BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 New Public Management Mulai tahun 1990-an ilmu administrasi publik mengenalkan paradigm baru yang sering disebut New Public Management (Hood dan Jackson, 1991). Walaupun juga disebut dengan nama lain misalnya Post-bureaucratic Paradigm (Barzelay dan Armajani, 1992) dan Reinventing Government (Osborne dan Gaebler, 1992), tetapi secara umum disebut NPM karena berangkat dari gagasan Christopher Hood sebagai awal mula paradigma alternatif. Paradigma alternatif ini menekankan pada perubahan perilaku pemerintah menjadi lebih efektif dan efisien dengan prinsip The Invisible Hand Adam Smith, yaitu mengurangi peran pemerintah, membuka peran swasta dan pemerintah lebih berfokus pada kepentingan publik yang lebih luas. NPM berakar dari teori manajemen yang beranggapan bahwa praktik bisnis komersial dan manajemen sektor swasta adalah lebih baik dibandingkan dengan praktik dan manajemen pada sektor publik. Oleh karena itu, untuk memperbaiki kinerja sektor publik, perlu diadopsi beberapa praktik dan teknik manajemen yang diterapkan di sektor swasta ke dalam sektor publik, seperti pengadopsian mekanisme pasar, kompetisi tender, dan privatisasi perusahaan perusahaan publik (Mardiasmo, 2002:78). Dengan adanya perubahan pada sektor publik tersebut, terjadi pula perubahan pada akuntansi sektor publik, yaitu perubahan sistem akuntansi dari akuntansi berbasis kas menjadi akuntansi berbasis akrual.
9
10
Perubahan tersebut diperlukan karena sistem akuntansi berbasis kas dianggap saat ini tidak lagi memuaskan, terutama karena kekurangannya dalam menyajikan gambaran keuangan yang akurat dan dalam memberikan informasi manajemen yang berguna dan memadai untuk memfasilitasi perencanaan dan proses kinerja (Cohen et al. 2007). Menurut Christiaens (2001) reformasi akuntansi pemerintahan sering menjadi langkah pertama reformasi pemerintah dan itulah sebabnya dapat dianggap sebagai kondisi yang penting dan prasyarat bagi keberhasilan reformasi pemerintah lainnya di bawah gelombang transformasi NPM, seperti reformasi organisasi dan manajerial. Oleh karena itu, penerapan yang efektif dan sukses dari reformasi akuntansi berperan penting dan dominan dalam penerapan dan keberhasilan praktik dan teknik NPM lain dalam organisasi publik. Tanpa implementasi yang memadai dan sukses, semua keuntungan, tujuan dan harapan reformasi akan hilang karena fakta bahwa sistem akuntansi yang baru tidak akan dapat memberikan informasi manajerial dan keuangan yang relevan dan akurat untuk mendukungnya. Secara khusus, dalam literatur akuntansi sektor publik internasional, inisiatif akuntansi
akrual
diperkirakan
memiliki
sejumlah
manfaat
yang
dapat
dikelompokkan dan diringkas sebagai berikut: (i) memberikan gambaran yang jelas dari total biaya pemerintah, program kegiatan dan layanan yang diberikan; pengukuran yang lebih baik untuk biaya dan pendapatan; peningkatan proses kontrol dan transparansi, (ii) fokus lebih besar pada output; fokus pada dampak jangka panjang dari keputusan, (iii) penggunaan yang lebih efisien dan efektif dan manajemen sumber daya dan akuntabilitas yang lebih besar, (iv) pengurangan dan
11
pengukuran yang lebih baik dari pengeluaran publik, (v) pelaporan yang lebih baik dari posisi keuangan organisasi sektor publik, (vi) manajemen keuangan yang lebih baik; peningkatan pengukuran kinerja dan perbandingan yang lebih baik dari kinerja manajerial antar periode dan organisasi dengan menghitung indikator berdasarkan data keuangan dan operasional yang komprehensif dan konsisten; (vii) perhatian lebih besar untuk aset dan informasi lebih lengkap mengenai kewajiban organisasi publik melalui aset yang lebih baik dan manajemen hutang; (viii) perencanaan yang lebih baik untuk kebutuhan dana masa depan (ix) membantu dengan keputusan membuat/membeli atau menyewa/membeli; (x) keputusan lebih baik tentang kelayakan penyediaan layanan. (Mellett, 2002; Cohen et al. 2007; Pessina and Steccolini, 2007; dan International Federation of Accountant-Public Sector Commitee, 2000 dan 2002:7-10). Menurut Pollitt (2002) adopsi inovasi NPM dapat dikategorikan pada empat tahap yang berbeda: (1) pengungkapan, (2) keputusan, (3) praktik, dan (4) dampak dari perubahan. Penelitian ini berfokus pada tahap praktik di mana inovasi NPM secara teknis digunakan oleh organisasi sektor publik, termasuk faktor-faktor kontekstual dan organisasi yang dapat mempengaruhi penggunaan teknik-teknik baru dalam praktik. Dalam konteks NPM dan mengikuti contoh dari sejumlah negara lain di Eropa dan seluruh dunia, pemerintah Indonesia juga mengalami sejumlah perubahan akuntansi keuangan dan reformasi selama hampir satu dekade terakhir dalam rangka memenuhi tantangan globalisasi yang meningkat.
12
2.1.2 MODEL PELAPORAN KEUANGAN AKRUAL PEMERINTAH DAERAH Indonesia, seperti berbagai negara lainnya, telah melaksanakan reformasi akuntansi sektor publik yang signifikan sejak disahkannya PP 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Standar Akuntansi Pemerintahan tersebut menggunakan basis kas untuk pengakuan transaksi pendapatan, belanja dan pembiayaan, dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana. Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 masih bersifat sementara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.Pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual menurut Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 perlu diganti. Kemudian sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 yang meliputi SAP Berbasis Akrual dan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual. SAP Berbasis Akrual terdapat pada Lampiran I Peraturan Pemerintah tersebut dan berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas yaitu mulai akhir tahun 2010. Kemudian SAP Berbasis Kas Menuju Akrual pada Lampiran
13
II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Lampiran II PP tersebut, yaitu sampai dengan akhir tahun 2014.Selanjutnya, setiap entitas pelaporan, baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah wajib melaksanakan SAP Berbasis Akrual. Walaupun entitas pelaporan untuk sementara masih diperkenankan menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual, entitas pelaporan diharapkan dapat segera menerapkan SAP Berbasis Akrual. Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tersebut mendelegasikan perubahan terhadap PSAP diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Perubahan terhadap PSAP tersebut dapat dilakukan sesuai dengan dinamika pengelolaan keuangan negara. Meskipun demikian, penyiapan pernyataan SAP oleh KSAP tetap harus melalui proses baku penyusunan SAP dan mendapat pertimbangan dari BPK. Di dalam Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1 Tahun 2004, sebagaimana diacu dalam Pasal 70 ayat (2), mengatur bahwa pengakuan pendapatan dan belanja pada APBN/APBD menggunakan basis akrual. Di lain pihak, praktik penganggaran dan pelaporan pelaksanaannya pada sebagian besar negara, termasuk Indonesia, menggunakan basis kas. Untuk itu KSAP menyusun SAP Berbasis Akrual yang mencakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan finansial, yang memfasilitasi pencatatan pendapatan dan beban dengan basis akrual.
14
Laporan pelaksanaan anggaran yang berbasis kas terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.Laporan finansial yang berbasis akrual terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas.Perbedaan mendasar SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional.
Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber
daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan. Tabel 2.1 Model Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Dalam PP 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Model Laporan Laporan mengenai informasi pertanggungjawaban penggunaan anggaran
Laporan mengenai sumber daya ekonomi dan arus kas pemerintah daerah
Bagian dalam SAP
Komponen Laporan Keuangan
PSAP 02
Laporan Realisasi Anggaran
PSAP 01
Neraca
PSAP 01
Laporan Perubahan Ekuitas
PSAP 01
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih
PSAP 03
Laporan Arus Kas
PSAP 04
Catatan atas Laporan Keuangan
PSAP 12
Laporan Operasional
PSAP 13 (update)
Laporan Keuangan untuk Badan Layanan Umum
15
Untuk pemerintah daerah, penerapan SAP berbasis akrual diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 2013 yang memberikan panduan rinci mengenai penyajian dan pengungkapan laporan keuangan akrual untuk pemerintah daerah. Kebutuhan yang lebih tinggi untuk meningkatkan kualitas informasi yang diterima oleh pengambil keputusan tercermin dari jumlah komponen laporan keuangan yang semakin beragam, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.1 2.1.3 Kegunaan Model Pelaporan Keuangan Berbasis Akrual untuk Pengambilan Keputusan di Pemerintah Daerah Menurut Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan sesuai PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan. Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upayaupaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan:
16
(a)
akuntabilitas, yakni mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik;
(b)
manajemen,
untuk
membantu
para
pengguna
untuk
mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat; (c)
transparansi, yakni memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak
untuk
mengetahui
secara
terbuka
dan
menyeluruh
atas
pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundangundangan. (d)
keseimbangan antargenerasi (intergenerational equity), yaitu membantu para pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut;
(e)
evaluasi kinerja, untuk mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam penggunaan sumber daya ekonomi yang dikelola pemerintah untuk mencapai kinerja yang direncanakan.
17
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan: a) menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya keuangan; b) menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran; c) menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai; d) menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; e) menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman, serta; f) menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. Secara spesifik kemudian dijabarkan dalam laporan keuangan dalam bentuk kumpulan
informasi
keuangan/ekonomi,
mengenai transfer,
sumber
pembiayaan,
dan sisa
penggunaan lebih/kurang
sumber
daya
pelaksanaan
18
anggaran, saldo anggaran lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki: a) relevan; laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu atau masa kini, dan memprediksi masa depan (predictive value), serta menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu (feedback value). Informasi yang relevan juga harus disajikan secara tepat waktu dan lengkap mencakup seluruh informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memperhatikan kendala (constraint) yang ada. b) andal; informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi mungkin relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal memenuhi karakteristik yakni disajikan secara jujur, dapat diverifikasi, dan netral. c) dapat dibandingkan; informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan lain pada umumnya.
19
Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan menerapkan kebijakan akuntansi yang sama, apabila entitas pemerintah menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya perubahan. d) dapat dipahami; informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang dimaksud. Meskipun tidak ada hirarki yang spesifik diantara keempat karakteristik kualitatif ini, tetapi relevan merupakan karakteristik kualitatif yang paling utama untuk mempengaruhi pengambilan keputusan dan paling dipertimbangkan untuk pengungkapan dan penyajian laporan keuangan, atau dengan kata lain kualitas informasi laporan keuangan bergantung pada relevansi informasi yang disajikan (Ryan et al. 2002). Akuntansi berbasis akrual merupakan international best practice dalam pengelolaan keuangan modern yang sesuai dengan prinsip New Public Management (NPM), yang mengedepankan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan (Kemenkeu, 2014). Akuntansi berbasis akrual telah
20
diimplementasikan di berbagai negara yang tergabung dalam OECD pada setiap tingkatan pemerintahan, bahkan di negara-negara Eropa kontinental, yang skeptis dengan teori NPM (Christiaens dan Rommel, 2008; Pina et al. 2009). Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar (Kerangka Konseptual PP 71 Tahun 2010). Menurut Guthrie (1998) dan Caperchione (2006) basis akrual untuk sektor publik diperkenalkan karena informasi yang dihasilkan dari akuntansi berbasis kas dianggap tidak cukup memadai, baik untuk transparansi dan akuntabilitas, maupun untuk pengambilan keputusan. Basis kas tradisional juga berfokus pada input yang ditransformasi ke dalam sistem akuntansi akrual yang output oriented yang mirip dengan sektor privat (Brostrom, 1998;Guthrie, 1998;Torres, 2004). Menurut Modul Penerapan Akrual Kementerian Keuangan (2014), penerapan basis akrual akan sangat bermanfaat bagi Indonesia karena memiliki kelebihankelebihan diantaranya: a)
menghasilkan laporan keuangan yang lebih baik untuk tujuan pengambilan keputusan karena memenuhi azas ”semakin baik informasi, maka semakin baik keputusan”;
b) pengalokasian sumber daya dapat diketahui lebih akurat; c)
penilaian kinerja yang lebih akurat dalam satu tahun pelaporan karena penilaian kesehatan keuangan dikaitkan pada kinerja organisasi pemerintah;
d) dapat menghasilkan nilai aset, kewajiban dan ekuitas yang lebih baik; e)
pengukuran penilaian biaya suatu program/kegiatan yang lebih baik;
21
f)
sesuai Reformasi Manajemen Keuangan pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara;
g) sesuai dengan internationalbest practices, termasuk untuk kebutuhan Government Finance Statistics (GFS) yang berbasis akrual; h) mengakumulasi kewajiban pembayaran pensiun; i)
menyelaraskan/meratakan belanja modal dengan akuntansi penyusutan;
j)
mewaspadai risiko default hutang yang akan jatuh tempo bersanksi denda;
k) memungkinkan perundingan dan penjadwalan utang yang mungkin tak mampu dibayar di masa depan yang masih jauh, tanpa tergesa-gesa; l)
permintaan hair cut apabila posisi keuangan terlihat tidak tertolong lagi menjadi masuk akal di mata negara/lembaga donor;
m) memberi gambaran keuangan lebih menyeluruh tentang keuangan negara dari sekadar gambaran kas, serta; n) Mengubah perilaku keuangan para penggunanya menjadi lebih transparan dan akuntabel. Berbagai kritik diutarakan ahli terkait adopsi akrual ke sektor publik, diantaranya Carlin (2005) yang menyatakan bahwa tidak ada satu penelitian pun yang secara empiris membuktikan adanya hubungan antara adopsi akuntansi dan pelaporan keuangan akrual dengan peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan. Kritik lain berkaitan dengan klaim bahwa sistem akrual dapat meningkatkan pengukuran biaya yang memudahkan keputusan pengalokasian sumber daya, yang dimungkinkan dengan mengakui biaya secara penuh termasuk depresiasi dan cost of capital yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa
22
(Robinson, 1998). Argumen ini dianggap oleh peneliti lain yang telah membuktikan baik secara empiris maupun analitis, malah dapat membiaskan estimasi biaya yang berujung keputusan yang salah terkait keputusan investasi/belanja dan alokasi sumber daya pemerintah (Carlin, 2000). Selain itu telah dilakukan berbagai studi yang memberikan bukti bahwa sistem pelaporan keuangan akrual di pemerintahan lokal yang diadopsi dari sistem pelaporan keuangan bisnis, bukan merupakan sistem pelaporan keuangan yang paling sesuai untuk pengambilan keputusan dan pengendalian intern (Brusca, 1997; Askim, 2008; Yamamoto, 2008; Windels dan Christiaens, 2008; Cohen, 2009; Grossi dan Reichard, 2009; Nogueira dan Jorge, 2010). Dalam sebuah penelitian di Jerman dan Italia, ditemukan bahwa sulitnya pengkomunikasian informasi akuntansi dengan kualitas lebih tinggi dalam laporan keuangan berbasis akrual dan kurangnya kompetensi dan pengalaman berkaitan dengan konsep akuntansi yang baru (basis akrual) merupakan beberapa faktor yang membuat pengguna laporan keuangan menganggap sistem pelaporan keuangan akrual tidak cocok untuk memenuhi kebutuhan mereka, utamanya dalam konteks informasi untuk pengambilan keputusan (Grossi dan Reichard, 2009). Meskipun dengan berjalannya waktu ditemukan bahwa pemahaman akan relevansi informasi akrual semakin meningkat seiring dengan kemampuan pengguna untuk mencerna informasi yang disajikan. Lebih lanjut disimpulkan setelah beberapa tahun pengaplikasiannya, sistem akrual dianggap lebih atraktif untuk pengambilan keputusan dibanding basis kas, seiring pengalaman dan
23
pembelajaran yang diperoleh pengguna dalam penerapan akrual (Kober et al. 2010; Andriani et al. 2010). Pengendalian intern juga merupakan hal yang sangat critical untuk menentukan kegunaan informasi keuangan dalam pengambil keputusan internal. Yamamoto (2008) menyimpulkan bahwa pengendalian intern, diantara hal-hal lain, menjadi penekanan paling penting bagi politisi di Jepang dalam menggunakan laporan keuangan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Dalam penelitian lain, Brusca (1997) dalam sebuah studi yang dilakukan di salah satu pemerintah daerah di Spanyol, menyimpulkan adanya korelasi positif antara pengendalian intern dengan tingkat kemanfaatan informasi keuangan. 2.2 Skema Kerangka Teoritis Peneliti ingin mengidentifikasi kepuasan pengguna terkait model pelaporan keuangan akrual untuk pengambilan keputusan internal serta mengidentifikasi sejauh mana pengendalian intern dan relevansi informasi pelaporan keuangan dianggap telah memadai dan berperan untuk pengambilan keputusan internal di pemerintah daerah dalam konteks Indonesia. Berikut ini adalah kerangka yang menggambarkan model penelitian dan hubungan antara variabel yang digunakan dalam penelitian. Relevansi Informasi Pelaporan Keuangan
Model Pelaporan Keuangan Akrual
Pengambilan Keputusan Internal
Peran Pengendalian Intern Pelaporan Keuangan