BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Linguistik Secara umum, linguistik sering dikatakan sebagai ilmu tentang bahasa, karena bahsa dijadikan sebagai objek kajiannya. Linguistik tetap merupakan ilmu yang memperlakukan bahasa sebagai bahasa, sedangkan ilmu lain tidak demikian. Sebagai contoh peristiwa-peristiwa alam yang menjadi objek kajian ilmu fisika, dan lain-lain. Kata linguistik berasal dari bahasa Latin lingua yang artinya bahasa. Selanjutnya, menurut Verhaar (1987:1) linguistik berarti ilmu bahasa. Kata linguistik berasal dari kata lingua yang artinya bahasa. Kata Latin itu masih dijumpai dalam banyak bahasa yang berasal dari bahasa Latin, misalnya dalam bahasa Perancis (langue, langage), Italia (lingua), atau Spanyol (lengua). Selanjutnya Verhaar (2001:4) menjelaskan bahwa ilmu linguistik sering disebut dengan linguistik umum artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja (seperti bahasa Inggris atau bahasa Indonesia), tetapi linguistik itu menyangkut bahasa secara umum. Linguistik modern berasal dari sarjana Swiss Ferdinand de Saussure, yang dalam bukunga Cours de linguitique general (‘Mata Pelajaran Linguistik Umum’), yang terbit pada tagun 1916 secara anumerta. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi langue itu yaitu bahasa pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
Ilmu linguistik tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, seperti bahasa Arab, China, melainkan mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Linguistik membahas bahasa sebagai kajian yang hakiki. Dalam kebudayaan Melayu Sumatera Utara, terdapat lagu-lagu yang menggunakan bahasa Melayu. Di antara genre-genre lagu itu adalah lagu Dodoi Didodoi, Membuai Anak, Mengayun Anak (Dadong), Si Lau Le Si Lau Kong, Tamtambuku, Nasyid, Hadrah, Rodat, Barzanji, Marhaban, Syair, Lagu Populer Tradisional, dan lainnya. Aspek yang menonjol dalam lagu-lagu Melayu Sumatera Utara ini adalah pantun. Pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri atas: empat baris dalam satu rangkap, empat perkataan sebaris, mempunyai rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan pengecualian.
Tiap-tiap rangkap terbagi ke dalam dua unit:
pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap melengkapi satu ide. Ciriciri pantun Melayu dapat dibicarakan dari dua aspek penting, yaitu eksternal dan internal. Aspek eksternal adalah dari segi struktur dan seluruh ciri-ciri visual yang dapat dilihat dan didengar, yang termasuk hal-hal berikut ini. (1) Terdiri atas rangkap-rangkap yang berasingan. Setiap rangkap terdiri atas baris-baris yang sejajar dan berpasangan, 2, 4, 6, 8, 10 dan seterusnya, tetapi yang paling umum adalah empat baris (kuatrin). (2) Setiap baris mengandung empat kata dasar. Oleh karena kata dalam bahasa Melayu umumnya dwisuku kata, bila termasuk imbuhan, penanda dan kata-kata fungsional, maka menjadikan jumlah suku kata pada setiap baris berjumlah antra 8-10. Berarti unit yang paling penting
Universitas Sumatera Utara
ialah kata, sedangkan suku kata adalah aspek sampingan. (3) Adanya klimaks, yaitu perpanjangan atau kelebihan jumlah unit suku kata atau perkataan ada dua kuplet maksud. (4) Setiap stanza terbagi kepada dua unit yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi); karena itu sebuah kuatrin mempunyai dua kuplet: satu kuplet pembayang dan satu kuplet maksud. (5) Adanya skema rima yang tetap, yaitu rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi a-a-a-a. Mungkin juga terdapat rima internal, atau rima pada perkataan-perkataan yang sejajar, tetapi tidak sebagai ciri penting. Selain rima, asonansi juga merupakan aspek yang dominan dalam pembentukan sebuah pantun. (6) Setiap stanza pantun, apakah itu dua, empat, enam, dan seterusnya, mengandung satu pikiran yang bulat dan lengkap. Sebuah stanza dipandang sebagai satu kesatuan. Aspek-aspek internal adalah unsur-unsur yang hanya dapat dirasakan secara subjektif berdasar pada pengalaman dan pemahaman pendengar, termasuk: (7) Penggunaan lambang-lambang yang tertentu berdasarkan, pada tanggapan dan dunia pandangan (world view) masyarakat. (8) Adanya hubungan makna antara pasangan pembayang dengan pasangan maksud, baik itu hubungan konkrit atau abstrak atau melalui lambang-lambang ( Piah 1989: 91,123, 124). Dalam teks ronggeng, ciri-ciri pantun seperti yang dikemukakan Harun Mat Piah tersebut juga berlaku. Namun, karena pantun ini disajikan secara musikal, akan ada lagi beberapa ciri pantun dalam pantun ronggeng Melayu yaitu:
(1) Pantun
Universitas Sumatera Utara
biasanya disajikan berulang-ulang mengikuti ulangan-ulangan melodi. (2) Walau prinsipnya teks ronggeng mempergunakan pantun, namun pantun ini tidak sembarangan dimasukkan, sudah ada melodi yang khusus dipergunakan untuk teks yang menjadi ciri utama lagu-lagu tersebut. Pada bagian ini pantun tak boleh masuk. (3) Pantun dalam ronggeng juga selalu dapat diulur atau dipadatkan sesuai dengan kebutuhan melodi musik yang dimasukinya. (4) Pantun-patun dalam ronggeng juga dapat disisipi oleh kata-kata interyeksi seperti: ala sayang, sayang, hai, ala hai, abang, bang, dan lain-lainnya, di tempat-tempat awal, tengah, atau akhir baris. (5) Selain itu, dalam satu baris tidak harus mutlak terdiri atas empat kata atau sepuluh suku kata, tetapi bisa lebih melebar dari ketentuan pantun secara umum. Hal ini memungkinkan terjadi, karena teks tersebut disampaikan secara melodis (prosodi). Misalnya untuk memperpanjang beat, dapat dipergunakan dengan teknik melismatik, sebaliknya dengan teknik silabik dengan durasi yang relatif pendek. Keadaan seperti ini terjadi pada keseluruhan syair madihin, yang berdasarkan kepada pantun. Sifatnya lebih elastis terhadap tata aturan pantun, dibanding dengan seni pantun yang disampaikan dengan cara berpantun.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Tinjauan Pustaka Ilmu pengetahuan (sains) adalah suatu disiplin yang mempunyai tahap-tahap dan prosedur tertentu, yang sering disebut dengan pendekatan ilmiah. Di antaranya adalah: rasionalisme, empirisme, determinisme, hipotesis dan pembuktian, asumsi, pengamatan, penelitian, dan lainnya (Lihat Denzin dan Lincoln, 1995). Pendekatan saintifik biasanya menggunakan teori tertentu. dalam mengkaji fenomena alam, biologi, sosial, budaya, dan lain-lainnya. Teori memiliki peran penting dalam pendekatan ilmiah. Dengan teori seorang ilmuwan dibekali dasar-dasar bagaimana mencari dan mengolah data--sehingga didapatkan kesimpulan yang absah. Teori menurut Marckward (1990:1302) memiliki tujuh pengertian: (1) sebuah rancangan atau skema pikiran, (2) prinsip dasar atau penerapan ilmu pengetahuan, (3) abstrak pengetahuan yang antonim dengan praktik, (4) rancangan hipotesis untuk menangani berbagai fenomena, (5) hipotesis yang mengarahkan seseorang, (6) dalam matematika adalah teorema yang menghadirkan pandangan sistematik dari beberapa subjek, dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik. Jadi dengan demikian, teori berada dalam tataran ide orang, yang kebenarannya secara empiris dan rasional telah diujicoba. Dalam dimensi waktu teori-teori dari semua disiplin ilmu terus berkembang. Berikut ini akan diuraikan sekilas tentang teori semiotik yang digunakan dalam kajian ini.Adapun keterangan tentang teori ini tak terlepas dari kajian pustaka yang telah penulis lakukan.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan manusia akan menjadi hakikat bahasa jika dengan mudah untuk memahami bahasa tersebut. Chaer (1994:33) menyatakan sifat atau ciri bahasa itu antara lain: (1) bahasa itu adalah sebuah sistem, (2) bahasa itu berwujud lambang, (3) bahasa itu berupa bunyi, (4) bahasa itu bersifat arbitrer, (5) bahasa itu bermakna, (6) bahasa itu bersifat konvensional, (7) bahasa itu bersifat unik (8) bahasa itu bersifat universal, (9) bahasa itu produktif, (10) bahasa itu bervariasi, (11) bahasa itu bersifat dinamis, (12) bahasa itu berfungsi sebagai alat interaksi sosial, dan (13) bahasa itu merupakan identitas penuturnya. Ridwan (2006:1) menambahkan bahwa bahasa demikian berperan dan pentingnya, dan demikian pula luas jangkauannya dan ruang lingkupnya, sehingga kadang kala hadir pendapat yang mengatakan tanpa bahasa kehidupan manusia tidak mempunyai arti sama sekali, dan malahan ada pula pendapat ekstrim yang mengatakan bahwa tanpa bahasa dunia tidak akan berputar. Selanjutnya manusia dalam hubungannya dengan bahasa sudah merupakan lepat dengan daun yang tidak dapat dipisahkan. Bentuk dan keinginan apapun yang dipunyai manusia memerlukan bahasa. Demikian pentingnya kedudukan dan fungsi hingga berakibat hadimya berbagai batasan mengenai bahasa.
2.3 Semiotik Linguistik Kajian makna tidak dapat dipisahkan dari dua istilah yang berkaitan, yaitu semiotika dan semantik. Semiotika adalah bahasa, berbeda dengan semiotik umum yang terdiri dari atas arti dan ekspresi. Sementara itu semiotik bahasa yaitu semiotik
Universitas Sumatera Utara
sosial yang terdiri dari unsur arti, bentuk, dan ekspresi. Pemakaian bahasa membentuk semiotik, yang terdiri dari semiotik denotatif dan konotatif. Bahasa sebagai semiotik sosial dalah linguistik fungsional sistemik yang dalam teorinya para pakar linguistik fungsional sistemik menkaji bahasa dengan cara berbeda dengan kajian linguistik formal. Ciri utamanya adalah pendekatan arti ke bentuk dan pelibatan konteks sosial, yang berbeda dengan kajian linguistik formal dengan pendekatan bentuk arti tanpa pelibatan konteks sosial. Semiotika adalah cabang ilmu yang mempelajari makna dan lambang. Semiotika misalnya mengkaji arti warna dalam masyarakat seperti warna busana, pengantin di berbagai daerah di Indonesia. Menurut
Wiryaatmadja (1981:4) Semiotika adalah ilmu yang mengkaji
kehidupan tanda dalam maknanya yang luas di dalam masyarakat , baik yang lugas (literal) maupun yang kias (figuratif) , baik yang menggunakan bahasa maupun non bahasa. . A. Teeuw (1982:18) memberikan batasan semiotika adalah tanda sebagai tindak komunikasi. Ferdinand de Sausurre (dalam Takari dan Fadlin, 2009:54) menyatakan : Semiotika adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu“. Eco (1976:7) membatasi tanda sebagai segala sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Selanjutnya Chandler (2007:2) menyatakan bahwa semiotik adalah kajian tanda, yang mencakupi kajian tentang sistem tanda dan pemakainnya. Secara saintifik istilah simiotik berasal dari perkataan Yunani (semion) yang berarti tanda. Zoest (dalam Puji Santoso 1990:3)
Universitas Sumatera Utara
mendefenisikan semiotika adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya : cara berfungsinya, hubungannya dengan pengirimannya , dan
penerimaannya oleh
mereka
tanda-tanda
lain ,
yang mempergunakannya.
demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan, atau nyayian burung dapat dianggap sebagai tanda. Dengan pengertian ini, semiotik mencakupi penyampaian (produksi) dan pemahaman (interpretasi) arti dengan menggunakan tanda. Umumnya semiotik terdiri dari dua unsur yaitu arti (yang dinyatakan dengan tanda dan ekspresi).
Arti
direalisasikan oleh ekspresi. Misalnya, dalam semiotik lalu lintas “berhenti” direalisasikan oleh lampu merah. Selanjutnya, "waspada" dan "jalan" masing-masing dikodekan oleh lampu kuning dan hijau. Dengan pengertian kajian realisasi "arti” ke dalam "ekspresi," kajian semiotik mencakupi atau berlangsung dalam semua disiplin ilmu, bidang lingkup yang lebih luas,seperti: (a) tari, (b) musik, (c) seni lukis, (d) bahasa, (e) sastra,
(f) antropologi, (g) psikologi, (h) matematika, (i) kimia, (j)
lomunikasi, (k). biologi, dan lain-lain. Sebagai contoh, Saragih (2008:52) mengungkapkan bahwa lenggak-lenggok badan dan gerak tangan, kedip mata, dalam tari adalah ekspresi "arti.” Demikian pula lambang atau tanda dalam fisika, matematika, biologi, dan kedokteran adalah ekspresi untuk menyapaikan "arti" apakah yang dimaksud dengan tanda bahasa? Dalam Semiotika dikenal 3 jenis tanda: simbol, ikon dan indeks.
Universitas Sumatera Utara
(a) Simbol Hubungan antara tanda dengan yang ditandai bersifat konvensional (berdasarkan kesepakatan umum). Contoh: Gambar timbangan di pengadilan sebagai lambang keadilan. (b) Ikon Hubungan antara tanda dengan yang ditandai berdasarkan kemiripan atau kesamaan. Contoh: Gambar pompa bensin di jalan raya melambangkan pompa bensin terdekat. (c) Index
Hubungan antara tanda dengan yang ditandai bersifat kausal.
Contoh : Jika, terlihat asap berarti ada api. Berdasarkan 3 jenis tanda yang telah disebutkan, sebagian besar tanda bahasa termasuk simbol, kecuali onomatope termasuk dalam ikon. Tanda bahasa yang termasuk onomatope ada yang memiliki kesamaan gambar/piktogram dan kesamaan bunyi dengan yang ditandai. Kesamaan gambar disebut kesamaan grafis, misalnya Aksara Bahasa Sumeria sekitar 3000 tahun yang lalu. Pada awal perkembangan aksara terseut berbentuk gambar (kata ikan diwakli dengan tanda gambar ikan). Kesamaan fonis dijumpai pada kemiripan bunyi, misalnya ayam berkokok, lembu melenguh, kuda meringkik. Selanjutnya Morris (dalam Pattinasarany 1996 : 3) menyatakan bahwa semiotik adalah ilmu menegenai tanda, baik yang bersifat manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu bahasa tertentu atau tidak, mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan , bersifat sesuai atau tidak sesuai, bersifat wajar atau mengandung untur yang dibuat buat “.. Beberapa sarjana menganggap linguistik adalah cabang dari semiotika. Jadi semiotik atau semiologi sebagai ilmu tanda menjadi makin populer dan makin luas bidangnya,
Universitas Sumatera Utara
karena melingkupi tidak hanya ilmu bahasa (linguistik) dan sastra tetapi juga aspek atau pendekatan tertentu dalarn ilmu seni (estetika), antropologi, budaya, filsafat, dan lain lagi, menurut (Teeuw 2003:40). Semiotik linguistik dan semiotik sastra merupakan suatu gejala semiotik sosial yang terjadi di masyarakat. Hal ini terjadi pada suatu asumsi umum untuk semiotik bahwa tanda dan penanda mengacu pada objek, agen dari material dan dunia sosial budaya yang terdapat di masyarakat. Oleh karena itu dengan mempresentasikan lagulagu dalam tanda dan penanda pada budaya Melayu akan terdapat dalam hakikat hidup dan kehidupan manusia. Semiotik linguistik Ferdinand de Saussure terkenal dengan strukturalisme dalam tradisi linguistik diakronik yang konsepnya dapat dibagikan
ke
dalam:
“langue
parole,”
sintagmatic
paradigmatic,
dan
“signifier-singnified.” Adapun yang dimaksud dengan langue-parole adalah bahasa sebagai objek sosial yang murni dalam wujudnya sebagai suatu sistem sedangkan parole adalah merupakan bagian dari bahasa yang sepenuhnya individual. Dan untuk sintagmatic adalah relasi bentuk secara horizontal begitu juga sebaliknya dengan paradiginatik (Sibarani 2008:66). Selanjutnya (Sibarani 2008:64) semiotik menurut Charles Sanders Pierce adalah pengetahuan tentang realitas yang herstatus mandiri diperoleh melalui tanda-tanda, dan proses demikian itulah yang disebut dengan semiosis, yakni proses pernbentukan makna tentang realitas tanda-tanda dan melibatkan tiga unsur yakni;
(....) by
semiosis' I mean [ ... ] an action, or influence, which is, or involves, a cooperation of three subjects, such as (hypothetical ) sign, its objects,'and its interpretant, this
Universitas Sumatera Utara
tri-relative influence not being in my resolvable into actions between pairs. Seperti bagan di bawah ini:
Gambar 1: Semiosis Tahap 1, Proses Pembentukan Interpretansi (Sumber: Sibarani, 2008) Kebiasaan
Tak sadar
Keyakinan
Prasadar
Sangsi
Sadar
Interpretant
Sadar
Hasil abduksi Hasil deduksi Hasil induksi
Gambar 2: Semiosis Tahap II, Tipologi Tanda (Sumber : Sibarani 2008)
Gambar 3: Semiosis Tahap M: Perbedaan Tanda 1. Ground
Quallsign (suatu kualitas
Sinsign (sin=
L!egisign hukum
yang merupakan suatu,
"hanya sekali";
atau konvensi yang
tanda, mis"keras" suara
peristiwa yang
berupa tanda. Setiap
Sebaga itanda
merupakan suatu
tanda konvensional
tanda, mis "keruh"
adalah legisign, mis.
Universitas Sumatera Utara
2. Objek
pada sungai sebagai
Rambu Ialu fintas
tanda hujan di hulu,
sebagaitanda.
Ikon tanda yang penanda
Indec (petunjuk)
Symbol suatu tanda
dan petandanya ada
tanda yang penanda
yang penanda dan
kemiripan mis. Potret;peta
ada hubungan
petandanya arbitrer
alamiah,mis. asap
konvensional mis. Kata-kata.
31nterpretant
Rheme tanda suatu
Dicent sign tanda
Argument tanda
kemungkinan kualitatif,
eksistensi aktual
suatu aturan, yang
yaitu yg memungkinkan
suatu objek, mis.
langsung
menafsirkan berdasarkan
Tanda larangan
memberikan alasan,
piihan, mis. "mata merah"
parkir adalah
mis. Gelang akar
bisa baru menangis, tapi
kenyataan tidak
bahar dengan alasan
Bisa juga yg lain.
boleh parkir.
kesehatan.
Semiotik dalam pandangan Ferdinand de Saussure dan Charle Sander Pierce yang di atas dapat diketahui dimana, perbedaan dan persarnuan maka, untuk pantun ronggeng Melayu Deli dapat ditelusuri dengan sistem sosial dalam bahasa dapat di Iffiat pada bagan di bawah ini dalam perfektif Linguistik Fungsional Sistemik bahasa adalah semiotik (Saragih:2008-53).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4: Figura 1 Bahasa dan Konteks Sosial (Sumber : Saragih. 2008) Ideologi Budaya Situasi
Konteks Sosial
Bahasa
Bahasa merupakan produk sosial yang arbiter dan tersistem dengan perangkat perangkat dalam pada manusia. Hanya manusia yang memiliki kesempurnaan bahasa dibanding makhluk lain karena, bahasa yang dilakukan pada manusia dapat dipahami dengan adanya penutur dan petutur. Begitu juga dalam lagu-lagu Melayu. Dengan kata lain semiotik yang dilakukan dalam lagu-lagu Melayu adalah situasi sosial dalam meyampaikan maksud dan tujuan. Pandangan menurut Eco pemakaian bahasa dalam mewujudkan tanda dan penanda dengan menggunakan pendekatan bahasa akan memudahkan untuk menafsirkan tanda dan penanda yang sebenarnya. Kebenaran akan tanda dan penanda itu dapat ditelusuri dari teks bahasa lisan maupun teks bahasa tulisan. Perbedaan akan bahasa lisan dan bahasa tulisan akan dapat diketahui jika pemakaian bahasa yang dipergunakan terjadi pergerseran dalam bentuk fonetik dan semantiknya.
Universitas Sumatera Utara
2.4
Gaya Bahasa dan Hubungan antar Unsur Keseluruhan Gaya bahasa dalam arti umum adalah penggunaan bahasa sebagai media
komunikasi secara khusus, yaitu penggunaan bahasa secara bergaya dengan tujuan untuk ekspresivitas pengucapan. Gaya bahasa meliputi seluruh unsur bahasa; intonasi, bunyi, kata, dan kalimat. Gejala-gejala itu sebagian merupakan unsur sistem bahasa yang bersifat fonemik, sehingga langsung relevan dengan pemakaian struktur kata dan kalimat. Dalam komunikasi lisan banyak bergantung pada kemungkinan yang diadakan oleh hubungan fisik; pendengar melihat gerak-gerik pembicara, yang sering kali sangat penting untuk menjelaskan apa yang dimaksudkan. Bahasa merupakan alat untuk menyatakan pikiran, perasaan, cita-cita, dan angan-angan. Dalam pengertian yang paling dalam dan luas, bahasa dengan sendirinya menjelaskan pandangan dunia kelompok. Bahasa mcrupakan sistem tanda yang terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa (langage) dibedakan menjadi sistem tanda yang terdiri atas significant dan signifie (penanda dan petanda atau tanda dan makna), dan bahasa dalam pemakaian yang terdiri atas, langue dan parole (bahasa umum dan bahasa yang diucapkan). Menurut dikotomi di atas, aspek-aspek sosial bahasa terkandung dalam langue sebab langue merupakan sistem kode yang telah disepakati dan dengan demikian telah diketahui bersama oleh masyarakat yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Teori sastra yang memahami karya sastra sebagai tanda itu adalah semiotik. Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Tanda-tanda itu mempunyai arti dan makna, yang ditentukan oleh konvensinya, karya sastra, merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Karya sastra, itu karya seni yang bermedium bahasa. Bahasa sebagai bahan sastra sudah merupakan sistem tanda yang mempunyai arti. Sebagai bahan karya sastra, bahasa disesuaikan, dengan konvensi sastra, konvensi arti sastra yaitu makna (significance). Dipandang dari konvensi bahasa, konvensi sastra, itu adalah konvensi "tambahan" kepada konvensi sastra menurut Pradopo (2002:94). Dalam pemahanan bahasa dan sastra, khususnya syair pantun, teori strukturalisme dan semiotik itu tidak dapat dipisahkan. Hubungan antara struktur tanda dan makna itu tidak terpisahkan. Analisis struktural untuk melihat hubungan antar
unsurnya,
sedangkan
penerangan
semiotik
untuk
memberikan
arti
unsur-unsumya sebagai tanda yang bermakna. Diagram di bawah ini menunjukkan kedudukan pendekatan bentuk, fungsi, makna disamping bentuk-isi, struktur-fungsi, dan strukturalisme oleh Ratna (2005:129). Gambar 5: Kedudukan Pendekatan Strukturalisme Bentuk Bentuk Struktur
ftmgsi
makna isi fungsi
Struktur(alisme)
Terbentukmya sistematika dalam strukturalisme maka pada umumnya, yang dimaksud dengan struktur adalah seperangkat unit yang relatif stabil dan berpola.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi adalah antarhubungan bermakna diantara unit-unit yang terlibat, dalam hal ini fungsi dapat dibedakan atas fungsi manifest (nyata) dan fungsi latent (tersembunyi). Fungsi manifest adalah fungsi yang tampak, fungsi yang dikehendaki dan disadari oleh partisipan system tersebut. Sedangkan fungsi latent adalah fungsi yang terselubung, fungsi yang tidak dikehendaki dan tidak disadari oleh masyarakat yang bersangkutan, sebagai hasil sampingan. Strukturalisme dan semiotik akan sejalan dalarn memproses gaya bahasa dan unsur kesusastraan yang diwakili dari fungsi-fungsi bahasa. Setelah fungsi bahasa tersebut ditelaah dengan tanda dan penanda, maka arti antara analisis struktur dan analisis semiotik akan dapat dikonvensikan dengan menggunakan catatan-catatan bahasa sebagi media untuk memerikan unsur gaya bahasa yang dibangun. Kemampuan gaya bahasa dalam menelaah unsur bahasa dan kesusastraan dapat diteliti melalui makna logis bahasa dan makna objektif dalam kesusastraan. Hal ini tercermin dalam setiap penggunaan bahasa dalam kesusastraan yang memetaforakan kalimat sebagai unsur gaya bahasa.
2.5 Landasan Teori Teori semiotik adalah pembacaan, kajian dan analisis yang merujuk kepada tanda-tanda yang wujud di dalam teks-teks sastra. Pada dasarnya, kehadirannya adalah sebagai suatu pengembangan dari teori strukturalisme. Pemikiran bahwa sastra yang menggunakan wahana bahasa itu ditegaskan sebagai bahasa-adalah sistem tanda, dan merupakan suatu kesatuan antara dua aspek penanda dan petanda adalah pemaknaan atau konseptualnya. Namun, penanda tidak identik dengan bunyi dan
Universitas Sumatera Utara
petanda bukanlah makna denotatif Kedua-duanya adalah sesuatu atau subjek yang dirujuk oleh tanda. Tanda-tanda itu wujud dalam setiap aspek kehidupan manusia, dan untuk memahaminya haruslah dipahami tanda itu melalui analisis bahasanya. Sebelum itu, linguistik dalam menyingkap makna menyusur sejarah asal usul kata, juga tradisi bahasanya, tetapi kini makna dilihat sebagai fungsi daripada sebuah sistem bahasa (apakah sikap ini tidak ada sebelum pascamodern? Dan apakah kita begitu saja menghapus makna lama?). Dalam sistem bahasa itu tersimpan makna yang merujuk kepada penggunaannya. Lalu dirumuskan suatu pemaknaan tanda-tanda sistem bahasa itu, dan wujudlah sesuatu yang dinamakan semiotik yang akhirnya berdiri sebagai sebuah teori. Mengikuti semiotik, harus bermula daripada latar pembinaannya. Semiotik strukturalisme Saussure (1857-1913), adalah teori yang mengkaji dalam bahasa atau susunan atau struktur dengan konsep utamanya sign dan meaning atau bentuk dan isi, atau paradigmatic dan syntagmatic yang kemudiannya dalam sastra melahirkan signifier dan signified atau penanda dan petanda. Kajian utama Saussure ialah lingustik struktural dan teori landa, yang diresapi oleh pemikiran Meillet, Humboldt dan Whitney. Pemikiran selaras dengan Jacobson, Levi-Strauss, Peirce, dan Barthes. Dua orang pelajamya, setelah ketnatiannya mengumpulkan seri kuliahnya lalu menerbitkan Course in General Linguistics yang pertama kali terbit pada yang menjadi dasar pemikiran dan teks pegangan yang menjadi sumber utama semiotik.
Universitas Sumatera Utara
Bagi Saussure bahasa adalah suatu sistem tanda yang berfungsi sebagai sebuah kode operasional oposisi binari. Oposisi binari itu menghasilkan tingkatan kompleksitas yang lebih tinggi, yang menggunakan imajinasi atau simbol dalam bahasa. Jika ia diturunkan ke dalarn teks-teks sastera akan menghasilkan karya-karya yang berarti . Pemikiran stukturalisme sebenamya hasil kajian tentang teori Aristoteles yang memperkenalkan konsep wholness, unity, complexity, dan coherence yang dijelmakan semula dengan makna yang hampir sama. Strukturalisme mempunyai beberapa ciri umum. Pertama, bahan kajian dilihat sebagai suatu keseluruhan yang membentuk satu sistem dengan komponen-komponen dalan sistem itu saling berkaitan dan ditentukan oleh struktur keseluruhan sistem itu. Kedua, setiap sistem mempunyai struktur dan ia mendasari hukum-hukum struktur. Ketiga, fikiran manusia bergerak dalam oposisi binari, yaitu setiap perkara ada lawannya, misalnya malam/siang, kecil/besar dan sebagainya (Holderoft, 1991:81-89). Teori semiotik memodifikasikan pemikiran itu terutamanya hubungan antara satu struktur yang lain, yaitu hubungan antara penanda dengan petanda, perkataan dengan makna, dan sebagainya. Semiotik adalah hasil penyesuaian dan penerapan konsep bahasa Ferdinand de Saussure. Strukturalisme tidak akan terlepas daripada pekedaan golongan formalisme yang meletakkan nilai estetik kepada susunan dalam teks semata-mata, seperti kata Jacobson salah seorang pengemukanya, poetic function text terletak pada kode metrum, rima, paralelisme, pertentangan, kiasan, majas dan sebagainya yang membentuk realitas formalisme teks. Formalisme dengan strukturalisme saling dominasi-mendominasi antara
Universitas Sumatera Utara
keduanya daripada pemikiran yang sama (Holensteirl, Elmar (1994:254-258). Yang penting ialah pemikiran Saussure tentang adanya struktur luaran dan dalaman dan mementingkan bacaan permukaan tanpa adanya hubungan dengan yang dalam serta makna adalah hasil daripada pertanda. Makna itu adalah hasil hubungan, relasi, dan regulasi diri dan ia bersifat ahistorikal, yaitu tanpa bergantung pada asal usul, orang yang mengusulkan dan latarnya sesuai dengan pemikiran pembinasaan terhadap fungsi sejarah dan motivasinya. Pemikiran serta peradaban manusia berkembang secara struktur dan untuk memabami manusia harus memahami strukturnya melalui sistem pertandaan. Perkatan semiotik sebenarnya berasal daripada perkataan Yunani, yaitu dari akar kata semeion yaitu tanda atau sign membawa maksud sains umum yang mengkaji sistem perlambangan (Saussure, 1983:24). Tanda atau lebih khusus pengkaji menyatakan sebagai satu sistem, membicarakan subjek yang berhubungan dengan komunikasi dan ekspresi. Semiotik menyusur bahasa sebagai suatu sistem, antaranya sistem itu ialah yang berurusan dengan aspek teknik dan mekanisme pengucapan dan penciptam di samping mengkhususkan penelitiannya dari sudut ekspresi dan komunikasi. Dalam kehidupan manusia, segala penuturan, gerak laku dan perbuatan adalah kaya dengan sistem-sistem perlambangan; sama ada bersifat sahih atau kabur, yakni lambang-lambang yang sukar dipahami. Lambang-lambang seperti ini hanya mampu dikaji dan diselongkari oleh satu disiplin yang mantap. Semiotik mengkaji segala sistem perlambangan yang diciptakan manusia dalam kehidupannya. Manurut Sausure, teori ini diciptakan sebagai memahami
Universitas Sumatera Utara
tanda-tanda dan lambang dalam budaya manusia itu. Julia Kristeva pula menegaskan bahwa semiotik itu mempunyai kaedah analisis yang cukup ideal dan mempunyai cara yang cukup khusus lagi berfungsi bagi menyelesaikan sebarang konsep pertandaan. Ini menandakan bahwa semiotik adalah satu ilmu yang sangat luas sifatnya dan digunakan untuk sebarang bidang kajian. Istilah semiotik pertama kalinya digunakan oleh Charles S.Peirce pada abad ke– 19 untuk merujuk doktrin formal tanda-tanda (Kris Budiman, 1999:107). Namun, sejak zaman Yunani lagi, Plato dan Aristoteles telah menggunakannya dengan maksud mengkaji sistem perlambangan dan membina kaedah tanda-makna. Budaya Stoik yang mengembangkannya dalam abad ketiga dan kedua sebelum Masehi. Penguasaan
mereka
terhadap
ilmu
tanda-semeion,
penanda-semainon
dan
petanda-semainomenon sangat maju dan menjadi lambang tamadun bangsa zaman itu. Oleh karena kemudiannya, kajian tanda menjurus kepada begitu rencam dan sukar, akhimya ia tersingkir dan sejak itu semiotik tidur dalam sejarah. Apabila teks-teks romantisme pada abad ke-17 menggunakan tanda-tanda mengelakkan dari kesan penentangannya terhadap feodalisme, semiotik hidup semula dalam usaha memahami makna-makna yang tersirat. John Locke, filosof Inggris yang mengembangkan abad itu dan menyebut semiotik sebagai doktrin perlambangan. Bagaimanapun, hanya pada abad ke -19, semiotik mendapat tapak yang kukuh menjadi sebuah disiplin dan teori di tangan Saussure dan Peirce (Hervey, S. 1982:9).
Universitas Sumatera Utara
Teori semiologi ini menganggap kajian terhadap bahasa harus berbentuk saintifik, bukannya seperti yang dilakukan sebelumnya hanya sebagai andaian dan hipotesis belaka. Daripada mengkaji bahasa atau. komunikasi melalui tanda-tanda bahasa akhimya akan memperoleh makna. Dalam perbincangannya tentang semiologi, Saussure mencoba membuat garis kasar sebagai suatu disiplin baru tentang penganalisisan bahasa untuk masa hadapan dan juga coba meramalkan arahnya pada masa akan datang; yang akhimya ia muncul menjadi sebuah teori yang inempunyai kaedah yang mantap dan kukuh. Kejayaan Saussure juga meletakkan asas yang kuat supaya semiologi berdiri sendiri sebagai sebuah disiplin ilmu. Seperti yang difaharni dalarn falsafah tanda, wujud dalam pelbagai dimensi kehidupan dan dalarn pelbagai disiplin seperti antropologi, sosiologi, psikologi, dan sebagainya. Otonomi ini tercapai dengan metode semiologinya mempunyai sudut pandangan eksklusif dan komunikannya yang tersendiri. Somiologi menurut sudut pandangnya dan analisisnya tidak berkongsi dengan disiplin yang lain dan mampu mengkaji segala permasalahan kebahasaan dalam pelbagai sudut (Hervey, 1982:15). Semiologi mengkaji tanda-tanda yang dipengaruhi dan merujuk kehidupan sosial. Mekanisme analisis Saussure bersifat emotif daripada bersifat teknikal yang wujud dalam kajian bahasa sebelumnya, ia lebih cenderung kepada interpretasi secara langsung dalam istilah-istilah yang digunakan dan akan menghasilkan interpretasi dan dapatan yang berbeda mengikuti kognisi yang berbeda daripada penganalisisannya. Tegasnya, semiologi Saussure adalah proses memahami tanda-tanda secara
Universitas Sumatera Utara
sistematisdan intelektual untuk mendapatkan makna (Holdcroft, 1991:211-214). Saussure juga meletakkan asas semiologi yang membincangkan dan mengkaji bahasa dalam konteks konvensi, norma sosial, perhubungan yang berkaitan dengan penguraian sistematik, nilai-nilai sistem dalam kode, sintagmatik dan sistem-sistem konstruksional bahasa. Saussure menggunakan tipologi teoriks bagi membina kerangka teorinya (Hervey, 1982:236). Charles
Sander
Peirce
menggunakan
istilah
semiotik
yang
juga
menganggapnya, satu cabang epistemologi saintifik, justru ia meletakkan logisme dalam analisisnya. Semiotik Peirce didefinisikannya sebagai teori umum untuk tanda, meliputi satu bidang yang tua. Bidang lingkungan Peirce menjangkau kepada simbol-simbol gambar dan angka. Semiotik Peirce mengacu kepada falsafah tanda, klasifikasi tanda, signifikan, arti, dan fungsi tanda. Dalam teori semiotiknya, Peirce menguraikan aspek-aspek tersebut secara terperinci sambil menekankan kepada aspek signifikasi. Sebuah tanda membawa makna, tetapi ia tertakluk kepada orang yang menafsirkannya, malna boleh berubah-ubah dan inilah yang dimaksudkannya sebagai signifikasi tanda itu. Semiotik Peirce yang terkenal sebagai teori umum tanda pembuka jalan kepada suatu analisis dan proses pemahaman tanda. Roland Barthes adalah tokoh terpenting yang menggunakan teori semiotik ini menyatakan teori ini sesuai dan unggul untuk sebarang kajian bahasa, terutama sastra, juga aspek kebahasaan yang lain dalain keilmuan. Tegasnya, kajian bahasa semiotik, amat luas dan menyentuh semua persoalan hidup karena di dalamnya begitu kaya
Universitas Sumatera Utara
dengan lambang-lambang yang perlu pula diberikan arti setiap satunya. Meskipun kajian bahasa milik linguistil, tetapi semiotik adalah milik sastra dan ilinu yang lainnya. Justru itu, semiotik akhimya muncul sebagai teori unggul dan mantap dalam memahami bahasa terutamanya aspek penandaannya (Barthes,1967:80). Kajian semiotik adalah kajian wacana. Analisis wacana bahasa semiotik mampu mengurai segala fenomena kebahasaan, terutamanya yang berkaitan dengan tanda, penanda dan petanda dan menjangkau segala-galanya yang berhubungan dengan perlambangan (Barthes, 1989: 45). Menurut Culler (1975:31), memuat analisis semiotik bukan sekedar penguraian, tetapi mengupas dan membongkar sistem-sistem yang terkandung dalam bahasa, juga menentukan segala makna yang berhubungan. Di dalam bahasa, tanda-tanda digunakan pelbagai cara dan bertaburan di sana sini. Tanda-tanda itu pula merujuk kepada budaya, sosial dan pendidikan penggunanya. Pendekatan semiotik mengkaji budaya yang terungkap dalatn bahasa dengan itu masyarakat mampu memahami cara hidup yang mereka lalui. Narna Jury M Lotman, dikaitkan dengan semiotik yang berkembang di Rusia. Pendekatan yang digunakan oleh Lotman yang bekerja rapat dengan sarjana-sarjana yang berhubung dengan Institut Ka/ian Slavonic di Moscow yang telah menerbitkan Work on Sign System. Hasil keda-kerja Lotman boleh dikatakan hasil lanjutan dari pendekatan formalisme Rusia. Bagi Lotman, bahasa dalam teks adalah eksploitasi yang melahirkan tanda-tanda. Tanda-tanda itu mempunyai hubungan dengan apa yang ada di luar teks, karena yang luaran itulah sumber pembinaan tanda-tanda.
Universitas Sumatera Utara
Tegasnya, penanda dan petanda tidak hanya berada di dalam teks, kita harus ke luar teks untuk memahmi maknanya.. Kerap kali, ciri-ciri yang berbeda dalam suatu teks dan tanda-tanda konstituantenya hanya boleh dikenali dengan hubungan dengan lain-lain teks dan sistem-sistem tanda. Namun, salah satu kebaikan daripada pendekatan Lotman, ia memperkenalkan metode semiotik yang bersifat serbanalisis, yaitu pendekatan terhadap bahasa sebagai suatu proses penandaan yang dikaitkan dengan kontekstualnya (Fokkema, 1978:45). Semiotik serbanalisis ini sangat dipopularkan kernudiannya oleh Kristeva. Hasil daripada perbincangan dan analisis semiotik dapat dirumuskan prinsipnya. Pertamanya, cara yang paling baik untuk menganalisis sebuah hasil karya itu melalui pendekatan semiotik ini ialah dengan berlandaskan kepada periadanya sistem dalam setiap buah karya yang ingin dikaji. Ada beberapa cara untuk rnemahami sistem tersebut seperti paradoks dan kontradiksi penggunaan gaya ini pula terikat dengan kodenya yang tersendiri. Untuk melihat karya sastra dengan menggunakan pendekatan ini, ia perlu mempunyai satu sistem yang dijadikan sebagai prinsip utama. Penelitian amat penting dibuat, yaitu bagaimana proses penciptaan untuk melahirkan sistem karya itu. Kedua, semiotik mencoba untuk menghubungkan sistem karya itu dengan sistem di luar karya. Sistem di luar karya ini ialah segala perkara yang membawa lahirnya sebuah karya itu. Ini termasuklah sistem hidup atau lebih tepat lagi, kebudayaan seluruh masyarakat yang menjadi sumber inspirasi pengkaryaan tersebut. Dengan ini, semiotik melihat karya itu daripada perspektif yang lebih
Universitas Sumatera Utara
luas dan menyeluruh. Pendekatan ini ainat mementingkan kefahaman pembaca setelah membaca karya. Semiotik beranggapan bahwa apa yang diutarakan oleh pengarang dalam karya mempunyai hubungan dengan sistem yang ada di dalam kehidupan masyarakat itu. Misalnya, sistem bahasa di luar karya itu akan mempengaruhi sistem bahasa yang digunakan oleh seseorang pengarang dalarn karyanya. Di samping itu, perbagai watak di luar karya boleh juga diterapkan dalmn sebuah karya. Oleh karena itu, pengkritik akan memberikan tafsiran terhadap karya secara kornprehensif dan menyeluruh dengan membuat perbandingan dengan sistem-sistem yang ada di luar karya yaitu dengan cara menghubungkannya dengan kebudayaan manusia. Prinsip ketiga dalam pendekatan semiotik ini ialah menganggap apa saja yang dituliskan oleh pengarang boleh memainkan peranan yang amat penting dalam pembinaan sebuah karya. Keyakinan terhadap sesuatu karya itu perlu dilakukan dengan berhati-hati dan penuh perhatian karena unsur-unsur inilah yang akan membina karya itu. Pendekatan ini seolah-olah menghargai pengarang karena setiap kata-kata yang digunakan oleh pengarang dalam karya mereka mempunyai pengertian yang tersendiri. Kelahiran semiotik ini adalah sebagai suatu cara untuk menganalisis karya-karya yang akan dihasilkan. Semiotik bertolak daripada sebuah karya kemudian barulah dibuat penilaian. Seseorang pengkritik haruslah membebaskan dirinya terlebih dahulu daripada sebarang pendekatan yang lain. Prinsip keempatnya
Universitas Sumatera Utara
yaitu pendekatan ini melihat setiap genre sastra ada nilainya yang tersendiri. Namun, pendekatan pada genre ini berbedabeda antara satu sama lain. Pendekatan semiotik akan memperlihatkan suclut atau aspek yang tertentu dalan suatu genre dibandingkan dengan genre lain. Setiap genre itu mempunyai kekuatan pada aspek-aspek tertentu dan menganggap setiap genre, itu ada keistimewaan yang tersendiri. Semiotik akan menganalisis unsur-unsur istimewa yang terdapat di dalam karya itu; pendeknya semiotik menganalisis bahwa, setiap karya itu haruslah dilihat dalam konteks dirinya dan bukan dibandingkan dengan lain-lain karya. Seperti yang ditegaskan, semiotik mementingkan tanda, penanda dan petanda. Saussure menyatakan dalarn sistem bahasa sesuatu penanda seperti kata atau bunyi 'lembu' adalah membawa makna atau konsep yang dinamakannya petanda. Jelasnya, penanda membawa petanda. Dan penanda serta, petanda itu pula bersama-sama akan membentuk suatu larnbang atau simbol. Lambang atau simbol inilah yang digunakan dalam bahasa. Maka, lambang atau simbol inilah yang harus diproseskm untuk mencapai arti atau signifikasinya (Appignanesi, Richard & Garratt, Chris, 1995:58-59). Konsep lambang begitu dominan dibincangkan oleh semiotik. Bagi Saussure lagi, lambang-lambang ini terjadi dan wujud apabila konsep dan pesan bunyinya disatukan. Lambang adalah ikatan psikologi yang wujud daripada penggunanya. Semiotik Saussure nukilan Pierce lambang diklasifikasikan kepada tiga yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikonik ialah tanda yang merujuk terus kepada objek yang digambarkan atau yang dibawa oleh objek dengan subjek. Ikon berasal daripada
Universitas Sumatera Utara
bahasa Latin icon yang bermakna bayang, bayangan, mirip, kemiripan, keserupaan, replika, analogi dan sebagainya. Misalnya, apabila kita membaca Lantai T. Pinkie karya A. Samad Said, watak T. Pinkie yang hidup sebagai penari dan berkelana dengan masalah cinta dan adalah ikon kepada watak Salina dalam novel Salina oleh penulis yang sama. Dengan menghubungkan atau mendapatkan tanda ikon kepada sesuatu objek kita akan cepat faham mengenai sesuatu objek. Indeks tanda yang merujuk kepada sesuatu tanda yang mengumpulkan satu atau beberapa fenomena, sebab-musabab, symptom isyarat, ikatan dan sebagainya. Tanda yang menunjukkan ia digunakan disesbabkan wujudnya peristiwa atau kaitan dengan Kang lain. Apabila kita melihat awan yang bergulung, tebal dan memberat itu adalah hari akan huJan. Apabila kita membaca Shit karya Shahnon Ahmad itu adalah sebagai gejala politik yang diindekskannya daripada suasana rebut politik terkid Manakala simbol dalah penjenisan lambang-lambang yang merujuk kepada objek asal dengan kawalan undang-undang khusus. Simbol merujuk kepada sebuah tanda yang dibawa oleh penanda dengan memberi petanda (arti, makna atau konsep) yang mewakili sesuatu, Menurut Peirce, lambang ikonik adalah dinamik, utama dan dekat dengan asyarakat. Hubungan antara signifier dan signified atau penanda dengan petanda adalah hubungan berikatan dan saling lengkap melengkapi. Terdapat beberapa pecahan ikonik seperti imej, citra, diagram, simile dan metafora. Oleh karena kesannya kuat dalam bahasa, ikonik sering digunakan pengarang dalam bahasa yang mereka gunakan. Menjelaskan konsep indeks, Pierce menyatakan ia lebih luas dan
Universitas Sumatera Utara
kompleks daripada ikon, ia tanda-tanda yang berhubung, berkait, bersebab dan berakibat. Dapat dicontohkan seperti penggunaan aforisme, alegori, personifikasi, hiperbola dan imageri. Sementara simbol pula, batasannya lebih umum dan terlalu luas, ada yang bersifat klasik, tradisional dan modern.. Dalarn menjabarkan kaedah analisis Pierce, kita harus bermula dengan pembacaan. Bacaan itu akan lebih terjurus apabila kita sadar bahwa teks yang dibaca itu memang kaya dengan tanda. Dan proses pertama yang harus dilakukan ialah mengumpulkan sejumlah kata-kata, ungkapan, konsep, alegori dan sebagainya yang boleh dianggap sebagai tanda. Ada beberapa cara mengenal tanda, sering diulang pengarang, menjadi teras teks, terasa mengandung makna yang berbeda, berlapis, bersifat polivalensik dan sebagainya. Kedua, tanda yang sudah dikumpulkan ltu diklasifikasikan atau dikategdrikan menurut jenisnya: ikon, indeks atau simbol. Dalam melakukan hal ini, sering tedadi kesamaran, tidak jelas perbedaannya, maka kita harus melakukan pikhan manakah yang lebih sesuai. Setiap kelompok tanda itu, ada yang berdiri sendiri ada yang berkaitan, tugas kita melakukan pencerakinannya. Juga perlu menggugurkan mana yang sama atau juka terlalu banyak haruslah disaring untuk hanya menjadi beberapa tanda yang penting. Ketiga, yang paling penting sekali setelah berhasil mengenal-pasti tanda, mengelompokkan segala penanda, akhimya untuk memproses, justru aspek petandaan adalah sebuah proses yang berkaitan dengan kognisi yaitu keda akal dalam menanggapi makna atau signiflkasinya. Ini bergantung kepada pengalaman, pendidikan, intelektual dan kemahiran berpikir seseorang pengkaji. Tidak heranlah jika sebuah penanda membawa banyak petanda
Universitas Sumatera Utara
mengikuti kemampuan seseorang. Tetapi lazimnya, mereka yang terbiasa, engan teori ini akan dapat menanggapi petandanya dengan baiknya. Semiotik pun sebenamya membenarkan polimakna atau polisigniflkasi. Terdapat perbedaan teknik tafsiran antara kedua tokoh-dalani hubungan tanda dengan petanda. Saussure mmyatakan hubungan dyadic manakala Peirce hubungan tryadic. Hubungan diadik Saussure hanya tanda dan petanda, sedangkan triadic Pierce tanda, penanda dan petanda. Kedua-dua teknik adalah sama dalam pencarian makna atau signifikasi tetap mengalami proses kognisi. Untuk membantu penguasaan kaedah semiotik, kita dianjurkan supaya mengetahui dan menggunakan istilah-istilah khusus yang digunakan oleh teori semiotik.
Budiman telah menyusun Kosa Semiotika
(1999) yang terdiri kurang lebih 150 istilah dan entri semiotik. Setiap satunya diterangkannya makna, fungsi dan penerapannya. Kaedah Pierce di atas sangat berkuasa dan mempunyai hegemoniknya dalarn kafflan semiotik baik di Barat atau, di Tinur. Di Malaysia sendiri, kaedah ini begitu dominan sekali terutarnanya di yayasan pengaJian tinggi dalam mengkaji bahasa dan teks-teks sastera. Umar Junus dan Sapardy Muradi adalah tokoh yang memperkenalkannya dan pemikiran dan tulisan mereka dipakai dan dirujuk, penulis juga
menulisnya
dalarn
buku
Pendekatan
Kesusasteman
Modern
(1990).
Bagaimanapun, ada pendapat yang menyatakan bahwa kaedah Pierce itu. terlalu tradisional dan klasik. Roland Barthes sewaktu mula menerapkannya menganggap sebagai sesuatu yang unggul, tetapi apabila pascamodem mula masuk ke dunia teks, ia mula menjabarkan dengan cara yang lebili canggib. dan mekanisme yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
Charles Morris juga diantara nama yang membaca teori semiotik dan membawa teknik yang berbeda. Morris mengernukakan tiga buah tanda, yaitu tanda sintaksis, tanda semantik dan tanda pragmatik. Tanda sintaksis tanda yang menll)unyai kaitan dan hubungan dengan objek yang lainnya, maka untuk memahami rnaknanya kita harus mencari jawaban kepada objek tersebut. Tanda semantik ialah tanda yang dihubungkan dengan apa yang ditandai; tegasnya tanda melahirkan tanda lain Ialu dicari makna atau signifikasinya. Sementara tanda pragmatic pula tanda yang ditelusuri akan pernakainya. Ketiganya itu dalam proses permaknaannya atau kognisinya akan menjurus pada situasi yang berbeda: Tanda sintaksis menghasilkan implikasi, semantik kepada denotasi dall pragmatik kepada ekspresi (1972). Sebagai penerapan teori semiotik Charles Morris, sewaktu pembacaan, kita boleh menentukan manak.ala jenis-jenis tanda yang dig~nakan. Mungkin menggunakan hanya satu tanda, dua tanda atau ketiga-tiganya. Sebagai contokkita berhadapan dengan puisi surealisme Suhaimi Haji Muliammad, puisinya banyak menggunakan tanda pragmatik, justru itu ia menghasilkan suatu daya ekspresi yang unik dan berbeda dengan surealisme lainnya. Seorang tokoh yang sangat berpengaruh dan pendekatannya hampir menenggelarnkan kaedah Pierce ialah Umberto Eco yang teori semiotiknya coba mengelak daripada tedebak antara definisi-definisi yang dikemukakan oleh Saussure dan Pierce, dengan mengemukakan pandangan Sesungguhriya apa yang kita. kenali
Universitas Sumatera Utara
sebagai lambang itu sebenamya tiada. Lambang yang kita pahami selaina ini adalah substance-effect aldbat daripada pertembungan dua sistem yang perbedaan berlainan..' (Eco, 1984:134). Eco, menanamkan penernuannya itu sebagai fungsi lambang atau sign-function. Kemunculan fungsi lambang ini dapat diterangkan melalui pembinaan kode-kode. Eco, melihat lambang sebagai unit yang tersendiri dan hainpir autonomikal sifatnya. Lantaran inilah juga mengapa sering kedapatan setengah-setengah larnbang yang serupa akan tetapi membawa arti yang jaith berbeda. Sebagai unit kebudayaan, niakna-makna itu boleh ditafsirkan secara semiotic yaitu sebagai sebuah unit semantik yang telah disisipkan ke dalarn sebuah sistern oleh sekumpulan atau seorang manusia. Selanjutnya, Eco, berujar dengan mengatakan sebuah unit budaya selalu terdapat dalarn system budaya-budaya lainpengaruh-mempengaruhi - yakni hubungan timbal balik yang akan melahirkan nilai-nilai kehidupan secara umum. Dengan itu, melahirkan pula tanda, berbeda dan penanda serta petanda yang berbeda. Teori yang digunakan dalam menganalisis penelitian di atas tidak dasarkaii pada satu teori saja. Penelitian ini akan menggunakan teori semiotik linguistik yang dapat untuk memahami terhadap teks lagu-lagu Melayu Sumatera Utara. Untuk menganalisis semiotik Teks
lagu-lagu
Melayu penulis mengacu kepada: teori
Halliday, Charles Sanders Pierce (1839-1914), Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Morris (1955). Penggunaan teori yang dilakukan oleh Charles Sanders Pierce menegaskan babwa kita hanya dapat berpikir dengan sarana, tanda yang sudah pasti bahwa tanpa
Universitas Sumatera Utara
tanda kita tidak dapat berkornunikasi. Sedangkan Ferdinand de Saussure menegaskan bahwa sistem tanda yang di sebut bahasa itu hanyalah satu di antara sekian banyak sistern tanda yang ada. Dan Charles Morris mendefinisikan semiosis sebagai suatu "proses tanda" yaitu proses ketika sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme. Yang dapat diperikan ke dalam istilah semiotik sebagai suatu hubungan anatara lima istilah:
S (s, i, e, r, c)
S adalah untuk semiotic relation, 'hubungan semiotik'., s untuk sign 'tanda', i untuk interpreter 'penapsir'; e untuk effect ' pengaruh' (misaInya suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk rerefernce 'rujuk'; dan e untuk context atau condition ‘konteks' atau 'kondisi'. Pemikiran yang dilakukan oleh ketiga ahli semiotik di atas banyak memberikan kontribusi kepada ilmu bahasa, wacana, dan sastra. Sehubungan dengan adanya bermacam-macam unsur yang berperan dalam penggunaan tanda, semiotik dapat dibagi dalam tiga wilayah penelitian. Kajian mengenai hubungan antar tanda disebut sintaksis. Telaah mengenai hubungan antara tanda dan denotasinya disebut semantik..
Universitas Sumatera Utara