BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori Dalam perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu negara, peranan
pemerintah secara empiris tidak dapat dihindarkan. Peran pemerintah tersebut diwujudkan dalam kebijakan fiskal. Kebijakan ini memiliki dua instrumen pokok, yaitu: perpajakan (tax policy) dan pengeluaran (expenditure policy). Dalam hal pembangunan ekonomi rancangan kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan aspek ekonomi seperti pendapatan perkapita, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan stabilitas ekonomi tetapi juga peningkatan harkat sosial seperti pemerataan, pendidikan dan kesehatan. 2.1.1. Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal merupakan tindakan pemerintah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian melalui pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (G) untuk mencapai tujuan makroekonomi, pajak dan pengeluaran pemerintah mempunyai dampak terhadap permintaan agregat dari barang dan jasa di dalam perekonomian. Tax atau pajak (T) dalam analisis ekonomi makro dipandang sebagai daya beli masyarakat berupa uang yang diserahkan kepada pemerintah, penyerahan uang tersebut tidak ada pemberian balas jasa secara langsung dari pemerintah. Pengeluaran pemerintah atau Government Expenditure (G) merupakan pengeluaran pemerintah dan atas pengeluaran tersebut pemerintah akan memperoleh hasil secara langsung,
Universitas Sumatera Utara
misalnya pengeluaran pemerintah untuk membayar gaji pegawai negeri hasil yang diperoleh pemerintah berupa prestasi kerja dari pegawai negeri tersebut. Government Transfer (TR) merupakan pengeluaran pemerintah tetapi atas pengeluaran tersebut pemerintah tidak memperoleh hasil secara langsung pada tahun anggaran pengeluaran itu terjadi, misalnya pembayaran pensiun, beasiswa dan subsidi lainnya (Murni, 2006). Kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Kebijakan fiskal aktif atau diskresioner (discretionary fiscal policy). 2. Kebijakan fiskal nondiskresioner (nondiscretionary fiscal policy). Kebijakan Fiskal Aktif atau Diskresioner (Discretionary Fiscal Policy) Kebijakan fiskal aktif atau diskresioner adalah kebijakan di mana pemerintah melakukan perubahan tingkat pajak atau program-program pengeluarannya, dapat bersifat ekspansif dan kontraktif. a.
Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy) adalah kebijakan yang
dilakukan melalui peningkatan pengeluaran pemerintah (G dan/atau penurunan penerimaan pajak T) dengan tujuan untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian selanjutnya akan mengurangi pengangguran yang ada, umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesi. Peningkatan Pengeluaran Pemerintah Belanja pemerintah (G) adalah salah satu komponen pengeluaran, maka pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi mengakibatkan pengeluaran yang direncanakan yang lebih tinggi untuk pendapatan. Jika belanja pemerintah naik
Universitas Sumatera Utara
sebesar ÄG maka kurva pengeluaran yang direncanakan bergeser ke atas sebesar ÄG seperti Gambar 2.1 di bawah ini: E
Y=E E = C + I +G2
B
ÄG
E2=Y2 ÄY
E = C + I +G1
A Kenaikan dalam belanja pemerintah menggeser pengeluaran yang direncanakan ke atas
E1=Y1
450 0
E1=Y1
Y
E2=Y2
r LM
r2 IS2 r1 IS1
0
Y1
Y2
Y
Gambar 2.1. Peningkatan Pengeluaran Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa kenaikan belanja pemerintah sebesar ÄG meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar jumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan dapat meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Kenaikan dalam pendapatan ÄY melebihi kenaikan belanja pemerintah ÄG jadi kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda terhadap pendapatan. Kenaikkan belanja pemerintah menggeser kurva IS ke kanan. Pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2 dan tingkat bunga naik dari r1 ke r2. Ketika pemerintah meningkatkan belanjanya atas barang dan jasa pengeluaran yang direncanakan akan naik. Kenaikan pengeluaran yang direncanakan akan mendorong produksi barang dan jasa yang menyebabkan pendapatan total Y meningkat karena peningkatan uang bergantung pada pendapatan, kenaikkan pendapatan total meningkatkan jumlah uang yang diminta pada setiap tingkat bunga. Akan tetapi jumlah uang beredar tidak berubah menunjukkan bahwa penawaran keseimbangan uang riil adalah tetap tidak tergantung pada tingkat bunga sehingga permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan tingkat bunga ekuilibrium r naik. Ketika tingkat bunga naik perusahaan mengurangi rencana investasinya. Penurunan investasi ini sebagian mengurangi dampak ekspansif dari kenaikan belanja pemerintah. Pergeseran horizontal kurva IS sama dengan kenaikan pendapatan ekuilibrium dalam perpotongan keynesian, jumlah ini lebih besar daripada kenaikan pendapatan ekuilibrium dalam model IS-LM. Perbedaan itu dijelaskan oleh desakan investasi (crowding out of invesment) yang diakibatkan oleh tingkat bunga yang lebih tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Pengurangan Penerimaan Pajak Pengurangan pajak sebesar ÄT secara langsung akan menaikkan disposible income (Y – T) sebesar ÄT maka menaikkan konsumsi sebesar MPC x ÄT. Pada setiap tingkat pendapatan Y pengeluaran yang direncanakan sekarang akan lebih tinggi seperti Gambar 2.2 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa pengurangan pajak sebesar ÄT meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar MPC x ÄT untuk setiap tingkat pendapatan ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2, kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda terhadap pendapatan. Penurunan pajak menggeser kurva IS ke kanan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B. Pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2 dan tingkat bunga naik dari r1 ke r2. Karena tingkat bunga yang lebih tinggi daripada kenaikan pendapatan dalam model IS-LM lebih kecil daripada kenaikan pendapatan dalam perpotongan keynesian. b.
Kebijakan fiskal kontraktif (contractionary fiscal policy) adalah kebijakan
fiskal yang dilakukan melalui pengurangan pengeluaran pemerintah (G) dan/atau peningkatan penerimaan pajak (T) dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat di dalam perekonomian. Dengan demikian jika perekonomian dalam keadaan inflasi maka kebijakan fiskal yang kontraktif dapat diterapkan untuk menurunkan permintaan agregat (AD).
Universitas Sumatera Utara
Y=E
E
E = C2 + I +G
B
ÄT
E2=Y2 ÄY
E = C1 + I +G
A Pemotongan pajak menggeser pengeluaran yang direncanakan ke atas
E1=Y1
450 0
E1=Y1
Y
E2=Y2
r LM
r2 IS2 r1 IS1
0
Y1
Y2
Y
Gambar 2.2. Pengurangan Penerimaan Pajak
Universitas Sumatera Utara
Pengurangan Pengeluaran Pemerintah Penurunan belanja pemerintah sebesar ÄG menurunkan pengeluaran yang direncanakan sebesar jumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan dapat menurunkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Penurunan belanja pemerintah menggeser kurva IS ke kiri. Pendapatan menurun dari Y1 ke Y2 dan tingkat bunga turun dari r1 ke r2. Ketika pemerintah menurunkan belanjanya atas barang dan jasa pengeluaran yang direncanakan akan turun. Penurunan pengeluaran yang direncanakan akan mengurangi produksi barang dan jasa yang menyebabkan pendapatan total Y menurun dan dapat menahan inflasi dapat dilihat pada Gambar 2.3 di bawah ini. Peningkatan Penerimaan Pajak Peningkatan pajak sebesar ÄT secara langsung akan menurunkan disposible income (Y–T) sebesar ÄT maka menurunkan konsumsi sebesar MPC x ÄT. Pada setiap tingkat pendapatan Y pengeluaran yang direncanakan sekarang akan lebih rendah. Berdasarkan Gambar 2.4 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan pajak sebesar ÄT menurunkan pengeluaran yang direncanakan sebesar MPC x ÄT untuk setiap tingkat pendapatan ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B dan pendapatan menurun dari Y1 ke Y2, kebijakan fiskal memiliki dampak pengganda terhadap pendapatan. Peningkatan pajak menggeser kurva IS ke kiri. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B. Pendapatan menurun dari Y1 ke Y2 dan tingkat bunga turun dari r1 ke r2. Karena tingkat bunga yang lebih rendah daripada penurunan
Universitas Sumatera Utara
pendapatan dalam model IS-LM lebih tinggi daripada penurunan pendapatan dalam perpotongan keynesian. E
Y=E E = C + I +G1
A
ÄG
E1=Y1 ÄY
B
E = C + I +G2
Penurunan dalam belanja pemerintah menggeser pengeluaran yang direncanakan ke bawah
E2=Y2
450 E2=Y2
0
Y
E1=Y1
r LM
r1 IS1 r2 IS2
0
Y2
Y1
Y
Gambar 2.3. Pengurangan Pengeluaran Pemerintah
Universitas Sumatera Utara
Angka Pengganda Pengeluaran Pemerintah Adanya pengeluaran pemerintah (G) dalam perekonomian tiga sektor akan memperbesar pengeluaran agregat. Sebelum ada G nilai AD merupakan nilai C + I, tetapi setelah ada G nilai AD berubah menjadi C + I + G. Pertambahan G dalam perekonomian dapat menaikkan output atau pendapatan nasional (Y). Kenaikan Y sebagai akibat dari kenaikan G dapat ditentukan melalui teori multiplier government expenditure, kenaikan G akan mempengaruhi kenaikan pendapatan nasional secara berlipat ganda. Angka pengganda pengeluaran pemerintah dapat diturunkan dengan persamaan sebagai berikut:
Y C I G I Exogenous
Y C G
Y MPC Y G Y MPCY G
(1 MPC )Y G
1 Y G 1 MPC 1 Y G 1 MPC
jika kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah 0,6 penggandanya adalah: 1 Y G 1 MPC 1 Y G 1 0,6 Y
1 G 0,4 Y 2,5G
Universitas Sumatera Utara
Artinya, kenaikan sebesar $1 dalam belanja pemerintah meningkatkan pendapatan ekuilibrium sebesar $2,50. Y=E
E
E = C1 + I +G
A
ÄT
E1=Y1 ÄY
E = C2 + I +G
B Peningkatan pajak menggeser pengeluaran yang direncanakan ke bawah
E2=Y2
450 0
E2=Y2
Y
E1=Y2
r LM
r1 IS1 r2 IS2
Y 0
Y2
Y1
Gambar 2.4. Peningkatan Penerimaan Pajak
Universitas Sumatera Utara
Angka Pengganda Pajak Angka pengganda pajak dapat diturunkan dengan persamaan sebagai berikut:
Y C I G I dan ÄG adalah exogenous Y C Y MPC (Y T )
Y MPCY MPCT
Y MPCY MPCT
(1 MPC )Y MPCT Y MPC T 1 MPC
Persamaan ini adalah pengganda pajak (tax multiplier) jumlah perubahan pendapatan yang disebabkan oleh perubahan sebesar $1 dalam pajak. Tanda negatif mengindikasikan pendapatan yang bergerak ke arah berlawanan dari pajak sebagai contoh jika kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah 0,6 maka pengganda pajak adalah: Y MPC T 1 MPC 0,6 Y T 1 0,6 Y 1,5T Artinya pemotongan pajak sebesar $1 meningkatkan pendapatan ekuilibrium sebesar $1,50. Kebijakan Fiskal Nondiskresioner (Nondiscretionary Fiscal Policy) Kebijakan fiskal nondiskresioner atau penstabil otomatis adalah segala sesuatu yang cenderung meningkatkan defisit pemerintah (atau menurunkan surplus
Universitas Sumatera Utara
pemerintah) selama periode resesi dan cenderung meningkatkan surplus pemerintah (atau menurunkan defisit pemerintah) selama periode inflasi tanpa harus ada tindakan eksplisit oleh para pembuat kebijakan (Nanga, 2005). Dilihat dari komposisi anggaran kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi: a. Kebijakan anggaran surplus adalah jika penerimaan pajak lebih besar daripada pengeluaran pemerintah (T > G). b. Kebijakan anggaran berimbang adalah jika penerimaan pajak sama dengan pengeluaran pemerintah (T = G). c. Kebijakan anggaran defisit adalah jika penerimaan pajak lebih kecil daripada pengeluaran pemerintah (T < G).
T,G T = f(Y)
T>G Surplus G0 T
T=G Berimbang
G = G0
Y Gambar 2.5. Posisi Anggaran Berdasarkan Gambar 2.5 di atas dapat dijelaskan bahwa dalam analisis ini diasumsikan bahwa pengeluaran pemerintah (G) sebagai peubah eksogen dalam arti nilainya ditentukan oleh faktor lain di luar model. Hal ini berarti bahwa pengeluaran
Universitas Sumatera Utara
pemerintah konstan sampai ada tindakan pemerintah untuk mengubahnya oleh sebab itu kurva G merupakan garis sejajar dengan garis horizontal. Sedangkan pajak (T) merupakan fungsi dari pendapatan artinya besar kecilnya pajak tergantung dengan pendapatan. Dalam masa kemunduran ekonomi misalnya pendapatan pajak berkurang, tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program pembangunan maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah sehingga G > T artinya defisit anggaran sehingga tabungan nasional turun. Sebaliknya pada waktu inflasi tingkat kemakmuran tinggi mengalami surplus anggaran di mana T > G pemerintah berusaha untuk mengurangi pengeluarannya untuk mengurangi inflasi tetapi pemerintah harus lebih berhati-hati dalam pembelanjaannya, harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk keadaan inflasi yang berlaku sehingga tabungan nasional meningkat. 2.1.2. Teori Siklus Bisnis (Business Cycle Theory) Siklus bisnis adalah suatu pola konjuntur yang berfluktuasi dari ekspansi (pemulihan) dan kontraksi (resesi) dalam aktivitas perekonomian di sekitar jalur dari trend pertumbuhan. Pada Gambar 2.6 di bawah ini terdapat empat tahapan dalam siklus perekonomian: Tahap pertama adalah Expansion, suatu kondisi pemulihan ekonomi (recovery), pertumbuhan ekonomi terlihat mulai bergerak naik yang ditandai dengan adanya gerakan peningkatan produk nasional, kesempatan kerja mulai meningkat, upah cenderung mengalami kenaikan dan keuntungan perusahaan mengalami peningkatan, kegiatan ekonomi disebut ekspansi bila terjadi kenaikan
Universitas Sumatera Utara
selama minimal dua triwulan berturut-turut. Tahap kedua adalah Peak, titik puncak kegiatan ekonomi tercapai setelah mengalami ekspansi pada saat ini kondisi upah dan kesempatan kerja berada dalam kondisi yang ideal bagi suatu negara. Kondisi peak ini terjadi selamanya tapi akan terjadi penurunan kembali, pertumbuhan ekonomi naik dan mencapai titik puncak melebihi puncak biasanya terjadi. Tahap ketiga adalah Recession, ketika perekonomian mengalami resesi pendapatan akan turun sehingga kemampuan seseorang untuk membayar pajak berkurang. Laba juga turun sehingga perusahaan membayar lebih sedikit pajak pendapatan, semakin banyak orang yang menjadi tergantung pada bantuan pemerintah seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran, sehingga pengeluaran pemerintah naik. Tahap keempat adalah Trought, penurunan kegiatan perekonomian tidak akan berlangsung terus tapi akan terhenti pada titik terendah (trought). Pada saat ini pertumbuhan ekonomi berada pada titik terendah kesempatan kerja sangat rendah dan tingkat upah berada di bawah subsistem. Bila kegiatan perekonomian menurun secara tajam dan mencapai titik terendah melebihi titik terendah yang biasa terjadi perekonomian dikatakan mengalami Depression.
Universitas Sumatera Utara
Output Output Potensial C
E
A
Output Riil
F
D
B 0
1
Waktu
2 3 4 5 6 Gambar 2.6. Tahapan Siklus Bisnis
Keterangan Gambar 2.6 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Titik A merupakan perkembangan ekonomi berada pada titik puncak (peak) pada siklus boom aktivitas perekonomian relatif tinggi daripada trend, antara titik A dan titik B perekonomian mengalami penurunan (recession), pada masa resesi pengangguran meningkat dan output yang dihasilkan di bawah yang seharusnya dapat dicapai dengan sumber daya dan teknologi yang ada maka untuk mengurangi pengangguran, pemerintah melakukan kebijakan fiskal yang ekspansif dengan cara meningkatkan pengeluaran pemerintah (G) dan menurunkan penerimaan pajak sehingga investasi naik maka pengangguran berkurang seperti Gambar 2.7 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
AE 450 AEf AE
Jurang deflasi
0
Y
Yf
Y
Gambar 2.7. Kebijakan Fiskal Ekspansif Berdasarkan Gambar 2.7 di atas bahwa keseimbangan perekonomian negara mengalami pengangguran karena pengeluaran agregat (AE) aktual berada di bawah pengeluaran agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat konsumsi tenaga kerja penuh (AEf). Pendapatan nasional adalah Y yaitu nilainya di bawah pendapatan nasional yang potensial (Yf). Perbedaan antara AEf dan AE adalah jurang deflasi yaitu jumlah kekurangan perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai konsumsi tenaga kerja penuh. Titik B merupakan perkembangan ekonomi mengalami titik terendah (trought). Antara titik B dan titik C perekonomian mengalami kenaikan (expansion) penggunaan faktor produksi meningkat. Output dapat meningkat di atas trend karena orang-orang bekerja lembur dan mesin-mesin digunakan lebih lama.
Universitas Sumatera Utara
AE
450 AE AEf
Jurang inflasi
0
Yf
Y
Y
Gambar 2.8. Kebijakan Fiskal Kontraksi Berdasarkan Gambar 2.8 di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat kegiatan ekonomi yang melebihi tingkat konsumsi tenaga kerja penuh dan berlaku inflasi. Pengeluaran agregat aktual melebihi kemampuan perekonomian untuk memproduksi barang dan jasa. Kelebihan permintaan tersebut akan menimbulkan kenaikan hargaharga. Pengeluaran agregat aktual (Y) lebih besar dari pengeluaran agregat potensial (Yf) hanya mungkin terjadi apabila harga-harga telah mengalami kenaikan yang menyebabkan sejumlah barang tertentu sekarang mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada sewaktu kenaikan harga-harga belum berlaku. Perbedaan antara AE dan AEf adalah jurang inflasi yaitu kelebihan dalam pengeluaran agregat di atas pengeluaran agregat pada konsumsi tenaga kerja penuh yang menimbulkan kekurangan barang dan seterusnya kenaikan harga-harga, maka pemerintah melakukan kebijakan fiskal kontraktif dengan cara menurunkan pengeluaran pemerintah (G) dan meningkatkan pajak (T) sehingga inflasi berkurang.
Universitas Sumatera Utara
Titik C merupakan perkembangan ekonomi mencapai puncak kembali. Antara titik C dan titik D perekonomian mengalami resesi. Titik D merupakan perkembangan ekonomi berada di titik terendah (trought). Antara titik D dan titik E perekonomian
mengalami
peningkatan
(recovery)
atau
ekspansi.
Titik
E
perekonomian mengalami boom. Antara titik E dan titik F perekonomian mengalami penurunan resesi. Titik F perkembangan ekonomi mengalami depresi (depression). Gelombang antara satu puncak dan puncak berikutnya atau satu titik terendah dengan titik terendah berikutnya disebut periode satu siklus, misalnya gerakan dari periode satu sampai dengan periode tiga merupakan periode satu siklus untuk titik puncak. Gerakan dari periode dua sampai periode empat merupakan periode satu siklus untuk titik terendah. Setiap siklus memiliki 2 jenis titik balik (turning points) yaitu titik puncak (peak) dan titik lembah (trough). Kedua titik balik ini menandakan sinyal apabila dari arah pergerakan siklikal suatu indikator berubah dari periode ekspansi ke periode kontraksi atau jika terjadi sebaliknya. Kedua titik balik ini hanya dapat ditentukan menggunakan data time series yang merupakan deviasi dari trend-nya, Dapat disimpulkan bahwa tahapan ini akan datang silih berganti sepanjang waktu dalam perekonomian suatu negara. Hal yang dapat dilakukan dalam siklus bisnis adalah mengelolah siklus agar dampak negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin dalam arti selalu berupaya untuk memperkecil kepincangan (gap) antara output potensial dan output riil, sehingga gelombang naik-turun siklus ekonomi semakin kecil. Sementara kecenderungan (trend) perkembangan ekonomi jangka panjang terus
Universitas Sumatera Utara
diupayakan meningkat, secara teoritis dapat dicapai dengan mengkombinasikan kebijakan jangka pendek dan jangka panjang. Kebijakan yang digunakan adalah kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Pada jangka pendek kebijakan fiskal dan moneter bertujuan untuk meningkatkan stimulus permintaan, misalnya kebijakan tingkat bunga. Sedangkan untuk jangka panjang diarahkan kepada stimulus penawaran misalnya kebijakan pemberian kredit jangka panjang dan kebijakan bidang pendidikan. Durasi siklus dan faktor yang mempengaruhinya telah lama menjadi pengamatan para ahli ekonomi, mereka menemukan beberapa variasi siklus sebagai berikut: a. Siklus jangka pendek (Kitchin cycle). Durasi siklus jangka pendek sekitar 40 bulan (antara 3 s/d 4 tahun), faktor yang diduga mempengaruhi siklus jangka pendek adalah pengaruh alamiah (nature) dan adat istiadat. Pengaruh faktor alam contohnya pengaruh musim, iklim dan cuaca yang terdapat di setiap Negara. Pengaruh adat istiadat contohnya perubahan kegiatan produksi menjelang tahun baru atau menjelang hari raya keagamaan. b. Siklus jangka menengah (Juglar cycle). Durasi siklus jangka menengah adalah berkisar 7 s/d 11 tahun, siklus ini diakibatkan oleh faktor eksternal yaitu siklus matahari yang berdaur ulang 11 tahun sekali. Siklus matahari ini akan mempengaruhi iklim dan cuaca di setiap negara sehingga mempengaruhi output nasional.
Universitas Sumatera Utara
c. Siklus jangka panjang (Kondratief cycle). Durasi siklusnya berkisar antara 4860 tahun, faktor yang mempengaruhi siklus jangka panjang adalah invention and innovation yaitu adanya ciptaan dan penemuan baru dalam kegiatan ekonomi contohnya adanya penemuan dan perkembangan teknologi (Murni, 2006). Teori Business Cycle dikemukakan untuk mencari sumber penyebab terjadinya siklus. Teori yang menyebutkan bahwa guncangan eksogen merupakan penyebab terjadinya fluktuasi disebut sebagai teori business cycle eksogen. Teori business cycle eksogen terdiri dari teori siklus bisnis riil (real business cycle), ilmu ekonomi Keynesian baru (New Keynesian Economics) dan moneter. 1. Teori Siklus Bisnis Riil (Real Business Cycle) Teori real business cycle mengasumsikan bahwa harga adalah fleksibel bahkan pada jangka pendek. Dengan asumsi complete price flexibility, teori ini menganut classical dichotomy di mana variabel-variabel nominal seperti pergerakan uang dan tingkat harga tidak mempengaruhi pergerakan variabel di sektor riil seperti output dan kesempatan kerja (Mankiw, 2007). Untuk menjelaskan pergerakan sektor riil termasuk investasi, teori ini menyatakan pergerakan tersebut disebabkan oleh faktor alami di sektor itu sendiri seperti terjadinya technological shock yang membuat produktivitas meningkat sehingga output dari perekonomian juga meningkat. Dengan kata lain semua fluktuasi di sektor riil seperti pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi dan investasi merupakan hasil reaksi dari individuindividu terhadap perubahan dalam perekonomian. Dengan mengasumsikan bahwa
Universitas Sumatera Utara
uang adalah netral dalam ekonomi, teori ini mendapat kritik karena data menunjukkan bahwa penurunan money supply selalu disertai dengan perubahan sektor riil seperti tingginya pengangguran dan rendahnya output. Penganut teori ini memberikan argumentasi bahwa perubahan dalam perekonomian seperti tingginya output akibat “faktor alami” akan mempengaruhi permintaan akan uang. Meningkatnya permintaan akan uang ini akan direspon oleh bank sentral dengan menambah money supply (Mankiw, 2007). Perubahan dalam perekonomian karena faktor-faktor alami ini akan menyebabkan terjadinya siklus dalam pergerakan variabel-variabel di sektor riil. Siklus ini dipercaya terjadi dalam setiap variabel di sektor riil dan dapat dilihat dengan menghilangkan faktor-faktor musiman, trend dan irregular dari data. 2. Ilmu Ekonomi Keynesian Baru (New Keynesian Economics) Sebaliknya ilmu ekonomi Keynesian baru didasarkan pada premis bahwa market-clearing, model teori siklus bisnis riil tidak dapat menjelaskan fluktuasi ekonomi jangka pendek. Keynes menekankan bahwa permintaan agregat adalah determinan primer pendapatan nasional dalam jangka pendek. Menurut logika output perekonomian dapat berfluktuasi baik karena tingkat output alami (natural rate of output) berfluktuasi atau karena output perekonomian menyimpang dari tingkat alamiahnya. Teori
New Keynesian
menekankan
pentingnya
ketidakstabilan
permintaan agregat sebagai penyebab terjadinya fluktuasi ekonomi makro. Teori ini sama dengan teori business cycle moneter, menyatakan bahwa guncangan permintaan
Universitas Sumatera Utara
uang penting terhadap fluktuasi ekonomi. Namun guncangan moneter bukan merupakan satu-satunya penyebab fluktuasi seperti pendapat business cycle moneter. 3. Teori Business Cycle Moneter Teori business cycle moneter menekankan arti pentingnya guncangan permintaan, khususnya uang terhadap fluktuasi ekonomi tetapi hanya dalam jangka pendek. Dalam business cycle moneter dan Keynesian uang mempengaruhi output, sebaliknya teori RBC menyatakan bahwa output mempengaruhi uang. 2.1.3. Variabel Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal memiliki instrumen pokok seperti pengeluaran pemerintah (G) dan pajak (T) yang dapat diubah-ubah oleh pemerintah dengan tujuan untuk mempengaruhi permintaan agregat dalam perekonomian. a. Pengeluaran Pemerintah (G) Pengeluaran
pemerintah
adalah
pembelian
pemerintah
atau
belanja
pemerintah terhadap barang dan jasa (Mankiw, 2007). Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu teori mikro dan teori makro (Basri, 2005). 1) Teori Mikro Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan barang publik tersebut. Interaksi antara permintaan dan penawaran barang publik untuk menentukan jumlah barang
Universitas Sumatera Utara
publik yang harus disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. Perkembangan pengeluaran pemerintah dijelaskan dengan beberapa faktor: a. Perubahan permintaan akan barang publik. b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik dan juga perubahan dari kombinasi yang digunakan dalam proses produksi. c. Perubahan kualitas barang publik. d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi. 2) Teori Makro a. Model Pembangunan tentang Pembangunan Pemerintah Model ini dikembangkan oleh W.W Rostow dan RA Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional cukup besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mencapai tahap lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi investasi yang dilakukan swasta juga akan meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah pada tahap ini tidak seimbang dengan adanya banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan pasar itu sendiri yaitu kasus eksternalitas yang ditimbulkan misalnya pencemaran
Universitas Sumatera Utara
lingkungan. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar tetapi rasio antara investasi pemerintah dan pendapatan nasional akan semakin kecil. Sementara itu Rostow berpendapat pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaranpengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Teori Rostow dan Musgrave merupakan pandangan yang timbul dari pengamatan atau pengalaman pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasari oleh suatu teori tertentu. Selain tidak jelas, apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap atau beberapa tahap dapat terjadi secara simultan. b. Hukum Wagner Pengamatan Adolf Wagner terhadap negara-negara Eropa Amerika dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian semakin meningkat. Wagner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamakan hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat (the Law of increasing state of activity). Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk hukum akan tetapi dalam pandangannya tidak disebutkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud oleh Wagner adalah perkembangan pengeluaran secara relatif sebagaimana teori Musgrave maka hukum
Universitas Sumatera Utara
Wagner adalah sebagai berikut “dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat”. Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dan masyarakat dan sebagainya akan semakin kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barangbarang publik. Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut (Basri, 2005): Pk PP1 Pk PP2 P PP .......... .... k n PPK 1 PPK 2 PPK n Di mana: PkPP
: Pengeluaran pemerintah perkapita
PPK
: Pendapatan perkapita (GDP/jumlah penduduk)
1,2,… : Jangka waktu (tahun) Hukum Wagner dapat dijelaskan pada Gambar 2.9 di bawah ini di mana kenaikan pengeluaran pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1 dan bukan seperti yang ditunjukkan oleh kurva 2.
Universitas Sumatera Utara
Pk PP PPK
Kurva 1 Kurva 2
waktu 0
1
2
3
4
Gambar 2.9. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner c. Teori Peacock dan Wiseman Peacock dan Wiseman adalah dua ahli yang mengemukakan teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Pandangan mereka mengenai pengeluaran pemerintah adalah bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluarannya sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak akan semakin meningkat meskipun tarif pajak tetap (tidak berubah). Meningkatnya penerimaan pajak mengakibatkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional akan menaikkan pula penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Basri, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Apabila keadaan normal tersebut terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar dan pemerintah menaikkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang. Efek ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian maka sesudah gangguan berakhir akan timbul efek lain yang disebut efek inspeksi (inspection effect) yang menyatakan gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam inilah menggugah kesadaran masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar pula. Berdasarkan Gambar 2.10 di bawah ini dapat dijelaskan bahwa dalam keadaan normal dari tahun t ke t + 1, pengeluaran pemerintah dalam persentase terhadap GDP naik sebagaimana ditunjukkan oleh garis AG. Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah naik sebesar AC dan kemudian naik ditunjukkan pada garis CD. Setelah perang selesai (pada tahun t + 1) pengeluaran pemerintah tidak turun ke G yaitu tingkat perkembangan pengeluaran pemerintah apabila tidak terjadi perang. Hal ini disebabkan karena setelah perang pemerintah memerlukan tambahan
Universitas Sumatera Utara
dana untuk mengembalikan pinjaman pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan perang, kenaikan tarif pajak dimaklumi masyarakat sehingga tingkat toleransi pajak naik dan pemerintah dapat memungut pajak yang lebih besar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat.
Pengeluaran Pemerintah/GDP
C
F
D
G
Pengeluaran Pemerintah
A
B
Pengeluaran Swasta
Tahun 0
t
t+1
Gambar 2.10. Teori Peacock dan Wiseman b. Pajak (T) Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah berdasarkan Undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) langsung dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Basri, 2005). Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia setelah amandemen undang-
Universitas Sumatera Utara
undang dasar 1945 (Abimanyu, 2009) adalah: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Pasal 23 A dan Undang-Undang tentang Perpajakan yaitu: 1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan berlaku efektif sejak tahun 1 Januari 2008. 2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh). 3) Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPn), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). 4) Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan. 5) Undang-Undang No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumberdaya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat. Perubahan pada tingkat pajak akan mempengaruhi jumlah pendapatan yang diterima oleh masyarakat. Adanya kebijakan peningkatan pajak akan mengurangi penerimaan pendapatan yang akan dialokasikan untuk pengeluaran konsumsi. Variabel penerimaan pajak total pemerintah di Indonesia terdiri dari beberapa bagian antara lain: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Perdagangan Internasional (bea masuk dan pajak
Universitas Sumatera Utara
ekspor), Cukai, serta penerimaan pajak lain-lain. Pajak-pajak tersebut dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Fungsi Pajak Pada hakikatnya fungsi pajak dapat dibedakan menjadi dua (Basri, 2005) yaitu: 1. Fungsi Budgetair Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara. Fungsi ini disebut dengan fungsi budgetair atau fungsi penerimaan. Oleh karena itu, suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi asas revenue productivity. Oleh karena itu pulalah, dalam menentukan kebijakan pajak, berlaku second best theory. Jika suatu pajak sulit untuk dipungut padahal potensinya sangat signifikan maka mungkin saja pemerintah lebih mengedepankan asas simplicity/ease of administration daripada asas equality misalnya dengan menerapkan schedular taxation. 2. Fungsi Regulatory Dalam kenyataannya pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuantujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pajak seperti bea masuk, digunakan untuk mendorong atau melindungi/memproteksi produksi dalam negeri, khususnya untuk melindungi industri yang baru berdiri (infant industry) dan atau industri-industri yang dinilai strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak juga dapat digunakan justru untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan.
Universitas Sumatera Utara
Misalnya, pada saat terjadi kelangkaan minyak goreng pemerintah mengenakan pajak ekspor yang tinggi guna membatasi atau mengurangi ekspor kelapa sawit. Pemerintah juga mengenakan excise (cukai) terhadap barang dan jasa tertentu yang mempunyai eksternalitas negatif dengan tujuan mengurangi atau membatasi produksi dan konsumsi barang dan jasa. Prinsip Pengenaan Pajak a. Prinsip Certainty Prinsip ini menyatakan bahwa harus ada kepastian, baik bagi petugas pajak maupun semua wajib pajak dan seluruh masyarakat. Prinsip kepastian antara lain mencakup kepastian mengenai siapa-siapa yang harus dikenakan pajak, apa-apa saja yang dijadikan sebagai objek pajak, serta besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan bagaimana jumlah pajak yang terutang itu harus dibayar. b. Prinsip Convenience Prinsip convenience (kemudahan/kenyamanan) menyatakan bahwa saat pembayaran pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang “menyenangkan”/ memudahkan wajib pajak, misalnya pada saat menerima gaji atau penghasilan lain seperti saat menerima bunga deposito. Prinsip convenience bisa juga dilakukan dengan cara membayar terlebih dahulu pajak yang terutang selama satu tahun pajak secara berangsur-angsur setiap bulan. Dengan demikian, pada akhir tahun pajak wajib pajak tidak terlalu berat dalam membayar pajaknya dibandingkan dengan jika pajak yang terutang selama satu tahun pajak tersebut dibayar sekaligus pada akhir tahun.
Universitas Sumatera Utara
c. Prinsip Efficiency Prinsip efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi fiskus pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya pemungutan pajak yang dilakukan oleh kantor pajak antara lain dalam rangka pengawasan kewajiban pajak lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi wajib pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien jika biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin. d. Prinsip Simplicity Peraturan yang sederhana pada umumnya akan lebih pasti, jelas dan mudah dimengerti oleh wajib pajak. Oleh karena itu, dalam menyusun suatu Undang-Undang Perpajakan harus diperhatikan juga asas kesederhanaan (Basri, 2005). Pajak Progresif dan Pajak Proporsional Sistem pajak progresif biasanya digunakan dalam memungut pajak pendapatan individu, pada pendapatan yang sangat rendah pendapatan seseorang tidak perlu membayar pajak. Akan tetapi semakin tinggi pendapatan semakin besar pajak yang dikenakan ke atas tambahan pendapatan yang diperoleh. Sistem pajak proporsional biasanya digunakan untuk memungut pajak ke atas keuntungan perusahaan-perusahaan korporat yaitu pajak yang harus dibayar adalah proporsional dengan keuntungan yang diperoleh, ini berarti suatu persentasi dari keuntungan (misalnya 30 persen) selalu merupakan pajak yang akan dibayar kepada pemerintah. Kedua sistem pajak tersebut cenderung untuk mengurangi fluktuasi kegiatan perekonomian dari satu periode ke periode lainnya. Ketika ekonomi mengalami
Universitas Sumatera Utara
masalah resesi, pajak yang dipungut dari individu dan perusahaan akan mengalami penurunan. Sebagai akibatnya pendapatan disposible akan menurun pada tingkat yang lebih lambat dari penurunan dalam pendapatan nasional. Perubahan seperti ini memperlambat penurunan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga dan pengeluaran agregat dalam perekonomian suatu keadaan yang mengurangi seriusnya keadaan resesi yang berlaku. Sebaliknya ketika kegiatan ekonomi berkembang kesempatan kerja meningkat dan kemakmuran berlaku, pendapatan disposible tidak akan berkembang secepat kenaikan pendapatan nasional dan pendapatan individu. Keadaan itu akan berlaku karena pajak akan mengalami pertambahan yang lebih cepat dan mengurangi kelajuan pertambahan pendapatan disposible. Keadaan ini menyebabkan konsumsi rumah tangga tidak akan berkembang secepat seperti pertambahan pendapatan dan memperlambat ekspansi pengeluaran agregat secara grafik dapat dijelaskan pada Gambar 2.11 di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
AE
Y=E AE2(T) A
AE0(T) AE1(T)
C
E0 D
ÄAE
AE2
ÄAE
AE0
B
AE1
450
Y
Yb Yd Y0 Yc Ya Gambar 2.11. Sistem Pajak dan Kestabilan Ekonomi Berdasarkan Gambar 2.11 di atas dapat dijelaskan bahwa pada mulanya permintaan agregat dalam perekonomian dengan menggunakan pajak tetap adalah AE0(T) dan yang bersistem pajak proporsional ditunjukkan oleh fungsi AE0. Kedua kurva perbelanjaan agregat memotong garis 450 di titik E0. Berarti di kedua perekonomian pada mulanya pendapatan nasional adalah Y0, kenaikan/penurunan perbelanjaan agregat sebanyak ÄAE akan menyebabkan dalam sistem pajak tetap pendapatan nasional akan merosot menjadi Yb apabila berlaku pengurangan perbelanjaan agregat dan meningkat menjadi Ya apabila perbelanjaan agregat bertambah. Dalam sistem pajak proporsional pendapatan nasional hanya merosot
Universitas Sumatera Utara
menjadi Yd apabila berlaku pengurangan perbelanjaan agregat dan juga peningkatan yang relatif sedikit yaitu menjadi Yc apabila perbelanjaan agregat meningkat. Dari perubahan yang diterangkan di atas dapat disimpulkan bahwa fluktuasi kegiatan ekonomi dan pendapatan nasional akan menjadi semakin kecil dalam sistem pajak proporsional (Sukirno, 2000). 2.1.4. Kebijakan Moneter Kebijakan moneter merupakan kebijakan bank sentral atau otoritas moneter dalam bentuk pengendalian besaran moneter dan atau tingkat bunga untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan. Pengendalian itu berupa terjaganya stabilitas ekonomi makro yaitu adanya stabilitas harga (rendahnya laju inflasi), membaiknya perkembangan output riil (pertumbuhan ekonomi), serta terbukanya kesempatan kerja yang besar. Kebijakan moneter yang dikenal terdapat dua macam yaitu kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan moneter ekspansif. Kebijakan ekspansif dilakukan untuk mendorong kegiatan ekonomi, antara lain dengan menurunkan tingkat bunga. Sedangkan kebijakan kontraktif dilakukan untuk memperlambat kegiatan ekonomi dengan meningkatkan tingkat bunga (Warjiyo, 2004). 2.1.5. Teori Tingkat Bunga Para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Perbedaan ini adalah relevan ketika seluruh tingkat harga berubah. Tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan, tingkat bunga yang investor bayar untuk meminjam uang. Tingkat bunga riil (real interest
Universitas Sumatera Utara
rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi (Mankiw, 2007). Menurut teori klasik tingkat bunga terjadi berdasarkan kekuatan permintaan dana (tabungan) di pasar uang. Timbulnya penawaran dana disebabkan adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi sehingga mereka berhasrat untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat yang memerlukan dana untuk kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat bunga. Pada hakikatnya, tingkat bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan untuk penggunaan uang. Tingkat Bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu. Dengan kata lain masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Biaya untuk meminjam uang diukur dalam rupiah per tahun untuk setiap rupiah yang dipinjam atau dalam persen pertahun adalah tingkat bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi mereka atau membuat investasi yang menguntungkan. Makin tinggi tingkat bunga keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasan seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi semakin besar dari tingkat bunga yang harus dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos-ongkos penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan tidak ada dorongan untuk naik atau turun akan tercapai apabila keinginan menabung
Universitas Sumatera Utara
masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat bunga tersebut digambarkan sebagai berikut: Tingkat Bunga Tabungan (S)
i1 i0 I1 I0
0 S0
Loanable Fund
S1
Gambar 2.12. Hubungan Tingkat Bunga dan Tabungan Berdasarkan Gambar 2.12 di atas dapat dijelaskan bahwa keseimbangan tingkat bunga (i) berada pada titik I0 di mana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga di atas i0 maka jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun ke posisi i0, sebaliknya apabila tingkat bunga di bawah i0 para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil dan persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0. Kenaikan efisiensi produksi misalnya akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik, sehingga pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia
Universitas Sumatera Utara
meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar pada tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini dapat dilihat pada gambar di atas ditunjukkan dengan bergesernya kurva permintaan investasi ke kanan atas dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik Iý. 2.1.6. Produk Domestik Bruto dan Inflasi Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa dalam periode tertentu. PDB ini dapat mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB sebuah negara dapat dikatakan semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut. Karena begitu pentingnya peran PDB di dalam suatu perekonomian, maka perlu kiranya untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi PDB. Sebenarnya ada banyak sekali faktor baik langsung maupun tidak langsung. Menurut teori Keynes, PDB terbentuk dari empat faktor yang secara positif mempengaruhinya, keempat faktor tersebut adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor neto (NX). Keempat faktor tersebut kembali dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, tingkat bunga, inflasi, money supply, nilai tukar. Beberapa ekonom berpendapat bahwa kecenderungan naik bagi output perkapita saja tidak cukup, tetapi kenaikan output harus bersumber dari proses interen perekonomian tersebut. Dengan kata lain proses pertumbuhan ekonomi harus bersifat self generating yang mengandung arti menghasilkan kekuatan bagi timbulnya
Universitas Sumatera Utara
kelanjutan pertumbuhan dalam jangka panjang (periode-periode selanjutnya). Dalam penawaran agregat terdapat tiga model penawaran agregat yaitu model harga kaku, model upah kaku dan model informasi tak sempurna. Ketiga model ini dapat diringkas kedalam persamaan sebagai berikut:
Y Y (P P e ) Persamaan ini menyatakan bahwa penyimpangan output dari tingkat alamiah dikaitkan dengan penyimpangan tingkat harga dari tingkat harga yang diharapkan. Jika tingkat harga lebih tinggi dari tingkat harga yang diharapkan, output akan naik melebihi tingkat alamiah. Jika tingkat harga lebih rendah dari tingkat harga yang diharapkan output turun lebih rendah dari tingkat alamiah. Pada kurva penawaran agregat jangka pendek output menyimpang dari tingkat alamiahnya Y jika tingkat harga P menyimpang dari tingkat harga yang diharapkan. Sementara itu pada kondisi steady-state, tingkat inflasi adalah selisih antara tingkat pertumbuhan uang [] dengan elastisitas permintaan uang terhadap output riil agregat [1] dikali tingkat pertumbuhan output riil agregat [v]. Dengan mengambil logaritme natural model permintaan uang model inflasi steady-state adalah sebagai berikut: ln(M t ) ln( Pt ) 0 1 ln( yt ) 2 ln( Rt ) ln(M t ) ln( Pt ) 1 ln( yt ) 2 ln( Rt ) ln( Pt ) 1 v 2 ln( Rt ) ln( Pt ) 1 v 2 ln( Rt ) ...............................................................................(2.1)
Universitas Sumatera Utara
Persamaan 2.1 menjelaskan bahwa tingkat inflasi [ln(Pt)] pada kondisi steady-state adalah - 1 v, di mana pertumbuhan tingkat bunga [ln(Rt)] sama dengan nol atau tingkat bunga nominal tidak berubah pada kondisi steady-state. Selama tingkat bunga nominal masih berubah maka kondisi perekonomian belum mencapai steady state (Manurung, 2009).
2.2.
Penelitian Terdahulu Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No 1
2
3
4
5
Peneliti dan Tahun Antonio Fatas dan Ilian Mihov (2002) Francisco de Castro (2003)
Judul Penelitian
Variabel
Kesimpulan
The Macroeconomic Effects of Fiscal Rules The Macroeconomic Effects of Fiscal Policy in Spain
Pengeluaran pemerintah, output Pengeluaran pemerintah, pajak bersih, GDP, harga, tingkat bunga Marianne Fiscal Policy in Pengeluaran Baxter, Robert General Equilibrium pemerintah, pajak, G. King output (2003)
Kebijakan fiskal signifikan dan berpengaruh terhadap siklus bisnis di US GDP, tingkat bunga dan harga berpengaruh dan signifikan terhadap variabel kebijakan fiskal (pengeluaran pemerintah, pajak). Pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap kegiatan makroekonomi ketika pajak bebas dari pendapatan Andrew What are the Effects Tingkat bunga, Variabel ekonomi makro Mountford dan of Fiscal Policy GDP, konsumsi, (tingkat bunga, GDP, Harald Uhlig Shocks investasi, konsumsi, investasi) (2005) pengeluaran berpengaruh terhadap pemerintah, pajak kebijakan fiskal (pajak, pengeluaran pemerintah) jika anggarannya defisit maka pemerintah menaikkan G dan mengurangi T Kristen H. The Macroeconomic Pengeluaran Output, konsumsi, investasi Heppke-Falk Effects of Exogenous pemerintah, berpengaruh terhadap
Universitas Sumatera Utara
dan Jorn Fiscal Policy Shocks Tenhofen in Germany (2006)
2.3.
output, investasi, pengeluaran pemerintah konsumsi
Kerangka Konseptual Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan model Franscisco de Castro (2003) sebagai berikut:
åINF
åT åG
åPDB
åR
Gambar 2.13. Kerangka Konseptual Di mana:
åT
åG åR
åINF
åPDB
: Shock Pajak : Shock Pengeluaran Pemerintah : Shock Tingkat Bunga (Kebijakan Moneter) : Shock Inflasi : Shock PDB
Universitas Sumatera Utara
2.4.
Hipotesis 1. Shock kebijakan fiskal, shock PDB berkontribusi terhadap shock inflasi. Ceteris paribus. 2. Shock kebijakan fiskal, shock tingkat bunga riil, shock inflasi berkontribusi terhadap shock PDB. Ceteris paribus.
Universitas Sumatera Utara