggosokkan batu tersebut pada material yang lebih keras hingga halus dan menghasilkan kilauan yang lebih jernih. Teknik yang paling sederhana dalam mengupam batu adalah meletakkan batu mulia yang telah dipotong dan dibentuk ke dalam tong yang berisi air dan batuan kecil kemudian ditutup dan diputar selama beberapa hari. 60 www.wikipedia.org tanggal 18 Juli 2007
80
2.3.2.3 Facet Facet adalah permukaan datar pada bentuk geometris batu. Cabang ilmu yang mempelajari teknik pemotongan facet adalah kristallografi, karena teknik pemotongan ini berdasarkan pada struktur kristal yang simetris. Batu mulia atau semi mulia umumnya menggunakan teknik ini untuk meningkatkan kejernihan dan kecemerlangan kilauannya. Seni memotong dengan teknik facet membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi, karena teknik ini bertujuan untuk menghasilkan batu yang berkilau dengan pemantulan cahaya dari dalam. Sistem kerja teknik facet ini pada dasarnya adalah memperbesar penangkapan cahaya yang kemudian dibiaskan sehingga hanya batu jernih dan tembus pandang (translucent) yang menggunakan teknik pemotongan ini. 61
Gambar II.31. Evolusi perngembangan teknik pemotongan batu jauh sebelum ditemukannya teknik pemotongan brillian cut yang dipopulerkan oleh Marcel Tolkowsky di Eropa Sumber: www.wikipedia.org tanggal 18 Juli 2007 Sudut antara setiap facet harus dikalkulasikan secara seksama karena bertujuan untuk memaksimalkan efek dari pantulan internal. Sudut ini tergantung pada indeks pembiasan dari material sehingga meskipun nama dan bentuk secara umum sama antara satu material dengan material lain, sudut yang tepat akan sedikit berbeda. Contohnya meskipun batu cubic zirconia dan batu kristal terlihat mirip dengan batu intan dan keduanya dapat pula dipotong dengan teknik round brilliant cut, sudut yang dibutuhkan berbeda untuk menghasilkan efek optis yang sama. Intan sebagai batu dengan indeks yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan batu mulia lainnya akan berkilau lebih jernih dan cemerlang bila dibandingkan dengan batu lainnya dengan teknik pemotongan yang sama. Teknik pemotongan facet mengalami evolusi panjang yang dapat ditelusuri dari akhir abad pertengahan hingga kini, mulai dari teknik pemotongan facet secara point cut hingga 61
http://en.wikipedia.org/wiki/Facet dikutip pada tanggal 18 Juli 2007
81
rose cut yang kini jarang digunakan kecuali untuk menghasilkan perhiasan penggayaan Barat bernuansa antik. Teknik pemotongan brilliant cut atau mazarin cut pertama kali diperkenalkan oleh pada pertengahan abad ke 17 dengan 17 facet (sudut pemotongan) pada bagian mahkota intan. Pada tahun 1919, Marcel Tolkowsky melahirkan teknik pemotongan baru yaitu brilliant cut dengan menggunakan 57 facet. Sedikit perkembangan dilakukan setelah penemuannya termasuk menambahkan sudut potongan ke 58 pada bagian bawah batu. Sejak dibuktikan bahwa teknik ini menampilkan kecemerlangan maksimal dari sebuah batu mulia, intan bulat jarang sekali dipotong dengan teknik pengembangan yang lain, meskipun beberapa waktu terakhir ini princess cut muncul sebagai teknik baru setelah brilliant cut. Pada era pra Art Nouveau di Barat, para desainer perhiasan lebih memfokuskan perhatiannya pada teknik pemotongan dan pemasangan batu mulia yang sempurna, sehingga terjadi perkembangan yang signifikan dalam teknik pemotongan batu mulia. Meskipun di satu sisi hal tersebut menguntungkan bagi perkembangan teknik pemotongan batu, di sisi lain kondisi tersebut praktis membatasi ruang gerak desainer hanya sebatas sebagai pemasang batu mulia. Lahirnya Art Nouveau melahirkan pergeseran posisi desainer perhiasan ke arah merancang dan mengalihkan fokusnya ke ranah eksplorasi estetis.
Gambar II.32. Pelbagai macam jenis teknik facet Sumber: Microsoft Encarta 2007
82
2.3.2.4 Teknik Pemasangan Batu yang Umum diaplikasikan pada Perhiasan Logam
Salah satu unsur yang harus diperhatikan ketika menggabungkan material logam dengan bebatuan adalah teknik pemasangan batu pada logam sehingga dapat melindungi dan menahan batu serta menambah nilai estetik perhiasan logam tersebut. Kesesuaian jenis teknik pemasangan batu dengan jenis batu, teknik pemotongan batu dan desain perhiasan lebih lanjut mempengaruhi nilai estetis sebuah perhiasan secara keseluruhan. Bezel setting adalah prinsip dasar dalam pemasangan batu mulia yang selanjutnya dikembangkan menjadi claw setting, prong setting dan pelbagai variasi lainnya.
Teknik bezel setting ini merupakan teknik pemasangan batu paling sederhana dibanding teknik pemasangan batu yang lain. Teknik yang oleh pengrajin perhiasan Jawa dan Bali dikenal dengan istilah Tumpang ini umum diaplikasikan pada batu cabochon berwarna opaque karena bentuk dasar batu berjenis potongan ini datar sehingga tidak mengeksplorasi permainan cahaya seperti yang mampu dihasilkan oleh batu berpotongan facet.
Langkah awal dalam membuat bezel setting ini adalah dengan mengukur logam yang tipis untuk mengikuti lekuk tubuh dari batu yang akan dipasangkan dengan kertas sebagai pola. Pola tersebut kemudian ditransfer pada plat logam tipis berukuran kurang lebih 2 mm. Plat logam tipis ini harus berukuran sekitar ¾ dari tinggi batu agar dapat menahan batu lebih sempurna.
Setelah memiliki plat logam sesuai bentuk pola, plat tersebut dibentuk mengikuti bagian pinggir batu. Tahap selanjutnya adalah meletakkan batu pada posisi yang diinginkan. langkah selanjutnya adalah membubuhkan hard solder, sejenis campuran logam yang berfungsi mengikat kedua logam yang akan dipatri secukupnya. Setelah semua tahapan tersebut selesai maka proses pemasangan dapat dilanjutkan pada proses pemasangan. Ketika kedua logam tersebut telah menyatu maka batu dapat dipasangkan ke dalamnya dan bagian ujung kerah logam dapat ditekan ke arah dalam untuk menahan batu sehingga lebih kokoh.
83
Gambar II.33. Pemasangan batu dengan teknik bezel setting Sumber : www.ganoksin.org/stonesetting (9 Desember 2007) Perbedaan ketebalan antara bentuk dasar perhiasan dengan kerah logam untuk menahan batu memperbesar tingkat kesulitan ketika proses pematrian karena dibutuhkan pada yang merata hingga seluruh logam berwarna merah bara untuk menyatukan kedua logam tersebut. Kesulitan ketika pematrian bertambah ketika kerah logam memiliki titik didih lebih rendah dibandingkan bentuk dasar perhiasan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pemasangan batu dengan teknik bezel setting ini adalah bagian dasar tempat untuk mengikat batu haruslah berlubang. Lubang ini berfungsi untuk mempermudah mengeluarkan batu ketika terjadi kesalahan dalam proses pemasangan sehingga harus diulang dari awal.
Teknik prong setting ini memiliki beberapa keunggulan dan kekurangan dibandingkan dengan teknik yang telah dibahas sebelumnya. Teknik prong setting ini memiliki kelebihan pada kemampuannya untuk menunjukkan lebih banyak bagian tubuh dari batu yang dipasang sehingga dapat memperbesar refleksi dan refraksi cahaya yang dihasilkan. Tampilan visual yang dihasilkan teknik ini lebih jauh mengantarkan pengaplikAsian teknik prong setting pada bebatuan facet dibanding batu cabochon. Kelebihan teknik ini turut pula membawa serta kekurangan karena praktis teknik prong setting ini tidak sekuat teknik bezel setting dalam menahan dan mengikat batu. Konstruksi prong setting ini memiliki pelbagai jenis variasi bentuk visual mengikuti jenis potongan batu, namun pada dasarnya teknik ini merupakan sebuah teknik pemasangan batu yang bertujuan memaksimalkan refraksi cahaya batu sehingga sesedikit mungkin bagian batu tertutup oleh logam mulia. 84
Gambar II.34. Contoh pengaplikasian teknik prong setting berbentuk persegi Sumber : www.ganoksin.org/stonesetting (9 Desember 2007) 2.4
Teknik Pemindaian Perhiasan Logam
Kelenturan, ketahanan dan daya renggang logam mulia yang tinggi praktis melahirkan pelbagai teknik pembuatan perhiasan yang dapat diterapkan. Pembuatan sebuah perhiasanpun umumnya mengelaborasikan beberapa teknik pengerjaan meskipun adapula perhiasan yang hanya menggunakan satu jenis teknik. Kendati terdapat pelbagai teknik yang dapat diaplikasikan dalam pembuatan perhiasan logam, ada beberapa proses umum yang mendasar yaitu pengupaman, pematrian dan pengasaman.
2.4.1
Teknik Dasar Pengolahan Logam
Teknik dasar pengolahan logam ini adalah pondasi yang harus dimiliki dan kuasai oleh seorang pengrajin dan desainer perhiasan untuk menghasilkan karya yang baik. Penguasaan teknik dasar ini juga diperlukan untuk membangun kesadaran setiap desainer dan pengrajin perihal rancangan yang mungkin dan tidak mungkin diaplikasikan pada perhiasan, seperti pengeksekusian tebal tipis, besar kecil, sudut kemiringan, tahapan proses pengerjaan serta pelbagai pertimbangan yang bersifat teknis lainnya.
2.4.1.1 Pengupaman (annealing)
Pengupaman merupakan proses melunakkan logam dengan cara memanaskannya. Logam dipanaskan hingga berwarna merah membara secara merata di seluruh permukaan logam kemudian didinginkan dengan suhu ruangan atau bisa pula dicelupkan ke dalam larutan air yang telah dicampur dengan tawas untuk menghilangkan sisa oksidasi pada
85
permukaan logam. Tujuan dari proses pengupaman ini adalah untuk merenggangkan molekul-molekul logam agar logam lebih lunak dan lentur ketika proses pembentukan. Logam yang tidak melalui proses pengupaman akan lebih keras dan rapuh ketika dibentuk. Untuk logam yang lebih keras seperti perunggu dan tembaga proses pengupaman dilakukan berkali-kali ketika molekul-molekulnya telah kembali memadat.
2.4.1.2 Peleburan (smelting) dan Pencampuran (alloy)
Pemahaman akan sifat logam yang peka terhadap panas mengantarkan pula pengetahuan bahwa logam yang dipanaskan terus-menerus hingga mencapai titik lelehnya akan mencair dan untuk selanjutnya dapat diolah sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Berangkat dari pemahaman itulah, berkembang pula pengetahuan akan pencampuran dua jenis logam yang berbeda. Terlebih dahulu kedua biji-bijih logam yang berbeda jenis tersebut dilebur dalam wadah yang berbeda, kemudian dicampurkan sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Teknik pencampuran ini sangat berguna dalam pengolahan logam mulia seperti emas dan perak karena keduanya karena sifatnya yang sangat lunak sehingga membutuhkan campuran logam lain yang dapat mengikat karbon (C) sehingga lebih mudah diolah.
Gambar II.35. Peleburan perak dalam wadah keramik Sumber : majalah Handicraft edisi 23/Tahun IV/Desember 2005 hal. 49 2.4.2
Teknik Aplikasi pada Perhiasan Logam
Mesir Kuno merupakan salah satu peradaban tertua di dunia yang telah mengembangkan teknik aplikasi pada permukaan logam. Pada masa ini ditemukan hampir sebagian besar pondasi-pondasi awal dalam proses pengolahan logam seperti yang telah disebutkan di atas. Lebih dari itu semua, pada masa ini juga mulai bermunculan teknik-teknik aplikasi
86
seperti pemilinan (spinning), pelapisan logam dan
pematrian untuk menggabungkan
antara satu bagian perhiasan dengan bagian yang lain (joining) sebagai beberapa contohnya. Selain melalui pematrian, joining juga dapat dilakukan dengan sistem kuncian seperti yang ditemukan pada perhiasan-perhiasan Celtic 62 . Kuncian ini dapat dibuat dengan menggunakan engsel atau menggabungkan satu bagian perhiasan dengan bagian lainnya tanpa pematrian.
Selain itu penemuan akan metode pelapisan merupakan teknik yang paling siginifikan dengan proses elektro-plating. Teknik ini ditemukan oleh seorang Italia namun tidak pernah diterapkan pada perhiasan hingga pertengahan tahun 1840-an oleh Elkington dan Wright. Sebelum proses ini ditemukan, kebanyakan perhiasan murah dibuat dengan campuran material seng dan kuningan. Penemuan teknik ini mampu melapisi seluruh permukaan dengan lapisan tipis emas sehingga sulit dibedakan dengan perhiasan yang terbuat dari emas murni. 63
2.4.2.1 Cetakan (Casting)
Sifat material logam yang dapat dilebur untuk selanjutnya dibentuk kembali tanpa menurunkan kualitas logam itu sendiri memungkinkan pengaplikAsian teknik casting atau cetakan dalam pembuatan perhiasan. Cetakan perhiasan tersebut dapat dibuat dengan gips atau dapat pula menggunakan tulang sotong yang lunak dan mudah dibentuk. Pembentukan cetakan yang dihasilkan dari pahatan dan ukiran kedua sisi atau lebih cetakan kemudian disatukan dan diikat, kemudian dituangkan logam leleh ke dalam cetakan melalui saluran berbentuk V yang telah dibuat sebelumnya. Ketika logam telah mendingin dan padat, cetakan dibuka dan hasil cetakan berbentuk 3 dimensi dipindahkan dari cetakan, dirapihkan dan digosok. Cetakan batu lebih tahan lama dan dapat digunakan untuk menghasilkan perhiasan dalam jumlah masal.
62
Celtic jewelry Adalah penggayaan perhiasan pada suku Pagan yang diperolehnya dari kebudayaan Klasik Mediteranian. Para pengrajin perhiasan masyarakat Pagan ini memiliki kemampuan memindai logam yang sangat tinggi dengan kemampuan estetis yang tinggi dalam mengelaborasikan ornamen berbentuk abstrak dan geometris. Karakter visual yang menonjol dari perhiasan Celtic ini adalah bentuknya yang tegas dan masif dengan penggunaan teknik pematrian yang sangat minim (sumber : Mason, Anita. An Illustrated Dictionary of jewellery. Osprey Publishing Limited, Hampshire, English. 1973, page 64) 63 Perkembangan ini pulalah yang melahirkan kebutuhan baru akan sistem hallmarking pada perhiasan mulia karena banyaknya pemalsuan dan penggelapan perhiasan yang dilakukan oleh pandai emas.
87
Gambar II.36. Proses teknik casting dengan cetakan tulang ikan sotong 1. Tulang ikan sotong 2. Tulang ikan sotong yang seluruh sisinya telah dirapikan agar dapat berdiri dengan stabil dalam proses pencetakan dibelah dua bagian atau lebih sesuai kebutuhan agar bagian dalam tulang ikan sotong tersebut dapat diukir dan dibentuk 3.Cetakan tulang ikan sotong yang telah diukir dan siap digunakan 4.Peleburan logam melalui proses pemanasan 5.Logam cair yang telah dituang dalam cetakan tulang ikan sotong kemudian ditahan dengan bata api disekelilingnya agar cetakan tidak bergeser atau merembes keluar 6.Hasil cetakan yang telah jadi kemudian dirapihkan bentuknya dan dihaluskan dengan amplas. Sumber: Mc Grath, Jinks. The Jeweller’s Directory of Decorative Finishes. Page One, Singapore. 2005, page 60-63 2.4.2.2 Wire Wrapping Jewelry Wire wrapping adalah salah satu diantara teknik tertua pembuatan perhiasan secara konvensional. Dalam wire wrapping, perhiasan dibuat dengan kawat logam yang umum digunakan dalam teknik filigree. Kawat logam yang dapat digunakan dalam perhiasan ini memiliki pelbagai bentuk seperti lingkaran dan persegi, variasi ukuran dan tekstur permukaan, baik polos maupun berpola. Komponen kawat-kawat tersebut kemudian disatukan satu dengan yang lainnya melalui teknik mekanis yang tidak mengikutsertakan pematrian dan segala jenis proses pemanasan. Melalui pendekatan ini, kawat logam dibentuk melengkung menjadi sebuah lingkaran bentuk dekoratif lainnya sebagai rangka dasar. Setelah rangka dasar telah dibentuk, volume perhiasan dibangun dengan pengaplikAsian kawat logam yang sama dengan kawat yang digunakan untuk membangun kerangka dasar.
88
Gambar II.37. Salah satu contoh pengaplikAsian wire wrapping dalam pembuatan perhiasan Sumber : www.wikipedia.org (25 Desember 2007) Pemaparan teknis perihal pembuatan di atas menunjukkan karakteristik menonjol teknik pembuatan ini dibandingkan dengan teknik pembuatan perhiasan logam lainnya. Jika dalam pembuatan perhiasan lain teknik pematrian dan proses panas lainnya merupakan teknik dasar dalam pengolahan material, pada teknik wire wrapping ini sama sekali tidak menggunakan hal tersebut. Pematrian digantikan oleh sistem kuncian pada ujung kawat yang mengandalkan daya tekan kawat logam disekitarnya dengan bantukan flush cutter. Flush cutter sendiri adalah sejenis cutter dengan dua buah ujung yang berbeda. Ujung pertama berbentuk datar dan tumpul untuk membentuk kawat logam, sedangkan ujung lainnya runcing dan tajam untuk memotong kawat logam. Teknik pengerjaan yang cenderung lebih sederhana dibandingkan teknik pembuatan lainnya menyebabkan teknik ini dapat dikerjakan dalam studio yang sederhana. Kendati demikian, teknik konvensional ini tidak memungkinkan untuk diproduksi secara masal karena dibutuhkan ketelitian dalam menyusun kawat logam yang menjadi kerangka sekaligus membungkus permukaan perhiasan. Disisi lain kemudahan dalam membuat cetakan perhiasan yang ditawarkan oleh mesin dengan harga yang lebih ekonomis menyebabkan minimnya penggunaan teknik ini dalam produksi massal. Dewasa ini penggunaan teknik wire wrapping lebih banyak dilakukan dalam studio-studio perhiasan kecil menengah 2.4.3
Teknik Dekoratif pada perhiasan logam
89
Teknik dekoratif merupakan teknik pengolahan, baik sebagai tekstur pada permukaan logam maupun secara keseluruhan untuk menghasilkan efek visual tertentu. Terdapat pelbagai jenis teknik dekoratif yang dapat diterapkan dalam pengolahan perhiasan, namun dalam penelitian ini hanya akan dibahas beberapa teknik yang umum digunakan seperti filigree dan granulasi, repoussé dan chasing, enamel dan niello.
2.4.3.1 Filigree dan Granulasi
Istilah filigree berasal dari bahasa Italia, yaitu filum yang bermakna benang dan “granum” yang berarti biji atau bola berukuran kecil. Prinsipnya filigree adalah teknik pengaplikAsian benang logam yang biasanya berbentuk tetumbuhan dan sulur, pola yang menggulung (seperti perkamen) dan diaplikasikan pada permukaan logam. Hiasan filigree ditempatkan pada latar belakang, diperkuat dengan perekat damar, dan dipatri dengan proses yang sama dalam proses filigree dan granulasi. Dalam pengaplikAsian filigree tidak memerlukan untuk menggunakan kerangka yang lebih kuat karena bagian belakangnya telah cukup menopang. PengaplikAsian yang benang logam kerap bersamaan dengan pengaplikAsian teknik granulasi inilah yang mendasari kata “granum’ dalam istilah filigree.
Granulasi adalah teknik menghias bagian permukaan logam dengan mengaplikasikan bola kecil (biasanya memiliki kadar 22-24 karat emas) sebagai latar belakang. Teknik granulasi dan pengaplikAsian filigree pertama kali ditemukan di Mesopotamia Kuno kemudian menyebar ke Syiria, Mesir, Yunani Kuno dan Roma. Sekarang teknik ini banyak digunakan pada perhiasan India, dimana perhiasan dengan teknik ini menghadirkan kesan yang sangat mewah. Secara umum perhiasan-perhiasan dari zaman kejayaan Islam paling jelas menampilkan kronologis sejarah gaya dekoratif dan teknik pembuatan dari wilayah Laut Tengah Kuno daripada gaya Hindu India.
PengaplikAsian teknik filigree dan terutama granulasi juga terlihat jelas pada perhiasan Gujarat di Asia Barat, yaitu menyusun lingkaran-lingkaran kecil membentuk segitiga. Kemiripan pola dan teknik tersebut melahirkan benang merah yang kuat antara karya logam di Gujarat dan Yunani kuno. Hal ini kemungkinan berkembang sebagai salah satu dampak dari upaya penaklukan India Utara yang dilakukan oleh Alexander Agung pada tahun 327 SM dan pengaruh kebudayaan Yunani Kuno secara berkesinambungan pada 90
awal abad pertama. Penjelasan lain kemungkinan dikarenakan pantai pesisir Gujarat menduduki posisi penting dalam perniagaan antara negara di wilayah Laut tengah dengan India, sehingga keberadaan saudagar dari Timur Tengah dan meningkatnya populasi muslim memberikan referensi tentang tahap awal penerapan teknik pengolahan logam dengan Filigree dan Granulasi.
Gambar II.38. Proses pembuatan granulasi beserta hasilnya 1.Bubuk Charcoal 2.Blok Charcoal yang dilubangi hingga membentuk lingkaran-lingkaran kecil yang kurang lebih berukuran sama untuk akhirnya dituang dengan logam mulia cair. 3.Penyusunan butir-butir logam mulia. Media perekat yang secara tradisional digunakan adalah perekat yang terbuat dari bahan-bahan organis. 4.Contoh hasil granulasi. Sumber: Mc Grath, Jinks. The Jeweller’s Directoru of Decorative Finishes. Page One, Singapore. 2005, page 86-87 2.4.3.2 Repoussé (cetak tempa) dan Chasing
Repoussé yang dalam bahasa Prancis berarti “mendorong” adalah teknik yang diaplikasikan pada lembaran logam lunak yang mudah dibentuk dengan cara memukulnya dari sisi yang berlawanan. Proses yang memanfaatkan sifat lunak dan daya renggang logam ini membutuhkan waktu pengerjaan yang relatif panjang dengan hasil pencapaian maksimal yang sangat halus. Di sisi lain prinsip chasing merupakan kebalikan dari prinsip kerja repoussé. Chasing adalah proses meratakan kembali bentukan relief yang telah dihasilkan dengan teknik repoussé . Dalam hal ini chasing berfungsi sebagai koreksi dari teknik repoussé karena dapat menghaluskan permukaan seperti semula.
91
Gambar II.39. Proses Pengolahan logam dengan Repoussé dan Chasing 1. Menekan kedalam plat logam pada permukaan aspal yang berfungsi untuk menahan tekanan 2. Peralatan yang dibutuhkan mulai dari palu, alat pengukir untuk memndorong serta aspal sebagai penahan 3. Meletakkan plat logam yang telah disketsa sebelumnya diatas aspal 4. Mendorong plat sesuai dengan sketsa yang telah dibuat sebelumnya. Jika ada proses repoussé yang tidak pada tempatnya maka bentuk tersebut dapat dikoreksi dengan mendorong plat ke arah sebaliknya (chasing) Sumber: Mc Grath, Jinks. The Jeweller’s Directory of Decorative Finishes. Page One, Singapore. 2005 2.4.3.3 Niello
Teknik Niello sesuai dengan namanya adalah teknik yang menghasilkan perhiasan berwarna kehitaman (berasal dari bahasa Latin, Nigellus yang berarti hitam), sehingga paling umum diaplikasikan pada perhiasan perak. Teknik ini diperkirakan berasal dari Thailand dan dibawa oleh para pedagang Thailand ke Nusantara pada awal abad ke 20. Niello adalah campuran logam berwarna hitam yang terdiri dari sulpur, tembaga, tembaga dan timah yang diaplikasikan pada permukaan logam untuk menghasilkan permukaan yang kehitaman. Pola hiasan dibentuk atau dipotong pada bagian permukaan logam; bagian latar kemudian dipotong lebih dalam, kasar dan diisi dengan campuran niello dalam bentuk bubuk yang akan meleleh bila dipanaskan. Tahap penggosokan membantu menghasilkan permukaan berwarna hitam dan perak yang halus dan merata.
Perhiasan Sumatra dan Malaysia yang mengaplikasikan teknik ini biasanya berwarna lebih keabu-abuan dan lebih berkilau karena kandungan peraknya lebih tinggi; meskipun
92
begitu kandungan perak dalam penerapan teknik ini berbeda di tiap daerah. Teknik ini banyak digunakan di daerah Sumatra dan Malaysia hingga awal abad 20, namun kini kian sedikit diproduksi. Teknik ini juga diterapkan di Jawa meskipun jarang, dan ada kemungkinan juga di Sulawesi. Terkadang teknik ini sulit dibedakan dengan teknik bidri yang ada di India, dimana teknik bidri ini melalui proses berlawanan dengan proses Niello pada umumnya, dimana logam mulia ditatahkan sebagai dasar. Teknik ini jarang digunakan pada perhiasan Asia Tenggara, meskipun begitu ditemukan ikat pinggang besi di Jawa dengan teknik bidri ini. 64
2.4.3.4 Enamel
Enamel adalah teknik dekoratif permukaan perhiasan dengan efek seperti kaca berwarnawarni melalui proses pemanasan. Proses enamel memerlukan pigmen yang komposisinya menyerupai kaca, seperti campuran silika dari kuarsa atau pasir, soda atau pottasium dan timah. Campuran tersebut biasanya ditambahkan logam oksida lainnya untuk menghasilkan warna opaque (warna yang tidak tembus cahaya). Teknik dekoratif enamel selanjutnya akan dipaparkan dalam gambar II.40 Di bawah ini.
Gambar II.40. Proses penerapan teknik aplikasi enamel secara umum pada perhiasan logam 64
Ritcher, Anne. The Jewelry of Southeast Asia. 2000. Thames &Hudson, London.299
93
1.Membersihkan plat dari segala jenis kotoran yang menempel dengan air 2.Membuat kedalaman pada plat logam dengan alat pengukir agar lapisan enamel yang akan melapisi permukaan logam akan semakin kuat menempel pada logam 3.Melarutkan enamel dengan air 4.Mengaplikasikan larutan enamel pada permukaan plat logam 5.Plat kemudian dimasukkan ke dalam tungku atau oven khusus untuk melalui tahap pemanasan 6. Menurunkan suhu plat dengan memasukkannya ke dalam air, sekaligus berfungsi untuk menghilangkan sisa oksidasi Sumber: Mc Grath, Jinks. The Jeweller’s Directoy of Decorative Finishes. Page One, Singapore. 2005, page 94-97 Teknik ini diperkenalkan di Nusantara melalui interaksi masyarakat pribumi dengan para pedagang dari Timur Tengah yang membawa serta budaya dan agama Islam. Penggunaan enamel tampak pada perhiasan-perhiasan di Aceh dan mahkota kerajaan banten pada abad ke 18 dan diperkirakan para ahli telah dipergunakan di Nusantara jauh sebelum itu meskipun tidak terlalu digemari mengingat kuatnya kepercayaan akan batu bertuah dan permainan refleksi serta refraksi cahaya yang mampu dihasilkan bebatuan, baik mulia maupun semi mulia.
2.5
Jenis-jenis Perhiasan pakai Berdasarkan Fungsinya beserta Struktur Dasar dan Pengembangannya
Perhiasan sebagai penghias tubuh yang bersifat personal memiliki pelbagai macam jenis yang sangat banyak. Beberapa dari jenis-jenis perhiasan diantaranya adalah mahkota, anting, cincin, gelang, bros dam masih banyak lagi. Dalam sub bab ini jenis-jenis perhiasan yang akan dipaparkan secara mendetail hanyalah perhiasan yang memiliki fungsi sebagai kalung, anting dan bros. Pembatasan wilayah bahasan tersebut terkait dengan batasan masalah yang sebelumnya telah dipaparkan pada bab pertama.
2.5.1
Kalung
Kalung merupakan perhiasan yang paling banyak digunakan oleh perempuan masa kini dibandingkan jenis perhiasan lainnya. kecenderungan tersebut dilatarbelakangi karena beberapa hal. Penyebab pertama adalah karena letaknya yang sejajar dengan jarak pandang normal sehingga lebih mudah menarik perhatian. Kecenderungan tersebut juga
94
dilatarbelakangi luasnya kemungkinan-kemungkinan penggayaan desain yang dapat dilakukan pada sebuah kalung.
1. Mata kalung
Mata kalung adalah hiasan kalung yang berada di tengah sehingga kerap tampil sebagai fokus utama dalam sebuah kalung. Mata kalung ini dapat digayakan terpisah atau menyatu dengan rantai kalung. Mata kalung yang menyatu dengan rantai kalung umumnya digabungkan dengan lingkaran logam kecil antara mata kalung dan rantainya. Mata kalung yang terpisah dengan rantai kalung umumnya bertujuan agar mata kalung dapat bergerak dinamis dan lentur. Mata kalung tersebut umumnya dikenal dengan istilah Pendant kalung.
Gambar II.41. Contoh mata kalung berbentuk pendant karya John Hardy Sumber: www.john_hardy.com ( 22 September 2007) 2. Rantai kalung
Rantai kalung adalah bagian yang menahan kalung agar dapat menggantung pada leher. Rantai kalung ini dapat mempertegas visualisasi kalung secara keseluruhan, sehingga banyak para desainer perhiasan mengembangkan struktur rantai kalung konvensional menjadi penggayaan-penggayaan baru. Rantai kalung umumnya dihasilkan melalui gabungan beberapa benang logam yang dirangkai dengan sistem kuncian tertentu sehingga menghasilkan rantai kalung yang lentur dan dinamis. Meskipun begitu, adapula rantai kalung yang masif dan stabil seperti rantai kalung Omega.
95
Di bawah ini akan dipaparkan beberapa jenis rantai kalung yang umum diaplikasikan pada perhiasan.
Tabel II.7. Jenis rantai kalung Anchor
Jenis rantai kalung yang umum diaplikasikan pada perhiasan Gambar
Keterangan
Anchor chain merupakan jenis rantai kalung yang terinspirasi dari bentuk jangkar. Rantai ini juga dikenal dengan istilah sigar chain. Rantai ini berbentuk angka 8 yang dirangkai menjadi sebuah kesatuan sehingga jika dilihat secara keseluruhan akan menghasilkan kesan anyaman pada rantai kalung. Anyaman Jenis rantai kalung ini terisnpirasi dari sistem anyaman pada benda-benda praktis masyarakat pramoderen.
96
Strukutur yang awalnya diaplikasikan pada materialmaterial organis seperti pelepah daun pisang atau rotan ini diaplikasikan dalam bentuk benang kwat dengan material logam.
Ball Sistem rantai kalung ini menggunakan bentuk sambungan antara lingkaran satu dengan yang lain.
Bead Rantai ini tersusun dari rangkaian manik-manik yang dibentuk hingga menjadi sebuah kesatuan.
Bedeg Rantai kalung ini terinspirasi dari struktur anyaman pada bedeg.
Briollette Briollette chain dikenal pula dengan istilah box chain. Rantai ini menggunakan unit berbentuk kotak yang jika dilihat secara keseluruhan akan menghadirkan bentuk geometris serta permainan antara kompisisi bagian isi dengan kosong. Byzantine Rantai kalung ini merupakan salah satu jenis rantai kalung tertua di dunia. Rantai yang dikenal dengan istilah “Borobudur” oleh para pengrajin perhiasan Jawa dan Bali ini terjalin dari kuncian kawat-kawat logam berbentuk lingkaran.
Tabel II.7.
Jenis rantai kalung Curb
Jenis rantai kalung yang umum diaplikasikan pada perhiasan (lanjutan)
Gambar
Keterangan
Curb chain merupakan pengembangan dari trace chain. Curb chain ini dibentuk dari lingkaran logam yang digabungkan melalui proses pematrian. Setelah tergabung menjadi sebuah rangkai kalung, selanjutnya rangkaian tersebut dipipihkan sehingga tampak datar.
97
Fancy Fancy chain prinsipnya adalah istilah yang merujuk pada pengembangan rantai perhiasan selain jenis rantai yang umum digunakan. Lahirnya istilah ini menyikapi banyaknya variasi dengan rantai untuk perhiasan dewasa ini. Figaro Figaro chain sebenarnya bukanlah penggayan rantai, namun lebih kepada variasi desain rantai yang sangat popular dewasa ini. Figaro chain merupakan pengembangan dari curb chain Herringbone Rantai jenis ini merupakan rantai yang paling mampu menghadirkan kesan cair. Herringbone chain merupakan pengembangan dari V chain Omega chain Omega chain adalah rantai kalung dengan bentuk yang paling sederhana dan masif. Rantai kalung ini dihasilkan dari sehelai kawat logam berdiameter kurang lebih 5 milimeter. Kawat tersebut kemudian dibentuk berbentuk huruf O dengan garis yang tipis dan ramping.
Rope Rope chain terbuat dari dua buah kawat perak yang dipilin bersamaan sehingga menghadirkan garis-garis diagonal pada permukaan rantai. Rope chain juga dikenal dengan istilah “tali air” pada pengrajin perhiasan Jawa dan Bali
Singapore Singapore chain merupakan pengembangan dari curb chain. Rantai jenis ini sebenarnya adalah curb chain yang dipilin sehingga menghasilkan efek memutar.
Tabel II.7. Jenis rantai kalung Snake
Jenis rantai kalung yang umum diaplikasikan pada perhiasan (lanjutan) Gambar
Keterangan
Snake chain ini oleh para pengrajin perhiasan di Jawa dan Bali dikenal dengan istilah “tulang Naga”. Teknik pembuatan rantai tulang naga ini merupakan pengembangan dari wheat chain.
98
Trace Rantai ini adalah jenis rantai yang paling sederhana dan merupakan dasar dari pengembangan jenis rantai perhiasan lainnya, seperti curb chain, briollette chain dll. V Rantai ini tersusun dari kawat logam yang disusun horisontal dengan dua buah bulatan pada bagian atas dan bawahnya. Sehelai benang logam dibagi sama panjang kemudian dililitkan pada kawat logam di bawahnya membentuk huruf V.
Wheat Wheat chain ini kerap pula dikenal dengan istilah loop-in-loop. Rantai kalung ini terdiri dari jalinan kawat logam berbentuk lingkaran yang dibentuk angka 8. setelah berbentuk angka 8 kawat logam dibagi dua dan diikatkan dengan unit kawat logam dengan bentuk yang sama.
3. Sistem kuncian pada kalung
Sistem kuncian pada kalung ini dapat pula diaplikasikan pada gelang Meskipun sistem kuncian kalung diletakkan pada bagian belakang leher, namun bagian ini tidak luput dari penggayaan desain. Tidak jarang pada permukaan sistem kuncian ini juga diaplikasikan ragam hias sesuai dengan kebutuhan tema kalung secara keseluruhan.
Sistem kuncian ini pada prinsipnya adalah menyambungkan ujung rantai kalung yang satu dengan yang lain agar dapat dikenakan. Prinsip sistem kuncian yang sangat luas tersebut melahirkan banyak sekali variasi desain. Di bawah ini akan dipaparkan bentuk kuncian pada kalung yang umum diaplikasikan pada perhiasan. Tabel II.8. Jenis kait kalung Clasp
Sistem kuncian pada kalung Gambar
99
Hook
S
Spring
Toggle
Tounge
2.5.2
Bros
Bros merupakan perhiasan yang secara umum terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah bentuk dasar bros. Bentuk dasar ini adalah bentuk yang tampak dari luar. Bagian selanjutnya adalah sistem kuncian yang berada di belakang bros. Sistem kuncian ini umumnya menggunakan sistem kait yang mirip dengan kuncian pada peniti
Dalam perjalanannya, bros tidak mengalami banyak perubahan seperti jenis perhiasan lainnya seperti kalung, anting dan gelang sebagai beberapa contohnya. Pengembangan pada bros lebih banyak dititikberatkan pada komposisi hiasan bros itu sendiri.
2.5.3
Jenis-jenis Anting
Seperti halnya kalung, anting juga merupakan salah satu jenis perhiasan yang umum dikenakan oleh perempuan masa kini. Bentuk anting yang dapat digayakan sederhana dan letaknya yang sejajar dengan jarak pandang normal menyebabkan jenis perhiasan ini
100
banyak digunakan dalam pelbagai kesempatan. Di bawah ini akan dipaparkan jenis-jenis anting dalam bentuk tabel Tabel II.9 Jenis anting Clasp earring
Pelbagai jenis anting dan sistem kunciannya Gambar
Keterangan Anting ini menggunakan sistem jepit sehingga tidak memerlukan lubang pada cuping kuping.
Clip on earring Anting ini menggunakan penaham yang tampak pada anting jepit, namun masih mengggunakan lubang pada cuping anting untuk menahan kawat logam.
Dangle earring Anting ini jatuh menjuntai dinamis ketika dikenakan. Karena bentuknya yang dinamis, anting ini cenderung ringan dan dikomposisikan vertikal
Ear stud Anting tusuk dengan kuncian dibagian belakang untuk menahan anting pada cuping kuping. Jenis yang umumnya berbentuk lingkaran ini umum dikenal dengan istilah Suweng atau subang pada pengrajin perhiasan di Nusantara. Suweng biasanya ditujukan pada anting yang berukuran lebih kecil. Ear thread Anting ini memiliki ukuran setipis benang sehingga dapat masuk melalui lubang pada kuping. Kuncian pada anting ini berbentuk bulat dan dipasangkan pada bagian luar cuping kuping sehingga tampil sebagai kesatuan visual anting ketika dikenakan.
Tabel II.9 Jenis anting Hoop
Pelbagai jenis anting dan sistem kunciannya (lanjutan) Gambar
Keterangan Anting dengan desain lingkaran atau semi lingkaran yang jika dilihat sekilas akan tampak seperti cincin
101
Magnetic earring
-
Anting ini menggunakan daya tarik menarik magnet sehingga tidak memerlukan lubang pada cuping kuping.
102