BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Earnings Management 2.1.1.1. Pengertian Earnings Management Beberapa definisi manajemen laba menurut beberapa ahli dalam Sulistyanto (2008: 48-50), yaitu sebagai berikut: 1) Davidson, Stickney, dan Weil (1987) Manajemen laba merupakan proses untuk mengambil langkah tertentu yang disengaja dalam batas-batas prinsip akuntansi berterima umum untuk menghasilkan tingkat yang diinginkan dari laba yang dilaporkan. 2) Schipper (1989) Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi (pihak yang tidak setuju mengatakan ini hanyalah upaya untuk memfasilitasi operasi yang tidak memihak dari sebuah proses). 3) National Association of Fraud Examiners (1993) Manajemen laba adalah kesalahan yang disengaja dalam membuat laporan keuangan mengenai fakta material atau data akuntansi sehingga menyesatkan ketika semua informasi itu dipakai untuk membuat pertimbangan yang akhirnya akan menyebabkan orang yang membacanya akan mengganti atau mengubah pendapat atau keputusannya.
11 Universitas Sumatera Utara
4) Fisher dan Rosenzweig (1995) Manajemen laba adalah tindakan-tindakan manajer untuk menaikkan atau menurunkan laba periode berjalan dari sebuah perusahaan yang dikelolanya tanpa menyebabkan kenaikan atau penurunan keuntungan ekonomi perusahaan jangka panjang. 5) Lewitt (1998) Manajemen laba adalah fleksibilitas akuntansi untuk meyetarafkan diri dengan inovasi bisnis. Penyalahgunaan laba ketika publik memanfaatkan hasilnya. Penipuan mengaburkan volatilitas keuangan sesungguhnya. Itu semua untuk menutupi konsekuensi dari keputusan-keputusan manajer. 6) Healy dan Wahlen (1999) Manajemen laba muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan dan mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan untuk menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Walaupun menggunakan terminologi yang berbeda, definisi-definisi itu mempunyai benang merah yang menghubungkan satu definisi dengan definisi lainnya, yaitu menyepakati bahwa manajemen laba merupakan aktivitas manajerial untuk mempengaruhi dan mengintervensi laporan keuangan. Sulistyanto (2008: 51) menjelaskan bahwa apa yang dilakukan manajer tersebut bisa diterima atau akan tetap diakui, sejauh yang dilakukan manajer masih dalam ruang lingkup prinsip akuntansi berterima umum. Dengan kata lain,
12 Universitas Sumatera Utara
apabila manajemen laba yang dilakukan oleh seorang manajer merupakan permainan memilih metode dan standar akuntansi yang sesuai dengan kebutuhannya dan diungkapkan secara jelas dalam laporan keuangan, maka tindakan ini tidak dikategorikan sebagai kecurangan. Menurut Scott (2003: 369), earnings management is the choice by a manajer of accounting policies so as to achieve some specific objective. (Manajemen laba merupakan suatu tindakan manajer yang memilih kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan akrual dalam menyusun laporan keuangan). Scott membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif
efficient
contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Manajemen laba merupakan tindakan manajer dalam menentukan laba sedemikian rupa dengan mempermainkan pos-pos pendapatan dan biaya dalam laporan laba-rugi baik melalui pemanfaatan pemilihan alternatif metode maupun melalui operasi (Azlina, 2010). Anggraeni (2013) menyatakan bahwa manajemen
13 Universitas Sumatera Utara
laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa. Tindakan manajemen laba yang memanipulasi laporan keuangan memiliki maksud untuk meningkatkan kesejahteraannya secara personal maupun untuk meningkatkan nilai bagi perusahaan. Isu-isu dalam manajemen laba menurut Belkaoui (2007: 206-210), antara lain sebagai berikut: 1. Manajemen laba yang bertujuan untuk memenuhi harapan dari analisis keuangan atau manajemen (yang diwakili oleh peramalan laba dari publik). 2. Manajemen laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga jangka pendek dengan berbagai cara. 3. Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi yang asimetris suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang diketahui manajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan. 4. Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan yang fleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan pembagian aturan diantara pemegang kepentingan. 5. Strategi perusahaan bagi manajemen laba mengikuti satu atau lebih dari tiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam GAAP/ Generally Accepted Accounting Principle, bergantung pada perkiraan subjektif dan
14 Universitas Sumatera Utara
pilihan aplikasi yang ada dalam opsi. Dan menggunakan akuisisi serta disposisi aktiva dan waktu untuk melaporkannya). 6. Manajemen laba merupakan suatu hasil usaha untuk melewati ambang batas. 7. Manajemen laba dapat berasal dari pemenuhan perjanjian dari kontrak kompensasi implisit. 8. Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni aturan industri spesifik dan aturan antitrust. 9. Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada revisi ramalan negatif. Menurut Watts dan Zimmerman dalam Sulistyanto (2008: 44-46) ada beberapa faktor yang mendorong manajer melakukan praktik manajemen laba, yaitu: 1. Perencanaan Bonus Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara
oportunistik
untuk
melakukan earnings management dengan
memaksimalkan laba saat ini. 2. Motif Politik Earnings management digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat. 3. Motif Pajak
15 Universitas Sumatera Utara
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earnings management yang paling
nyata.
Berbagai
metode
akuntansi
digunakan
dengan
tujuan
penghematan pajak pendapatan. 4. Pergantian CEO CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka dan jika kinerja perusahaan buruk akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan. 5. IPO (Initial Public Offering) Informasi mengenai laba menjadi sinyal atas nilai perusahaan pada perusahaan yang akan melakukan IPO. Hal ini berakibat bahwa manajer perusahaan yang akan go public melakukan earnings management menaikkan harga saham perusahaan. 6. Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik. Secara umum, terdapat lima teknik manajemen laba menurut Wolk, Dodd, dan Tearney dalam Sulistiawan (2011:43-51), yaitu: 1. Mengubah Metode Akuntansi Metode akuntansi merupakan pilihan-pilihan yang disediakan oleh standar akuntansi dalam menilai aset perusahaan. Pemilihan atas metode akuntansi tertentu akan memberikan outcome yang berbeda, baik bagi manajemen, pemilik,
maupun
pemerintah
yang
berdampak
menimbulkan
konflik
16 Universitas Sumatera Utara
kepentingan di antara ketiganya. Namun, pemilihan metode akuntansi tertentu yang dilakukan oleh manajer atau pengelola perusahaan merupakan salah satu bentuk maksimalisasi nilai perusahaan menurut perspektifnya masing-masing, sejalan pemilihan tersebut sejalan dengan rambu-rambu yang sudah diatur. 2. Membuat Estimasi Akuntansi Teknik ini dilakukan dengan tujuan memengaruhi laba akuntansi melalui kebijakan dalam membuat estimasi akuntansi. Cara untuk mendapatkan tambahan atau pengurangan laba adalah mengubah estimasi akuntansi. Perubahan estimasi akuntansi ini disesuaikan dengan kebutuhan penyajian laporan keuangan. Jika mengharapkan kenaikan laba, perusahaan dapat mengubah estimasi aset tetap atau aset tidak berwujudnya menjadi lebih panjang. Hasilnya, laba menjadi lebih tinggi karena biaya penyusutan menurun. 3. Mengubah Periode Pengakuan Pendapatan dan Biaya Teknik ini dilakukan untuk mempercepat atau menunda pengakuan pendapatan dan biaya dengan cara menggeser biaya dan pendapatan ke periode berikutnya agar memperoleh laba maksimum. Teknik ini biasanya dilakukan pada perusahaan yang melakukan IPO. Manajer akan mempercepat pengakuan pendapatan periode mendatang dengan melaporkannya ke periode tahun berjalan agar kinerja perusahaan pada tahun berjalan menjelang IPO terlihat baik, atau menunjukkan laba maksimal. 4. Mereklasifikasi Akun Teknik ini dilakukan dengan memindahkan posisi akun dari satu tempat ke tempat lainnya. Jadi, sebenarnya laporan keuangan yang disajikan sudah sama,
17 Universitas Sumatera Utara
tetapi karena kelihaian penyajinya, laporan keuangan ini bisa memberikan dampak interpretasi yang berbeda bagi penggunanya. Implikasi dari teknik ini berdampak pada terjadinya kesalahan interpretasi laporan keuangan oleh pengguna, terutama yang tidak memiliki pengetahuan akuntansi. Meskipun laba rugi memberikan informasi lengkap, sampai saat ini banyak pengguna laporan keuangan cenderung hanya membaca bagian laba bersihnya. 5. Mereklasifikasi Akrual Diskresioner dan Akrual Nondisresioner Akrual diskresioner adalah akrual yang dapat berubah sesuai dengan kebijakan manajemen, seperti pertimbangan tentang umur ekonomis aset tetap atau pertimbangan pemilihan metode depresiasi. Akrual nondiskresioner adalah akrual yang dapat berubah bukan karena kebijakan atau pertimbangan pihak manajemen, seperti perubahan piutang yang besar karena adanya tambahan penjualan yang signifikan. Pola manajemen laba menurut Scott (2003: 383-384) dapat dilakukan dengan cara: a. Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang. Manajemen laba dilakukan untuk mentransfer kemakmuran dirinya dengan kebijakan akuntansi, bukan melalui keputusan operasi. b. Income Minimization
18 Universitas Sumatera Utara
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. c. Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas
income maximization
bertujuan untuk memperoleh laba yang lebih besar. Laporan yang menujukkan laba yang besar akan menyebabkan meningkatnya bonus/ kompensasi yang diperoleh oleh manajer. Pola seperti ini mungkin akan dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. d. Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil. 2.1.2 Perataan Laba (Income Smoothing) Perhatian pengguna laporan keuangan yang seringkali hanya berfokus pada informasi laba, mendorong manajemen melakukan disfunctional behavior berupa praktik perataan laba. Tindakan perataan laba merupakan tindakan yang umum/rasional. Beidleman dalam Belkaoui (2007: 192) mendefinisikan perataan laba sebagai pengurangan atau fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat ini dianggap normal oleh perusahaan. Dengan pengertian ini, perataan mencerminkan suatu usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsipprinsip akuntansi dan manajemen yang baik. 19 Universitas Sumatera Utara
Alasan manajemen melakukan perataan laba, antara lain: 1. Rekayasa untuk mengurangi laba dan menaikkan biaya pada periode berjalan dapat mengurangi hutang pajak. 2. Tindakan perataan laba dapat meningkatkan kepercayaan investor, karena mendukung kestabilan penghasilan dan
kebijakan deviden sesuai dengan
keinginan. 3. Tindakan perataan laba dapat mempererat hubungan antara manajer dan karyawan, karena dapat menghindari permintaan kenaikan upah/gaji oleh karyawan/pekerja. 4. Tindakan perataan laba memiliki dampak psikologis pada perekonomian, dimana kemajuan dan kemunduran dapat dibandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat ditekan. Menurut Ronen dan Sadan dalam Jatiningrum (2000), perataan laba dapat dilakukan dalam 3 cara, yaitu: a. Manajemen dapat menetapkan waktu terjadinya peristiwa tertentu, untuk mengurangi perbedaan laba yang dilaporkan. Jadi alternatifnya, manajemen juga dapat menentukan waktu pengakuan beberapa peristiwa. b. Manajemen dapat mengalokasikan pendapatan dan beban tertentu pada periode akuntansi yang berbeda. c. Manajemen dengan kebijaksanaannya mengelompokkan item laba tertentu ke dalam kategori yang berbeda ( misalnya, antara item/pos biasa dan item/pos luar basa)
20 Universitas Sumatera Utara
Perataan laba merupakan perilaku yang rasional didasarkan pada asumsi dalam positive accounting theory bahwa agent (dalam hal ini manajemen) adalah individu yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya. Konsisten dengan asumsi tersebut, maka motivasi yang mempengaruhi pilihan manajer atas kebijakan tertentu adalah memaksimumkan kepentingannya. Perataan laba dapat diakibatkan oleh : 1. Natural smoothing (perataan yang alami): yang menyatakan bahwa proses laba secara inheren menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Contohnya, public utilities. 2. Intentional smoothing
(perataan yang disengaja): biasanya dihubungkan
dengan tindakan manajemen. Dapat dikatakan bahwa intentional smoothing berkenaan dengan situasi dimana rangkaian yang dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Intentional smoothing dapat diklasifkikasikan menjadi: a. Real smoothing: merupakan usaha yang diambil manajemen dalam merespon perubahan kondisi ekonomi. Dapat juga berarti suatu transaksi yang sesungguhnya untuk dilakukan atau tidak dilakukan berdasarkan pengaruh perataannya pada laba. Perataan ini menyangkut pemilihan waktu kejadian transaksi riil untuk mencapai sasaran perataan. b. Artificial smoothing: merupakan suatu usaha yang disengaja untuk mengurangi variabilitas aliran laba secara artificial. Perataan laba ini menerapkan prosedur akuntansi untuk memindahkan biaya dan/atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Dengan kata lain, artificial smoothing
dicapai dengan menggunakan kebebasan memilih
21 Universitas Sumatera Utara
prosedur akuntansi yang memperbolehkan pengubahan cost dan/atau revenue dari satu periode akuntansi ke periode yang lainnya. 2.1.3 Teori Keagenan Timbulnya praktek manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara
penyedia modal
(prinsipal) dan para agen (Sugiarto, 2009: 53). Hubungan keagenan timbul pada saat seorang atau lebih individu yang disebut sebagai principal menggaji individu lain yang disebut sebagai agent untuk memberikan jasa kepadanya, kemudian mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Di dalam konteks manajemen keuangan, hubungan keagenan tersebut terutama antara: (1) pemegang saham dengan manajer, (2) manajer dengan debitur yang memberikan hutang, dan (3) antara manajer dan para pemegang saham (Lubis, 2012: 11). Untuk meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan pemegang saham, maka pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut agency cost yang meliputi pengeluaran untuk memonitor kegiatan manajer,
pengeluaran
meminimalkan
untuk
membuat
tindakan-tindakan
manajer
suatu yang
struktur
organisasi
yang
tidak
diinginkan,
serta
opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham. Pengawasan secara total terhadap kegiatan para manajer akan memecahkan masalah keagenan, tetapi dibutuhkan biaya yang mahal dan kurang efisien. Solusi yang lebih baik adalah memberi suatu paket kompensasi berupa gaji tetap ditambah bonus kepemilikan perusahaan (saham perusahaan) jika kinerja mereka bagus (Syahyunan, 2012: 6-7) 22 Universitas Sumatera Utara
Para manajer tersebut dalam menjalankan operasional tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dalam prospek perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang dibandingkan pemilik. Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi. Asimetri informasi dapat menjadi pemicu bagi para manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba dalam rangka menyesatkan pemegang saham terkait kinerja ekonomi perusahaan (Asward dan Lina, 2015). 2.1.4 Free Cash Flow Jensen (1976) mendefinisikan
free cash flow sebagai aliran kas yang
merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan net present value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Brigham dan Houston (2006: 65-66) mengartikan bahwa free cash flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan melakukan investasi dalam aset tetap, produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan. Nilai dari operasi perusahaan akan bergantung pada seluruh arus kas bebas yang diharapkan pada masa mendatang. Hal ini berarti bahwa semakin besar aliran dana bebas atau free cash flow suatu perusahaan maka menunjukkan bahwa keuangan perusahaan tersebut semakin bagus, karena perusahaan memiliki dana untuk pertumbuhan perusahaan, pembayaran utang, dan pembagian dividen. Wild et al. (2005: 23) menyatakan bahwa free cash flow (arus kas bebas) positif mencerminkan jumlah yang tersedia bagi aktivitas bisnis setelah 23 Universitas Sumatera Utara
penyisihan
untuk
pendanaan
dan
investasi
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan kapasitas produksi pada tingkat sekarang. Pertumbuhan dan fleksibilitas keuangan bergantung pada ketersediaan arus kas bebas. Bagi pihak manajemen, seberapa besar free cash flow juga mencerminkan kemampuan perusahaan kedepannya (Rosnidi, 2009) Menurut Lubis dan Putra (2012: 101) ada lima manfaat dari free cash flow, yaitu: 1. Untuk membayar bunga kepada debt holder, perusahaan harus tetap mengingat bahwa net cost dari perusahaan adalah after taxes interest expenses. 2.
Membayar kembali debt holder’s untuk pokok pinajaman.
3. Membayar dividen kepada para pemegang saham 4. Membeli kembali saham yang dimiliki oleh pemegang saham 5. Membeli saham dari perusahaan lain yang merupakan non operating assets Berbagai kondisi perusahaan dapat mempengaruhi nilai free cash flow (aliran kas bebas), misalnya bila perusahaan memiliki free cash flow yang tinggi dengan tingkat pertumbuhan rendah maka free cash flow ini seharusnya didistribusikan kepada pemegang saham. Tetapi, bila perusahaan memiliki free cash flow tinggi dengan tingkat pertumbuhan tinggi maka free cash flow ini dapat ditahan sementara dan bisa dimanfaatkan untuk investasi pada periode mendatang (Rosnidi, 2009).
24 Universitas Sumatera Utara
Free cash flow inilah yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Ketika free cash flow tersedia, manajer disinyalir akan menghamburkan free cash flow tersebut sehingga terjadi inefisiensi dalam perusahaan atau akan menginvestasikan free cash flow dengan return yang kecil (Smith dan Kim dalam Zuhri dan Prabowo, 2010). Perusahaan dengan free cash flow (arus kas bebas) yang tinggi akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan manajemen laba, karena perusahaan tersebut terindikasi menghadapi masalah keagenan yang lebih besar (Agustia, 2013). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan dengan surplus arus kas bebas yang tinggi juga cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan meningkatkan laba yang dilaporkan untuk menutupi tindakan pihak manajer yang tidak optimal dalam memanfaatkan kekayaan perusahaan. 2.1.5 Struktur Kepemilikan Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada para manajer. Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang penting didalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah utang dan
equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh
manajer dan institusional. Pada perusahaan modern, kepemilikan perusahaan biasanya sangat menyebar (Pujiningsih, 2011). Terjadinya manajemen laba selain karena tindakan manajemen yang oportunistik, juga terjadi karena kurangnya pengawasan dan
kontrol pada
perusahaan. Struktur kepemilikan (kepemilikan manajerial dan kepemilikan 25 Universitas Sumatera Utara
institusional) dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan (Dwi Putri, 2013). 2.1.5.1 Kepemilikan Manajerial Kepemilikan manjerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang
saham.
Penelitian
ini menemukan bahwa kepentingan manajer
dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan saham oleh manajer diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Menurut Downes dan Godman dalam Novelma (2014), kepemilikan manajerial (insider ownership) adalah para pemegang saham yang juga berarti dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang sama secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan yang bersangkutan. Sesuai dengan teori keagenan, konflik antara manajer dan pemegang saham timbul karena adanya pemisahan atas kepemilikan dan kontrol, pihak insider atau manajemen cenderung menginginkan pembagian dividen kecil, karena mereka menginginkan kelebihan aliran kas untuk membiayai investasi perusahaan, namun pihak insider cenderung memanfaatkan kelebihan arus kas tersebut untuk memperkaya diri sendiri dan melakukan kegiatan yang tidak ada
26 Universitas Sumatera Utara
kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraasn pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham. Berdasarkan berbagai penelitian keterlibatan manajer pada kepemilikan saham efektif untuk meningkatkan kinerja manajer. Dengan strategi ini manajer berhati-hati mengambil keputusan. Posisi manajer sangat rentan karena modal, selain itu manajer juga berorientasi pada minimalisasi risiko sehingga dalam prakteknya apabila mendapat kesempatan cenderung melakukan kegiatan yang menguntungkan kepentingan pribadi. Dengan adanya peluang yang merugikan perusahaan perlu dilibatkan dalam kepemilikan saham yang dikenal sebagai kepemilikan manajerial (Dewi, 2011). Manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Dua hal tersebut akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Dengan kata lain, presentase tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba (Anggraeni, 2013). 2.1.5.2 Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain. Kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang terbentuk institusi seperti perusahaan asuransi, bank, 27 Universitas Sumatera Utara
perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengurangi konflik keagenan. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekankan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen (Boediono, 2005). Rachmawati dan Triatmoko (2007) menyatakan bahwa dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual. Ada dua perbedaan pendapat mengenai investor institusional. Pendapat pertama didasarkan pada pandangan bahwa investor institusional adalah pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya terfokus pada laba sekarang (current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Investor institusional biasanya memiliki saham dengan jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan mempengaruhi nilai saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer akan melakukan earnings management. Pendapat kedua memandang investor institusional sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini, investor lebih
28 Universitas Sumatera Utara
terfokus pada laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif dari laba sekarang. Investor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer. 2.1.6 Leverage Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt ratio yaitu rasio yang mengukur seberapa besar aset perusahaan dibiayai oleh hutang. Tingkat leverage dapat diketahui melalui perbandingan total hutang dengan total aset. Menurut Van Horn dalam Naftalia (2013) Financial Leverage merupakan penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap, dengan harapan akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban tetapnya, sehingga keuntungan pemegang saham bertambah. Perusahaan yang memiliki hutang besar, memiliki kecenderungan melanggar perjanjian hutang jika dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki hutang lebih kecil. Rasio leverage juga menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan. Semakin besar risiko yang dihadapi oleh perusahaan, maka ketidakpastian untuk menghasilkan laba di masa depan juga akan makin meningkat (Agustia, 2013). Foster dalam Agustia (2013) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara rasio leverage dengan return perusahaan. Artinya, hutang dapat digunakan untuk memprediksi keuntungan yang kemungkinan bisa diperoleh bagi investor jika berinvestasi pada suatu perusahaan. 29 Universitas Sumatera Utara
2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap earnings management diantaranya adalah: 1. Asward dan Lina (2015) Asward dan Lina meneliti tentang “Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dengan Pendekatan Conditional Revenue Model”, Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini diproksikan dengan konsentrasi
kepemilikan,
kepemilikan
institusional,
kepemilikan
manajerial, komposisi dewan komisaris dan ukuran komite audit. Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan conditional revenue model yang dikembangkan oleh Stubben (2010). Penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2012. Penarikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling dan diperoleh 128 perusahaan sebagai sampel. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan multiple regression analysis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional
berpengaruh
positif terhadap manajemen laba. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Ukuran komite audit berpengaruh positif
terhadap
manajemen laba.
30 Universitas Sumatera Utara
2. Simorangkir (2015) Simorangkir meneliti tentang “Pengaruh Ukuran KAP, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI”. Manajemen laba diukur dengan discretionary accruals menggunakan Modified Jones Model. Populasi pada penelitian ini adalah 134 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013. Berdasarkan metode purposive sampling, sampel yang diperoleh sebanyak 101 perusahaan. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa struktur kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, free cash flow berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba. Variabel ukuran KAP, proporsi komisaris independen, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 3. Wijaya (2015) Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya adalah “Pengaruh Surplus Free Cash Flow dan Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba”. Mekanisme good
corporate governance yang digunakan pada penelitian ini
antara lain: ukuran dewan komisaris, dewan komisaris independen, ukuran komite audit, frekuensi rapat komite audit, jumlah finance experts komite audit. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2012-2013. Total sampel penelitian adalah 139 perusahaan yang ditentukan berdasarkan metode purposive sampling. Penelitian ini
31 Universitas Sumatera Utara
menggunakan metode regresi berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa surplus free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Variabel dewan komisaris independen, ukuran komite audit, frekuensi rapat komite audit, dan jumlah finance experts komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 4. Saragih (2014) Saragih melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2010-2012 yaitu sebanyak 137 perusahaan. Pemilihan sampel menggunakan metode penentuan sampel sasaran yang berdasarkan beberapa kriteria sehingga diperoleh sampel sejumlah 27 perusahaan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, leverage dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Secara parsial kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, Leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap
32 Universitas Sumatera Utara
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 5. Aygun et al. (2014) Judul penelitiannya adalah “The Effect of Corporate Ownership Structure and Board Size on Earnings Management: Evidence from Turkey”. Struktur kepemilikan perusahaan diukur dengan dua variabel yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilkan institusional. Penelitian ini juga menggunakan tiga variabel kontrol, diantaranya return on assets (ROA), ukuran perusahaan, dan financial leverage. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Sampel yang digunakan adalah perusahaan Turki yang terdaftar di Istanbul Stock Exchange (ISE) selama periode 2009-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa return on assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sementara financial leverage memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. 6. Selahudin et al. (2014) Penelitian yang dilakukan adalah tentang “Remodelling the Earnings Managements with the Appearance of Leverage, Financial Distress and Free Cash Flow: Malaysia and Thailand Evidences”. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 335 perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Malaysia dan 224 perusahaan publik yang terdaftar di Thailand selama periode 2010-2012.
33 Universitas Sumatera Utara
Teknik analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa leverage dan financial distress memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan free cash flow memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. 7. Agustia (2013) Penelitian Agustia adalah tentang “Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow¸dan Leverage terhadap Manajemen Laba”. Good corporate governance diukur dengan ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial. Discretionary accrual digunakan sebagai proksi manajemen laba. Sampel penelitian adalah 14 perusahaan tekstil yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yang dipilih menggunakan purposive sampling selama periode penelitian, tahun 2007-2011. Data dianalisis menggunakan regresi berganda. Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan bahwa semua komponen good corporate governance (ukuran komite audit, proporsi komite audit independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial) tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba, dan free cash flow berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti perusahaan dengan free cash flow yang tinggi akan membatasi praktik manajemen laba. 8. Putri dan Yuyetta (2013) Putri dan Yuyetta meneliti tentang “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba”. Sampel dalam penelitian ini adalah 39
34 Universitas Sumatera Utara
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2011 dengan menggunakan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial dan ukuran KAP memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional, auditor spesialisasi industri, dan independensi auditor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. 9. Mehdi (2012) Penelitian yang dilakukan Mehdi berjudul “Free cash flow and earnings management: The moderating role governance and ownership.” Penelitian dilakukan pada 85 perusahaan Perancis yang terdaftar dalam SBF 120 selama periode 2001-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki arus kas bebas yang tinggi lebih condong untuk meningkatkan pengawasan mereka terhadap laba perusahaan. Audit komite independen, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial mengurangi praktik manajemen laba dengan adanya arus kas bebas. Namun, dewan pengurus independen tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba dikarenakan corporate governance telah disubstitusikan dengan peran monitoring mereka untuk mengurangi manajemen laba dengan adanya arus kas bebas. 10. Widyastuti (2009) Penelitian yang dilakukan Widyastuti berjudul, “Pengaruh struktur kepemilikan dan kinerja keuangan terhadap manajemen laba”. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan publik sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
35 Universitas Sumatera Utara
Indonesia yang pengumpulan datanya dilakukan pada periode tahun 2005. Struktur kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Di sisi lain, ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Semakin besar ukuran perusahaan maka akan menyebabkan peningkatan manajemen laba. Variabel leverage dan variabel profitabilitas juga berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. 1.
2.
Nama (Tahun) Asward dan Lina (2015)
Simorangkir (2015)
Judul Penelitian Pengaruh Mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba dengan Pendekatan Conditional Revenue Model
Pengaruh Ukuran KAP, Proporsi Komisaris Independen, Free Cash Flow, Kepemilikan Institusional, dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba
Variabel Penelitian Dependen: Earnings Management Independen: 1. Konsentrasi Kepemilikan 2. Kepemilikan Institusional 3. Kepemilikan Manajerial 4. Komposisi Dewan Komisaris 5. Ukuran Komite Audit Dependen: Earnings Management Independen: 1. Ukuran KAP 2. Proporsi Komisaris Independen 3. Free Cash Flow 4. Kepemilikan Institusional 5. Ukuran Perusahaan
Teknik Analisis Data Regresi Linier Berganda
Regresi Linier Berganda
Hasil Penelitian Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan ukuran komite audit berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Sedangkan konsentrasi kepemilikan, dan komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba, free cash flow berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap manajemen laba. Variabel ukuran KAP, proporsi komisaris independen, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
36 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No. 3.
Nama (Tahun) Wijaya (2015)
Judul Penelitian Pengaruh Surplus Free Cash Flow dan Mekanisme Good Corporate Governance terhadap Manajemen Laba
Variabel Penelitian Dependen: Earnings Management
Teknik Analisis Data Regresi Linier Berganda
Independen: 1. Surplus Free Cash Flow 2. Ukuran Dewan Komisaris 3. Dewan Komisaris Independen 4. Ukuran Komite Audit
4.
Saragih (2014)
Pengaruh Dependen: Struktur Earnings Kepemilikan Management dan Kinerja Keuangan Independen: 1. Struktur terhadap Kepemilikan Manajemen 2. Kinerja Laba pada Keuangan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Regresi Linier Berganda
5.
Aygun et al. (2014)
The Effect of Dependen: Corporate Earnings Ownership Management Structure and Board Size on Independen: 1. Corporate Earnings Ownership Management: Structure Evidence from 2. Board Size Turkey
Regresi Linier Berganda
Hasil Penelitian Surplus free cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba, ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Variabel dewan komisaris independen, ukuran komite audit, frekuensi rapat komite audit, dan jumlah finance experts komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Secara parsial kepemilikan manajerial dan leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Secara simultan, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, leverage dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan manajerial dan return on assets memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional, financial leverage, dan ukuran dewan memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba,
37 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No. 6.
7.
8.
9.
Nama (Tahun) Selahudin et al. (2014)
Agustia (2013)
Putri dan Yuyetta (2013)
Mehdi (2012)
Judul Penelitian Remodelling the Earnings Managements with the Appearance of Leverage, Financial Distress and Free Cash Flow: Malaysia and Thailand Evidences Pengaruh Faktor Good Corporate Governance, Free Cash Flow¸dan Leverage terhadap Manajemen Laba Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba
Variabel Penelitian Dependen: Earnings Management
Teknik Analisis Data Regresi Linier Berganda
Independen: 1. Leverage 2. Financial Distress 3. Free Cash Flow
Dependen: Earnings Management
Regresi Linier Berganda
Independen: 1. Faktor GCG 2. Free Cash Flow 3. Leverage
Dependen: Earnings Management
Regresi Linier Berganda
Independen: 1. Struktur Kepemilikan 2. Kualitas Audit
Free cash flow Dependen: and earnings Earnings management: Management The moderating Independen: 1. Free Cash Flow role governance and ownership
Regresi Linier Sederhana
Hasil Penelitian Leverage dan financial distress memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan free cash flow memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
Leverage berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Free cash flow berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. good corporate governance tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, Kepemilikan manajerial dan ukuran KAP memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan kepemilikan institusional, auditor spesialisasi industri, dan independensi auditor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. Variabel free cash flow memliki pengaruh yang signifikan terhadap earnings management Audit komite independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap earnings management dengan adanya free cash flow. Dewan penguruh independen tidak memiliki pengaruh terhadap earnings management.
38 Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 No. 10.
Nama (Tahun) Widyastuti (2008)
Judul Penelitian Pengaruh struktur kepemilikan dan kinerja keuangan terhadap manajemen laba
Variabel Penelitian Dependen: Earnings Management
Teknik Analisis Data Regresi Linier Berganda
Independen: 1. Struktur Kepemilikan 2. Kinerja Keuangan
Hasil Penelitian Ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Leverage dan profitabilitas juga berpengaruh positif terhadap manajemen laba Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba..
2.3 Kerangka Konseptual Earnings management merupakan suatu tindakan manajer yang memilih kebijakan akuntansi untuk mencapai beberapa tujuan yang spesifik dan kebijakan akuntansi yang dimaksud adalah penggunaan akrual dalam menyusun laporan keuangan. Dalam earnings management, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan seperti free cash flow dan struktur kepemilikan. Free cash flow merupakan arus kas aktual yang bisa didistribusikan kepada investor sesudah perusahaan melakukan semua investasi dan modal kerja. Perusahaan dengan free cash flow yang tinggi akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk melakukan manajemen laba, karena perusahaan tersebut terindikasi menghadapi masalah keagenan yang lebih besar (Agustia, 2013). Struktur kepemilikan merupakan bentuk komitmen dari para pemegang saham untuk mendelegasikan pengendalian dengan tingkat tertentu kepada para manajer. Kepemilikan saham dibedakan menjadi dua yaitu, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Kepemilikan manjerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Seorang manajer akan ikut 39 Universitas Sumatera Utara
menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang akan diterapkan. Dengan kata lain, presentase tertentu terhadap kepemilikan saham oleh pihak manajemen, cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba. Saragih (2014) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial ini berpengaruh signifikan terhadap earnings management. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Kepemilikan institusional mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap praktik manajemen laba, semakin kecil persentase kepemilikan institusional maka semakin besar pula kecenderungan pihak manajer dalam mengambil kebijakan akuntansi tertentu untuk memanipulasi pelaporan laba (Widyastuti, 2009). Dalam teori keagenan, agen biasanya dianggap sebagai pihak yang ingin memaksimumkan dirinya tetapi ia tetap selalu berusaha memenuhi kontrak. Dalam hal kontrak hutang, perusahaan merupakan agen dan kreditur sebagai prinsipal.
Semakin
tinggi
tingkat
leverage
perusahaan,
akan
semakin
memungkinkan manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba yaitu dengan memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode masa datang ke periode saat ini (Agustia, 2013). Dengan memperhatikan variabel independen dan dependen yang digunakan dalam penelitian ini, maka kerangka konseptual yang dapat dikembangkan sebagai berikut :
40 Universitas Sumatera Utara
Free Cash Flow
Kepemilikan Manajerial
Earnings Management
Kepemilikan Institusional Leverage
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: free cash flow, kepemilikan manajerial¸ kepemilikan institusional, dan leverage berpengaruh terhadap earnings management pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2014.
41 Universitas Sumatera Utara