BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 UMUM Jalan merupakan prasarana transportasi darat yang mempunyai andil yang sangat penting dan dampak yang sangat besar dalam sektor perhubungan suatu negara, kota, atau wilayah. Kebutuhan akan fasilitas prasaraana transportasi ini sangat diperlukan guna mengimbangi laju pertumbuhan penduduk dari waktu ke waktu, serta untuk menyokong kemajuan dan pertumbuhan dalam berbagai bidang lain, misalkan dalam bidang ekonomi, budaya, pendidikan, dan lain – lain di negara ini. Maka dari itu, sebagai prasarana transportasi vital agar dapat berfungsi secara efektif dan maksimal, diperukan fasilitas dan kondisi yang baik khususnya ketika sedang dimanfaatkan kegunaannya, dan sistem perkerasan jalan adalah sistem yang bertanggung jawab dan menentukan kelayakan dan mutu dari suatu jalan itu sendiri. Perkerasan jalan sendiri dapat didefinisikan sebagai sistem perkerasan yang dimana konstruksinya terdiri dari beberapa lapisan. Tiap lapisan menggunakan material dan standar yang berbeda sesuai dengan porsinya masing – masing sebagai penyebar beban roda kendaraan sehingga dapat ditahan oleh tanah dasar dengan batas daya dukungnya. Bagian – bagian lapisan perkerasan tersebut terdiri dari lapisan tanah dasar (Subgrade), lapisan pondasi bawah (Subbase Course), lapisan pondasi atas (Base Course), dan lapisan permukaan (Surface Course). Berbeda dengan lapis tanah dasar yang dianggap hanya menerima gaya vertikal II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sajaa, lapis permukaan diharuskan mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja, dan lapis pondasi atas diharuskan mampu menerima gaya vertikal dan getaran – getaran. Oleh karena hal tersebut, maka terdapat perbedaan syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh masing – masing lapisan perkerasan. Untuk penelitian ini, perkerasan yang digunakan adalah perkerasan lentur yang mana menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. 2.1.1 LAPIS TANAH DASAR ( SUBGRADE ) Lapisan tanah dasar adalah lapisan tanah setebal 50 – 100 cm dimana akan diletakkan lapisan pondasi bawah di atasnya. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang telah melalui proses pemadatan jika tanah aslinya sudah cukup baik, atau tanah yang didatangkan dari tempat lain baru dipadatkan, atau tanah yang telah melalui proses stabilisasi, baik dengan kapur atau dengan bahan lainnya. Pemadatan tanah dapat dikatakan baik jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut tetap konstan selama umur rencana. Untuk mendapat kadar air optimum yang konstan diperlukan drainase yang memenuhi syarat. Ditinjau dari muka tanah asli, lapisan tanah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu tanah galian, tanah timbunan, dan tanah asli. Pada lapisan tanah dasar ada beberapa masalah yang sering ditemui, masalah – masalah tersebut antara lain adalah :
Terjadinya perubahan bentuk secara permanen dari jenis tanah tertentu yang diakibatkan oleh beban lalu lintas. Tanah dengan tingkat plastisitas yang tinggi akan memiliki kecenderungan mengalami perubahan bentuk II-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
yang lebih besar disbanding tanah dengan tingkat plastisitas tinggi, yang pada akhirnya akan mengakibatkan jalan menjadi rusak. Oleh karena itu, lapisan tanah lunak yang berada di bawah tanah dasar harus benar – benar ditangani secara serius.
Sifat mengembang dan menyusut dari jenis tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Untuk hal ini dapat dicegah dengan cara melakukan pemadatan pada kadar air optimum.
Daya dukung tanah yang tidak merata pada suatu area karena jenis tanah yang berbeda – beda. Untuk permasalahan ini, dapat diatasi dengan merencanakan tebal perkerasan yang berbeda dengan cara membagi jalan menjadi beberapa segmen berdasarkan sifat tanah yang ada di bawahnya.
Daya dukung tanah yang tidak merata akibat pelaksanaan pekerjaan tanah dasar yang kurang baik. Untuk permasalahan ini, dapat diatasi dengan melakukan pengawasan yang ketat pada tahap pelaksaan pekerjaan tanah dasar ini.
Terjadinya perbedaan penurunan tanah akibat terdapat lapisan tanah lunak dibawah tanah dasar. Hal ini dapat diatasi dengan cara melakukan penyelidikan tanah dengan teliti sehingga data tanah yang diperoleh adalah dalam keadaan real dan mendapat hasil yang akurat, lewat data ini maka kemudian dapat dilakukan langkah antisipasi terhadap masalah perbedaan penurunan tanah yang mungkin akan timbul di kemudian hari.
II-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi geologis lokasi jalan yang buruk, jika lokasi jalan berada pada daerah patahan, lereng, dan sebagainya.
2.1.2 LAPISAN PONDASI BAWAH ( SUBBASE COURSE ) Lapisan pondasi bawah adalah lapisan perkerasan yang terletak antara lapisan pondasi atas dengan lapis tanah dasar, yang berfungsi sebagai kontruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda kendaraan ke tanah dasar, sebagai lapis peresap agar air tidak berkumpul pada pondasi, sebagai lapisan untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai nilai CBR minimal 20%, dan nilai PI (Plastisitas Indeks) nya harus kurang dari 10%. Jenis – jenis lapis pondasi bawah yang umumnya dipergunakan di Indonesia :
Agregat bergradasi baik, yaitu sirtu atau petrun kelas A, kelas B, dan kelas C.
Stabilisasi agregat dengan semen ( Cement Treated Base )
Stabilisasi agregat dengan kapur ( Lime Treated Base )
Stabilisasi tanah dengan semen ( Soil Cement Stabilization )
Stabilisasi tanah dengan kapur ( Soil Lime Stabilization )
2.1.3 LAPISAN PONDASI ATAS ( BASE COURSE ) Lapisan pondasi atas adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara pondasi bawah dengan lapisan permukaan yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang II-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
menahan gaya lintang beban roda dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya, sebagai lapis peresapan untuk lapisan pondasi bawah, dan sebagai bantalan tehadap lapisan permukaan. Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas umumnya tanpa bahan pengikat dan mempunyai nilai CBR > 50%, serta nilai plastisitas indeks (PI) < 4%. Contoh material – material tersebut antara lain adalah batu pecah, kerikil pecah, dan tanah yang sudah distabilisasi dengan semen dan kapur. Jenis lapisan pondasi atas yang umum digunakan adalah :
Agregat bergradasi baik, yaitu batu pecah kelas A, kelas B, kelas C.
Pondasi Macadam.
Pondasi Telford.
Penetrasi Macadam (LAPEN)
Aspal Beton Pondasi ( Asphalt Concrete Base / Asphalt Treated Base )
Stabilisasi yang terdiri dari stabilisasi agregat dengan semen, dengan kapur, dan dengan aspal.
2.1.4 LAPISAN PERMUKAAN ( SURFACE COURSE ) Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas dari suatu struktur perkerasan jalan. Lapisan ini mempunyai fungsi sebagai lapis penahan beban vertikal dari kendaraan yang lewat diatasnya karena struktur perkerasan memang harus mempunyai stabilitas yang tinggi selama masa pelayanannya, sebagai lapis II-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
kedap air untuk menahan air hujan agar tidak meresap ke lapisan yang ada di bawahnya, dan sebagai lapis aus untuk menahan gesekan dan getaran roda yang mengerem karena lapis ini adalah lapis yang menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya yang mempunyai daya dukung lebih jelek. Pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat yaitu aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan juga tahan lama selama masa pelayanannya. Jenis–jenis lapisan permukaan yang sering digunakan di Indonesia antara lain adalah : 1. Lapisan yang bersifat non struktural yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air. Jenis lapisan perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
BURTU ( Laburan Aspal Satu Lapis ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam dengan tebal maksimum 2 cm.
BURDA ( Laburan Aspal Dua Lapis ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum 3,5 cm.
LATASIR ( Lapis Tipis Aspal Pasir ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi yang terus menerus dicampur, lalu dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1 – 2 cm.
II-6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BURAS ( Laburan Aspal ), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimal 3/8 inchi.
LATASBUM ( Lapis Tipis Asbuton Murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur dalam keadaan dingin dengan tebal maksimum 1 cm.
LATASTON ( Lapis Tipil Aspal Beton ) atau yang lebih dikenal dengan nama Hot Roller Sheet (HRS), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu yang kemudian dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas dengan tebal padat antara 3 – 3,5 cm.
2. Lapisan bersifat struktural yang berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan menyebarkan beban roda ke lapisan – lapisan yang ada di bawahnya.
Penetrasi Macadam ( LAPEN ), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas LAPEN biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan adalah antara 4 – 10 cm.
LASBUTAG ( Lapisan Aspal Buton Beragregat ), merupakan suatu lapisan pada suatu struktur perkerasan jalan yang terdiri dari campuran II-7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
antara agregat, asbuton, dan bahan pelunak yang kemudian diaduk, dihampar, dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisan antara 3 – 5 cm.
LASTON ( Lapisan Aspal Beton ), merupakan suatu lapisan pada suatu struktur perkerasan jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus. Campuran ini kemudian diaduk, dihampar, dan dipadatkan pada suhu tertentu. Tebal minimum laston adalah 4 cm.
2.2 AGREGAT Agregat secara umum didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat. ASTM (1974) mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen – fragmen. Agregat merupakan suatu komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 90-95% agregat dalam suatu campuran beraspal berdasarkan persentase berat, 7585% agregat dalam suatu campuran beraspal berdasarkan persentase volume, atau berkisar 30% dari biaya keseluruhan pembangunan suatu jalan. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan sangat ditentukan dari sifat agregat yang digunakan dan hasil mutu campuran agregat dengan material lain. Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang berupa berbagai jenis butiran-butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain : pasir, kerikil, batu pecah atau kombinasi material lain yang digunakan sebagai bahan dalam campuran aspal buatan. Proporsi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi ( filler ) didasarkan kepada spesifikasi dan gradasi yang tersedia. II-8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Agregat dapat diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi secara alami adalah pasir, kerikil dan batu. Kebanyakan agregat memerlukan beberapa proses seperti dipecah, dan dicuci terlebih dahulu sebelum agregat tersebut akhirnya bisa digunakan sebagai bahan campuran aspal. Agregat terbagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu : A. Ditinjau dari asal kejadiannya.
Batuan beku (Igneous Rock) Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dibedakan atas batuan beku luar (extrusiveigneous rock) dan batuan beku dalam (intrusive igneousrock).
Batuan sedimen Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, batuan sedimen yang dibentuk secara organis dan batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi.
Batuan metamorf Berasal dari batuan beku ataupun batuan sedimen yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperature dari kulit bumi.
B. Ditinjau dari proses pengolahannya.
Agregat alam Agregat yang terbentuk dari proses erosi dan gradasi, dan dapat langsung
dipergunakan sebagaimana bentuknya di alam dengan
hanya membutuhkan sedikit proses pengolahan. II-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Agregat yang melalui proses pengolahan Agregat jenis ini adalah agregat yang berasal dari batu gunung yang mana berukuran besar, lalu kemudian diolah melalui proses pemecahan sehingga akhirnya dapat digunakan sebagai salah satu bahan campuran konstruksi perkerasan jalan. Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (crusher stone) agar ukuran partikel – partikel yang dihasilkan dapat terkontrol, dan gradasi yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
Agregat buatan Agregat yang merupakan mineral filler / pengisi (partikel dengan ukuran < 0.075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik semen, mesin pemecah batu, dan hasil sampingan pencairan pabrik besi dan baja.
C. Ditinjau berdasarkan besar partikelnya.
Agregat kasar Agregat kasar adalah butiran agregat yang tertahan diatas saringan No. 8 atau 2,36 mm. Agregat kasar ini berfungsi sebagai bahan pengisi campuran aspal beton, pengembang volume mortar, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan, meningkatkan stabilitas dan menjadikan campuran lebih ekonomis. Campuran dengan kandungan agregat kasar yang rendah mempunyai daya tahan yang lebih baik dari kandungan yang lebih tinggi, hal ini disebabkan karena kandungan yang lebih tinggi membutuhkan kadar aspal yang lebih banyak. Salah II-10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
satu persyaratan penting yang harus dipenuhi agregat untuk aspal beton antara lain adalah daya kelekatan agregat yang baik terhadap aspal, yang mana dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dipengaruhi sifat permukaan dari agregat itu sendiri. Sifat permukaan agregat kasar dibedakan menjadi dua yaitu : Agregat yang suka air (hydrophylic), atau yang disebut juga agregat bermuatan negatif, contohnya : batu silika dan granit. Agregat yang tidak suka akan air (hydrophobic), atau yang disebut juga agregat bermuatan positif. Agregat ini adalah agregat yang paling sesuai untuk digunakan sebagai bahan perkerasan jalan dan menunjukkan sifat ketahanan yang tinggi terhadap pemisahan lapisan tipis aspal. Faktor eksternal yaitu faktor yang dipengaruhi oleh keadaan agregat selama pengujian, misalnya pada saat perendaman.
II-11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berikut ini adalah ketentuan agregat kasar sesuai dengan spesifikasi yang berlaku di Indonesia. Tabel 2.1 Ketentuan Agregat Kasar. Pengujian Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfat
Standar
Nilai
SNI 3407:2008
Maks. 30%
Campuran AC
Maks. 30%
bergradasi kasar Abrasi dengan mesin Los Angeles
Semua jenis
SNI 2417:2008
campuran aspal
Maks. 40%
bergradasi lainnya Kelekatan agregat terhadap aspal
SNI 03-2439-1991
Min. 95%
Partikel pipih dan lonjong (*)
RSNI T-01-2005
Maks. 10%
Material lolos ayakan No.200
SNI 03-4142-1996
Maks. 1%
Berat jenis dan penyerapan agregat kasar
SNI 03 – 1969 -1990
Bj Bulk > 2.5 Penyerapan < 3%
Angularitas
SNI 03-6877-2002
95 / 90 (**)
Catatan : (*) Pengujian dengan perbandingan lengan alat uji terhadap poros 1 : 5. (**) 95 / 90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
II-12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Agregat halus Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan Nomor 8 (2,36 mm) minimum 80% atau batuan yang lolos saringan Nomor 8, namun tertahan pada saringan Nomor 200. Agregat halus terdiri dari batu pecah, pasir alam atau pasir buatan atau pasir terak atau gabungan dari bahan – bahan tersebut. Agregat halus harus bersih, kering, kuat, dan bebas dari gumpalan lempung dan bahan – bahan lain yang mengganggu, serta terdiri dari butir – butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar. Fungsi agregat halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan ( interlocking ) dan gesekan antar partikel. Berkenaan dengan hal tersebut, sifat – sifat yang diperlukan dari agregat halus adalah sudut permukaan, kekasaran permukaan, bersih dan bukan bahan organik. Berikut ini adalah ketentuan agregat halus sesuai dengan spesifikasi yang berlaku di Indonesia. Tabel 2.2 Ketentuan Agregat Halus. Pengujian
Standar
Nilai
Nilai Setara Pasir
SNI 03-4428-1997
Min 50%
Material Lolos Saringan No. 200
SNI 03-4142-1996
Max 8%
Angularitas
SNI 03-6877-2002
Min 45%
Berat Jenis Semu
SNI 03-1970-1990
Min 2.5
Berat Jenis Bulk
SNI 03-1970-1990
> 2.5 gr/cc
Penyerapan Air
SNI 03-1970-1990
Max 3%
II-13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Pengisi ( Filler ) Filler adalah material yang lolos saringan No. 200 ( ukuran butir lebih kecil dari 0.075mm ). Bahan yang biasanya digunakan sebagai filler dapat terdiri dari semen portland, fly ash, debu batu kapur ( limestone dust ), abu batu, abu tanur semen, atau bahan – bahan non plastis lainnya. Fungsi filler dalam suatu campuran beraspal adalah : Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis agregat meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang. Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan
membalut dan mengikat agregat halus untuk
membentuk mortar Filler juga mempengaruhi nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan dari
partikel mineralnya. Penggunaan jenis dan proporsi
filler juga sangat mempengaruhi kualitas suatu campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung menghasilkan campuran beraspal yang getas dan mudah retak, namun kandungan filler yang terlalu rendah juga akan mengakibatkan campuran beraspal menjadi lebih peka terhadap temperatur yang menjadikan campuran beraspal akan menjadi terlalu lunak saat cuaca panas. Perlu diperhatikan, filler tidak boleh tercampur dengan kotoran atau bahan lain yang tidak dikehendaki, memiliki berat jenis minimal 1 gr/cc, dan II-14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
bahan harus dalam keadaan kering ( kadar air maksimum 1% ). Berikut ini adalah gradasi dari mineral filler berdasarkan ukuran saringan dan % lolosnya. Tabel 2.3 Gradasi Mineral Filler. No.
Ukuran Saringan No. (mm)
Filler ( % Lolos )
1
No. 30 ( 0.59 mm )
100
2
No. 50 ( 0.279 mm )
95 – 100
3
No. 100 ( 0.149 mm )
90 – 100
4
No. 200 ( 0.075 mm )
70 – 100
Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas yang baik khususnya sangat dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan selanjutnya berfungsi untuk menyebarkannya ke lapisan – lapisan yang ada di bawahnya. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai bahan utama dalam konstruksi perkerasan jalan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu : A. Kekuatan dan keawetan ( strength and durability ) lapisan suatu konstruksi perkerasan jalan akan dipengaruhi oleh :
Gradasi agregat. Gradasi dari suatu agregat akan mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas suatu campuran beraspal dan kemudahan dalam proses pelaksanaannya. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan satu set saringan dimana saringan yang paling kasar
II-15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
diletakkan paling atas dan yang paling halus diletakkan paling bawah. Gradasi agregat dapat dibedakan atas ( Silvia Sukirman, 1999 ) : Gradasi Seragam ( Uniform Graded ) Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Agregat dengan gradasi seragam akan menghasilkan lapis perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang, dan berat volume kecil. Gradasi Rapat ( Dense Graded/Well Graded ) Merupakan campuran antara agregat kasar dengan agregat halus dalam porsi yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik ( well graded ). Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapis perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek, dan berat volume besar. Gradasi Timpang/Senjang/Buruk ( Gap Graded/Poorly Graded ) Merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi dua kategori
diatas.
Agregat
bergradasi
timpang umumnya
digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi senjang. Agregat bergradasi senjang adalah agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau ada bagian ukuran yang tidak ada, kalaupun ada jumlahnya hanya sedikit II-16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
sekali. Agregat dengan gradasi timpang akan menghasilkan lapis perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis diatas, yaitu lapis perkerasan dengan tingkat permeabilitas rendah, stabilitas sedang dan mudah dipadatkan.
Ukuran maksimum agregat
Kadar lempung dalam suatu agregat
Kekerasan dan ketahanan agregat
Bentuk butiran dalam agregat
Tekstur permukaan agregat
B. Kemampuan dilapisi aspal dengan baik dipengaruhi oleh :
Porositas agregat
Kemungkinan basah suatu agregat
Jenis agregat
C. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman dalam suatu konstruksi perkerasan jalan dipengaruhi oleh :
Tahanan geser
Campuran agregat yang memberi kemudahan dalam tahap pelaksanaan ( bituminous mix workability )
2.3 ASPAL Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat terdiri dari hydrocarbon atau turunannya, terlarut dalam trichloro-ethylene dan bersifat tidak mudah menguap serta lunak secara bertahap jika dipanaskan. Aspal berwarna coklat tua sampai hitam dan bersifat melekatkan, padat atau semi padat, II-17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dimana sifat aspal yang menonjol tersebut didapat di alam atau dengan penyulingan minyak ( Kreb,RD & Walker,RD, 1971). Aspal dibuat dari minyak mentah ( crude oil ) dan secara umum berasal dari sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh batu-batuan, Setelah berjuta-juta tahun material organis dan lumpur terakumulasi didalam lapisan-lapisan bumi, beban yang berada diatasnya menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut lama-kelamaan terproses dan menjadi minyak mentah senyawa dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi minyak mentah tersebut, namun aspal ditemukan sebagai bahan alam dimana sering juga disebut mineral ( Shell Bitumen, 1990 ). Hydrocarbon
adalah bahan dasar utama dari aspal yang umumnya disebut
bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat komplek dan sangat sukar untuk memisahkan molekulmolekul yang membentuk aspal tersebut. Secara umum komposisi aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes laut dalam heptanes, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi pada aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan. Sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resins. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatan, dan ketebalan aspal dalam campuran beraspal.
II-18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berikut ini adalah ilustrasi mengenai komposisi aspal.
Sumber : civilkitau.blogspot.com (2015)
Gambar 2.1 Komposisi Aspal Aspal umumnya berasal dari salah satu hasil destilasi minyak bumi ( Aspal Minyak ) dan bahan alami ( Aspal Alam ). Aspal alam adalah aspal yang didapat dari alam dan dapat digunakan sebagaimana memperolehnya atau dengan sedikit pengolahan, seperti contohnya asbuton di Pulau Buton, Indonesia. Sedangkan aspal minyak merupakan proses lanjutan dari residu hasil destilasi minyak bumi. Bensin ( gasoline ), minyak tanah ( kerosene ), dan solar merupakan hasil destilasi pada temperatur yang berbeda-beda. Setiap minyak bumi menghasilkan residu yang terdiri dari bahan dasar aspal yang berbeda, dapat dibedakan atas :
Bahan dasar aspal ( asphaltic base crude oil )
Bahan dasar parafin ( paraffin base crude oil )
Bahan dasar campuran ( mixed base crude oil ) II-19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bahan dasar parafin kurang mengandung bitumen, demikian juga bahan dasar campuran dimana kandungan aspalnya rendah. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal yang diperoleh dari bahan dasar aspal.
Sumber : sanggapramana.wordpress.com (2015)
Gambar 2.2 Proses Destilasi Minyak Bumi Aspal minyak sering disebut aspal semen, bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa, dan garam. Aspal merupakan komponen kecil dalam material konstruksi, hanya 4 – 10% dari berat campuran beraspal, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. II-20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Aspal adalah material yang mempunyai sifat visco-elastic dan bergantung pada waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan pemadatan, sifat aspal dapat ditunjukkan dari nilai viskositasnya, sedangkan pada sebagian besar kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat viskositas yang diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan ( Shell Bitumen,1990 ). Fungsi aspal dalam konstruksi perkerasan jalan adalah :
Sebagai Bahan Pengikat Untuk memberi ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antar aspal itu sendiri.
Sebagai Bahan Pengisi Untuk mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri
Sebagai salah satu material utama dalam konstruksi perkerasan lentur, aspal mempunyai beberapa sifat, yang antara lain adalah :
Aspal mempunyai sifat mekanis ( rheologic ), yaitu hubungan antara tegangan ( stress ) dan regangan ( strain ) yang dipengaruhi oleh waktu. Apabila mengalami pembebanan dengan jangka waktu yang sangat cepat, maka aspal akan bersifat elastic, tetapi jika pembebanannya terjadi dalam jangka waktu yang lama maka sifat aspal akan menjadi plastis.
Sifat adhesi dan kohesi. Sifat adhesi aspal adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal, dan sifat kohesi aspal adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap pada tempatnya setelah terjadi pengikatan.
II-21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Aspal adalah bahan yang Thermoplastic, yaitu konsistensi atau viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin rendah atau semakin cair demikian pula sebaliknya. Dari segi pelaksanaan, aspal dengan viskositas yang rendah akan menguntungkan karena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik dan merata. Akan tetapi jika pemanasan dilakukan secara berlebihan, maka akan merusak molekulmolekul aspal, dan aspal tersebut akan menjadi getas dan rapuh.
Pada proses pencampuran, aspal akan dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada proses pelaksanaan terjadi oksidasi yang mengakibatkan aspal menjadi getas. Peristiwa perapuhan pun terus berlangsung setelah masa pelaksanaan selesai. Pada masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yang besarnya dipengaruhi oleh ketebalan aspal yang menyelimuti agregat, Semakin tipis lapisan aspal yang menyelimuti agregat, maka semakin tinggi tingkat kerapuhan yang terjadi.
Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami tegangan dan regangan akan berakibat aspal mengeras sesuai dengan berjalannya waktu.
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas : 1. Aspal semen/panas ( Asphalt Cement ) Merupakan aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan dalam temperatur ruang ( 25 II-22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
30˚C ), oleh karena itu aspal ini harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat. Aspal semen merupakan jenis aspal buatan yang langsung diperoleh dari penyaringan minyak dan merupakan
aspal
yang
terkeras.
Berdasarkan
tingkat
kekentalan/kekerasannya, maka aspal semen dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu :
AC pen 40/50, yaitu AC dengan nilai penetrasi antara 40 – 50.
AC pen 60/70, yaitu AC dengan nilai penetrasi antara 60 – 70.
AC pen 85/100, yaitu AC dengan nilai penetrasi antara 85 – 100.
AC pen 120/150, yaitu AC dengan nilai penetrasi antara 120 – 150.
AC pen 200/300, yaitu AC dengan nilai penetrasi antara 200 – 300.
Angka-angka tersebut menunjukkan tingkat kekerasan aspal, yaitu yang paling keras adalah AC 40/50 dan yang terlunak adalah AC 200/300. Angka kekerasan menunjukkan berapa dalam masuknya jarum penetrasi ke dalam contoh aspal yang diuji. Aspal dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal dengan nilai penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70. Berdasarkan beberapa persyaratan untuk aspal semen yang menentukan mutu dari aspal tersebut, maka perlu dilakukan beberapa pengujian yang berkaitan dengan sifat fisiknya, antara lain : Uji penetrasi, yang bertujuan untuk menentukan kekerasan aspal.
II-23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Uji titik lembek, yang bertujuan untuk mengetahui suhu pada saat aspal melembek. Uji titik nyala, yang bertujuan untuk mengetahui suhu pada saat terlihat nyala api. Uji daktilitas, yang bertujuan untuk mengetahui keelastisan dari aspal. Uji berat jenis, yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara berat aspal dengan volume aspal. Berikut ini adalah persyaratan-persyaratan yang harus terpenuhi untuk aspal pen 60/70 sesuai dengan standard yang ada di Indonesia. Tabel 2.4 Persyaratan Aspal Pen 60/70. No.
Jenis Pengujian
Metode
Persyaratan
1
Penetrasi, 25˚C; 100gr; 5 detik; 0,1 mm
SNI 06-2456-1991
60 – 79
2
Titik lembek, ˚C
SNI 06-2434-1991
48 – 58
3
Titik nyala, ˚C
SNI 06-2433-1991
Min 200
4
Daktilitas 25˚C; cm
SNI 06-2432-1991
Min 100
5
Berat Jenis
SNI 06-2441-1991
Min 1,0
6
Kelarutan dalam trichlor ethylene, % berat
RSNI M-04-2004
Min 99
7
Penurunan berat dengan TFOT, % berat
SNI 06-2440-1991
Max 0,8
8
Penetrasi setelah penurunan berat, % asli
SNI 06-2456-1991
Min 54
9
Daktilitas setelah penurunan berat, % asli
SNI 06-2432-1991
Min 50
SNI 03-6885-2002
Negatif
SNI 03-3639-200
Max 2
Uji noda : 10
- Standar naptha - Naptha xylene - Hepthane xylene
11
Kadar paraffin, %
Catatan : Apabila uji noda aspal disyaratkan, direksi teknik dapat menentukan salah satu pelarut yang akan digunakan.
II-24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Aspal dingin/cair ( Cut Back Asphalt ) Merupakan aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin. Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan demikian aspal dingin berbentuk cair dalam temperatur ruangan. Berdasarkan bahan pencair dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dibedakan atas :
RC ( Rapid Curing Cut Back ) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium, RC merupakan aspal dingin yang paling cepat menguap.
MC ( Medium Curing Cut Back ) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental seperti minyak tanah.
SC ( Slow Curing Cut Back ) Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar. Aspal jenis ini merupakan aspal dingin yang paling lama menguap.
Berdasarkan nilai viskositas pada temperatur 60˚C, aspal dingin dapat dibedakan atas : Tabel 2.5 Nilai Viskositas Aspal Dingin pada Temperatur 60˚C. RC 30
-60
MC 30
-60
SC 30
-60
RC 70
-40
MC 70
-140
SC 70
-140
RC 250
-500
MC 250
-500
SC 250
-500
RC 800
-1600
MC 800
-1600
SC 800
-1600
RC 3000
-6000
MC 3000
-6000
SC 3000
-6000
II-25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3. Aspal emulsi ( Emulsion Asphalt ) Merupakan aspal yang disediakan dalam bentuk emulsi dan dapat digunakan dalam keadaan dingin maupun panas, walau umumnya digunakan pada campuran dingin atau pada penyemprotan dingin. Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dibedakan atas :
Kationik yang disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positif.
Anionik yang disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik negatif.
Non-ionik yang merupakan aspal emulsi yang tidak mengalami ionisasi atau yang tidak menghantarkan listrik.
Yang umum dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionic dan kationik. Sedangkan berdasarkan kecepatan pengerasannya aspal emulsi dapat dibedakan menjadi :
RS ( Rapid Setting ), adalah aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat.
MS ( Medium Setting )
SS ( Slow Setting ), merupakan jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap. II-26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4 BAHAN PENGISI SEMEN PORTLAND Menurut Krebs, R.D. dan Walker, R.D., ( 1971 ) definisi dari semen yang dalam hal kegunaan dari spesifikasi ini semen portland, adalah produk yang didapatkan dengan membubukkan kerak besi yang terdiri dari material pokok, yaitu kalsium silikat hidrolik. Komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam semen portland tertera di tabel berikut ini : Tabel 2.6 Senyawa Bahan Pembuatan Semen Portland. No.
Oksidasi
Lambang
Kode
Presentase
1
Calcium Oxide
CaO
C
60 – 65
2
Magnesium Oxide
MgO
M
0–5
3
Alumunium Oxide
Al₂O₃
A
4–8
4
Ferrie Oxide
Fe₂O₃
F
2–5
5
Sillicon Dioxide
SiO₂
S
20 – 24
6
Sulfur Trioxide
SO₃
S
1–3
Sumber : Krebs, R.D. and Walker, R.D., ( 1971 )
Semen portland dibuat dari batu kapur dan mineral lainnya, dicampur dan dibakar dalam sebuah alat pembakaran dan sesudah itu didapat bahan material yang berupa bubuk. Bubuk tersebut akan mengeras dan akan terjadi ikatan yang kuat karena suatu reaksi kimia ketika dicampur dengan air. Peranan bahan pengisi semen portland ini diharapkan mempengaruhi nilai kepadatan campuran beraspal yang pada akhirnya dapat mempengaruhi daya II-27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
tahan campuran beraspal sehingga dapat menghindari terjadinya keretakan pada campuran beraspal. 2.5 SERAT SABUT KELAPA Serat sabut kelapa biasanya digunakan masyarakat awam sebagai bahan bakar memasak dalam usaha-usaha kecil pembuatan roti, bahan bakar pembuatan genteng dan batu bata yang dilakukan secara tradisional di desa-desa. Namun sebenarnya selain fungsi-fungsi tersebut. Serat sabut kelapa sebagai limbah sebenarnya memiliki unsur yang bermanfaat dalam meningkatkan kinerja campuran beraspal. Seiring semakin meningkatnya jumlah pekerjaan yang memakai bahan-bahan tambah ( additive ) untuk meningkatkan kinerja campuran beraspal, maka teknologi sederhana ini dapat dijadikan sebagai alternatif yang murah dan tepat guna. Pemanfaatan serabut kelapa sebagai salah satu material dalam campuran beraspal disamping akan memberikan solusi terhadap permasalahan pencemaran lingkungan juga akan meningkatkan mutu suatu campuran beraspal serta menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan yang merupakan nilai tambah dalam penggunaan serabut kelapa sebagai salah satu material pembuatan campuran beraspal. Hannant, dalam Here, Scornov., ( 2004 ) menyatakan bahwa serabut kelapa terdiri dari dua bagian yaitu sel-sel serat dan sel-sel non serat atau debu. Menurut Isroful, ( 2009 ) sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya yang merupakan bagian berharga dari sabut kelapa. Setiap buah kelapa mengandung 525 gram serat ( 75% dari sabut ), dan 175 gram gabus ( 25% dari sabut ). Serat serabut kelapa sangat tahan lama dibawah kondisi cuaca II-28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
normal. Sebagai bahan modifier pada campuran laston ac-wc debu harus dipisahkan terlebih dahulu dari seratnya, baru kemudian dipotong-potong sesuai dengan panjang yang direncanakan. Sebagai bahan penguat dalam campuran beraspal, serabut kelapa memiliki nilai berat jenis sebesar 0,587286241 gr/cm3, tegangan maksimal sebesar 39,76 MPa, regangan maksimal sebesar 0,46, dan modulus elastisitas sebesar 86,35 MPa.
Sumber : indonetwork.co.id (2015)
Gambar 2.3 Serat Sabut Kelapa
II-29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.6 LAPIS ASPAL BETON ( LASTON ) Campuran aspal beton adalah campuran perkerasan jalan yang terdiri dari campuran agregat dan aspal, dengan atau tanpa bahan tambah. Campuran aspal beton yang digunakan sebagai lapisan perkerasan jalan memiliki berbagai macam jenis ( latasir, lataston, dan laston ), perbedaannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 2.7 Jenis-Jenis Campuran Aspal Beton. Jenis Campuran
Definisi
Latasir Kelas A SS – A, Tebal Minimum 1,5 cm
Latasir kelas A dan B adalah lapis penutup permukaan jalan yang terdiri dari aspal keras, agregat halus dan pasir
Latasir Kelas B
bergradasi menerus.
SS – B, Tebal Minimum 2 cm
Lataston HRS - WC. Tebal Minimum 3 cm
Lataston adalah lapis penutup yang terdiri dari agregat bergradasi timpang, filler, dan aspal keras.
HRS – Base, Tebal Minimum 3,5 cm
Laston AC – WC, Tebal Minimum 4 cm AC – BC, Tebal Minimum 5 cm
Laston adalah lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus.
AC – Base, Tebal Minimum 6 cm
II-30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan dari rancangan campuran perkerasan aspal adalah mendapatkan hasil yang efektif dari campuran yang dihasilkan tersebut yang harus memenuhi kriteriakriteria berikut ini :
Memiliki stabilitas campuran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas tanpa terjadi kerusakan atau penurunan.
Campuran aspal yang ada dapat menjamin keawetan perkerasan.
Memiliki rongga yang cukup dalam campuran yang telah dipadatkan untuk menyediakan sedikit ruang sisa untuk penambahan pemadatan oleh beban lalu lintas dan untuk menyediakan sedikit ruang pemekaran aspal akibat kenaikan suhu tanpa terjadi pembilasan, kehilangan stabilitas, dan bleeding.
Memiliki batas kadar rongga untuk membatasi permeabilitas bahan terhadap masuknya udara dan kelembaban yang sangat berbahaya ke dalam perkerasan.
Untuk lapis permukaan, agregat harus memiliki tekstur permukaan dan kekerasan untuk menyediakan tahanan gesek yang cukup saat cuaca buruk.
Kemudahan pengerjaan yang cukup untuk memberi kemudahan dan efisiensi saat proses penghamparan tanpa terjadi segresi dan tanpa mengorbankan stabilitas serta performanya.
II-31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum berdasarkan Spesifiksi Umum Bidang Jalan dan Jembatan tahun 2010, Departemen Pekerjaan Umum, campuran aspal beton campuran panas terdiri dari 3 macam, yaitu :
Aspal beton lapis aus atau Asphalt Concrete Wearing Course ( AC - WC ), dengan ukuran butir maksimum agregat ¾ inci atau 19 mm.
Aspal beton lapis antara atau Asphalt Concrete Binder Course ( AC – BC ), dengan ukuran butir maksimum agregat 1 inci atau 25,4 mm.
Aspal beton lapis pondasi atau Asphalt Concrete Base Course ( AC – Base ), dengan ukuran butir maksimum agregat 1½ inci atau 37,5 mm.
Distribusi partikel-partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal yang penting dalam menentukan sifat karakteristik perkerasan. Gradasi agregat menentukan besarnya rongga atau pori yang mungkin terjadi dalam suatu campuran beraspal. Agregat campuran yang terdiri dari agregat berukuran sama akan memiliki rongga yang banyak karena tak terdapat agregat yang berukuran lebih kecil yang dapat mengisi rongga tersebut. Sebaliknya jika campuran agregat terdistribusi dari agregat berukuran besar sampai kecil secara merata, maka hanya akan memiliki sedikit rongga. Hal ini disebabkan karena rongga yang terbentuk oleh susunan agregat yang berukuran besar akan terisi oleh agregat yang II-32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berukuran lebih kecil. Agregat yang bergradasi baik atau agregat bergradasi rapat adalah agregat yang ukuran butirnya terdistribusi merata dalam satu rentang ukuran butir. Campuran agregat bergradasi baik mempunyai pori yang sedikit, mudah dipadatkan, dan mempunyai stabilitas tinggi ( Sukirman, 2003 ). Dalam memilih gradasi agregat campuran laston perlu diperhatikan kurva fuller, titik kontrol, dan zona terbatas gradasi ( Departemen Pekerjaan Umum, 2000 ). Pada spesifikasi umum bidang jalan dan jembatan tahun 2010, aspal beton campuran panas menetapkan gradasi dengan dua spesifikasi yaitu target gradasi berada dalam batas-batas titik kontrol dan menghindari daerah penolakan ( Lihat Gambar 2.4 dan Tabel 2.8 )
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
Gambar 2.4 Gradasi Agregat untuk Campuran Aspal Beton
II-33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.8 Gradasi Agregat untuk Campuran Laston. % Berat Yang Lolos Terhadap Total Agregat Dalam Campuran LASTON ( AC )
Ukuran Ayakan ( mm )
Gradasi Halus WC
BC
37,5
Gradasi Kasar Base
WC
BC
100
25
100
90 – 100
Base 100
100
90 – 100
19
100
90 – 100
73 – 90
100
90 – 100
73 – 90
12,5
90 – 100
74 – 90
61 – 79
90 – 100
71 – 90
55 – 76
9,5
72 – 90
64 – 82
47 – 67
72 – 90
58 – 80
45 – 66
4,75
54 – 69
47 – 64
39, 5 – 50
43 – 63
37 – 56
28 – 39,5
2,36
39,1 – 53
34,6 – 49
30,8 – 37
28 – 39,1
23 – 34,6
19 – 28,6
1,18
31,6 – 40
28,3 – 38
24,1 – 28
19 – 25,6
15 – 22,3
12 – 18,1
0,6
23,1 – 30
20,7 – 28
17,6 – 22
13 – 19,1
10 – 16,7
7 – 13,6
0,3
15,5 – 22
13,7 – 20
11,4 – 16
9 – 15,5
7 – 13,7
5 – 11.4
0,15
9 – 15
4 – 13
4 – 10
6 – 13
5 – 11
4,5 – 9
0,075
4 – 10
4–8
3–6
4 – 10
4–8
3–7
Catatan : Laston bergradasi kasar dapat digunakan pada daerah yang mengalami deformasi lebih tinggi dari biasanya seperti pada daerah pegunungan, gerbang tol, atau pada dekat lampu lalu lintas. Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
Dalam prosedur penentuan pembuatan campuran kerja beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pemilihan jenis aspal, pemilihan material agregat, penentuan gradasi agregat sesuai dengan spesifikasi untuk campuran laston ac-wc, dan II-34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
perkiraan kadar aspal optimum rencana. Sifat yang diperlukan dalam campuran aspal beton disesuaikan dengan penggunaannya sebagai pelapis permukaan konstruksi jalan yang harus memenuhi sifat teknis dan non teknis, artinya aspal beton harus dapat dibuat dari bahan-bahan yang tidak mahal akan tetapi dapat memenuhi sifat-sifat teknis sesuai spesifikasi yang ada. Dalam perencanaan campuran beraspal, secara umum sifat-sifat teknis aspal beton adalah :
Stabilitas ( Stability ) Stabilitas adalah kemampuan lapisan perkerasan jalan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk seperti gelombang, alur atau bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan pelayanan volume lalu lintas dan kendaraan berat yang tinggi membutuhkan perkerasan dengan stabilitas yang tinggi. Stabilitas dapat diperoleh dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel, dan daya ikat yang baik antara aspal dan agregat. Stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan gradasi agregat dibuat rapat, permukaan agregat kasar, agregat berbentuk kubus, nilai penetrasi aspal rendah, dan aspal ada dalam jumlah yang mencukupi ikatan antar butir.
Kelenturan ( Flexibility ) Kelenturan adalah kemampuan lapis perkerasan untuk menyesuaikan deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas berulang tanpa terjadinya retak dan perubahan volume. Sifat fleksibilitas yang tinggi diperoleh II-35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dengan cara menggunakan agregat gradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar, menggunakan aspal yang lunak dan menggunakan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang kecil.
Kekesatan ( Skid Resistance ) Kekesatan adalah sifat yang diberikan oleh permukaan bahan perkerasan dalam melayani arus lalu lintas yang lewat tanpa terjadinya selip baik di waktu basah maupun di waktu kering. Kekesatan dinyatakan dalam koefisien gesek antara permukaan jalan dengan roda kendaraan. Besarnya nilai koefisien gesek dipengaruhi penggunan agregat dengan permukaan kasar, kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding, agregat berbentuk kubus, dan agregat kasar yang jumlahnya cukup.
Kedap ( Impermeability ) Kedap adalah sifat bahan perkerasan untuk tidak dengan mudah dilalui oleh air atau udara. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan campuran aspal beton dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat. Bahan perkerasan dapat dibuat kedap air dengan cara memperkecil VIM dan memperbanyak kadar aspal, atau menggunakan gradasi agregat yang rapat.
Keawetan ( Durability ) Keawetan adalah kemampuan bahan perkerasan untuk menahan keausan akibat pengaruh cuaca seperti air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat dari gesekan roda kendaraan yang dapat mengakibatkan : II-36
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan pada bahan pengikat dan mengelupasnya selaput bitumen dari agregat dan kehancuran agregat. Faktor yang dapat mempengaruhi durabilitas adalah VIM ( Voids In Mix ) kecil sehingga lapisan menjadi kedap yang mengakibatkan air dan udara tidak dapat masuk ke dalam campuran beraspal. Terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh.
Kelelahan ( Fatique Resistance ) Kelelahan adalah ketahanan dari bahan perkerasan aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yang berupa alur dan retak. Faktor yang mempengaruhinya adalah VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah dapat menyebabkan kelelahan yang lebih cepat, VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat menyebabkan lapis permukaan aspal beton menjadi fleksibel sehingga alur menjadi lebih cepat terbentuk.
Kemudahan Dikerjakan ( Workability ) Workability adalah sifat mudahnya bahan lapis perkerasan untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. Workability dipengaruhi oleh gradasi agregat, temperatur campuran beraspal yang dapat mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat thermoplastic, dan kadar bahan pengisi yang digunakan.
Campuran beraspal terdiri dari mineral agregat dan aspal, dan keawetan suatu campuran beraspal sebagian besar dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antara aspal II-37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dan agregat dalam menahan air. Dalam beberapa hal diperlukan bahan pengisi tambahan (filler) untuk memenuhi tercapainya kriteria sifat-sifat campuran yang baik seperti yang dapat dilihat pada dua tabel berikut ini : Tabel 2.9 Ketentuan Sifat Campuran Laston. Laston ( AC ) Sifat-Sifat Campuran
AC – WC
Kadar aspal efektif (%) Penyerapan aspal (%)
AC-BC
AC-Base
Halus
Kasar
Halus
Kasar
Halus
Kasar
5,1
4,3
4,3
4,0
4,0
3,5
Maks
1,2
Jumlah tumbukan per bidang
75
112
Min
3,5
Maks
5,0
Rongga dalam campuran (%)
Rongga dalam agregat (VMA)
Min
15
14
13
Rongga Terisi Aspal (%)
Min
65
63
60
Stabilitas Marshall (kg)
Min
800
1800
Pelelehan (mm)
Min
3
4,5
Hasil Bagi Marshall ( kg/mm )
Min
250
300
(%)
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24
Min
90
Min
2,5
jam pada suhu 60˚C Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
II-38
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.10 Ketentuan Sifat Campuran Laston yang Dimodifikasi. Laston ( AC )
Sifat-Sifat Campuran Lapis Aus
Lapis Antara
Pondasi
4,5
4,2
4,2
Kadar aspal efektif (%) Penyerapan aspal (%)
Maks
1,2
Jumlah tumbukan per bidang
75
112
Min
3,0
Maks
5,5
Rongga dalam campuran (%)
Rongga dalam agregat (VMA)
Min
15
14
13
Rongga Terisi Aspal (%)
Min
65
63
60
Stabilitas Marshall (kg)
Min
1000
2250
Pelelehan (mm)
Min
3
4,5
Hasil Bagi Marshall ( kg/mm )
Min
300
350
(%)
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24
Min
90
Min
2,5
Min
2500
jam pada suhu 60˚C Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan membal (refusal) Stabilitas dinamis(lintasan/mm)
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2010
II-39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.7 SIFAT–SIFAT DAN ANALISIS CAMPURAN ASPAL BETON ( AC– WC ) Aspal beton terbentuk dari agregat, aspal, dan atau tanpa bahan tambahan lain yang dicampur secara merata atau homogen pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan dipadatkan sehinnga terbentuk aspal beton yang padat. Secara analitis, sifat volumetrik dari aspal beton dapat ditentukan dengan parameter yang biasa digunakan adalah VIM, VMA, dan VFA. VIM adalah volume pori yang masih tersisa setelah campuran aspal beton dipadatkan. VIM dibutuhkan unuk tempat bergesernya butir-butir agregat akibat pemadatan tambahan yang terjadi oleh repetisi beban lalu lintas dan tempat jika aspal menjadi lunak akibat meningkatnya temperatur. VIM yang terlalu besar akan mengakibatkan aspal beton berkurang kekedapan ainya sehingga berakibat meningkatnya proses oksidasi aspal yang dapat mempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas aspal beton, sedangkan VIM yang terlalu kecil akan mengakibatkan perkerasan mengalami bleeding jika temperatur meningkat. VMA adalah volume pori di dalam aspal beton jika seluruh selimut aspal ditiadakan. Tidak termasuk di dalam VMA, volume pori di dalam masing-masing butir agregat. VMA akan meningkat jika selimut aspal lebih tebal atau agregat yang digunakan bergradasi terbuka. VFA atau yang disebut juga volume film atau selimut aspal adalah volume pori aspal beton yang terisi oleh aspal.
II-40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Secara skematis berbagai jenis volume yang terdapat dalam campuran aspal beton digambarkan pada gambar berikut ini :
Sumber : civilandme.blogspot.com (2015)
Gambar 2.5 Skematik Jenis-Jenis Volume Aspal Beton Keterangan : Vmb
= Volume bulk dari campuran aspal beton.
VIM
= Volume pori dalam aspal beton.
Vmm = Volume tanpa pori dari aspal beton. VMA = Volume pori diantara butir agregat di dalam aspal beton. Vsb
= Volume bulk dari agregat ( volume bagian masif + pori yang tidak terisi aspal di dalam masing-masing butir agregat ).
Va
= Volume aspal dalam aspal beton.
Vse
= Volume efektif dari agregat ( volume bagian masif + pori yang tidak terisi aspal di dalam masing-masing butir agregat )
VFA
= Volume pori aspal beton yang terisi oleh aspal
Vab
= Volume aspal yang terabsorbsi ke dalam agregat dari aspal beton.
II-41
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berat Jenis Bulk Total Agregat ( Gsb ) Agregat terdiri dari fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus, dan filler, dimana masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda satu sama lainnya. Berat jenis bulk agregat total dalam campuran beraspal dapat dihitung dengan rumus berikut : 𝑃 + 𝑃2 + 𝑃3 + …+ 𝑃𝑛
Gsb = 𝑃 11 𝐺1
𝑃
𝑃
𝑃
+ 𝐺 2 + 𝐺 3 + …+ 𝐺 𝑛 2
𝑛
3
Keterangan :
Gsb
= Berat jenis bulk agregat campuran beraspal.
P1, P2, Pn
= Persentase masing-masing fraksi agregat.
G1, G2, Gn
= Berat jenis bulk dari masing-masing fraksi agregat.
Berat Jenis Semu Total Agregat ( Gsa ) Volume aspal yang terserap oleh agregat umumnya lebih besar dari volume air yang terserap. Besarnya berat jenis efektif agregat harus berada antara berat jenis curah dan berat jenis semu agregat. Besarnya berat jenis semu total agregat dapat dihitung dengan rumus berikut ini : 𝑃 + 𝑃2 + …+ 𝑃𝑛 𝑃 𝑃 + 2 + …+ 𝑛
Gsa = 𝑃 11 𝐺1
𝐺2
𝐺𝑛
Keterangan : Gsa
= Berat jenis semu total agregat.
P1, P2, Pn
= Persentase dalam berat agregat 1, 2, n.
G1, G2, Gn
= Berat jenis curah agregat 1, 2, n.
II-42
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berat Jenis Efektif Agregat Campuran Beraspal ( Gse ) Berat jenis efektif agregat campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut : Gse =
( 𝐺𝑠𝑏 +𝐺𝑠𝑎 ) 2
Keterangan :
Gse
= Berat jenis efektif agregat pembentuk aspal beton.
Gsb
= Berat jenis bulk agregat campuran beraspal.
Gsa
= Berat jenis semu total agregat.
Berat Jenis Maksimum Campuran Beraspal ( Gmm ) Dalam merencanakan campuran beraspal dimana berat jenis agregat diketahui, maka berat jenis maksimum campuran beraspal pada masingmasing kadar aspal diperlukan untuk menghitung kadar rongga masingmasing kadar aspal. Ketelitian hasil uji terbaik adalah bila kadar aspal campuran mendekati kadar aspal optimum. Demikian pula akan lebih baik jika pengujian dilakukan dengan benda uji sebanyak dua atau tiga buah. Berat jenis maksimum campuran untuk masing-masing kadar aspal dapat dihitung menggunakan berat jenis efektif rata-rata sebagai berikut : Gmm =
𝑃𝑚𝑚 𝑃 𝑃𝑠 + 𝐺𝑏 𝐺 𝑠𝑒 𝑏
Keterangan : Gmm
= Berat jenis maksimum campuran beraspal, rongga udara
nol. Pmm
= Persentase berat total campuran beraspal ( 100% ).
Ps
= Kadar agregat,persen berat total campuran beraspal. II-43
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pb
= Kadar aspal, persen berat total campuran beraspal.
Gse
= Berat jenis efektif agregat.
Gb
= Berat jenis aspal.
Berat Jenis Bulk Campuran Aspal Beton ( Gmb ) Berat jenis bulk campuran aspal beton dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Gmb = ( 𝐵
𝐵𝑘 − 𝐵𝑎 )
𝑠𝑠𝑑
Keterangan : Gmb
= Berat jenis bulk aspal beton.
Bk
= Berat kering aspal beton.
Bssd
= Berat kering permukaan aspal beton yang telah
dipadatkan. Ba
= Berat aspal beton di dalam air.
Penyerapan Aspal Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak terhadap berat campuran beraspal. Penyerapan aspal dapat dihitung dengan rumus : 𝐺 − 𝐺𝑠𝑏 𝑠𝑒 . 𝐺𝑠𝑏
Pba = 100 . 𝐺𝑠𝑒
. 𝐺𝑏
Keterangan : Pba
= Penyerapan aspal, persen total agregat.
Gse
= Berat jenis efektif agregat.
Gsb
= Berat jenis bulk agregat.
Gb
= Berat jenis aspal. II-44
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kadar Aspal Efektif Campuran Beraspal Kadar aspal efektif ( Pbe ) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan kinerja campuran beraspal. Dapat dihitung dengan rumus : Pbe = 𝑃𝑏 −
𝑃𝑏𝑎 100
. 𝑃𝑠
Keterangan :
Pbe
= Kadar aspal efektif, persen berat total campuran beraspal.
Pb
= Kadar aspal, persen total campuran beraspal.
Pba
= Penyerapan aspal, persen total agregat.
Ps
= Kadar agregat, persen total campuran beraspal.
Rongga Di Antara Mineral Agregat ( VMA ) Rongga di antara mineral agregat adalah ruang di antara partikel agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif ( tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat ). VMA dihitung berdasarkan berat jenis bulk agregat dan dinyatakan sebagai persen volume bulk campuran beraspal yang dipadatkan. Perhitungan VMA terhadap berat campuran beraspal total dapat dilakukan dengan rumus berikut : VMA = 100 −
𝐺𝑚𝑏 . 𝑃𝑠 𝐺𝑠𝑏
Keterangan : VMA
= Rongga di antara mineral agregat, persen volume bulk. II-45
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Ps
= Kadar agregat, persen total campuran beraspal.
Gmb
= Berat jenis bulk campuran aspal beton.
Gsb
= Berat jenis bulk total agregat.
Perhitungan VMA terhadap berat total agregat dapat dilakukan dengan rumus berikut : VMA = 100 − (
𝐺𝑚𝑏 𝐺𝑠𝑏
.
100 100+ 𝑃 𝑏
.100 )
Keterangan : Pb
= Kadar aspal, persen total campuran beraspal.
Rongga Udara Di Dalam Campuran Padat ( VIM ) Rongga udara dalam campuran terdiri atas ruang udara di antara partikel agregat yang terselimuti aspal. VIM dalam persen dapat ditentukan dengan rumus : VIM = 100 .
𝐺𝑚𝑚 − 𝐺𝑚𝑏 𝐺𝑚𝑚
Keterangan : = Rongga udara campuran padat, persen total campuran.
VIM
Rongga Udara Terisi Aspal ( VFA ) Rongga udara terisi aspal ( VFA ) adalah persen rongga yang terdapat di antara partikel agregat ( VMA ) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh agregat. Nilai VFA dapat ditentukan dengan rumus : VFA =
100 . ( 𝑉𝑀𝐴−𝑉𝐼𝑀 ) 𝑉𝑀𝐴
Keterangan : VFA
= Rongga udara terisi aspal, persen dari VMA.
II-46
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Stabilitas dan Flow Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai yang ditunjukkan oleh jarum dial pada proving ring stabilitas yang dipasang pada alat Marshall Test, kemudian dikonversikan dengn tabel kalibrasi sesuai proving ring yang digunakan. Selanjutnya nilai stabilitas tersebut harus dikoreksi dengan suatu faktor koreksi ketebalan benda uji. Sedangkan nilai pelelehan ( Flow ) ditunjukkan pada jarum yang ditunjukkan oleh angka pada dial flow dalam satuan unit dimana 1 unit = 0,01 mm ( milimeter ), sehingga tidak diperlukan lagi konversi angka pada pengukuran flow.
Marshall Quotient ( MQ ) Untuk mengetahui kekakuan campuran aspal beton, perlu analisa dengan mencari nilai Marshall Quotient ( MQ ). Marshall Quotient ( MQ ) merupakan hasil bagi dari stabilitas dibagi pelelehan ( flow ), yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 𝑀𝑆
MQ = 𝑀𝐹 Keterangan : MS
= Stabilitas Marshall, dalam kg.
MF
= Kelelehan Marshall, dalam mm.
2.7.1 UJI LOS ANGELES Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan campuran beraspal terhadap pengausan/abrasi dengan menggunakan mesin Los Angeles. Keausan agregat dinyatakan sebagai persentase antara berat bahan yang lolos saringan 1,70 mm ( No. 12 ) terhadap berat awal contoh. Alat dan prosedur pengujian II-47
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
disesuaikan dengan SNI 03-2417-1991. Dalam penelitian ini khususnya, keausan campuran beraspal dapat ditentukan dengan rumus : Keausan =
𝑎−𝑏 𝑎
. 100%
Berikut ini adalah mesin yang digunakan untuk pengujian los angeles :
Sumber : pavementinteractive.org (2015)
Gambar 2.6 Alat Uji Los Angeles 2.7.2 UJI MARSHALL Konsep dasar metode Marshall dalam campuran beraspal ditemukan oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau AASHTO T-245-90. Prinsip dasar dari metode marshall adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan, serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Dalam pengujian marshall digunakan benda uji standar dengan tinggi 2,5 inci dan diameter 4 inci yang dibuat melalui proses pemanasan, baik pada pencampuran agregat hingga pemadatannya. Benda uji dibentuk dari gradasi agregat campuran tertentu sesuai spesifikasi campuran. Metode marshall dikembangkan untuk rancangan campuran aspal beton bergradasi baik.
II-48
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berikut ini adalah mesin yang digunakan untuk pengujian marshall :
Sumber : indonesiana.alibaba.com (2015)
Gambar 2.7 Alat Uji Marshall Di Indonesia, campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur dirancang menggunakan metode marshall konvensional. Untuk kondisi lalu lintas berat, perencanaan marshall menetapkan pemadatan benda uji sebanyak 2 x 75 tumbukan dengan batas rongga campuran antara 3 dan 5. Namun, sejak tahun 1995 Direktorat Jenderal Bina Marga telah menyempurnakan konsep spesifikasi campuran veraspal panas bersama-sama dengan Pusat Litbang Jalan. Dalam spesifikasi baru diperkenalkan perencanaan campuran beraspal panas dengan pendekatan kepadatan mutlak. Kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan maksimum yang dicapai sehingga campuran tersebut praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi. Pemadatan contoh uji harus dilakukan dengan jumlah tumbukan yang lebih banyak sebagai simulasi adanya pemadatan sekunder oleh beban lalu lintas sampai benda uji tidak bertambah lebih padat lagi. Kepadatan mutlak ini berguna untuk menjamin bahwa dengan pendekatan adanya pemadatan oleh beban lalu lintas setelah beberapa tahun umur rencana, lapis permukaan tidak akan mengalami perubahan bentuk plastis. Bila pengujian ini diterapkan, maka kinerja II-49
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
perkerasan jalan beraspal yang dicampur secara panas akan meningkat ( DPU, Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak ). Pemeriksaan uji marshall dimaksudkan untuk menentukan stabilitas terhadap kelelehan plastis dari suatu campuran beraspal. Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran beraspal untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam satuan kilogram atau poun. Kelelehan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran beraspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam satuan millimeter atau 0,01 inci. Dari pengujian marshall diperoleh data-data berikut :
Kadar aspal, dinyatakan dengan bilangan desimal satu angka di belakang koma.
Berat volume, dinyatakan dengan satuan ton/m3.
Stabilitas, dinyatakan dengan bilangan bulat.
Kelelehan plastis ( flow ), dinyatakan dalam mm atau 0,01”.
VIM, persen rongga dalam campuran dinyatakan dengan bilangan desimal satu angka di belakang koma.
VMA, persen rongga dalam agregat dinyatakan dengan bilangan bulat.
Marshall Quotient, merupakan hasil bagi stabilitas dan flow dinyatakan dengan satuan Kn/mm.
Penyerapan aspal, persen terhadap berat campuran sehingga diperoleh gambaran berapa kadar aspal efektifnya.
Tebal lapisan aspal, dinyatakan dengan satuan mm. II-50
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kadar aspal efektif, dinyatakan dengan bilangan desimal satu angka di belakang koma.
2.7.3 UJI WHEEL TRACKING Uji wheel tracking dilaksanakan guna memberikan gambaran ketahanan campuran beraspal terhadap pemadatan sekunder dan perubahan bentuk serta simulasi pembebanan yang akan diterima perkerasan di lapangan. Pengujian dilaksanakan pada suhu 60˚C dengan beban 6,4 ± 0,15 kg/cm 2 yang setara dengan beban kendaraan berat ( Japan Road Association, 1998 ). Dari hasil pengujian wheel tracking tersebut dapat diperoleh stabilitas dinamis ( lintasan/mm ) dan kecepatan deformasi ( mm / menit ). Berdasarkan spesifikasi yang dikeluarkan oleh Dep. PU 2005, stabilitas dinamis untuk campuran aspal panas dengan modifier minimal 2500 lintasan/mm. Nilai deformasi diperoleh dari kedalaman permukaan benda uji akibat beban repetisi. Berikut ini adalah mesin yang digunakan untuk pengujian wheel tracking :
Sumber : indonetwork.co.id (2015)
Gambar 2.8 Alat Uji Wheel Tracking II-51
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.8 STUDI TERDAHULU Tabel 2.11 Studi Terdahulu. No.
Jenis Campuran AC SMA HRS
LA
Jenis Alat M WT
2
Purwanto, Verry. 2013. Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana, Jakarta
O
Kinerja Campuran Split Mastic Asphalt Dengan Bahan Aspal Pen 60/70 Dengan Modifier Buton Natural Asphalt dan Bahan Stabilizer Sabut Kelapa
Lasminto, Subekti. 2012. Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana, Jakarta
O
Karakteristik Aspal Minyak Dengan Modifier Asbuton Berserat Sabut Kelapa Pada Campuran Hot Rolled Sheet – Wearing Course
Kurniawan, Chandra. 2012. Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana, Jakarta
O
3
O
O
Peneliti
Pengaruh Suhu Pemadatan Aspal Minyak Dengan Modifier Asbuton dan Serat Alam ( Jerami ) Untuk Campuran Laston AC-WC
1
O
Judul
O
Keterangan Nilai VMA, stabilitas dan flow terus meningkat seiring peningkatan suhu pemadatan, sebaliknya dengan nilai VIM Hasil IKS yang didapat dari pengujian indeks perendaman lebih besar dari spesifikasi standar yang ada Stabilitas dinamis melalui pengujian wheel tracking, tidak memenuhi spesifikasi standar yang berlaku. Dari hasil penelitian, didapat kadar serabut kelapa optimum sebesar 0,3% Dari hasil penelitian, didapat variasi komposisi aspal + BNA optimum dengan perbandingan sebesar 75/25
Dari penelitian yang telah dilaksanakan, diperoleh kadar asbuton optimum sebesar 25%, dan kadar serabut kelapa optimum sebesar 0,3%. Namun nilai stabilitas, MQ, dan rongga dalam campuran tidak memenuhi persyaratan yang ada
II-52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
No.
4
Jenis Campuran AC SMA HRS
O
Jenis Alat LA M WT
O
Judul
Kinerja Aspal Pertamina Pen 60/70 dan BNA BLEND 75/25 Pada Campuran Aspal Panas AC-WC
Peneliti
Keterangan
Fatmawati, Leily. 2012. Fakultas Teknik, Program Magister Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, Semarang
Dari hasil pemeriksaan properties aspal, aspal BNA Blend 75/25 memiliki nilai properties yang lebih baik dari aspal Pertamina Pen 60/70 Hasil pengujian terhadap karakteristik marshall pada KAO campuran laston acwc yang menggunakan aspal BNA Blend 75/25 memiliki karakteristik lebih baik dibanding aspal Pertamina Pen 60/70 Penggunaan aspal BNA Blend 75/25 akan lebih baik dibanding dengan menggunakan aspal Pertamina Pen 60/70 untuk daerah dengan temperatur permukaan jalan tinggi dan curah hujan tinggi
Catatan : Tanda O artinya adalah kriteria pengujian yang telah dilakukan di penelitian-penelitian terdahulu.
II-53
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II-54