BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Sebelumnya Telaah hasil penelitian sebelumnya yang dimaksud adalah kajian terhadap hasil-hasil karya tulis yang relevan dengan penelitian ini. Hasil penelitian tersebut akan diuraikan secara singkat, selanjutnya penjelasanpenjelasan tersebut akan dijadikan rujukan guna melengkapi penelitian ini. Penelitian akan menguraikan secara singkat beberapa hasil penelitian sebelumnya yang dipandang masih memiliki relevansi terhadap penelitian yang dilakukan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan motivasi wisatawan adalah: Penelitian dari Nadra (2011) dengan judul “Motivasi dan Persepsi Wisatawan Australia terhadap Produk dan Pelayanan Tempat Hiburan Malam Bounty di Kuta”, penelitian ini lebih menyorot pada motivasi dan persepsi dari wisatawan Australia penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Pemilihan sampel dilakukan sebanyak 35 orang. Hasil analisis menunjukkan bahwa motivasi wisatawan Australia mengunjungi tempat hiburan malam Bounty didominasi oleh: 1. Motivasi bersenang-senang (having fun). Termasuk kedalam motivasi ini adalah menghabiskan kehidupan malam dengan bersenang-senang, bernyanyi mengikuti lagu yang disajikan serta berdisko sesuai dengan irama musik disco yang disajikan DJ.
15
16
2. Motivasi berpesta (party). Termasuk kedalam motivasi ini adalah: menikmati musik yang disajikan,menikmati atmosfer yang ada, lokasi yang strategis, menikmati kehidupan malam di Kuta, menikmati entertainment atau hiburan yang disajikan, menikmati tata lampu yang bervariasi/lighting, menikmati keramaian, bersantai (relax) dan jaminan keamanan yang sangat mendukung. 3. Menikmati minuman (drink). Termasuk di dalam motivasi ini adalah menikmati minuman yang disajikan meliputi: minuman yang murah (cukup) karena di tempat ini hiburan malam Bounty memberikan harga promosi happy hours hingga jam 11 malam dan ada di antara mereka yang minum sampai mabuk (get drunk) 4. Motivasi bertemu orang atau teman (people or friend) yang termasuk ke dalam motivasi ini adalah motivasi mereka untuk datang ke tempat hiburan malam Bounty dengan tujuan bertemu banyak orang, teman termasuk mencari pasangan sebagai teman laki-laki atau wanita (hot boys/girls), untuk bergabung dalam satu club. Dalam penelitian Nandra terdapat kesamaan dari melihat motivasi wisatawan, sedangkan perbedaan dari penelitian Nandra adalah penelitian ini objek penelitian yaitu melihat dari sudut motivasi honeymooner, waktu dan tempat penelitian. Penelitian Ariartha (2012) dengan judul “ Motivasi Honeymoon dan Analisis Kepuasan Honeymooners Terhadap Dimensi Pelayanan Villa di Kelurahan Seminyak Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung” dalam penelitian ini lebih menyorot pada motivasi dan
kepuasan honeymooners terhadap
17
kepuasan pelayanan villa di kelurahan Seminyak Kecamatan Kuta, penelitian ini menggunakan pendekatan dan analisis kuantitatif, meliputi analisis faktor dan Importance Performance Analysis. Hasil analisis menunjukkan bahwa: 1. Faktor pendorong yaitu status dan pengembangan diri, fisik, dan antar pribadi berperan nyata terhadap motivasi untuk berwisata honeymoon. Lima faktor penarik yaitu budaya, aktivitas di tempat tujuan, prasarana dan sarana pariwisata, kualitas dan keamanan lingkungan, serta anggaran makan dan akomodasi berperan nyata terhadap motivasi untuk berwista honeymoon di Kelurahan Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. 2. Faktor pendorong yang paling berperan dalam menentukan motivasi untuk berwisata honeymoon adalah faktor status dan pengembangan pribadi yang dibentuk oleh empat variabel. Faktor lain yang member peranan berdasarkan tingkatannya adalah faktor fisik dan faktor antar pribadi 3. Faktor penarik yang paling berperan dalam menentukan motivasi untuk berwisata honeymoon adalah faktor budaya yang dibentuk oleh sepuluh variabel. Faktor lain yang memberi peranannya adalah faktor prasarana dan sarana pariwisata, faktor aktivitas di tempat tujuan, faktor kualitas dan keamanan lingkungan, serta faktor anggaran makanan dan akomodasi. 4. Variabel –variabel dalam faktor pendorong yang paling berperan dalam menentukan motivasi berwisata honeymoon adalah variabel yaitu pengembangan wawasan, mempelajari keterampilan baru, fashionability, escapism serta exercise and health.
18
5. Variabel –variabel dalam faktor penarik yang paling berperan dalam menentukan motivasi berwisata honeymoon adalah variabel kerajinan tangan, seni dan musik, arsitektur, tradisi, serta pakaian lokal/tradisional. 6. Kepuasan honeymooners terhadap dimensi pelayanan villa di Kelurahan Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung diukur dengan 20 indikator kepentingan kerja dan sikap honeymooners terhadap kualitas pelayanan secara umum adalah puas, hal ini dilihat dari kesesuaian yang mencapai 102,397. 7. Berdasarkan
Analisis
Kuadran
Kartesius
diperlihatkan
bahwa
honeymooners merasa puas dengan sepuluh variabel di dalam Kuadran B yang meliputi pelayanan baik seperti yang dijanjikan, fasilitas yang berfungsi dengan baik, familiar dengan pekerjaannya, tanggap menangani keluhan tamu, ramah dan bersahabat, sopan dengan gesture yang baik, professional dengan
bertugas
sesuai prosedur,
memiliki product
knowledge yang baik. Staff yang jujur, makanan dan minuman yang sehat, sedangkan tiga variabel dalam Kuadran A dirasa belum memuaskan oleh honeymooners yaitu, selalu siap melayani, cekatan dan mampu memberi pelayanan cepat, dan selalu berada di dekat tamu. Persamaan penelitian ini dengan penelitian Ariartha adalah sama menggunakan Analisis Faktor dengan pendekatan faktor pendorong dan faktor penarik terhadap motivasi honeymooner sedangkan perbedaannya adalah dalam penelitian yang dilakuakan Ariartha juga meneliti tentang analisis kepuasan honeymooners terhadap dimensi pelayanan, lokasi
19
penelitian dan waktu penelitian serta variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian. 2.2 Tinjauan Konsep 2.2.1. Tinjauan tentang Motivasi Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu movere yang berarti menggerakkan. Mitchell (dalam Winardi, 2001:1), menyatakan bahwa mewakili
proses-proses
psikological,
yang
menyebabkan
timbulnya,
diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela yang diarahkan ke arah tujuan tertentu. Gray (dalam Winardi, 2001:2), menyatakan bahwa motivasi merupakan hasil sejumlah proses yang bersifat internal dan eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah hasil dari sejumlah proses yang bersifat internal maupun eksternal yang menggerakkan individu untuk melaksanakan kegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Dalam kaitannya
dengan
kegiatan
kepariwisataan,
keputusan
seseorang untuk melakukan perjalanan wisata dipengaruhi kekuatan faktor pendorong (push factor) dan faktor penarik (pull factor), yang merupakan faktor internal dan eksternal yang memotivasi wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Faktor pendorong umumnya bersifat sosial psikologis atau merupakan person specific motivation, sedangkan faktor penarik merupakan destination specific attributes (dalam Pitana dan Gayatri,2005:66).
20
Menurut Richardson dan Fluker (dalam Pitana dan Gayatri, 2005:66), pentingnya faktor penarik dan factor pendorong dalam pariwisata adalah sebagai berikut: Push factors are all the economic, social demographic, technological and political force that stimulate a demand for touristm activity by ‘pushing’ consumers away from their usual place of residence. These are the dominant factors when people decide they want to ‘get away from it all’, but are vague about where they want to go. Artinya faktor pendorong adalah semua kekuatan ekonomi, sosial demografi, teknologi dan politik yang menstimulate permintaan untuk aktivitas pariwisata dengan ‘mendorong’ konsumen untuk pergi dari daerah kediamannya. Ini merupakan faktor dominan ketika seseorang memutuskan mereka ingin ‘pergi meninggalkan semua’ tetapi belum jelas kemana mereka ingin pergi. Motivasi yang mendorong wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata menurut Mc Intosh dan Murphy (dalam Pitana dan Gayatri 2005:58), di antaranya: 1. Physical or physiological motivation (motifasi yang bersifat fisik atau fisiologi), antara lain untuk relaksasi, kesehatan, kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, bersantai, bersenang-senang dan sebagainya. 2. Cultural motivation (motivasi budaya) Yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan akan berbagai objek tinggalan budaya (monument bersejarah). 3. Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang bersifat sosial), seperti mengunjungi teman atau keluarga, menemui mitra kerja, melakukan hal-hal yang dianggap mendatangkan gengsi (nilai pertise),
21
melakukan ziarah, pelarian dari situasi-situasi yang membosankan, dan seterusnya. 4. Fantasy motivation (motivasi karena fantasi), yaitu adanya fantasi bahwa di daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang menjenuhkan dan ego-enhancement yang memberikan kepuasan psikologis. Disebut juga sebagai status and predtige motivation. Ryan (dalam Pitana dan Gayatri 2005:67) juga menjelaskan faktor pendorong bagi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata adalah: 1) Escape, yaitu adanya keinginan untuk melepaskan diri dari kejenuhan berutinitas. 2) Relaxation, yaitu adanya keinginanuntuk melakukan penyegaran. 3) Play, adalah keinginan untuk melakukan berbagai macam permainan untuk mendapatkan kegembiraan dan melepaskan diri sejenak dari berbagai unsur keseriusan. 4) Strengthening family bonds, yaitu keinginan untuk lebih mengakrabkan diri dengan anggota keluarga, akibat kesibukan pada negara-negara industri. 5) Prestige, yaitu dorongan untuk meningkatkan status dan derajat sosial. 6) Social interaction, yaitu untuk dapat melakukan interaksi sosial dengan teman dan masyarakat lokal. 7) Romance, yaitu keinginan untuk dapat bertemu dengan orang-orang yang bisa memberikan suasana yang romantik, atau memenuhi kebutuhan seksual, khususnya dalam pariwisata seks. 8) Educational opportunity, keinginan untuk mempelajari hal-hal yang baru dari kebudayaan di daerah lain.
22
9) Self-fulfilment, yaitu keinginan untuk menemukan jati diri. 10) Wish-fulfilment ,yaitu keinginan untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang telah lama dicita-citakan. Hal ini sangat jelas dalam perjalanan wisata religious, sebagai bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri. Richardson dan Fluker (dalam Pitana dan Gayatri, 2005:66) menjelaskan bahwa, “pull factors are those which ‘pull’ consumers towards a particular destination (e.g. a positive image, safety, attractions, climate). Forms of tourisms are among pull factors-the destination’s offering to tourists”. Artinya bahwa faktor penarik merupakan semua hal yang menarik konsumen ke arah suatu destinasi (seperti citra yang baik, keamanan, atraksi wisata, iklim). Bentuk faktor penarik dalam pariwisata adalah penawaran yang diberikan daerah tujuan pariwisata kepada wisatawan. Dann (dalam Sue Beeton, 2006:36) menjelaskan bahwa “pull motivation consisted of the appealing attributes of a destination that the individual is seeking, such as the weather, beaches, cleanliness, recreation facilities, culture attraction, natural serenity or even shopping”. Dapat diartikan bahwa faktor penarik terdiri dari perlengakapan penarik yang dimiliki oleh suatu destinasi yang dicari oleh individu seperti cuaca yang baik, pantai, kebersihan, fasilitas rekreasi, daya tarik budaya, keindahan alam atau bahkan aktivitas belanja.
23
Determinan wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata (dalam Suwena, 2010:63) antara lain: a
Gaya hidup, merupakan sesuatu nilai yang mahal dalam memenuhi kebutuhan seseorang. Semua bisa dilihat dari: 1. Pendapatan dan pekerjaan Melakukan perjalanan wisata juga termasuk sesuatu yang sangat mahal. Hal ini terlihat dari semakin tingginya pekerjaan atau semakin layaknya pekerjaan yang dilakukan seseorang sangat memepengaruhi dan ada kecendrungan untuk melakukan perjalanan wisata. 2. Hak cuti kerja Setiap yang bekerja pada suatu departemen atau perusahaan bisa mendapatkan cuti kerja. Lamanya cuti ini tergantung kesepakatan antara pengusaha atau instansi tempat bekerja. Cuti kerja secara tidak langsung berpengaruh terhadap kecendrungan seseorang untuk berwisata. 3. Pendidikan dan mobility Tingkat pencapaian pendidikan juga faktor yang mempengaruhi kecendrungan orang melakukan perjalanan wisata, oleh karena itu pendidikan dapat membuat seseorang terbuka wawasannya dan pada akhirnya menstimulasi keinginan seseorang untuk berwisata sesuai tujuan, sedangkan keberadaan mobilitas juga bisa mempengaruhi kecendrungan orang berwisata, khususnya kegiatan pariwisata domestik. Kepemilikan sarana transportasi bisa membuat berwisata
24
menjadi lancar, nyaman, mudah dan menyenangkan karena akan dapat memilih kearah tujuan berwisata. 4. Ras dan jenis kelamin Banyak survey yang membuktikan bahwa selama ini ras kulit putih yang berjenis kelamin laki-laki paling banyak melakukan perjalanan wisata, akan tetapi ada kecendrungan sekarang ini, orang Asia pun banyak yang melakukan perjalan wisata, seperti Jepang. Di Jepang, wanita kantoran merupakan pangsa pasar yang sangat penting sebagai promosi pariwisata. b
Siklus umur, seseorang berwisata juga bisa dilihat dari segi umur. Umur juga sangat berpengaruh terhadap orang yang akan berwisata. Rincian tentang siklus umur orang berwisata dapat diuraikan berikut ini. 1. Childhood Biasanya di umur ini, keputusan untuk berwisata diambil oleh orang tuanya. Hal ini lebih banyak terpengaruh pada biaya dan tanggung jawab orang tua kepada anak. Akan tetapi, pada umur ini kegiatan berwisata lebih dominan dapat dilakukan oleh anak-anak itu sendiri, khususnya wisata domestik. 2. Adolescenel young adult Tahap ini merupakan tahap dimana ada masa seseorang ingin bebas dari orang tua dan keluarga, juga merupakan tahap dimana remaja mulai bersosilaisasi dan menemukan identitas. Mereka biasanya memilih daerah tujuan wisata yang murah. Daerah tujuan wisata tidak
25
begitu penting karena yang utama adalah kebebasan, kebebasan yang dimaksud adalah bebas dari orang tua dan keluarga. 3. Marriage Pada tahap ini dibagi menjadi dua bagian yaitu, menikah tanpa anak atau biasa disebut honeymooner dan menikah memiliki anak. Pada tahap menikah tanpa anak, biasanya individu dalam hal berpendapatan sudah termasuk mapan dan waktu luang pun lebih banyak. Begitu juga memilih wisata akan berbeda dengan pasangan yang menikah dan sudah mempunyai anak biasanya akan memilih tempat wisata domestik yang tidak begitu jauh. Hal ini mungkin karena akan terjadi pengeluaran bertambah dan juga tanggung jawab yang ada. 4. Emptynest stage Tahapan di mana para orang tua mulai ditinggalkan oleh anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa. Tanggungan terhadap anak sudah mulai berkurang bahkan tidak ada. Kegiatan atau waktu untuk berwisata menjadi lebih banyak karena tidak ada lagi tanggungan. Kesempatan ini biasanya dimanfaatkan oleh para orang tua untuk mengambil liburan yang panjang untuk berwisata lebih jauh dari tempat asalnya dengan waktu yang cukup lama. 5. Old age Pada tahapan ini kegiatan berwisata mulai berkurang, antara lain disebabkan oleh keuangan atau gaji pensiunan yang tidak begitu banyak, kesehatan yang tidak mendukung, dan juga tidak adanya
26
pasangan yang diajak berwisata sehingga biasanya melakukan wisata di tempat-tempat menginap. Disamping faktor tersebut di atas, faktor-faktor dominan yang menggerakkan orang-orang melakukan perjalan wisata antara lain: 1. Three “T”Revolution 1) Transportation technology Kemajuan teknologi penerbangan, selain bertambahnya kecepatan pesawat terbang, kapasitas tempat duduk pun menjadi semakin besar. 2) Telecomunication Munculnya teknologi komputer digital yang dapat menciptakan one touch sytem memberi kemudahan orang-orang memperoleh informasi dari semua penjuru dunia. 3) Tourism and travel Terjadinya kemajuan yang dialami Transportation technology dan Telecomunication tersebut diatas, menciptakan mass tourism, yang mampu menggerakkan orang-orang dalam ruang lingkup global untuk melakukan perjalan wisata. 2. Hybrid Pada waktu nanti, orang –orang akan melakukan perjalanan wisata dengan memanfaatkan pola baru. Peserta MICE akan membawa keluarga, karena perjalanan bisnisnya digabung dengan kesempatan liburan keluarga. 3. Leisure time Semakin panjang waktu senggang yang tersedia dapat digunakan untuk berlibur.
27
4. Discretionary income Meningkatnya tabungan keluarga sebagai akibat meningkatnya jumlah uang yang kalau dikeluarkan tidak akan mengganggu keperluan keluarga sehari-hari. 5. Paid vacations Sekarang ini semakin banyak perusahaan memberikan tunjangan berupa uang cuti kepada karyawan untuk keperluan berlibur. 6. Status and prestige motivation Motivasi ini bersifat sangat emosional, karena mendorong seseorang untuk menjaga pretigenya. 2.2.2. Tinjauan tentang Wisatawan Kata wisatawan berassal dari bahasa Sangsakerta, dari asal kata “wisata” yang berarti perjalanan ditambah dengan akhiran “wan” yang berarti orang yang melakukan perjalanan wisata (dalam Suwena, 2010:32). Dalam bahasa Inggris, orang yang melakukan perjalanan disebut traveler, sedangkan orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan wisata disebut Tourist. Definisi mengenai tourist (dalam Suwena, 2010:32), diantara berbagai ahli atau Badan Internasional, masih belum ada keseragaman pengertian. Perbedaan pengertian atau batasan disebabkan karena perbedaan latar belakang pendidikan atau keahlian, perbedaan kepentingan dan perbedaan pandangan dari para ahli atau badan tersebut. Baik mengenai batasan wisatawan internasional maupun wisatawan domestik. Di bawah ini akan dikemukakan batasan dari beberapa ahli dan badan internasional di bidang pariwisata. Norval, seorang ahli ekonomi Inggris, memberi batasan mengenai wisatawan internasional sebagai berikut : “Every person who comes to a
28
foreign country for a reason than to establish his permanent residence or such permanent work and who spends in the country of his temporary stay, the money he has earned else where”. (Wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara, dengan tujuan tidak untuk menetap atau bekerja tetap, dan membelanjakan uangnya di tempat tersebut dengan uang yang diperolehnya di tempat lain (Suwena, 2010:33)). Pada tahun 1937, Komisi Ekonomi Liga Bangsa- Bangsa (Economis Commission of The league of Nations), pertama kali memberikan batasan pengertian mengenai international tourist pada forum internasional . Rumusan tersebut adalah sebagai berikut : “ The term tourist shall , in principle, be interpreted to mean any person travelling for a period of 24-hours or more in a country other than in which he usually resides”. (Istilah wisatawan pada dasarnya diartikan sebagai seseorang yang melakukan perjalanan selama 24 jam atau lebih di negara lain, selain dimana yang bersangkutan bertempat tinggal). Bila kita perhatikan batasan-batasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka ciri-ciri wisatawan menurut Yoeti (1982:130) adalah: 1. perjalanan itu dilakukan lebih dari 24 jam 2. perjalanan itu dilakukan hanya untuk sementara waktu 3. orang yang melakukan perjalan bukan untuk mencari nafkah di tempat atau negara yang dikunjunginya
29
2.2.3. Profil Wisatawan Profil wisatawan menurut Seaton dan Bannet (dalam Suwena, 2010:38), merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan mereka. Pemahaman
terhadap
karakteristik
wisatawan
akanmembuat
sebuah
perusahaan mengetahui keperluan dan keinginan wisatawan sehingga perusahaan dapat menentukan pangsa pasar atau target marketnya. Gambaran mengenai
wisatawan
biasanya
dibedakan
berdasarkan
karakteristik
perjalanannya dan karakteristik wisatawannya. 1. Karakteristik perjalannya Menurut Seaton & Bennet wisatawan dibagi ke dalam kelompokkelompok berdasarkan jenis perjalanan yang dilakukan, yang secara umum jenis perjalanan tersebut dibedakan menjadi: perjalanan rekreasi, mengunjungi teman atau keluarga, perjalanan bisnis dan kelompok perjalanan lainnya. Smith (dalam Suwena, 2010:39), menambahkan jenis perjalanan untuk kesehatan dan keagamaan di luar kelompok lainnya. Tabel 2.1. Karakteristik Perjalanan Wisatawan Lama waktu perjalanan 1-3 hari 4-7 hari 8-28 hari 29-91 hari 92-365 hari Jarak yang ditempuh
Dalam kota (lokal) Luar kota (satu provinsi) Luar kota (lain provinsi) Luar negeri
30
Waktu melakukan perjalanan
Hari biasa Akhir pecan/ minggu Hari libur/ raya Liburan sekolah
Akomodasi yang digunakan
Komersial (hotel bintang/ non bintang) Non komersial (rumah teman/saudara/keluarga)
Moda transportasi
Udara (terjadwal/carter) Darat (kendaraan pribadi/ umum/ carter) Kereta api Laut (cruise/feri)
Teman Perjalanan
Sendiri Keluarga Teman sekolah Teman kantor
Pengorganisasian perjalanan
Sendiri Keluarga Sekolah Kantor Biro perjalanan wisata
Sumber: Suwena, 2010 2. Karakteristik wisatawannya Memfokuskan pada wisatawannya, untuk menjelaskan hal-hal tersebut digunakan beberapa karakteristik di antaranya adalah sebagai berikut. 1) Karakteristik Sosio Demografis Menurut Kotler (dalam Suwena, 2010:41), karakteristik ini mencoba untuk menjawab pertanyaan who wants what. Pembagian
31
berdasarkan karakteristik ini sering dilakukan untuk kepentingan analisa pariwisata, perencanaan, dan pemasaran, karena sangat jelas definisinya dan relative mudah pembagiannya. Tabel 2.2. Karakteristik Sosio-Demografis Wisatawan Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur
0-14 tahun 15-24 tahun 25-44 tahun 45-64 tahun >65 tahun
Tingkat pendidikan
Tidak tamat SD SD SLTP SMU Diploma Sarjana (S1) Pasca sarjana (S2, S3)
Kegiatan
Bekerja (PNS/pegawai, wiraswasta, professional dan lain-lain) Tidak bekerja (ibu rumah tangga, pelajar/ mahasiswa)
Status perkawinan
Belum menikah Menikah Cerai
Jumlah anggota
1 orang
keluarga dan
Beberapa orang, tanpa anak usia di bawah
komposisinya
17 tahun Beberapa orang, dengan anak (beberapa anak) di bawah 17 tahun
32
Tipe keluarga
Belum menikah Menikah, belum punya anak Menikah, anak usia <6 tahun Menikah, anak usia 6-17 tahun Menikah, anak usia 18-25 tahun Menikah, anak usia > 25 tahun, masih tinggal dengan orang tua Menikah, anak usia > 25 tahun, tidak masih tinggal dengan orang tua
Sumber: Suwena , 2010 2) Karakteristik Geografis Karakteristik geografis membagi wisatawan berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, biasanya dibedakan menjadi desa-kota, provinsi, maupun negara asalnya. Pembagian ini lebih lanjut dapat pula dikelompokkan berdasarkan ukuran kota tempat tinggal, kepadatan penduduk di kota tersebut dan lain-lain (Suwena, 43:2010). 3) Karakteristik Psikografis Menurut Smith, karakteristik ini membagi wisatawan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial dan life style, dan karakteristik personal.Wisatawan dalam kelompok demografis yang sama mingkin memiliki profil psikografis yang sangat berbeda (Suwena, 2010:43). Menurut Irma Herlina (dalam Suwena,2010:44), beragamnya keinginan dan kebutuhan wisatawan juga disebabkan karena beragamnya karakteristik dan latar belakang wisatawan. Informasi mengenai
wisatawan
dapat
diketahui
dari
pengelompokan-
33
pengelompokan wisatawan berdasarkan karakteristiknya dan lebih lanjut pengetahuan mengenai wisatawan sangat diperlukan dalam merencanakan produk wisata yang sesuai dengan keinginan kelompok pasar tertentu, termasuk merencanakan strategi pemasaran yang tepat bagi kelompok pasar tersebut. 2.2.4. Jenis dan Macam Wisatawan Berbagai macam tipologi wisatawan telah dikembangkan dengan menggunakan berbagai dasar klasifikasi. Dengan pendekatan interaksi, Cohen (dalam Suwena, 2010:44) mengklasifikasikan wisatawan atas dasar tingkat familiarisasi dari daerah yang akan dikunjungi, serta tingkat pengorganisasian dari perjalanan wisatanya menjadi empat yaitu seperti : 1) Drifter, yaitu wisatawan yang ingin mengunjungi daerah yang sama sekali belum diketahuinya, dan bepergian dalam jumlah kecil. 2) Explorer, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan dengan mengatur perjalanannya sendiri, dan tidak mau mengikuti jalan-jalan wisata yang sudah umum melainkan mencari hal yang tidak umum. Wisatawan seperti ini bersedia memanfaatkan fasilitas dengan standard lokal dan tingkat interaksinya dengan masyarakat lokal juga tinggi. 3) Individual
mass
tourists,
yaitu
wisatawan
yang
menyerahkan
pengetahuan perjalanannya kepada agen perjalanan, dan mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah terkenal. 4) Organized mass tourists, yaitu wisatawan yang hanya mau mengunjungi daerah tujuan wisata yang sudah dikenal, dengan fasilitas seperti yang
34
dapat ditemuinya ditempat tinggalnya, dengan perjalanannya selalu dipandu oleh pemandu wisata. Smith (dalam Pitana dan Gayatri, 2005:54) juga melakukan klasifikasi terhadap wisatawan, dengan membedakan wisatawan atas tujuh kelompok, yaitu : 1. Explorer, yaitu wisatawan yang mencari perjalanan baru dan berinteraksi secara intensif dengan masyarakat lokal, dan bersedia menerima fasilitas seadanya, serta menghargai norma dan nilai-nilai lokal. 2. Elite, yaitu wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata yang belum dikenal, tetapi dengan pengaturan lebih dahulu, dan bepergian dalam jumlah yang kecil. 3. Off beat, yaitu wisatawan yang mencari atraksi sendiri, tidak mau ikut ke tempat-tempat yang sudah ramai dikunjungi. Biasanya wisatawan seperti ini siap menerima fasilitas seadanya di tempat lokal. 4. Unusual, yaitu wisatawan yang dalam perjalanannya sekali waktu juga mengambil aktivitas tambahan, untuk mengunjungi tempattempat yang baru, atau melakukan aktivitas yang agak berisiko. Meskipun dalam aktivitas tambahannya bersedia menerima fasilitas apa adanya, tetapi program pokoknya tetap harus mendapatkan fasilitas yang standard. 5. Incipient mass, yaitu wisatawan yang melakukan perjalanan secara individual atau kelompok kecil, dan mencari daerah tujuan wisata
35
yang mempunyai fasilitas standard tetapi masih menawarkan keaslian. 6. Mass, yaitu wisatawan yang bepergian ke daerah tujuan wisata dengan fasilitas yang sama seperti di daerahnya. 7. Charter, yaitu wisatawan yang mengunjungi daerah tujuan wisata dengan lingkungan yang mirip dengan daerah asalnya, dan biasanya hanya untuk bersantai atau bersenang-senang. Mereka bepergian dalam kelompok besar, dan meminta fasilitas yang berstandar internasional Dilihat dari perjalanan dan ruang lingkupnya maka wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Wisatawan asing Adalah orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan tempat mereka biasa tinggal, yang biasanya dapat ditandai dari status kewarganegaraannya dan dokumen perjalanan yang dimilikinya. 2. Domestic Foreign Tourist Adalah orang asing yang yang berdiam atau bertempat tinggal pada suatu negara, yang melakukan perjalanan wisata di wilayah negara dimana ia tinggal. Orang tersebut bukanlah warga negara di negara yang ia berada, namun karena tugasnya ia menetap dan tinggal pada suatu negara.
36
3. Domestic Tourist Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati perbatasan negaranya. 4. Indigenous Foreign Tourist Adalah warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugas dan kedudukannya tinggal di luar negeri, dan pulang ke negara asalnya untuk melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri. 5. Transit Tourist Adalah wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu negara tertentu, yang menumpang pesawat, kapal laut ataupun kereta api yang terpaksa mampir atau singgah pada suatu pelabuhan atau bandara atau stasiun bukan karena kemauannya sendiri. 6. Business Tourist Adalah orang yang melakukan perjalanan (orang asing atau warga negara sendiri) yang mengadakan perjalanan untuk tujuan lain bukan wisata, tetapi melakukan perjalanan wisata setelah selesai melakukan tujuan utamanya. Di samping jenis wisatawan yang disebutkan di atas, ada juga beberapa jenis tourist/tourism demand seperti family, hedonistic, back packer, visiting friends and relatives, excursionist, educational tourist, religious tourist, snow bird, ethnic minority, disable tourist, social tourist dan
shortbreak market
(Suwena, 2010:47). Masing-masing jenis tourist memiliki dampak postitif dan dampak negatif yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
37
1) Family Family tourist atau wisatawan keluarga dapat terbagi atas keluarga kecil yang terdiri dari orang tua dan anak, maupun keluarga besar yang terdiri dari
orang
tua,
anak,
paman,
bibi,
kakek,
nenek,
dan
yang
lainnya.Wisatawan ini umumnya melakukan perjalanan pada waktu liburan sehingga mereka benar-benar ingin menikmati liburannya itu di suatu tempat yang mereka inginkan. 2) Hedonistic Hedonistic adalah tourist yang menginginkan kebebasan, kebebasan yang tidak bisa mereka dapatkan di negara asalnya, misalnya drugs, sex, drunk, dan sebagainya. Tourist jenis ini umumnya dari kalangan berusia muda dan menyukai kehidupan malam. 3) Back Packer Back packer adalah jenis tourist yang melakukan aktivitas pariwisata dengan dana terbatas. Oleh karena itu, tourist ini biasanya menggunakan fasilitas-fasilitas berstandar lokal. Ciri khas tourist ini adalah biasanya menggendong tas ransel di punggungnya. 4) Visiting Friends and Relatives Visiting friends and relatives adalah jenis tourist yang mempunyai tujuan tertentu, yaitu mengunjungi teman dan kerabatnya.Tourist jenis ini biasanya dikelola oleh teman maupun kerabatnya sendiri, mulai dari tempat tinggal, makan, hingga transportasi.
38
5) Excursionist Excursionist adalah tourist yang mengunjungi suatu tempat dalam waktu yang kurang dari 24 jam. Tourist yang dapat dikelompokkan ke dalam excursionist misalnya penumpang kapal pesiar yang singgah ke suatu daerah. 6) Educational Tourist Educational tourist adalah tourist yang melakukan perjalanan dengan tujuan pendidikan, misalnya untuk belajar maupun studi banding di suatu sekolah atau universitas. 7) Religious Tourist Religious tourist adalah tourist yang melakukan perjalanan suci ke tempattempat yang berhubungan dengan agama, misalnya kegiatan naik haji, tirta yatra, dan lain sebagainya. 8) Snowbird Snowbird adalah jenis tourist dari negara yang bermusim dingin yang melakukan perjalanan ke daerah-daerah tropis. 9) Disable Tourist Disable tourist adalah jenis tourist yang mempunyai kekurangan fisik atau cacat. 10) Social Tourist Social tourist adalah jenis tourist yang melakukan perjalanan bukan untuk berlibur, melainkan mencari sponsor di suatu negara.
39
11) Short Break Market Short break market adalah jenis tourist yang mengunjungi suatu daerah dalam kurun waktu satu sampai tiga hari. Biasanya tourist ini mengunjungi ke satu negara dengan banyak daerah wisata. 2.2.5. Tinjauan tentang Honeymooner Honeymoon atau yang lebih kita kenal dengan sebutan bulan madu adalah perjalanan yang biasanya dilakukan oleh pasangan yang baru saja menikah untuk merayakan pernikahan mereka. Kini, bulan madu seringkali dirayakan di tempat-tempat yang terpencil, eksotik, hangat, atau lainnya yang dianggap khusus dan romantis. Kecenderungan belakangan di kalangan banyak pasangan adalah menggabungkan pesta pernikahan dan bulan madu dalam suatu pengalaman atau menggantikan yang satu dengan yang lain. Sedangkan honeymooner dapat diartikan sebagai orang atau pelaku yang melakukan perjalanan berbulan madu atau honeymoon. Jika dilihat dari sejarahnya, dalam Oxford English Dictionary menyebutkan bahwa kata ini berasal dari abad ke-16. Salah satu kutipan tertua dalam Oxford English Dictionary menunjukkan bahwa, meskipun di masa kini bulan madu mempunyai arti positif, kata ini sesungguhnya merupakan rujukan mengejek kepada memudarnya cinta yang niscaya terjadi seperti tahap-tahap peredaran bulan. Rujukan sastra pertama kepada bulan madu ini ditulis pada 1552, dalam karya Richard Huloet Abecedarium Anglico Latinum Huleot menulis: "Bulan madu, sebuah istilah yang digunakan sebagai tamsil bagi orang yang baru menikah, yang mulamula tidak akan gugur, tetapi pada mulanya mereka saling mencintai secara
40
berlebihan,
sehingga
cinta
mereka
tampaknya
akan
mengalahkan
pertengkaran apapun, masa ini disebut orang-orang biasa sebagai bulan madu". Juga dikatakan bahwa asal usul kata ini berasal dari masa Babilonia. Untuk meningkatkan kesuburan pasangan yang baru menikah, ayah si pengantin perempuan akan memberikan menantunya semua kebutuhan minuman yang berbasis madu yang dapat diminumnya selama bulan pertama pernikahan mereka. Karena kata bahasa Inggris ini baru empat ratus tahun usianya, atribusi langsung ke Babilon dipertanyakan, meskipun seringkali diulangi, namun kebiasaan meminum minuman berbasis madu ini setelah pernikahan selama satu bulan juga merupakan kebiasaan abad pertengahan, dan pada masa inilah kata ini muncul. Honeymoon tourism (dalam Pendit, 2006:38) merupakan salah satu dari beberapa jenis pariwisata yang sudah dikenal, yaitu: wisata budaya, wisata kesehatan, wisata olahraga, wisata komersial, wisata industry, wisata politik, wisata konvensi, wisata sosial, wisata pertanian, wisata maritim dan bahari, wisata cagar alam, wisata buru, wisata pilgrim, wisata petualangan dan wisata bulan madu. Menurut
Pendit
(2006:38),
wisata
bulan
madu
adalah
suatu
penyelenggaraan perjalanan bagi pasangan-pasangan pengantin baru, yang sedang berbulan madu dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri demi kenikmatan perjalanan perjalanan dan kunjungan mereka. Seperti misalnya kamar pengantin di hotel yang khusus disediakan dengan peralatan serba istimewa seperti tempat tidur yang istimewa, dekorasi dinding dengan selera
41
tinggi, cermin besar di berbagai sudut termasuk langit-langit kamar, dan sebagainya yang menimbulkan kesan seakan-akan berada di surge. Perjalanan yang disebut wisata bulan madu ini biasanya dilakukan ke tempat-tempat romantis. Richardson dan Fluker (dalam Pitana, 70: 2015) menyatakan bahwa Honeymoon tourist merupakan salah satu dari special interest tourism atau sering juga disebut dengan
new tourism, beberapa contoh dari special
interest tourism yang berkembang seperti yang ditampilkan dalam Tabel 2.3. Table 2.3. Special Interest Tourism Kelompok Minat Aktivitas Khusus Active adventure Caving, parachute jumping, trekking, off-road adventure, mountain climbing. Nature and wildlife
Birdwatching, ecotourism, geology, nation parks, rainforest.
Hystory/culture
Agriculture, art/architecture, film/film history, winery tours.
Spiritual
Bilbical tours, church tours, pilgrimage/mythology, religion/spirituality, yoga and spiritual tours. Basketball, car racing, olympiade games, soccer. Antiques, brewer/beer festivals, carft tours, gambling, videography tours.
Sports Hobby
art
festival,
Romance
Honeymoon, island vacation, nightlife, singles tours, spa/hot springs.
Affinity
Artists’workshops, gay tours, lesbian tours, senior tours, tours for handiscapped.
Soft Adventure
Backpacking, bicycle touring, canoing /kayaking, scuba diving/snorkeling, walking tours. Amusement parks, camping, shopping trip, whale watching, gourment/gastronomy.
Family
Sumber: Pitana dan Gayarti (2005:70)
42
2.2.6. Tinjauan tentang Hotel Menurut Sulastiyono (2006:5) hotel berasal dari bahasa latin yaitu hospitium, artinya ruangan tamu yang berada dalam monastery. Kata hospitium dipadukan dengan kata hospes dari bahasa Prancis, menjadi hospice. Dalam perkembangannya, kata hospice berubah menjadi hostel.Lambat laun huruf “S” pada kata hostel tersebut dihilangkan sehingga berubah menjadi “hotel”. Kata hotel mempunyai banyak batasan pengertian yang masingmasing berbeda pengertiannya dalam penguraiannya. Pengertian hotel menurut Hotel Proprietors Act (dalam Sulastiyono, 2002:6) adalah suatu perusahaan yang dikelola oleh pemiliknya dengan menyediakan pelayanan makanan, minuman dan fasilitas kamar untuk tidur kepada orang-orang yang sedang melakukan perjalanan dan mampu membayar dengan jumlah yang wajar sesuai dengan pelayanan yang diterima tanpa adanya perjanjian khusus. Pengertian lain dari hotel yang dimuat oleh Grolier Electronic Publishing Inc (dalam Sulastiyono, 2002:6) menyebutkan bahwa hotel adalah usaha komersial yang menyediakan tempat menginap, makanan, dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk umum. United
State
Lodging
Industry
(dalam
Sulastiyono,
2002:6)
menjelaskan bahwa, yang utama hotel terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Transient Hotel, adalah hotel yang letak atau lokasinya di tengah kota dengan jenis tamu yang menginap sebagian besar adalah untuk keperluan bisnis dan turis. 2. Residential Hotel, adalah hotel yang pada dasarnya merupakan rumahrumah yang berbentuk apartemen dengan kamar-kamarnya dan disewakan secara bulanan atau tahunan. Residental Hotel juga menyediakan kemudahan-kemudahan seperti layaknya hotel, seperti restoran, pelayanan makanan yang di antar ke kamar, dan pelayanan kebersihan kamar.
43
3. Resort Hotel, adalah hotel yang pada umumnya berlokasi di tempat-tempat wisata, dan menyediakan tempat-tempat rekreasi dan juga ruang serta fasilitas konferensi untuk tamu-tamu. Penentuan jenis hotel tidak terlepas dari kebutuhan pelanggan dan ciri atau sifat khas yang dimiliki wisatawan (Tarmoezi, 2000: 5). Berdasarkan hal tersebut, jenis hotel dapat dibedakan dilihat dari lokasi hotel tersebut dibangun, sehingga dikelompokkan menjadi: 1) City Hotel Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi masyarakat yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka waktu pendek). City Hotel disebut juga sebagai transit hotel karena biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut. 2) Residential Hotel Hotel yang berlokasi di daerah pingiran kota besar yang jauh dari keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha. Hotel
ini
berlokasi
di
daerah-daerah
tenang,
terutama
karena
diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu lama, sehingga dengan sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas tempat tinggal yang lengkap untuk seluruh anggota keluarga. 3) Resort Hotel Hotel yang berlokasi di daerah pengunungan (mountainhotel) atau di tepi pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel seperti
44
ini terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada harihari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi. 4) Motel (Motor Hotel) Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran jalan raya dekat dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil sendiri, oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi untuk mobil. Selain menurut lokasinya hotel juga dibagi berdasarkan banyaknya kamar yang disediakan, menurut Tarmoezi (2000: 3) dari banyaknya kamar yang disediakan, jenis hotel dapat dibedakan menjadi: 1. Small Hotel, merupakan hotel dengan jumlah kamar yang tersedia maksimal sebanyak 28 kamar. 2. Medium Hotel, merupakan hotel dengan jumlah kamar yang disediakan antara 28 kamar sampai dengan 299 kamar. 3. Large Hotel, merupaan hotel dengan jumlah kamar yang disediakan lebih dari 300 kamar.