5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 HIV AIDS 2.1.1
Pengertian Acquired immune deficiency syndrome adalah penyakit yang untuk
pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1981,dengan ciri-ciri imunosupresi yang sangat menonjol dengan manifestasi klinik yang beragam,termasuk infeksi opurtunistik,keganasan dan degenerasi susunan syaraf pusat. Penyakit ini disebabkan infeksi human immunodeficiency virus yang terutama menginfeksi sel T CD4. Dikenal 2 jenis HIV,yaitu HIV-1 dan HIV-2 yang berbeda mengenai struktur maupun antigenitasnya.8Human immunodeficiency virus termasuk dalam golongan retrovirus. Virus ini memiliki materi genetik berupa sepasang asam ribonukleat tunggal (singlestranded Ribonucleic acid = ss-RNA) yang identik dan suatu enzim yang disebut sebagai reserve transcriptase.8 Virion HIV terdiri dari 3 bagian utama yaitu envelope yang merupakan lapisan paling luar, capsid yang meliputi isi virion dan core yang merupakan isi virion. Envelope adalah suatu lapisan lemak ganda yang terbentuk dari membran sel pejamu dan mengandung pula protein pejamu. Pada lapisan ini tertanam glikoprotein virus yang disebut glikoprotrein 41. Pada bagian luar glikoprotein ini terikat molekul glikoprotein 120. Molekul glikoprotein 120 ini yang akan berikatan dengan reseptor CD4 pada saat menginfeksi limfosit CD4 atau sel lain yang mempunyai reseptor tersebut.8
5
6
HIV merupakan infeksi virus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terusmenerus, akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh dianggap defisiensi ketika sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam infeksi,yang sebagian besar jarang menjangkiti orang yang tidak mengalami defisiensi kekebalan.9 2.2
Limfosit total Semua sel yang berfungsi dalam respons imun diketahui berasal dari
sel induk pluripoten yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur yaitu : a) jalur limfoid yang membentuk limfosit dan subsetnya ; b) jalur mieloid yang membentuk sel-sel fagosit dan sel-sel lain. Sel –sel imunokompeten yang utama adalah limfosit T (sel T) dengan berbagai subsetnya (T-helper, T-supresor, T-sitoksik) dan limfosit B (sel B), masing-masing dapat dibedakan satu dari yang lain karena mempunyai fungsi yang berbeda dan mengekspresikan antigen permukaan (imunofenotip) yang karakteristik untuk masing-masing jenis sel. Antigen permukaan menunjukkan korelasi dengan stadium diferensiasi, karena itu disebut juga sebagai antigen diferensiasi (clusters of differentitation antigen atau clusters designation = CD). Didalam darah, kebanyakan limfosit (80 %) adalah sel T dengan umur sangat panjang. Sel-sel ini memiliki beberapa fungsi. Limfosit T ini dapat
7
mengatur aktifitas sel T atau sel B lain baik secara positif (sel T helper) dan secara negatif (sel T supreso). Sel T menghasilkan beberapa faktor (limfokin) yang mempengaruhi kegiatan makrofag, seperti gerakan makrofag menuju tempat inflamasi. Beberapa limfosit T (sel sitotoksik) menghasilkan substansi yang mematikan sel-sel lain, termasuk sel tumor, sel yang terinfeksi virus. Persentase yang lebih kecil dari limfosit yang bersikulasi (15 %) adalah limfosit B, yang bila mendapat rangsangan sesuai, membelah diri beberapa kali dan berdiferensi menjadi sel plasma dalam jaringan
dan
menghasilkan
imunoglobulin.
Imunoglobulin
spesifik
(opsonin) menyelubungi bakteri dan penyerang lainnya, sehingga mereka lebih mudah difagositosis oleh makrofag. Akhirnya terdapat sejumlah limfosit dalam darah (5 %) yang tidak memiliki antigen permukaan limfosit T maupun B dan disebut sel null. Sel ini kemungkinan sel induk yang bersirkulasi.9 2.2.1
Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah limfosit. Dalam keadaan normal jumlah limfosit mencapai 15-40 % dari sel
darah putih dalam aliran darah. Jumlah limfosit dapat berkurang dengan segera saat stres berat dan selama pengobatan kortikosteroid (misalnya Prednison), kemotarapi untuk kanker dan terapi penyinaran.15 Penyakit yang dapat menyebabkan jumlah limfosit menurun : kanker,atritis
rematoid,lupus,AIDS,anemia
beberapa infeksi virus.
apastik,gagal
ginjal
dan
8
Jumlah limfosit yang meningkat biasanya menandakan terjadinya proses yang kronis,kenaikan jumlah limfosit dapat disebabkan oleh infeksi morbili,infeksi Tuberkulosis,sifilis,pertusis dan oleh kelainan kongenital yang terkait dengan fungsi sumsum tulang, kelainan limfoproliferasatif seperti leukimia limfositik kronik dan makroglobuliemia15
2.3 CD 4 CD4 adalah sebuah marker atau petanda yang berada di permukaan sel-sel darah, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Sel yang mempunyai marker CD4 di permukaannya berfungsi untuk melawan berbagai macam infeksi. Jika CD4 berkurang, mikroorganisme yang patogen akan dengan mudah masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit.10 Mekanisme utama dalam infektivitas HIV melalui perlekatan selubung glikoprotein virus (gp 120) pada molekul CD4 yang bertindak sebagai reseptor dengan afinitas sangat
tinggi pada permukaan sel-sel inang.
Molekul –molekul CD4 sangat banyak terdapat pada permukaan sel T terutama pada sel-sel T helper. Namun sel-sel seperti monosit atau makrofag dapat diinfeksi oleh HIV oleh karena fagositosis kompleks virus-antibody atau melalui molekul CD4 yang dimiliki oleh sel bersangkutan. Kerusakan
9
sel CD4 sebagai penyebab turunnya fungsi sistem imun, virus merusak sel dengan
replikasi, bertunas merusak membran sel, ikatan glikoprotein
(gp120) pada sel terinfeksi dengan CD4 membentuk fusi sel-sel manjadi sinsitium. Sel terinfeksi dirusak oleh T sitolik sel NK, gp 120 bebas berikatan dengan CD4 pada sel sehat menyebabkan respons autoimun.10 Molekul CD4 berperan sangat penting dalam patogenesis AIDS,dan CD4 berperan pula dalam sitolisis oleh infeksi HIV. Kerusakan sel oleh HIV tergantung kepada molekul CD4 yang ada pada permukaan sel tersebut, sedang sel yang paling banyak memiliki molekul CD4 adalah limfosit. Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang hanya di kendalikan sebagian oleh respon imun spesifik dan berlanjut menjadi infeksi kronik progresif pada jaringan limfoid perifer. Perjalanan penyakit dapat dipantau dengan mengukur jumlah virus dalam serum pasien dan menghitung jumlah sel T CD4 dalam darah tepi. Bergantung pada lokasi masuknya virus kedalam tubuh sel T CD4 dan monosit dalam darah atau sel T CD4 dan makrofag dalam jaringan mukosa merupakan sel – sel pertama yang terinfeksi.Besar kemungkinan sel dendritik berperan dalam penyebaran awal HIV dalam jaringan limfoid, karena fungsi normal sel dendritik adalah menangkap antigen dalam epitel lalu masuk dalam kelenjar getah bening. Setelah berada dalam kelenjar getah bening , sel dendritik meneruskan virus kepada sel T melalui kontak antar sel. Kemudian dalam beberapa hari saja jumlah virus dalam kelenjar
10
berlipat ganda dan menyebabkan viremia. Viremia menyebabkan virus menyebar keseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dalam jaringan limfoid perifer. Sistem imun spesifik kemudian akan berupaya mengendalikan infeksiyang tampak dari menurunnya kadar viremia. Setelah infeksi akut , berlangsung fase kedua di mana kelenjar getah bening dan limpa merupakan tempat replikasi virus dan destruksi jaringan secara terus menerus. Selama periode ini sistem imun dapat mengendalikan sebagian infeksi, karena itu fase ini disebut fase laten. Hanya sedikit virus diproduksi selama fase laten dan sebagian sel T dalam darah tidak mengandung virus.Walaupun demikian, destruksi sel T dalam jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T semakin lama semakin menurun. Jumlah sel T dalam jaringan limfoid adalah 90 % dari jumlah sel T di seluruh tubuh. Pada awalnya sel T dalam darah perifer yang rusak oleh virus HIV dengan cepat diganti oleh sel baru tetapi destruksi sel oleh virus HIV yang terus berreplikasi dan menginfeksi sel baru selama masa laten akan menurunkan jumlah sel T dalam darah tepi. Selama masa kronik progresif , respons imun terhadap infeksi lain akan merangsang produksi HIV dan mempercepat destruksi sel T. Selanjutnya penyakit menjadi progresif dan mencapai fase lethal yang disebut AIDS, pada saat mana destruksi sel T dalam jaringan limfoid perifer lengkap dan jumlah sel T dalam darah tepi menurun hingga di bawah 200 / mm3 . InfeksiHIV menyebabkan destruksi sel T CD4 dan sebagian besar virus
11
yang terdapat dalam darah berasal dari sel T CD4 yang mengalami lisis. Efek sitopatik langsung infeksi HIV terhadap limfosit dibuktikan dengan hal – hal berikut : 1. Produksi virus dengan ekspresi gp 41 dan budding partikel virus menyebabkan peningkatan permeabilitas membran dan lisis osmotik sel CD4 2. Membran sel terinfeksi melakukan fusi dengan sel lain yang belum terinfeksi melalui interaksi gp 120– CD4 sehingga membentuk sel berinti banyak atau syncytia. Pembentukan syncytia adalah lethal untuk sel terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. 3. DNA virus yang tidak terinfeksi dan terdapat dalam sitoplasma dapat menjadi toksik untuk sel terinfeksi. 4. Produksi virus dapat mengganggu sintesis dan ekspresi protein sel dan berakibat kematian sel. 5. Pengikatan gp 120 pada CD4 intraseluler yang baru dibentuk dapat mengganggu proses ekspresi CD4 pada permukaan sel. Penurunan CD4 dalam darah tepi tidak saja di sebabkan oleh lisis sel CD4 oleh virus tetapi , ekstravasasi sel CD4 merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penurunan CD4 dalam darah. Ada dua kemungkinan penurunan jumlah CD4 pada infeksi HIV yaitu : 1). Gangguan renewal CD4 secara aktif karena kerusakan yang terjadi oleh virus dan 2). Sistem imun tidak mampu mengatasi kehilangan kronis CD4 yang terjadi terus menerus setiap hari karena keterbatasan regenerasi. Hambatan sel CD4 untuk
12
memperbaruhidiri dapat disebabkan perubahan pada sel precursor
dan
lingkungannya akibat infeksi HIV.10 2.3.1
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan CD4. CD4 adalah sebuah marker atau penanda yang berada dipermukaan sel-sel lekosit,terutama sel-sel limfosit CD4. Pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting,karena berkurangnya nilai CD4 dalam dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk kedalam tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik nilai CD4 berkisar antara 400 – 1500 /mm3 darah,sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu nilai CD4 semakin lama akan semakin turun.16 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi jumlah CD4 seperti perubahan diurnal yang menunjukkan bahwa nilai terendah adalah pada pukul setengah satu siang sedangkan nilai puncak pada pukul setengah sembilan malam.penurunan dapat terjadi juga pada penderita infeksi akut dan operasi mayor.pemberian kortikosteroid pada penyakit akut dapat menurunkan jumlah CD4,tetapi pemakaian lama
untuk
penyakit
berpengaruh.perubahan
kronik pada
menunjukkan penyakit
mungkin
tidak
terlalu
disebabkan
redistribusi lekosit antara sirkulasi perifer dengan sumsum tulang, limpa,dan nodus limfoid.jenis kelamin,usia pada orang dewasa, stres
13
psikologi,stres fisik dan kehamilan mempunyai efek minimal terhadap jumlah CD4. Pemakaian obat antiviral dapat meningkatkan jumlah CD4 sebanyak ≥ 50 sel/mm3 . setelah pemakaian 4 sampai 8 minggu dan meningkat 50-100 sel/mm3 tiap tahunnya.16 2.4
Metode pemeriksaan limfosit total
2.4.1
Metode Manual 1. Hitung jumlah lekosit Hitung jumlah lekosit yaitu menyatakan jumlah sel-sel lekosit perliter darah (System Internasional Unit = SI unit) atauper milimeter kubik (mm3 )darah. Nilai rujukannya 4,000 – 11,000 mm3. Hitung jumlah lekosit cara manual menggunakan bilik hitung dengan reagen larutan turk.11 2. Persentase limfosit Hitung jenis lekosit dilakukan untuk menetapkan persentase jenis lekosit yang ada didalam darah. Hitung jenis lekosit di gunakan untuk menghitung lima jenis sel lekosit; neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil dan basofil. Hasil masing-masing dilaporkan sebagai persentase jumlah lekosit. Nilai rujukan untuk limfosit persen adalah 20 – 40 %. Pembacaan hitung jenis lekosit dilakukan pada hapusan darah tepi dengan pewarnaan giemza, kemudian dibaca dibawah mikroskup
dengan
pembesaran
obyektif
100
x.
Untuk
14
memperoleh limfosit total nilai limfosit dalam persen di kalikan dengan nilai hitung jumlah lekosit.11 2.4.2
Metode pemeriksaan dengan alat automatik 1. Elektronik impedance (Focused flow impedance) 2. Laser optical (Flow cytometri) 3. Laser optical (Flow cytometri) dengan Elektronic impedance 4. Laser optical dengan reaksi sitokimia 5. Laser optical dengan pewarnaan fluoresen
2.4 Kerangka teori
HIV AIDS
LIMFOSIT TOTAL
DEFISIENSI IMUN
CD4 D
2.5 Kerangka Konsep LIMFOSIT TOTAL HIV AIDS CD 4