BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen
2.1.1
Pengertian Manajemen Manajemen mempunyai arti yang sangat luas, dapat berarti proses, seni,
maupun ilmu. Dikatakan proses karena dalam manajemen terdapat beberapa tahapan untuk mencapai tujuan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Dikatakan seni karena manajemen merupakan suatu cara atau alat untuk seorang manajer dalam mencapai tujuan. Dimana penerapan dan penggunanya tergantung pada masing-masing manajer yang mempunyai cara dan gaya tersendiri, dalam mencapai tujuan perusahaan yang sebagian besar dipengaruhi oleh kondisi dan pembawaan manajer. Dikatakan ilmu karena manajemen dapat dipelajari dan dikaji kebenarannya. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urusan dan fungsifungsi manajemen itu. Jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan perlu dilakukan proses pengaturan semua unsur-unsur manajemen yang terdiri dari man, money, method, materials, machines dan market (6M). Dalam hal ini yang dapat mengatur adalah pemimpin dengan wewenang kepemimpinannya melalui intruksi atau persuasi sehingga 6M dan semua proses manajemen tertuju serta terarah kepada tujuan yang optimal. Dan pengaturan
15
16
tersebut hanya dapat dilakukan dalam suatu organisasi (wadah/tempat) karena dalam wadah inilah tempat kerjasama, proses manajemen, pembagian kerja, pendelegasian wewenang, koordinasi, integrasi dilakukan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Manajemen dan organisasi hanya merupakan “alat/wadah” yang perlu diatur sebaik-baiknya. Karena jika manajemen dan organisasi ini baik, maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindar dari semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian manajemen, penulis menguntip beberapa definisi yang terdapat pada salah satu buku sebagai berikut: Daft (2002 : 8), menyatakan bahwa : “Manajemen adalah pencapaian sasaran-sasaran organisasi dengan cara efektif dan efisien melalui perencanaan pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian sumber daya organisasi.” Hasibuan (2000 : 2), menyatakan bahwa : “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.” Plunket dkk. (2005 : 5), menyatakan bahwa : “Manajemen merupakan satu atau lebih manajer yg secara individu maupun bersama-sama menyusun dan mencapai tujuan organisasi dgn melakukan fungsi-fungsi terkait (perencanaan pengorganisasian penyusunan staf pengarahan dan pengawasan) dan mengkoordinasi berbagai sumber daya (informasi material uang dan orang).”
17
Dari berbagai definisi tentang manajemen di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. 2.1.2
Bidang-Bidang Manajemen Unsur-unsur manajemen (tools of management) yang terdiri dari man,
money, method, materials, machines dan market (6M) telah berkembang menjadi bidang manajemen yang mempelajari lebih mendalam perannya dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Bidang-bidang manajemen dikenal atas: 1. Manajemen Sumber Daya Manusia (unsur Man) 2. Manajemen Keuangan (unsur Money) 3. Manajemen Operasional (unsur Materials dan Machines) 4. Manajemen Pemasaran (unsur Market) 5. Manajemen Strategi (unsur Method)
2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Unsur Man (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu
manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia yang merupakan terjemahan dari man power management. Manusia selalu berperan aktif dalam setiap organisasi, karena manusia menjadi perancang pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan ini
18
tidak mungkin tanpa peran aktif karyawan karena bagaimanpun canggihnya alatalat yang dimiliki tidak ada artinya bagi perusahaan. Dalam mengatur karyawan sangat kuat dan kompleks karena mereka mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan, latar belakangnya heterogen yang dibawa kedalam organisasi. Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya seperti halnya mengatur mesin-mesin, modal dan lainnya. Agar pengertian manajemen sumber daya manusia ini lebih jelas, diawah ini dirumuskan dan dikutip definisi yang dikembangkan oleh beberapa ahli manajemen. Menurut Hasibuan (2001 : 10) : “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.” Kemudian menurut Mangkunegara (2002:2) memberikan definisi bahwa : “Manajemen sumber daya manusia merupaka suatu perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengaduan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintregasian, pemeliharaan dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi.”
2.2.2
Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2007 : 21) fungsi-fungsi manajemen sumber daya
manusia meliputi fungsi manajerial, yaitu: 1. Perencanaan Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian meliputi
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian,
pengadaan,
19
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisplinan dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya secara efektif. 3. Pengarahan Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerjasama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan diakukan pemimpin dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan tugasnya dengan baik. 4. Pengendalian Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai rencana. Apabila terdapat kesalahan atau penyimpangan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan.
20
2.3
Kepemimpinan
2.3.1
Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan kemampuan menggerakkan atau memotivasi
anggota organisasi agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan terarah pada pencapaian tujuannya. Tujuan itu mungkin saja sesuatu yang dirumuskan dan disepakati bersama, tetapi tidak mustahil pula merupakan kehendak pemimpin yang terintegrasi atau bersifat implisit di dalamnya. Hal ini merupakan faktor manusiawi yang mengikat sebagai suatu kelompok bersama dan memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengambilan keputusan merupakan sebuah kepompong yang tidur (tidak aktif) sampai pimpinan bertindak untuk menghidupkan motivasi dalam setiap orang dan mengarahkan mereka mencapai tujuan. Menurut Wahjosumidjo (2005 : 17) kepemimpinan di terjemahkan kedalam istilah sifat- sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, polapola, interaksi, hubungan kerja sama antarperan, kedudukan dari satu jabatan administratif, dan persuasif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh. Menurut Miftah Thoha (2010 : 9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain, atau seni memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan yang efektif harus memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua orang yang dipimpin dalam pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin yang efektif akan selalu berusaha agar kehendaknya diterima dan
21
dirasakan oleh seluruh anggota kelompok sebagai kehendaknya juga. Tanpa kepemimpinan atau bimbingan, maka hubungan antara tujuan perseorangan dan tujuan organisasi menjadi renggang (lemah). Keadaan ini menimbulkan situasi dimana perseorangan bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaransasarannya. Diantara pendapat-pendapat tentang pengertian kepemimpinan adalah sebagai berikut : Menurut Kartini Kartono (2003 : 48) mengemukakan kepemimpinan sebagai berikut: “Kepemimpinan itu sifatnya spesifik, khas, diperlukan bagi situasi khusus. Sebab dalam satu kelompok yang melakukan aktivitas aktivitas tertentu, dan punya tujuan serta peralatan khusus, pemimpin kelompok dengan ciriciri karakteristiknya itu merupakan fungsi dari situasi khusus tadi. Jelasnya sifat-sifat utama dari pemimpin dan kepemimpinannya harus sesuai dan bisa diterima oleh kelompoknya, juga bersangkutan, serta cocok-pas dengan situasi dan zamannya.” Dari pendapat di atas dapat disimpulkan kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahan dengan karakteristik tententu sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor keberhasilan seorang pemimpin salah satunya tergantung dengan teknik kepemimpinan yang dilakukan dalam menciptakan situasi sehingga menyebabkan orang yang dipimpinnya timbul kesadarannya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki. Dengan kata lain, efektif atau tidaknya seorang pemimpin tergantung dari bagaimana kemampuannya dalam mengelola dan menerapkan pola kepemimpinannya sesuai dengan situasi dan kondisi organisasi tersebut.
22
Kepemimpinan merupakan bagian penting dalam organisasi maupun perusahaan dimana organisasi tersebut tersusun atas dasar pembagian fungsifungsi yang berbeda yang harus dilaksanakan. Adanya perbedaan peranan atau tugas bagi tiap individu dalam organisasi merupakan penentu adanya kepemimpinan. Adanya berbagai peranan dan tugas mengakibatkan perlunya pengaturan dan koordinasi yang dilakukan oleh pemimpin. Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian. Oleh karena itu, pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau pribadi dengan faktor situasi. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pemimpin adalah pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khusus dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat mempengaruhi kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tujuan.
2.3.2
Gaya Kepemimpinan Seorang pemimpin organisasi dapat melakukan berbagai cara dalam
kegiatan mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya. Kebanyakan orang menganggap gaya kepemimpinan merupakan tipe kepemimpinan. Hal ini antara lain dinyatakan oleh Siagian (2003) bahwa gaya kepemimpinan seseorang adalah identik dengan tipe kepemimpinan orang yang
23
bersangkutan. Artinya, untuk kepentingan pembahasan, istilah tipe dan gaya kepemimpinan dipandang sebagai sinonim. Secara relatif ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis dan laissezfaire, yang semuanya mempunyai kelemahan-kelemahan dan kelebihan. Ada tiga macam gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu otokratis, demokratis, laissez-faire. Kebanyakan manajer menggunakan ketiganya pada suatu waktu, tetapi gaya yang paling sering digunakan akan dapat dipakai untuk membedakan seorang manajer sebagai pemimpin yang otokratis, demokratis, atau laissez-faire. Menurut White dan Lippit yang dikutip oleh Reksohadiprodjo dan Handoko (2003 : 298), mengemukakan tiga tipe kepemimpinan, antara lain: 1. Gaya Kepemimpinan Otokratis Dalam gaya otokratis, pengambilan keputusan adalah hak prerogatif dari pemimpin. Semuanya langsung dilakukan ditentukan oleh pemimpin itu sendiri, tanpa masukan dari siapapun. a. Semua penentuan kebijaksanaan dilakukan oleh pemimpin. b. Teknik-teknik dan langkah-langkah diatur oleh atasan setiap waktu, sehingga langkah-langkah yang akan datang selalu tidak pasti untuk tingkat yang luas. c. Pemimpin biasanya mendikte tugas kerja bagian dan kerja bersama setiap anggota. d. Pemimpin cenderung menjadi “pribadi” dalam pujian dan kecamannya terhadap kerja setiap anggota, mengambil jarak dari partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukan keahliannya.
24
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis Gaya demokratis mengarah ke pengembangan kepercayaan dan loyalitas para bawahan kepada pimpinan, karena pemimpin membawa mereka ke dalam pertimbangan penuh, menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dan mengambil masukan mereka, sebelum tiba pada suatu keputusan. Gaya demokratis bekerja dengan sangat baik dimana pemimpin baru saja bergabung dalam organisasi. a. Semua kebijaksanaan terjadi pada kelompok diskusi dan keputusan diambil dengan dorongan dan bantuan dari kelompok. b. Kegiatan-kegiatan didiskusikan, langkah-langkah umum untuk tujuan kelompok dibuat dan bila dibutuhkan petunjuk-petunjuk teknis, pemimpin menyarankan dua atau lebih alternatif produser yang dapat dipilih. c. Para anggota bebas bekerja dengan siapa saja yang mereka pilih dan pembagian tugas ditentukan oleh kelompok. d. Pemimpin yang obyektif atau “fack-mainded” dalam pujian dan kecamannya dan mencoba menjadi seorang anggota kelompok biasa dalam jiwa dan semangat tanpa melakukan banyak pekerjaan. 3.
Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire Dalam hal ini, para bawahan diberikan kebebasan mutlak oleh pemimpin untuk
menentukan
tujuan
mereka
sendiri
dan
cara-cara
untuk
mencapainya. Gaya ini sedikit didasarkan pada prinsip interfensi. Hal ini
25
dapat menjadi sukses besar jika bawahan berpengalaman dan terampil, namun bisa menjadi boomerang jika mereka tidak dapat percaya. a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan partisipasi dari pemimpin. b. Bahan-bahan yang bermacam-macam disediakan oleh pemimpin yang membuat orang selalu siap bila dia akan memberikan informasi pada saat ditanya. Dia tidak mengambil bagian dalam diskusi kerja. c. Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan tugas.
Penerapan
gaya
kepemimpinan
laissez-faire
dapat
mendatangkan keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja menurut selera masingmasing. Dalam situasi tenang dan dalam menghadapi masalah-masalah yang memerlukan pemikiran bersama antara pimpinan dan bawahan, dengan sendirinya akan dipergunakan tipe kepemimpinan demokrasi. Sebaliknya dalam situasi darurat dimana diperlukan langkah-langkah yang cepat dengan sendirinya akan menuntut dilaksanakannya kepemimpinan otokrasi. Jadi kadang-kadang suatu saat pemimpin memberikan pengarahan atau perintah yang kokoh. Tetapi pada saat yang lain memberikan saran. Oleh karena itu tidak ada tipe atau gaya kepemimpinan yang lebih baik, semua tergantung pada situasi dan lingkungannya.
26
Rozenweig menyatakan bahwa: Tidak ada satu jalan terbaik untuk pemimpin, itu semua tergantung pada pemimpin, pengikut dan dinamika kelompok. Menurut Rivai (2008), untuk menentukan gaya kepemimpinan yang efektif dalam menghadapi keadaan tertentu, maka perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsur, yaitu: diri pemimpin, bawahan dan situasi secara menyeluruh. Mengenai tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam merealisasikan kepemimpinan yang efektif adalah: 1.
Kekuatan diri pemimpin adalah kondisi diri seorang pemimpin yang mendukung dalam melaksanakan kepemimpinannya, seperti latar belakang pendidikan, pribadi, pengalaman dan nilai-nilai dalam pandangan hidup yang dihayati dan diamalkannya (dipedomani dalam berfikir, merasakan, bersikap dan berperilaku).
2.
Kekuatan anggota organisasi sebagai bawahan adalah kondisi diri anggota organisasi sebagai bawahan yang pada umumnya mendukung pelaksanaan kepemimpinan seorang pemimpin sebagai atasan, seperti pendidikan atau pengalaman, motivasi kerja atau berprestasi dan tanggung jawab dalam bekerja.
3.
Kekuatan situasi adalah situasi dalam interaksi antara pemimpin dengan anggota organisasi sebagai bawahan seperti suasana atau iklim kerja, suasana, organisasi secara keseluruhan.
27
2.3.3
Sifat-sifat Kepemimpinan Menurut George R. Terry yang dikutip pada Kartini Kartono
menuliskan sepuluh sifat pemimpin yang unggul, yaitu: 1. Kekuatan Kekuatan badaniah dan alamiah merupakan syarat pokok bagi pemimpin yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak teratur, dan di tengah-tengah situasi yang sering tidak menentu. 2. Stabilitas Emosi Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil. Artinya dia tidak mudah marah, tersinggung perasaan, dan tidak meledak-ledak secara emosional. 3. Kejujuran Pemimpin yang baik itu harus memiliki kejujuran yang tinggi yaitu jujur ada diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya). Dia selalu menepati janji, tidak munafik, dapat dipercaya, dan berlaku adil terhadap semua orang. 4. Obyektif Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya obyektif (tidak subyektif, berdasar prasangka sendiri). Dia akan mencari bukti-bukti nyata sebab setiap kejadian, dan memberikan alasan yang rasional atas penolakannya.
28
5. Keterampilan Berkomunikasi Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang lain, mudah memahami maksud para anggotanya. 6. Kecakapan Teknis atau Kecakapan Manajerial Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran teknis tertentu. Juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuar rencana, mengelola, menganalisa keadaan, membuat keputusan, mengarahkan, mengontrol, dan memperbaiki situasi yang tidak mapan. Tujuan semua ini ialah tercapainya efektivitas kerja, keuntungan maksimal, dan kebahagiaan anggota sebanyak-banyaknya.
2.4
Produktivitas Filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak peradaban umat
manusia karena makna produktivitas adalah keinginan (the will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan di segala bidang. Menurut Encyclopedia Britanika yang dikutip Dr. Sedarmayanti, M.Pd. dalam buku Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja (2001:56), disebutkan bahwa “Produktivitas dalam ekonomi berarti rasio dari hasil yang dicapai dengan pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan sesuatu.”
29
Menurut Mali, yang dikutip Sedarmayanti, dalam bukunya Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja (2001 : 57), menyatakan bahwa: “Produktivitas adalah bagaimana menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi-tinggi mungkin dengan memanfaatkan sumber daya secara efisien.” Dengan kata lain dikatakan bahwa pengertian produktivitas memiliki dua dimensi yakni, efektivitas dan efisiensi. Dimensi pertama dikaitkan dengan penempatan untuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan upaya kualitas, kuantitas dan waktu. Sedangkan dimensi kedua berkaitan
dengan
upaya
membandingkan
masukan
dengan
realisasi
penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Penjelasan tersebut menjelaskan produktivitas secara total atau secara keseluruhan, artinya keluaran yang dihasilkan dan diperoleh dari keseluruhan masukan yang ada dalam organisasi. Masukan tersebut lazim dinamakan sebagai faktor produksi. Keluaran yang dihasilkan dan diperoleh dari masukan yang melakukan proses kegiatan yang bentuknya dapat produk atau jasa. Masukan atau faktor produksi dapat berupa tenaga kerja, kapital bahkan teknologi dan energi. Salah satu masukan seperti tenaga kerja, dapat menghasilkan keluaran yang dikenal dengan produktivitas individu, yang dapat juga disebut sebagai produktivitas parsial. Efisiensi, merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana. Apabila masukan sebenarnya digunakan semakin besar
30
penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin kecil masukan yang dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi. Pengertian efisiensi disini lebih berorientasi kepada masukan, sedangkan masalah keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama. Efektivitas, merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat. Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah dipenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan. Konsep ini hanya dapat berorientasi kepada masukan, keluaran atau keduanya. Disamping kualitas juga berkaitan dengan proses produksi yang akan berpengaruh pada kualitas hasil yang dicapai serta keseluruhan. Produktivitas individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian untuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu. Manfaat peningkatan produktivitas pada tingkat individu dapat dilihat dari : 1. Meningkatnya pendapatan (income) dan jaminan sosial lainnya. Hal tersebut akan memperbesar kemampuan (daya) untuk membeli barang atau jasa ataupun keperluan sehari-hari, sehingga kesejahteraan akan lebih baik. Dari segi lain, meningkatnya pendapatan tersebut dapat disimpan yang nantinya bermanfaat untuk berinvestasi.
31
2. Meningkatnya hasrat dan martabat serta pengakuan terhadap potensi individu. 3. Meningkatnya motivasi kerja dan keinginan berprestasi. Masalah peningkatan produktivitas merupakan tujuan dan perhatian utama dari setiap organisasi, baik organisasi sosial maupun lembaga pendidikan. Oleh karena itu, salah satu usaha yang konkrit dan terarah serta terpadu yang dilaksanakan secara konsisten dan berkesinambungan untuk mendorong
peningkatan
produktivitas
kerja
adalah
peningkatan
pendidikan dan pelatihan agar mampu mengembangkan tugas / pekerjaan dengan sebaik-baiknya. 2.4.1
Pengertian Produktivitas Kerja Sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan
ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Hal ini dapat diwujudkan dengan cara kerja yang lebih baik atau adanya suatu peningkatan. Pandangan demikian akan membuat orang berusaha mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan kehidupan-kehidupannya, sehingga ia akan menjadi kreatif, dinamis dan kritis terhadap ide-ide baru dan perubahanperubahan. Produktivitas kerja bukan semata-mata ditujukan untuk mendapatkan hasil kerja sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas untuk kerja juga penting diperhatikan. Produktivitas individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaannya. Beberapa pengertian produktivitas kerja akan dibahas sebagai berikut :
32
Menurut Revianto J. (2003 : 3), mengemukakan bahwa: “Produktivitas kerja pada dasarnya mengandung pengertian sikap moral yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini.” Menurut Siagian (2002), mengemukakan bahwa: “Produktivitas kerja adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini.”
Dilihat dari segi psikologi menurut Sedarmayanti (2001 : 66) produktivitas adalah suatu tingkah laku memang bisa lain kalau dilihat dari sudut pandang ilmu lain karena perbedaan ilmu juga bisa didasarkan atas perbedaan objek kajian. Itu berarti kalau kita berbicara tentang produkivitas tidak lain berbicara mengenai tingkah laku manusia atau individu, yaitu tingkah laku produktivitasnya lebih khusus lagi di bidang kerja atau organisasi kerja. Kalau makna pekerjaan adalah
posesif,
diharapkan
seorang
karyawan
akan
produktif.
Untuk
meningkatkan tenaga kerja karyawan yang penting adalah adanya kecocokan makna kerja karyawan dengan perlakuan perusahaan terhadapnya. 2.4.2
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja. Dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja karyawan di suatu
perusahaan perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawan baik yang berhubungan dengan tenaga kerja itu sendiri maupun faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijakan pemerintah secara keseluruhan.
33
Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Daerah yang dikutip Sedarmayanti (2001 : 71) dalam bukunya “Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja”. Ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas kerja adalah: 1. Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran, dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam satu tim. 2. Tingkat keterampilan, yang di tentukan oleh pendidikan, latihan dalam manajemen dan supervisi serta keterampilan dalam teknik industri. 3. Hubungan tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas, untuk meningkatkan pengawasan mutu (quality control circles) dan panitia mengenai kinerja unggul. 4. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efisien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas. 5. Efisien tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas. 6. Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha dan berada pada jalur yang benar dalam berusaha. Disamping hal tersebut, terdapat pula berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, diantaranya adalah: 1. Sikap mental, berupa: a. Motivasi kerja b. Disiplin kerja c. Etika kerja
34
2. Pendidikan Pada umumnya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti penting produktivitas. Pendidikan disini dapat berarti pendidikan formal maupun non formal. Tingginya kesadaran akan pentingnya produktivitas dapat pegawai yang bersangkutan melakukan tindakan yang produktif. 3. Keterampilan Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik, pegawai akan menjadi lebih terampil apabila mempunyai kecakapan dan pengalaman yang cukup. 4. Manajemen Pengertian manajemen disini dapat berkaitkan dengan sistem yang diterapkan oleh pemimpin untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan bawahannya. Apabila manajemennya tepat maka akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga akan mendorong pegawai untuk melakukan tindakan yang produktif. 5. Tingkat penghasilan Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.
35
6. Gizi dan kesehatan Apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan berbadan sehat maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila mempunyai semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan produktivitas kerjanya. 7. Jaminan sosial Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepala pegawainya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka akan menimbulkan kesenangan kerja, sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja. 8. Lingkungan dan iklim kerja Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong pegawai agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju ke arah peningkatan produktivitas. 9. Kesempatan berprestasi Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karir atau pengembangan potensi pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.
36
10. Sarana produksi Mutu sarana produksi sangat berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai. 11. Teknologi Apabila teknologi yang dipakai tepat dan tingkatannya maka akan memungkinkan: 1. Tepat waktu dalam penyelesaian produksi 2. Jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu 3. Memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa Dengan memperhatikan hal termaksud, maka penerapan teknologi dapat mendukung peningkatan produktivitas.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor manajemen sangat berperan dalam meningkatkan produktivitas kerja baik secara langsung melalui perbaikan organisasi dan tata prosedur untuk memperkecil pemborosan, maupun secara tidak langsung melalui penciptaan jaminan kesempatan bagi pegawai untuk berkembang, penyediaan fasilitas dan perbaikan penghasilan serta pemberian jaminan sosial.
37
2.4.3
Indikator-indikator Produktivitas Kerja Indikator-indikator prduktivitas menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian,
M.P.A (2009), dalam bukunya “Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja” adalah: 1. Kedisplinan Kerja Karyawan Dimana karyawan secara sadar dan rela mau mentaati dan melaksanakan seluruh norma-norma moral dan etika, keberadaan di tempat tugas sesuai dengan jam kerja yang berlaku, kesediaan bekerja lembur apabila diminta, kewajiban lapor pada atasan apabila seorang terpaksa mangkir atau sakit, termasuk kedisplinan dalam berpakaian. 2. Peningkatan Prestasi Karyawan Dalam hal ini karyawan selalu berusaha untuk meningkatkan prestasinya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 3. Tanggung Jawab Karyawan Dalam melaksanakan tugasnya, karyawan tidak menunda-nunda pekerjaan melainkan termotivasi untuk dapat bekerja dengan lebih baik. 2.5
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Seperti kita ketahui bahwa gaya kepemimpinan merupakan suatu prinsip
dimana seseorang mempengaruhi orang lain atau suatu kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Setiap pemimpin mempunyai gaya kepemimpinan sendiri, seorang pemimpin yang baik, sangat bergantung pada kemampuan pemimpin tersebut dalam menyesuaikan gaya kepemimpinannya pada situasi kerja yang dihadapinya.
38
Tannanbaum dan Schimdt yang dikutip Gibson (2001 : 285), mengatakan bahwa: “Manajer yang baik adalah orang yang dapat memelihara keseimbangan yang tinggi dalam menilai secara tepat kekuatan yang menentukan perilakunya paling cocok bagi waktu tertentu dan benar-benar mampu bertindak demikian.” Keberhasilan perusahaan pada dasarnya ditopang oleh kepemimpinan yang efektif, dimana dengan kepemimpinannya itu dapat mempengaruhi bawahannya untuk membangkitkan motivasi kerja mereka agar berprestasi terhadap tujuan bersama. Dengan mengerti dan mengetahui hal-hal yang dapat membangkitkan motivasi dalam diri seseorang yang merupakan kunci untuk mengatur orang lain. Tugas pemimpin adalah mengidentifikasikan dan memotivasi karyawan agar dapat berprestasi dengan baik yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas perusahaan. Dari
uraian
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
pengaruh
gaya
kepemimpinan terhadap peningkatan produktivitas kerja menurut persepsi karyawan, dengan hipotesa: “Apabila gaya kepemimpinan diterapkan sesuai dengan harapan karyawan, maka produktivitas kerja karyawan akan meningkat”.