BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kinerja Perawat Kinerja a. pengertian Konsep dari kinerja merupakan singkatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance sering diindonesiakan sebagai perfoma. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikatorindikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu (Wirawan, 2009). Menurut Vroom (dalam Novitasari, 2005) kinerja adalah tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan atau disebut level of performance sehingga penilaian kinerja merupakan salah satu tugas penting yang harus dilakukan seorang manager atau pemimpin. Walaupun demikian, pelaksanaan penilaian kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana, melainkan penilaian harus dihindarkan dari "like and dislike" dari penilai agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting, karena menjadi umpan balik bagi kinerja karyawan. a. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Beberapa teori menerangkan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja seorang baik sebagai individu atau sebagai individu yang ada dan bekerja dalam suatu lingkungan. Sebagai individu setiap orang mempunyai ciri dan karakteristik yang bersifat fisik maupun non fisik. Dan manusia yang berada dalam lingkungan maka keberadaan serta perilakunya tidak dapat dilepaskan dari lingkungan tempat tinggal maupun tempat kerjanya. Menurut Gibson yang dikutip oleh Ilyas (2001), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja, yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kelompok kerja yang pada akhirnya memengaruhi kinerja
personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu jabatan atau tugas. Diagram teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut
Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang memengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson (1987), banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit untuk diukur, juga menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari variabel tersebut, karena seorang individu masuk
dan
bergabung dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya. Variabel organisasi, menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kapolmen yang dikutip oleh Ilyas (2001), ada empat determinan utama dalam produktifitas organisasi termasuk didalamnya adalah prestasi kerja. Faktor determinan tersebut adalah lingkungan, karakteristik organisasi, karakteristik kerja dan karakteristik individu. Karakteristik kerja dan karakteristik organisasi akan memengaruhi karakteristik individu seperti imbalan, penetapan tujuan akan meningkatkan motivasi kerja, sedangkan prosedur seleksi tenaga kerja serta latihan dan program pengembangan akan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dari individu. Selanjutnya variabel karakteristik kerja yang meliputi penilaian pekerjaan akan meningkatkan motivasi individu untuk mencapai prestasi kerja yang tinggi. Menurut Stoner yang dikutip oleh Adiono (2002), mengemukakan bahwa prestasi individu disamping dipengaruhi oleh motivasi dan pengetahuan juga dipengaruhi oleh faktor persepsi peran yaitu pemahaman individu tentang perilaku apa yang diperlukan untuk mencapai prestasi individu. Kemampuan (ability) menunjukkan kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan dan tugas. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2002), ada teori yang mengemukakan tentang faktor-faktor yang memengaruhi kinerja yang disingkat menjadi “ACHIEVE” yang artinya Ability (kemampuan pembawaan), Capacity (kemampuan yang dapat dikembangkan), Help (bantuan untuk terwujudnya kinerja), Incentive (insentif
material maupun non material), Environment (lingkungan tempat kerja karyawan), Validity (pedoman/petunjuk dan uraian kerja), dan Evaluation (adanya umpan balik hasil kerja). Menurut Davies (1989) yang dikutip oleh Adiono (2002), juga mengatakan bahwa faktor yang memengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Faktor kemampuan secara psikologik terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality, yang artinya karyawan yang memiliki diatas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan keterampilan dalam mengerjakan tugas sehari-hari maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Menurut teori Atribusi atau Expectancy Theory, dikemukakan oleh Heider, pendekatan atribusi mengenai kinerja dirumuskan sebagai berikut: K= M x A, yaitu K adalah kinerja, M adalah motivasi, dan A adalah ability. Konsep ini menjadi sangat populer dan sering kali diikuti oleh ahli-ahli lain, menurut teori ini, kinerja adalah interaksi antara motivasi dengan ability (kemampuan dasar). Dengan demikian orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki kemampuan yang rendah akan menghasilkan kinerja yang rendah, begitu pula orang yang berkemampuan tinggi tetapi rendah motivasinya. Motivasi merupakan faktor penting dalam mendorong setiap karyawan untuk bekerja secara produktif, sehingga berdampak pada kinerja karyawan (Siagian, 1995).
b. Sistem Penilaian Evaluasi Kerja Menurut Robbins (2007), yang harus mengevaluasi kinerja karyawan adalah :
1) Atasan langsung, sekitar 95 persen dari semua evaluasi kinerja pada organisasi tingkat bawah dan menengah dijalankan oleh atasan
langsung
karyawan itu. Namun, banyak atasan yang merasa tidak memenuhi syarat untuk menilai kontribusi yang unik dari masing-masing anak buahnya. 2) Rekan kerja, evaluasi sesama rekan kerja merupakan salah satu sumber paling handal atas data penilaian. Pertama, sesama rekan kerja saling berinteraksi seharisehari dan dapat memberi pandangan menyeluruh terhadap kinerja karyawan. Kedua, penggunaan sesama rekan kerja sebagai penilai menghasilkan sejumlah penilaian yang independen. Kekurangan evaluasi sesama rekan kerja dapat terhambat karena ketidaksediaan rekan kerja untuk saling mengevaluasi dan adanya prasangka berdasarkan persahabatan atau kebencian. 3) Evaluasi diri, meminta karyawan mengevaluasi kinerja mereka sendiri secara konsisten. Kelemahan dari sistem ini adalah penilaian sangat dibesar-besarkan dan prasangka mementingkan diri sendiri. Karena kelemahan yang serius ini, evaluasi diri lebih cocok digunakan dalam pengembangan bukan untuk evaluasi. 4) Bawahan langsung. Evaluasi bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku atasan. Yang jadi masalah bentuk penilaian ini adalah rasa takut akan dibalas oleh para atasan yang dievaluasi. Dalam penilaian kinerja, didalamnya terdapat 35 item pernyataan yang dapat digunakan untuk menilai tingkat kinerja. Setiap pernyataan tersebut diberi penilaian angka (skor) antara 1-5, yaitu jika menjawab “sangat baik” mendapat skor 5, “baik” mendapat skor 4, “cukup” mendapat skor 3, “kurang” mendapat skor 2, “sangat kurang” mendapat skor 1.
Menurut Azwar (2010) kinerja dapat dikategorikan menjadi : X ≤ µ -1,5σ
kategori sangat rendah
µ -1,5σ < X ≤ µ -0,5σ
kategori rendah
µ -0,5σ < X ≤ µ +0,5σ
kategori sedang
µ +0,5σ < X ≤ µ +1,5σ
kategori tinggi
µ +1,5σ < X
kategori sangat tinggi
Keterangan : µ = mean teoritis σ = standar deviasi c. Model Evaluasi Kerja Menurut Wirawan (2009) setiap organisasi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan organisasi lainnya, dan setiap organisasi mempunyai model sistem evaluasi kinerja yang berbeda mengenai dimensi kerja, indikator kerja, standar kinerja, dan instrument yang berbeda. Model-model umum yang digunakan berbagai organisasi antara lain : 1) Model Esai Adalah metode evaluasi kinerja yang penilainya merumuskan hasil dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kekuatan dan kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai. Kualitas model evaluasi kinerja esai tergantung pada kemampuan penilai dalam menyusun esai mengenai indikator kinerja ternilai. Keunggulan evaluasi kinerja esai memungkinkan penilai melukiskan kinerja ternilai sangat terperinci karena bentuknya terbuka walaupun indikator
kinerjanya terstruktur. Kelemahan evaluasi kinerja model esai adalah memerlukan waktu untuk menyusun esai tentang kinerja karyawan. 2) Model Critical Insident Model critical incident mengharuskan penilai untuk membuat catatan berupa pernyataan yang melukiskan perilaku baik (yang sesuai standar) dan perilaku buruk (tidak sesuai dengan standar). Insiden-insiden dicatat oleh penilai sepanjang periode evaluasi kinerja. Kelemahan metode ini adalah antara lain, jika penilai tidak membuat catatan kerja hariannya karena malas atau lupa melakukannya, maka penilaian kinerjanya tidak lengkap. Jika penilai mempunyai sepuluh atau lebih objek penilaian, maka waktunya akan habis hanya untuk membuat catatan dan tidak dapat mengembangkan pekerjaan dan produktifitas unit kerjanya. Kelemahan lain adalah evaluasi ini memerlukan waktu, mahal, penilai harus mempunyai keterampilan verbal, analistis dan kemampuan untuk menyusun deskripsi kinerja secara tertulis objektif dan akurat. Bagi karyawan dinilai dianggap mengganggu karena merasa diawasi, karyawan sering merasa stres dan tidak tenang. Hal ini dapat mengganggu hubungan di tempat kerja. 3) Ranking Method Ranking method atau metode me-ranking, yaitu mengurutkan
para
pegawai yang nilainya tertinggi sampai yang paling rendah. Metode ini dimulai dengan mengobservasi dan menilai kinerja, kemudian meranking kinerja mereka. Metode ranking digunakan untuk mekanisme pembinaan dan
pengembangan
karier, jika ada jabatan yang lowong, kesempatan pengisian jabatan diberikan kepada pegawai berdasarkan urutannya. 4) Model Checklist Evaluasi kinerja model checklist berisi daftar indikator-indikator hasil kerja, perilaku kerja, atau sifat pribadi yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam metode ini penilai mengobservasi kinerja ternilai kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja atau karakteristik ternilai dan memberi tanda cek diinstrumen. Bentuk instrumen checklist beragam, setiap indikator mempunyai bobot dan jumlah bobot kemudian dijumlahkan. 5) Model Graphic Rating Scale Model checklist yang menggunakan skala disebut Graphic Rating Scale atau rating berskala. Cirinya adalah indikator kinerja karyawan dikemukakan beserta definisi singkat. Deskriptor level kinerja dikemukakan dalam bentuk skala yang masing-masing mempunyai nilai angka, dalam mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai diberi tanda centang )√). Atau silang (X) pada skala. Angka-angka tersebut kemudian dijumlahkan dan hasilnya diubah kembali kedalam kata sifat. 6) Model Behaviorally Anchor Rating Scale (BARS) Sistem evaluasi kinerja model BARS merupakan sistem evaluasi yang menggunakan pendekatan perilaku kerja yang sering digabungkan dengan sifat pribadi. Indikator penilaianya terdiri dari kemampuan, efektifitas dan efesiensi, otoritas dan tanggung Jawab, disiplin, inisiatif. BARS terdiri atas suatu seri, 5-10 skala perilaku vertikal untuk setiap indikator kerja. Untuk setiap dimensi disusun
5-10 anchor, yaitu berupa perilaku yang menunjukkan kinerja untuk setiap dimensi. Anchor-anchor tersebut disusun dari nilainya tinggi sampai nilai rendah, anchor tersebut dapat berupa critical incident yang diperoleh melalui job analysis. 7) Model Forced Distribution Sistem evaluasi kinerja yang mengklasifikasikan karyawan menjadi 5 sampai 10 kelompok, dimulai dari kelompok yang nilainya sangat rendah sampai nilai kelompok sangat baik. Model evaluasi kinerja distribusi paksaan ini dikaitkan dengan kebijakan keuangan. 8) Model Forced Choice Scale Dengan sistem ini penilai dipaksa memilih beberapa satu dari empat perilaku yang disebut tetrad. Perilaku mana yang paling baik melukiskan ternilai dan mana yang paling tidak melukiskan perilakunya. Penilai diminta memilih satu diantara dua perilaku positif dan satu perilaku negatif dari dua perilaku negatif. Kelemahannya adalah penilai tidak mengetahui nilai setiap deskripsi perilaku ternilai. 9) Model Behavior Observation Scale (BOS) Model evaluasi kinerja BOS sama dengan BARS. Keduanya berdasarkan atas perilaku kerja. Perbedaannya dalam BOS penilai diminta untuk menyatakan berapa kali perilaku tersebut muncul. 10) Model Behavior Expectation Scale (BES) Dalam
model
evaluasi
ini
perusahaan/organisasi
mengharapkan
(expectation) agar pegawai melaksanakan pekerjaan dengan baik, sesuai
dengan
kode etik dan mengikuti prosedur. Skala perilaku yang diharapkan dimulai dengan kata “dapat diharapkan” 11) Manajemen by Objectives (MBO) Dalam model ini karyawan mempunyai kewajiban menyusun konsep tujuan jangka pendek dan kemudian menelaahnya dengan manajer. Tujuan tersebut menjadi tolak ukur evaluasi kinerja karyawan. 12) Model 360 degress performance Appraisal Pada model ini penilaian kinerja didistribusikan pada para penilai yang terdiri atas atasan langsung, bawahan, teman sekerja, dan diri sendiri (self evaluation), selanjutnya hasil penilaian dianalisis untuk mendapat nilai rata-rata yang kemudian dikembalikan kepada ternilai sebagai balikan. Penilaian kinerja bisa berupa esai, MBO, BARS, checklist atau yang lainnya. Bedanya, sistem tersebut penilainya lebih dari satu penilai atau penilai multiple. 13) Model Paired Comparison Model ini adalah model perbandingan pasangan, setiap kinerja karyawan dibandingkan dengan kinerja lainnya. Digunakan untuk menyeleksi pegawai yang harus di Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), atau digunakan untuk Daftar Urut Kepangkatan (DUK) pegawai negeri. Dalam penelitian ini menggunakan model kinerja BARS, yaitu sistem evaluasi yang menggunakan pendekatan perilaku kerja yang sering digabungkan dengan sifat pribadi. menggunakan model kinerja BARS karena dalam model ini terdapat butir pernyataan yang memuat komponen faktor-faktor yang berkaitan
dengan kinerja. Faktor- faktor tersebut adalah kemampuan, efektivitas dan efisiensi, otoritas dan tanggung jawab, disiplin inisiatif.
Pengertian Kinerja Perawat Berdasarkan kajian teori mengenai kinerja, kinerja perawat didefinisikan sebagai kemampuan seorang perawat melakanakan keperawatan sesuai dengan peran, fungsi, dan tanggung jawabnya sesuai dengan tujuan organisasi, berpedoman pada standar praktik keperawatan professional. Kinerja perawat adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat sebagai bagian dalam pencapaian tujuan dari keperawatan, yaitu penerapan standar asuhan keperawatan itu sendiri yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, implementasi, evaluasi, dan catatan waktu keperawatan (Tuswulandari, 2004). Menurut Depkes RI (2000), sistem Penilaian Kinerja Pegawai di Puskesmas adalah penilaian sistematik tentang prestsi kerja, disiplin dan potensi pegawai yang dilaksanakan oleh atasan langsung pada bawahannya. Beberapa hal yang penting
tentang kinerja perawat antara lain ; 1) Kinerja mencerminkan hasil akhir seseorang, yaitu perbandingan antara target
dan tingkat pencapaian
2) Kinerja berkaitan dengan seluruh tugas-tugas yang diberikan kepada seseorang
3) Kinerja diukur dalam waktu tertentu Sementara menurut (Pohan, 2007) terdapat beberapa alasan penting terkait penerapan kualitas pelayanan kesehatan dalam organisasi pelayanan kesehatan, antara lain:
1) Penerapan pendekatan kualitas pelayanan kesehatan dapat menjamin organisasi pelayanan kesehatan akan selalu menghasilkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, sebuah pelayanan kesehatan yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan pasien.
2) Penerapan pendekatan kualitas pelayanan kesehatan akan menjadikan organisasi pelayanan kesehatan semakin efisien.
3) Penerapan pendekatan kualitas pelayanan kesehatan akan membuat organisasi pelayanan kesehatan menjadi terhormat, terkenal dan selalu dicari oleh siapapun yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, serta menjadi tempat kerja menyenangkan bagi tenaga kesehatan.
4) Penerapan
pendekatan
kualitas
pelayanan
kesehatan
terutama
akan
memperhatikan keluaran pelayanan kesehatan, sehingga setiap pelaksanan tugas harus dilakukan dengan benar agar pelayanan kesehatan benar-benar bermanfaat bagi pasien.
5) Penerapan pendekatan kualitas pelayanan kesehatan akan menumbuhkan kepuasan kerja, komitmen, dan peningkatan moral profesi pelayanan kesehatan, serta akhirnya akan menimbulkan kepuasan pasien . Evaluasi Kinerja Perawat Menurut Arwani, dkk (2006), evaluasi terhadap kinerja perawat dapat dilakukan dengan menilai berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan perawat, diantaranya kualitas pekerjaan yang diselesaikan, kuantitas
pekerjaan, tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan, inisiatif dan ketepatan dalam bekerja, kecepatan dalam bekerja, tingkat kemandirian, perilaku selama bekerja, kehadiran/pemanfaatan waktu, hubungan dengan staf lain, dan keterampilan dalam bekerja.
Usaha untuk Meningkatkan Kinerja Menurut Chew dalam Arwani, dkk (2006), ada sebelas hal yang harus dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahan atau staf untuk dapat meningkatkan kinerja, yaitu : a. Pemberian instruksi yang jelas, staf perlu mengetahui secara jelas mengenai kegiatan dan penjabarannya melalui bahasa yang sederhana dan dimengerti. b. Belajar untuk menjadi pendengar yang baik. c. Menghargai staf yang berprestasi. d. Mengetahui kapan dan dimana pemberian kritik. e. Memberikan perhatian terhadap perkembangan karier bawahan. f. Pemberian tantangan dengan cara memberikan tantangan pada pekerjaan agar produktivitas antusiasme kinerja meningkat. g. Selalu melakukan komunikasi dengan bawahan. h. Menghargai bawahan dan mereka adalah orang yang dibutuhkan. i. Tetaplah konsisten agar staf tidak bingung frustasi dan pasif. j. Berlakulah adil. k. Tahu bagaimana berkata “tidak” terutama yang menyangkut visi dan misi.
Motivasi Kerja
Pengertian Motivasi Motif atau motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan, karena kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas. Banyak batasan pengertian tentang motivasi, pengertian motivasi seperti yang dirumuskan oleh Terry G (dalam Notoatmodjo, 2007) adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan (perilaku), Stooner (dalam Notoatmodjo, 2007) mendifinisikan bahwa motivasi adalah sesuatu hal yang menyebabkan dan mendukung tindakan atau perilaku seseorang. Dalam konteks pengembangan organisasi, Filippo (dalam Notoatmodjo, 2007) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu arahan pegawai dalam rangka pencapaian keberhasilan dalam organisasi. Duncan (dalam Notoatmodjo, 2007) mengemukakan bahwa motivasi adalah setiap usaha yang didasarkan untuk mempengaruhi perilaku seseorang dalam meningkatkan tujuan organisasi semaksimal mungkin. Knootz (dalam Notoatmodjo, 2007) merumuskan bahwa motivasi mengacu pada dorongan dan usaha manusia untuk memuaskan kebutuhan atau suatu tujuan. Hasibuan (dalam Notoatmodjo, 2007) merumuskan bahwa motivasi adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan
bekerja seseorang. Ia menambahkan bahwa setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Menurut Siagian (2002), mendifinisikan motivasi kerja sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya demi keberhasilan
organisasi
mencapai
tujuannya,
dengan
pengertian
bahwa
tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan, dapat disimpulkan bahwa motivasi pada dasarnya adalah interaksi seseorang dengan situasi tertentu yang dihadapinya dan merupakan suatu alasan seseorang untuk bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Teori Motivasi Beberapa teori motivasi yang dikenal dan dapat diterapkan dalam organisasi (Herdian, 2010), diuraikan sebagai berikut :
a. Teori Dua Faktor Herzberg Teori ini berdasarkan interview yang telah dilakukan oleh Herzberg. Penelitian yang dilakukan dengan menginterview sejumlah orang. Herzerberg tiba pada suatu keyakinan bahwa dua kelompok faktor yang mempengaruhi perilaku adalah : 1) Hygiene Factor Faktor ini berkaitan dengan konteks kerja dan arti lingkungan kerja bagi individu. Faktor-faktor hygienis yang dimaksud adalah kondisi kerja,
dasr
pembayaran (gaji), kebijakan organisasi, hubungan antara personal dan kualitas pengawasan. 2) Satisfier Factor Merupakan faktor pemuas yang dimaksud berhubungan dengan isi kerja dan definisi bagaimana seseorang menikmati atau merasakan pekerjaanya. Faktor yang dimaksud adalah prestasi, pengakuan, tanggung jawab dan kesempatan untuk berkembang. Menurut teori ini faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi adalah keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, kesempatan meraih kemajuan, dan pertumbuhan. Sedangkan faktor-faktor hygiene yang menonjol adalah kebijaksanaan perusahaan, supervisi, kondisi pekerjan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan kerja sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para bawahan, status, dan keamanan.
b. Teori Motivasi Kebutuhan Maslow Maslow menyatakan bahwa manusia dimotivasi untuk memuaskan sejumlah kebutuhan yang melekat pada diri setiap manusia yang cenderung bersifat bawaan (Marihot Tua E.H., 2002). Hipotesis Maslow mengatakan bahwa lima jenjang kebutuhan yang besemayam dalam diri manusia terdiri dari : 1) Fisiologis, antara lain kebutuhan akan sandang, pangan papan dan kebutuhan jasmani lain.
2) Keamanan, antara lain kebutuhan atau keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional. 3) Sosial, antara lain kasih sayang, rasa saling memiliki, diterima baik-baik, persahabatan. 4) Penghargaan, antara lain mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor penghormatan diri luar seperti misalnya status, pengakauan dan perhatian. 5) Aktualiasasi Diri, merupakan dorong untuk menjadi seseorang atau sesuai ambisinya yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.
Jenis-Jenis Motivasi Menurut Notoatmodjo (2007) ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif dengan penjelasan sebagai berikut :
a. Motivasi Kerja Positif Motivasi kerja positif adalah suatu dorongan yang diberikan
oleh
seseorang karyawan untuk bekerja dengan baik, dengan maksud mendapatkan kompensasi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan berpartisipasi penuh terhadap pekerjaan yang ditugaskan oleh perusahaan atau organisasi. Ada beberapa macam bentuk pendekatan motivasi positif dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, yaitu : 1) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan
Seseorang pemimpin memberikan pujian atas hasil kerja seseorang karyawan jika pekerjaan tersebut memuaskan maka akan menyenangkan karyawan tersebut. 2) Informasi Pemberian informasi yang jelas akan sangat berguna untuk menghindari adanya berita-berita yang tidak benar, kesalahpahaman, atau perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu kerja. 3) Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu Para karyawan dapat merasakan apakah suatu perhatian diberikan scara tulus atau tidak, dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati-hati dalam memberikan perhatian. 4) Persaingan Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh karena itu pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk motivasi positif.
5) Partisipasi Dijalankannya partisipasi akan memberikan manfaat seperti dapat dihasilkannya suatu keputusan yang lebih baik. 6) Kebanggaan Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan rasa puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang dilakukan sudah disepakati bersama. b. Motivasi Kerja Negatif
Motivasi kerja negatif dilakukan dalam rangka menghindari kesalahankesalahan yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja negatif juga berguna agar karyawan tidak melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif dapat berupa sanksi, skors, penurunan jabatan atau pembebanan denda.
Bentuk-Bentuk Motivasi Menurut Notoatmodjo (2007) ada bentuk-bentuk motivasi dibedakan menjadi 3, yaiutu : a. Motivasi intrinsik atau motivasi yang datangnya dari individu itu sendiri b. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu. c. Motivasi terdesak yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali munculnya pada perilaku aktivitas seseorang.
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh terhadap Motivasi
Mc. Mohan (1999) menyatakan hal-hal yang membuat orang menjadi tidak senang dengan
pekerjaan mereka
adalah
dissatisfiers
(penyebab
ketidakpuasan). Lebih mudah menemukan apa yang membuat orang menjadi tidak puas pada pekerjaan daripada menemukan apa yang dapat memuaskan. Jelaslah penyebab ketidakpuasan harus dihilangkan, tetapi ini juga tidak cukup untuk membangkitkan motivasi, ini hanya merupakan langkah pertama. Keenam penyebab ketidakpuasan yang tersering adalah gaji yang rendah, administrasi
yang tidak efisien, pengawasan yang inkompeten, hubungan personal yang buruk, mutu kepemimpinan yang buruk dan kondisi kerja yang buruk. Diungkapkan oleh Hamzah (2008), berdasarkan pandangan beberapa konsep motivasi, terdapat tiga unsur yang merupakan kunci dari motivasi yaitu upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan. Selanjutnya unsur-unsur tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu: a. Kemampuan Kemampuan adalah trait (bawaan atau dipelajari) yang mengijinkan seseorang mengerjakan sesuatu mental atau fisik. Kemampuan adalah kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu. Ditinjau dari teori motivasi dan aplikasinya, kemampuan dapat digolongkan pada dua jenis, yaitu kemampuan fisik dan kemampuan intelektual. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan mental, tujuh dimensi yang paling sering dikutip yang membentuk pengetahuan intelektual adalah kemahiran berhitung, pemahaman verbal, kecepatan perseptual, penalaran induktif, penalaran deduktif, visualisasi ruang dan daya ingat. Pekerjaan membebankan tuntutan-tuntutan berbeda kepada pelaku untuk menggunakan kemampuan intelektual, artinya makin banyak tuntutan pemrosesan informasi dalam pekerjaan tentu semakin banyak kecerdasan dan kemampuan verbal umum yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan sukses. Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan menjalankan tugas yang menuntut stamina, ketrampilan, kekuatan dan karakteristik-karakteristik serupa.
b. Komitmen Komitmen terhadap organisasi adalah sebagai salah satu sikap dalam pekerjaan didefinisikan sebagai orientasi seseorang terhadap organisasi dalam arti kesetiaan, identifikasi dan keterlibatan. Dalam hal ini karyawan mengidentifikasi secara khusus organisasi beserta tujuannya dan berharap dapat bertahan sebagai anggota dalam organisasi tersebut. Seseorang yang memiliki komitmen terhadap suatu tujuan memiliki dorongan, intensitas, dan ketekunan untuk bekerja keras. Komitmen menciptakan keinginan untuk mencapai tujuan dan mengatasi masalah atau penghalang. c. Umpan-balik Umpan-balik menyediakan data, informasi dan fakta mengenai kemajuan dalam pencapaian tujuan. Seseorang dapat menggunakan umpan-balik untuk mengukur di mana penyesuaian dalam usaha perlu dilakukan. Tanpa umpan-balik, seseorang beroperasi tanpa pedoman atau informasi untuk membuat perbaikan sehingga tujuan tidak dapat dicapai tepat waktu dan pada tingkat yang sesuai dengan anggaran. d. Kepemimpinan Kepemimpinan
adalah
kemampuan
untuk
mempengaruhi
sesuatu
kelompok agar tercapai tujuan yang diharapkan. Keberhasilan ataupun kegagalan suatu organisasi senantiasa dikaitkan dengan pemimpinnya, baik organisasi itu berupa perusahaan, atau lembaga pemerintah, Dengan kepemimpinan seseorang mampu untuk mempengaruhi motivasi atau kompetensi individu-individu lainnya dalam suatu kelompok. Kepemimpinan mampu untuk membangkitkan
semangat
orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. e. Faktor intrinsik 1) Prestasi (Achievement) Prestasi (Achievement) artinya karyawan memperoleh kesempatan untuk mencapai hasil yang baik (banyak, berkualitas) atau berprestasi. Menurut Mc. Clelland’s, bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi itu dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. 2) Pengakuan (Recognition) Pengakuan artinya karyawan memperoleh pengakuan dari pihak perusahaan (manajer) bahwa ia adalah orang berprestasi, dikatakan baik, diberi penghargaan, pujian, di-manusia-kan dan sebagainya yang semacam.
3) Pekerjaan Itu Sendiri (The work it self) Judge dan Locke menyatakan bila seorang karyawan dalam sebuah organisasi memiliki nilai otonomi yang tinggi, kebebasan menentukan tugas-tugas dan jadwal kerja mereka sendiri. Perubahan dalam variabel ini berpengaruh secara besar pula pada kepuasan kerja. 4) Tanggung Jawab (Responsibility) Tanggung jawab adalah keterlibatan individu dalam usaha-usaha pekerjaannya dan lingkungannya, seperti ada kesempatan, ada kesanggupan dan ada penguasaan diri sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya.
5) Pengembangan Potensi Individu (Advancement) Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan memalui pendidikan dan latihan.
f. Faktor ekstrinsik
1) Kompensasi, Gaji atau Imbalan (wages salaries) Faktor yang penting untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja adalah dengan pemberian kompensasi. Kompensasi kerja dikelompokkan ke dalam kompensasi finansial dan non finansial. Kompensasi finansial di kelompokkan lagi menjadi kompensasi finansial langsung (upah, gaji, komisi dan bonus) dan tak langsung (bantuan sosial karyawan, tunjangan sosial, asuransi kesehatan, cuti, libur, ijin dan ketidakhadiran yang digaji). Sedangkan kelompok kompensasi non finansial dikelompokkan ke dalam pekerjaan (tanggung jawab, penuh tantangan, peluang, pengakuan, peluang akan adanya promosi) dan kelompok kompensasi non finansial di lingkungan pekerjaan (kebijakan yang sehat supervisi yang kompeten, rekan kerja yang menyenangkan dll). 2) Kondisi kerja (working condition) Yang dimaksud kondisi kerja adalah tidak terbatas hanya pada kondisi kerja di tempat pekerjaan masing-masing seperti kenyamanan tempat kerja, ventilasi yang cukup, penerangan, keamanan dan lain-lain. Akan tetapi kondisi
kerja yang mendukung dalam menyelesaikan tugas yaitu sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan. 3)
Kebijaksanaan
dan
Administrasi
Perusahaan
(Company
policy
and
administration) Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan atau organisasi merupakan salah satu wujud umum rencana-rencana tetap dari fungsi perencanaan (planning) dalam manajemen. Kebijaksanaan (Policy) adalah pedoman umum pembuatan keputusan. Kebijaksanaan merupakan batas bagi keputusan, menentukan apa yang dapat dibuat dan menutup apa yang tidak dapat dibuat. Dengan cara ini, kebijaksanaan menyalurkan pemikiran para anggota organisasi agar konsisten dengan tujuan organisasi. 4) Hubungan antar Pribadi (Interpersonal Relation) Hubungan (relationship) dalam organisasi banyak berkaitan dengan rentang kendali (span of control) yang diperlukan organisasi karena keterbatasan yang dimiliki manusia yang dalam hal ini adalah atasan. Rentang kendali adalah jumlah bawahan langsung yang dapat dipimpin dan dikendalikan secara efektif oleh atasan. 5) Kualitas Supervisi Supervisi adalah suatu kegiatan pembinaan, bimbingan dan pengawasan oleh pengelola program terhadap pelaksana ditingkat administrasi yang lebih rendah dalam rangka memantapkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Cara Meningkatkan Motivasi
a. Dengan teknik verbal yaitu dengan berbicara untuk membangkitkan semangat dengan pendekatan pribadi, dan dengan diskusi. b. Teknik tingkah laku (meniru, mencoba, menerapkan). c. Teknik intensif dengan cara mengambil kaidah yang ada. d. Supertisi yaitu kepercayaan akan sesuatu secara logis namun membawa keberuntungan. e. Citra/ image yaitu dengan imajinasi atau daya khayal yang tinggi maka individu termotivasi (Widayatun, 1999).
2.3 Hubungan Motivasi Kerja dengan Kinerja Perawat Penelitian oleh Anjaswani (2002) menganalisis motivasi kerja dengan tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keperawatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata pencapaian tingkat kepuasan klien terhadap asuhan keperawatan adalah 82,25% yang diperoleh dari membandingkan harapan dan kenyataan. Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian tingkat kepuasan ini belum 100% memenuhi harapan klien. Hasil penelitian ini juga mengindikasikan adanya dugaan terhadap beberapa variable kondisional yang mempengaruhi tingkat kepuasan pasien seperti motivasi kerja karyawan, system reward struktur organisasi dan sebagainya. Robayati (2003) dalam penelitiannya menyatakan tentang hubungan motivasi kerja terhadap kinerja perawat kepada pelayanan pasien adalah signifikan. Hal ini berarti mempunyai motivasi yang erat bagi pegawai terhadap sikap pelayanan yang diberikan.