BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA WANITA DAN KECELAKAAN KERJA YANG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANGUNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
A. Ketenagakerjaan Pada Umumnya a. Pengertian Pekerja dan Pengusaha Dahulu istilah pekerja belum dikenal, karena pada zaman penjajahan Belanda lebih mengenal kata buruh daripada pekerja. Arti buruh itu sendiri adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar. Sedangkan yang melakukan pekerjaan dikantor maupun swasta disebut pegawai atau karyawan. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yakni Buruh adalah barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah (pasal 1 ayat 1a). Dalam perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerja, sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah (Depnaker) pada waktu kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan pemerintah
31 repository.unisba.ac.id
karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada dibawah pihak lain yakni majikan.19 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 angka (3) memberikan pengertian Pekerja : "Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun." Untuk kepentingan santunan jaminan kecelakaan kerja dalam perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) berdasarkan UndangUndang No. 3 Tahun 1992, pengertian "pekerja" diperluas yakni termasuk :
1.
Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak,
2.
Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan,
3.
Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, tennasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat. Pasal 6 Undang-undang nomor 13 tahun 2003 menyatakan
19
Husni Lalu, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.34
32 repository.unisba.ac.id
bahwa setiap pekerja/buruh memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.20 Pengertian pengusaha menurut Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 Pasal 1 ayat (7), yaitu : .,
pengusaha adalah :
a.
Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan perusahaan milik sendiri.
b.
Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
c.
Orang perorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia."
Secara umum, pengertian pengusaha adalah mencakup orang pribadi, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan.
b. Pengertian Pekerja Wanita Pekerja wanita adalah setiap orang (dalam hal ini adalah wanita) yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat.21
20 21
Rusli Hardijan, Op.Cit, hlm.7 www.google.com
33 repository.unisba.ac.id
Puluhan juta wanita yang bekerja di Indonesia, sebagaimana kodratnya wanita mengalami menstruasi, hamil dan menyusui. Mengenai hal ini pekerja wanita perlu mengetahui aturan dan hak pekerja wanita. Hak-hak pekerja wanita diantaranya adalah 22:
a. Larangan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja wanita Pasal 153 UUKK mengatur larangan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja wanita dengan lasan pekerja wanita menikah, sedang hamil dan melahirkan, merupakan bentuk perlindungan bagi pekerja wanita sesuai kodrat, harkat dan martabatnya. Kodrat wanita mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui adalah suatu keadaan dan wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh manusia. Diskriminasi atas kodrat adalah suatu yang mustahil.
b. Cuti haid Cuti haid bagi wanita adalah suatu yang tetap menjadi pro dan kontra. Pasal 81 UUKK menyatakan, "pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.”
22
Editus Adisu dan Libertus Jaehani, Hak-hak pekerja perempuan, Visimedia, Jakarta, 2006, hlm.33
34 repository.unisba.ac.id
Bagi sebagian wanita yang tidak setuju dimaksudkan Pasal 81 UUKK tentang cuti haid melihat bahwa pengaturan tersebut merupakan perlakuan diskriminatif karena haid adalah kodrat. Alasan mereka, dengan semakin canggihnya teknologi dan semakin tingginya kesadaran wanita akan kesehatan maka masalah haid bukan lagi menjadi faktor penghambat untuk beraktifitas. Masalah haid adalah berkaitan dengan reproduksi dan reproduksi adalah masalah kodrat. Sebagian wanita ada yang setuju dengan Pasal tersebut menganggap bahwa kewajiban cuti haid bagi pekerja wanita adalah masalah hak, dan hak boleh diambil atau tidak. Memang sering dengan bergulirnya pendapaat pro dan kontra tersebut, walaupun cuti haid adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan tetapi kenyataannya, banyak sekali pekerja wanita di perusahaan tertentu tidak menggunakan haknya atau mengabaikan ketentuan tersebut, artinya bahwa pekerja wanita tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya walaupun dalam keadaan haid. c. Cuti hamil Kebijakan pemerintah untuk memberikan cuti hamil kepada wanita adalah sesuatu yang wajib karena kodrat sebagai wanita. Ketentuan Pasal 82 UUKK tersebut menyatakan, "pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan
35 repository.unisba.ac.id
sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan." Pekerja wanita juga selain diberikan cuti hamil juga diberikan kesempatan untuk menyusui anaknya selama melakukan pekerjaan. Ketentuan Pasal 83 UUKK tersebut menyatakan, "peketja/buruh perempuan yang anaknya masih menyusu harus diberi kesempatan sepatutnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan selama waktu kerja." UUKK
memperbolehkan
untuk
melakukan
itu,
tetapi
pada
kenyataannya pekerja wanita tidak melakukannya bukan karena dilarang oleh pengusaha tetapi kemauan pekerja itu sendiri dengan alasan menghambat pekerjaan. Selama pekerja wanita melaksanakan cuti melahirkn selama 3 (tiga) bulan maka pekerja tersebut tetap berhak mendapatkan upah penuh.
Hak-hak pekerja pada umumnya dan pekerja wanita pada khususnya sudah diatur lebih rinci baik dalam UUKK maupun dalam peraturan pelaksanaannya. Dalam UUKK ada banyak Pasal yang mencantumkan sanksi atau hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pengusaha atau siapapun yang melakukan pelanggaran. Sanksi-sanksi terhadap pelanggaran hak pekerja wanita yaitu : a. Sanksi Administratif
36 repository.unisba.ac.id
Sanksi administratif terjadi apabila pengusaha atau siapapun memperlakukan pekerja wanita secara diskriminasi, misalnya dalam hal kesempatan yang berbeda dalam mendapatkan kesempatan kerja. Bentuk sanksi administratif tersebut dapat berupa :
1) Teguran 2) Peringatan tertulis 3) Pembatasan kegiatan usaha 4) Pembekuan kegiatan usaha 5) Pembatalan persetujuan 6) Pembatalan pendaftaran 7) Penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi 8) Pencabutan izin usaha (Pasal 190 UUKK) b. Sanksi Perdata Alasan-alasan pemberlakuan sanksi perdata adalah apabila pekerjaan yang diperjanjikan tersebut ternyata bertentangan dengan kesusilaan dan norma-norma umum. Akibat hukumnya perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 52 dan 155 UUKK)
c. Sanksi Pidana Sanksi pidana penjara atau denda terhadap pelanggaran hak pekerja wanita termuat dalam beberapa pasal UUKK. Berikut beberapa
37 repository.unisba.ac.id
ketentuan yang mengatur tentang sanksi pidana penjara atau denda tersebut.
1) Sanksi tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah ) bagi pengusaha yang tidak memberikan kepada pekerja wanita hak istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 185 UUKK)
2) Sanksi tindak pidana pelanggaran dan diancam penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) bagi pengusaha yang tidak membayar upah bagi pekerja wanita yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat menjalankan pekerjaannya (Pasal 185 UUKK)
3) Sanksi tindak pidana pelanggaran dengan ancaman hukuman kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan atau denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00
38 repository.unisba.ac.id
(sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) bagi pengusaha yang :
a) Mempekerjakan pekerja perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
b) Mempekerjakan pekerja wanita hamil menurut keterangan Dokter
berbahaya
bagi
kesehatan
dan
keselamatan
kandungannya maupun bagi dirinya bila bekerja pada pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00
c) Mempekerjakan pekerja wanita antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00 yang tidak memberikan makanan dan minuman serta tidak menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja
d) Tidak menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja wanita yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 05.00
c. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja 1. Perlindungan Pekerja pada Umumnya Pekerja adalah tulang punggung perusahaan, tanpa adanya pekerja tidak akan mungkin suatu perusahaan akan berjalan dengan lancar.
39 repository.unisba.ac.id
Menyadari peran penting pekerja sebagai salah satu faktor pendukung keberhasilan
perusahaan
harus
diimbangi
pula
dengan
memperhatikan
keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan pekerja, sehingga perlu upaya peningkatan perlindungan pekerja. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan pekerja, yang dalam praktek sehari-hari berguna untuk dapat mempertahankan produktivitas dan kestabilan perusahaan.23 Menurut Soepomo perlindungan pekerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :24
1. Perlindungan Ekonomis Perlindungan pekerja dalam bentuk penghasilan yang cukup, termasuk bila pekerja tidak mampu bekerja di luar kehendaknya.
2. Perlindungan Sosial Perlindungan pekerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi.
3. Perlindungan Teknis Perlindungan pekerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Perlindungan pekerja yang melakukan pekerjaan baik dalam hubungan kerja maupun di luar hubungan kerja melalui program Jaminan Sosial
23
Zainal Asikin, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hlm.75 24 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.62
40 repository.unisba.ac.id
Tenaga kerja, selain memberikan ketenangan kerja juga mempunyai dampak positif terhadap usaha-usaha peningkatan disiplin dan produktivitas pekerja. Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindunga fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan pekerja mencakup :25
1. Norma Keselamatan Kerja Meliputi keselamatan kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alatalat kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.
2. Norma Kesehatan Kerja dan Heigiene Kesehatan Perusahaan Meliputi pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan pekerja yang sakit, mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi heigiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja.
25
Zainal Asikin, Op.Cit, hlm.76
41 repository.unisba.ac.id
3. Norma Kerja Meliputi perlindungan terhadap pekerja yang bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, pekerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masig-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial kemasyarakatan dan sebaginya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin Jaya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral.
4. Kepada Pekerja yang mendapat Kecelakaan dan/atau menderita penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan atau penyakit akibat pekerja, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian.
d. Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Wanita Perlindungan hak-hak pekerja wanita dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selanjutnya disingkat UUKK, dan beberapa peraturan pelaksanaannya sudah mengatur hak-hak/perlindungan terhadap pekerja wanita, walaupun harus diakui regulasi tersebut belum sempurna.
42 repository.unisba.ac.id
Dalam UUKK hak-hak pekerja Indonesia termasuk pekerja wanita mendapatkan kepastian tentang ketentuan normatif/nominal yang wajib diberikan pengusaha kepada pekerja. Sedangkan untuk hak-hak lain yang disebut dengan "kepentingan" seperti tunjangan-tunjangan, bonus, insentif dan lain-lain diluar hak-hak normatif Undnag-Undnag ini mengamanatkan kepada pengusaha dan pekerja untuk negosiasi mencapai kesepakatan dan hal tersebut diminta dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Undang-undang telah memberikan perlindungan terhadap hak-hak dasar pekerja. Pengusaha atau sipapun yang melanggar hak-hak dasar pekerja dapat dijatuhkan sanksi, mulai dan sanksi ringan seperti teguran, peringantan, pencabutan usaha sampai pada tingkat pelanggaran yang dapat digolongkan sebagai kejahatan sehingga dapat dikenakan sanksi kurungan atau pidana penjara. Hak-hak pekerja antara lain menyangkut :26
1. Perlindungan Upah 2. Jam kerja 3. Tunjangan Hari raya 4. Jaminan Sosial Tenaga Kerja 5. Kompensasi PHK 6. Hak istirahat/cuti
26
Perlindungan Hukum Pekerja Wanita, Universitas Pendidikan Indonesia (www.google.com), hlm.49, pukul 08.23
43 repository.unisba.ac.id
Lalu dalam konvensi PBB tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita yang telah diratifikasi dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984, secara khusus memberikan perlindungan bagi hak-hak pekerjaa wanita salah satu implementasinya adalah untuk jenis pekerjaan yang sama, pengusaha tidak boleh membeda-bedakan kompensasi yang diberikan kepada setiap pekerja baik laki-laki maupun wanita. Filosofi dibalik peraturan perundang-undangan tersebut tidak lain karena menguatnya kesadaran bahwa sesungguhnya manusia, laki-laki dan wanita sama derajat dan martabatnya. Karena itu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan dalam relasi antara pekerja dan pengusaha/majikan maupun antara laki-laki dan perempuan harus dicegah.27
e. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan kerja Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu bentuk perlindungan tenaga kerja dan menjadi hak dasar pekerja/buruh (Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 ). Keselamtan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat alat kerja, bahan dan proses pengelolaannya, landasan tempat kerja, dan lingkungannya, serta cara-cara melakukan pekerjaan.28
27
Ibid, hlm.50 Abdul Khakim, Dasar-dasar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm.116
28
44 repository.unisba.ac.id
Sedangkan kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Keselamatan dan kesehatan kerja diselenggarakan untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.29 Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terintegerasi dengan manajemen perusahaan. Eksistensi dari peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan kerja adalah :30
1. Melindungi pekerja dari resiko kecelakaan kerja 2. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh 3. Agar pekerja/buruh dan orang-orang disekitarnya terjamin keselamatannya 4. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan berdaya guna.
29 30
Rusli Hardijan, Hukum Ketenagakerjaan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, hlm.82 Abdul Khakim, Op.Cit, hlm.118
45 repository.unisba.ac.id
f. Ruang Lingkup Keselamatan kerja Ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah di setiap tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara, dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja. Unsur tempat kerja ada tiga, yaitu :31
1. Adanya suatu usaha, baik bersifat ckonomis maupun social. 2. Adanya sumber bahaya. 3. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik terus menerus maupun sewaktu-waktu. Penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di tempat kerja ialah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan keselamtan kerja di tempat kerja dilakukan secara bersama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh pekerja/buruh. Pengawasan atas pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dilakukan oleh pejabat/petugas yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, yaitu : a. Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja, sebagai pegawai teknis berkeahlian khusus dan Depnaker.
31
Ibid, hlm.119
46 repository.unisba.ac.id
b. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja, sebagai ahli teknis berkeahlian khusus dari luar Depnaker.
g. Pengertian Kecelakaan Kerja Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970, kecelakaan kerja adalah : "Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian, baik korban manusia atau harta Benda." Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari perjalanan rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena itu kecelakaan dapat dicegah, asal kita cukup kemauan untuk mencegahnya, sebab-sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan usaha-usaha koreksi yang ditujukan kepada sebab kecelakaan itu dapat dicegah dan tidak berulang kembali.32
32
Sumakmur, Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja, CV. Haji Masagung, Jakarta, 1989, hlm.212
47 repository.unisba.ac.id
h. Klasifikasi Kecelakaan Kerja klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 terdiri dari :33 1.
Klasifikasi kecelakaan kerja dilihat dari jenis kecelakaannya
a)
Terjatuh
b)
Tertimpa benda jatuh
c)
Tertumbuk
d)
Terjepit oleh benda
e)
Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
f)
Pengaruh suhu tinggi
g)
Terkena arus listrik
h)
Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi Jenis-jenis lain
termasuk kecelakaan-kecelakaan yanga datanya tidak cukup atau kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.
2.
Klasifikasi kecelakaan kerja menurut penyebabnya a) Penyebab mesin, memungkinkan terjadinya kecelakaan di dalam mempergunakan alat-alat di bawah ini :
1) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik 2) Mesin penyalur (transmisi) 3) Mesin-mesin pengolah kayu
33
Encyclopedia of occupational health and safety, vol I A.K, ILO, Geneva, 1971
48 repository.unisba.ac.id
4) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam 5) Mesin-mesin pertanian 6) Mesin-mesin pertambangan 7) Mesin-mesin yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.
b) Penyebab alat angkut dan alat angkat, memungkinkan terjadinya kecelakaan di dalam mempergunakan alat-alat di bawah ini :
1) Mesin angkat dan peralatannya 2) Alat angkutan di atas rel 3) Alat angkutan lain yang beroda 4) Alat angkutan udara 5) Alat angkutan air 6) Alat-alat angkutan lain.
c) Penyebab dari peralatan lain yang juga memungkinkan terjadinya kecelakaan antara lain oleh alat-alat di bawah ini :
1) Bejana bertekanan 2) Dapur pembakar dan pemanas 3) Instalasi pendingin 4) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alatalat listrik (tangan)
5) Alat-alat listrik (tangan)
49 repository.unisba.ac.id
6) Alat-alat kerja clan perlengkapannya. kecuali alat-alat listrik 7) Tangga 8) Perancah (steger) 9) Peralatan lain yang belum termasuk klasifikaasi tersebut.
d) Penyebab dari digunakannya bahan-bahan, zat-zat dan radiasi di bawah ini :
1) Bahan peledak 2) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak 3) Benda-benda melayang 4) Radiasi 5) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.
e) Penyebab dari lingkungan kerja memungkinkan tejadi kecelakaan di bawah ini :
1) Kecelakaan di luar bangunan 2) Kecelakaan di dalam bangunan 3) Kecelakaan di bawah tanah
50 repository.unisba.ac.id
f) Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut:
1) Hewan 2) Penyebab lain
g) Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tidak memadai
3. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut sifat luka atau kelainan yang mungkin ditimbulkan, antara lain :
a) Patah tulang b) Dislokasi/keseleo c) Regang otot/urat d) Memar dan luka dalam yang lain e) Amputasi f) Luka-luka lain g) Luka di permukaan h) Gegar dan remuk i) Luka bakar j) Keracunan-keracunan mendadak (akut) k) Akibat cuaca, dan lain-lain 1) Mati lemas
51 repository.unisba.ac.id
m) Pengaruh arus listrik
n) Pengaruh radiasi o) Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya p) Lain-lain
4. Klasifikasi kecelakaan kerja menurut letak kelainan atau luka di tubuh, antara lain dibagian tubuh dibawah ini :
a) Kepala b) Leher c) Badan d) Anggota badan atas e) Anggota badan bawah f) Banyak tempat
g) Kalman umum h) Letak lain yang tidak dapat dimasukkan klasifikasi tersebut.
Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu faktor, melainkan oleh berbagai faktor. Klasifikasi menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan
menyatakan
bagaimana suatu Benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan
52 repository.unisba.ac.id
menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk menggolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir merupakan klasifikasi yang palig utama dan sangat penting. Klasifikasi menurut sifat dan letak luka atau kelainan di tubuh berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci. Suatu kecelakaan itu dapat terjadi pasti ada sebabnya, faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, diantaranya :34
1. Faktor Manusia Meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/ pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya dalam mengambil keputusan ) misalnya karena kurangnya keterampilan atau kurangnya pengetahuan, salah penempatannya seperti seorang tenaga kerja lulusan Sekolah Teknologi Menengah (STM) akan tetapi oleh perusahaan ditempatkan di bagian tata usaha.
2. Faktor materialnya /bahannya/ peralatannya
34
Sendjun H Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1988, hlm.87
53 repository.unisba.ac.id
Misalnya bahan yang seharusnya terbuat dari besi, akan tetapi supaya Iebih murah dibuat dan bahan lainnya sehingga dengan mudah dapat menimbulkan kecelakaan. 3. Faktor bahaya/ sumber bahaya, ada dua sebab :
a. Perbuatan berbahaya Misalnya karena metode kerja yang salah, keletihan/kelesuan, sikap kerja yang tidak sempurna dan sebagainya.
b. Kondisi/ keadaan berbahaya Yaitu keadaan yang tidak aman dan mesin/ peralatan-peralatan, lingkungan, proses, sifat pekerjaan. 4. Faktor yang dihadapi Misalnya
kurangnya
pemeliharaan/perawatan
mesin-mesin/
peralatan
sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna. Tiap kecelakaan adalah kerugian. Kerugian ini terlihat dan adanya dan besarnya biaya kecelakaan. Biaya untuk kecelakaan ini sering-sering sangat besar. Biaya ini dapat bagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi. Biaya langung adalah biaya atas PPPK, pengobatan dan perawatan, biaya rumah sakit, biaya angkutan, upah selama pekerja tak mampu bekerja, kompensasi cacat dan biaya atas kerusakan bahan-bahan, alat-alat dan mesin. Biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada waktu dan beberapa waktu setelah kecelakaan terjadi. Biaya ini meliputi berhentinya operasi perusahaan oleh karena pekerja-pekerja lainnya
54 repository.unisba.ac.id
menolong atau tertarik oleh peristiwa kecelakaan itu, biaya yang harus diperhitungkan untuk mengganti orang yang sedang menderita oleh karena kecelakaan dengan orang baru yang belum biasa bekerja di tempat itu, dan lainlain.35 Faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting, hal ini karena hampir 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan manusia. Upaya untuk mencari sebab kecelakaan disebut analisa sebab kecelakaan. Analisa ini dilakukan dengan mengadakan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa kecelakaan. Untuk melakukan analisa kecelakaan bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan penenuan sebabsebab keclakaan secara tepat. Kecelakaan tersebut harus secara tepat dan jelas diketahui, bagaimana dan mengapa sampai terjadi kecekaan tersebut. Adapun sebab-sebab kecelakaan36 terbagi atas sebab dasar atau asal mula dan sebab utama atau gejala. Sebab-sebab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a) Sebab dasar adalah merupakan sebab atau faktor yang mendasari secara umum terhadap kejadian kecelakaan, yaitu :
1. Pertisipasi pihak manajemen/pimpinan perusahaan dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
2. Faktor manusia atau dalam hal ini pekerja
35
Suma’mur, Op.Cit, hlm.213 Sri Warjiati, Hukum Ketenagakerjaan Keselamatan Kerja dan Perlindungan Upah Pekerja Wanita, Tarsito, Bandung, 1998, hlm.84-85 36
55 repository.unisba.ac.id
3. Faktor kondisi dan lingkungan kerja b) Sebab utama adalah sebab yang timbul akibat adanya faktor dan persyaratan yang belum dilaksanakan. Maka dengan kata lain adalah apabila pimpinan perusahaan/ manajemen telah melaksanakan program-program K3 di perusahaannya sebab ini tidak akan timbul. Sebab utama yang kita kenal yaitu : 1. Kondisi tidak aman (unsafe conditions), yaitu kondisi yang tidak aman dan ; mesin, peralatan, pesawat, bahan dan sebagainya; lingkungan; proses; sifat pekerjaan;cara kerja. 2. Perbuatan yang tidak aman (unsafe actions), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia.
i. Kerugian Yang Disebabkan Kecelakaan Kerja Kerugian yang disebabkan oleh kecelakaan kerja dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :37 1. Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain :
a. Kerusakan/kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan. b. Biaya pengobatan dan perawatan korban. c. Tunjangan kecelakaan. d. Hilangnya waktu kerja. e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi.
37
Sendjun H Manulang, Op.Cit, hlm.88
56 repository.unisba.ac.id
2. Kerugian yang bersifat non ekonomis Pada Umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/cedera berat maupun luka ringan. Perusahaan wajib menjamin keselamatan kerja para pekerjanya dan tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya dalam memberikan perlindungan pada para pekerjanya jika terjadi kecelakaan kerja yang disebabkan karena kelalaian dan pekerja itu sendiri. kerugian yang nampak berupa biaya perawatan medis dan kompensasi yang diasuransikan. Sedangkan biaya akibat kecelakaan yang tidak Nampak dan tidak diasuransikan, antara lain : biaya kerusakan gedung, biaya kerusakan peralatan dan perkakas, kerusakan produk dan bahan, biaya pengeluaran persediaan dan peralatan darurat, serta biaya reparasi dan penggantian. Besarnya biaya kerugian tersebut seharusnya membuat perusahaan lebih memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam setiap proses pekerjaan untuk menghindari kerugian.38 Dalam hal perusahaan belum ikut serta dalam program BPJS Kesehatan, maka pengusaha wajib memberikan jaminan kecelakaan kerja kepada tenaga kerjanya seperti tercantum dalam pasal 4 PP no.14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
38
Katia, Analisis Kecelakaan kerja, FKM Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hlm.14
57 repository.unisba.ac.id
B. Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) a. Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS), secara tegas menyatakan bahwa BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah badan hukum publik. BPJS yang dibentuk dengan UU BPJS adalah BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang asuransi sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan pelaksana Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek).
1) BPJS Ketenagakerjaan sebelumnya bernama Jamsostek (jaminan sosial tenaga kerja), yang dikelola oleh PT. Jamsostek (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan sejak tanggal 1 Januari 2014. 2) BPJS Kesehatan dahulu bernama Askes bersama BPJS Ketenagakerjaan merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013. BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan yang mulai berlaku 1 Januari 2014, dan mulai beroperasi paling lambat 1 Januari 2015 menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun, dan program jaminan kematian bagi peserta.
58 repository.unisba.ac.id
Kedua BPJS tersebut pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penyelenggaraan jamianan sosial yang adekuat dan berkelanjutan merupakan salah satu pilar Negara kesejahteraan, disamping pilar lainnya, yaitu pendidikan bagi semua, lapangan pekerjaan yang terbuka luas dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkeadilan.
Mengingat pentingnya peranan BPJS dalam menyelenggarakan program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UU BPJS memberikan batasan fungsi, tugas dan wewenang yang jelas kepada BPJS. Dengan demikian dapat diketahui secara pasti batas-batas tanggung jawabnya dan sekaligus dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua BPJS tersebut secara transparan.
BPJS Sebagai Pelaksana Undang-undang Jamsostek Berdasarkan PP No 14 tahun 1993 tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja :39
"pengusaha yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000.- (satu juta rupiah) sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja." Dari peraturan diatas dapat diketahui bahwa seriap pekerja yang bekerja disuatu perusahaan atau kepada pengusaha yang mempunyai tenaga kerja sebanyak 10 (sepuluh) orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sebulan, wajib untuk diikutsertakan dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
39
Abdul Khakim, Op.Cit, hlm.100
59 repository.unisba.ac.id
Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja diselenggarakan oleh Negara, tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Penyelenggaraan yang ditunjuk. Dalam hal ini Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang ketenagakerjaan melimpahkan tugas dan wewenang penyelenggaraan program tersebut kepada Badan Penyelenggaraan yang ditunjuk dalam hal ini adalah BPJS Ketenagakerjaan.
b. Ruang Lingkup BPJS Ketenagakerjaan sebagai Pelaksana Jamsostek Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) Undang-undnag Nomor 3 Tahun 1992, ruang lingkup program Jamsostek meliputi :40
a. Jaminan Kecelakaan Kerja b. Jaminan Kematian c. Jaminan Hari Tua d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diimaksud dalam Pasal 6 diperuntukkan bagi tenaga kerja. Tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, setiap saat menghadapi risiko sosial berupa peristiwa yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hiangnya penghasilan. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan perlindungan tenaga kerja dalam program jamina sosial tenaga kerja yang
bertujuan
untuk
memberikan
ketenangan
bekerja
dan
menjamin
kesejahteraan tenaga kerja beserta keluarganya. a)
40
Jaminan Kecelakaan Kerja
Wijayanti Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm.126
60 repository.unisba.ac.id
Yang dimaksud dengan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah santunan berupa uang sebagai biaya pengganti pengangkutan, biaya pemeriksaan, biaya pengobatan dan atau perawatan, biaya rehabilitasi serta santunan sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental, santunan kematian sebagai akibat peristiwa berupa kecelakaan kerja. Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak atas jaminan kecelakaan kerja berupa penggantian biaya yang meliputi :41 a. Biaya pengangkutan tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja ke Rumah Sakit dan atau kerumahnya, termasuk biaya pertolongan pertama pada kecelakaan; b. Biaya pemeriksaan, biaya pengobatan dan atau perawatan selama di Rumah sakit, termasuk rawat jalan; c. Biaya rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan atau alat ganti (prothese) bagi tenaga kerja yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat kecelakaan kerja. Selain penggantian biaya tersebut, kepada tenaga kerjja yang tertimpa kecelakaan kerja diberikan juga santunan berupa uang yang meliputi
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja. b. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya. c. Santunan cacat total untuk selama-lamanya baik fisiik maupun mental. d. Santunan kematian.
41
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1993
61 repository.unisba.ac.id
Berdasarkan PP No. 64 Tahun 2005 jo PP No. 14 Tahun 1993 tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja dijelaskan mengenai besarnya jaminan sosial tenaga kerja :
A. Santunan
1. Santunan sementara tidak mampu bekerja (STMB) 4 bulan pertama 100% x upah sebulan, 4 bulan kedua 75% x upah sebulan dan bulan seterusnya 50% x upah sebulan.
2. Santunan cacat : a. Santunan cacat sebagian untuk selama-lamanya dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya sesuai table x 70 bulan upah.
b. Santunan cacat total untuk selama-lamanya dibayarka secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah :
b. 1. santunan sekaligus sebesar 70% x 70 bulan upah; b.2. santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan;
c. santunan cacat kekurangan fungsi dbayarkan secara sekaligus (lumpsum) dengan besarnya santunan adalah :
% berkurang fungsi x % sesuai label x 70 bulan upah
62 repository.unisba.ac.id
3. Santunan kematian dibayarkan secara sekaligus (lumpsum) dan secara berkala dengan besarnya santunan adalah : a. Santunan sekaligus sebesar 60% x 70 bulan upah, sekurang-kurangnya sebesar santunan kematian; b. Santunan berkala sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan; c. Biaya pemakaman sebesar Rp. 1.500.000, (satujuta limaratus ribu rupiah) B. Pengobatan dan perawatan sesuai dengan biaya yang dikeluarkan :
1. Dokter, 2. Obat, 3. Operasi, 4. Rontgen, laboratorium, 5. Perawatan puskesmas, Rumah sakit umum kelas I, 6. Gigi, 7. Mata, 8. Jasa tabib/sinshe/tradisional yang telah mendapatkan ijin resmi dan instansi yang berwenang. Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan tersebut pada B1 sampai B8 dibayarkan maksimum Rp. 8.000.000,(delapan juta rupiah).
63 repository.unisba.ac.id
C. Biaya rehabilitasi harga berupa penggantian pembelian alat bantu (orthose) dan atau alat pengganti (prothese) diberikan satu kali untuk setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh pusat rehabilitasi ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut.
D. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Besarnya santunan dan biaya pengobatan/perawatan sama dengan A dan B.
E. Ongkos pengangkutan tenaga kerja dari tempat kejadian kecelakaan kerja ke rumah sakit diberikan penggantian biaya sebagai berikut :
1. Bilamana
hanya
menggunakan
jasa
angkutan
darat/sungai
maksimum sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah).
2. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah).
3. Bilamana hanya menggunakan jasa angkutan udara maksimal sebesar Rp. 400.000,- (empat ratus ribu rupah). iuran jaminan kecelakaan kerja ditanggung oleh pengusaha, besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja yang didasarkan pada kelompok jenis usaha adalah :
64 repository.unisba.ac.id
Kelompok I : 0,24% (nol koma dua puluh empat persen) dari upah sebulan Kelompok II : 0,54% (nol koma lima puluh empat persen) dari upah sebulan Kelompok III : 0,89% (nol koma delapan puluh Sembilan persen) dari upah sebulan Kelompok IV : 1,24% (satu koma dua puluh empat persen) dari upah sebulan Kelompok V : 1,74% (satu koma tujuh puluh empat peersen) dari upah sebulan.
b)
Jaminan Kematian Yang dimaksud dengan Jaminan Kematian (JKM) adalah santunan
kematian berupa uang tunai dan santunan berupa uang untuk pengganti biaya pemakaman, seperti pembelian tanah (sewa/retribusi), peti jenazah, kain kafan, transportasi dan lain-lain yang berkaitan dengan tata cara pemakaman sesuai dengan adat istiadat, agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kondisi daerah masing-masing dari tenagga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja, keluarganya berhak atas jaminan kematian (JKM). Besarnya iuran Jaminan Kematian, sebesar 0,30% (nol komma tiga puluh persen) dari upah sebulan dan ditanggung oleh pengusaha.
65 repository.unisba.ac.id
c)
Jaminan Hari Tua Yang dimaksud dengan Jaminan Hari Tua (JHT) adalah santunan berupa
uang yang dibayarkan secara sekaligus atau berkala atau sebagian dan berkala kepada tenaga kerja karena :
a.
Telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, atau;
b.
Cacat total tetap setelah ditetapkan oleh dokter
Besarnya iuran Jaminan Hari Tua, sebebsar 5,70% (lima koma tujuh puluh persen) dari upah sebulan, sebesar 3,70% (tiga koma tujuh puluh persen) oleh pengusaha dan 2% (dua persen) ditanggung oleh tenaga kerja.
d)
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Yang dimaksud dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) adalah
jaminan berupa pelayanan kesehatan yang diberikan kepada tenaga kerja atau suami istri yang sah dan anak yang bersifat menyeluruh dan meliputi pelayanan peningkatan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, serta pemulihan kesehatan. Besarnya iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, sebesar 6% (enam persen) dan upah sebulan bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga, dan 3% (tiga persen) dari upah sebulan bagi tenaga kerja yang belum berkeluarga, iuran ini ditanggung oleh pengusaha. Perbedaan besar iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) bagi tenaga kerja yang sudah berkeluarga dan yang belum berkeluarga
dimaksudkan
agar
adanya
keseimbangan
antara
66 repository.unisba.ac.id
kewajiban pengusaha dan pelayanan yang diberikan kepada tenaga kerja itu sendiri. Pengusaha wajib membayar iuran dan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah tenaga kerja serta membayarkan kepada Badan Penyelenggara. Iuran Jaminan Kecelakaan kerja (JKK), iuran Jaminan Kematian (JKM), dan iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) ditanggung oleh pengusaha, sedang iuran Jaminan Hari Tua (JHT) ditanggung oleh pengusaha dan tenaga kerja. Pada dasarnya besar iuran yang harus dibayarkan perusahaan kepada Badan Penyelenggara diatur dalam Peraturan Pemerintah No.14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Tetapi bagi perusahaan jasa konstruksi, pemerintah mengeluarkan aturan yang terperinci, hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. kep196/MEN/1999 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan kerja bagi Tenaga Kerja Harian Lepas, borongan, dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi. Dalam UU no. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dinyatakan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi kewajibannya dalam program Jaminan Sosial Tenaga Kerja diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya
Rp.
50.000.000,-
(lima
puluh
juta
rupiah)
67 repository.unisba.ac.id