9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja Ruki (2002: 5-17) menyatakan kinerja adalah catatan tentang hasil yang diperoleh dari fungsi pekerjaan tertentu untuk kegiatan tertentu dan selama kurun waktu tertentu. Sedangkan menurut (Gomes, 1999 : 59-160) kinerja sering dihubungkan dengan tingkat produktivitas yang menunjukkan rasio input dan output dalam organisasi. Bahkan dapat dilihat dari sudut performansi dengan memberikan penekanan pada nilai efisiensi yang dikaitkan dengan kualitas output yang dihasilkan oleh para pegawai berdasarkan beberapa standar yang telah ditetapkan sebelumnnya oleh organisasi yang bersangkutan. Selanjutnya Hasibuan (2005:105) bahwa kinerja adalah: “Suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Mangkunegara (2005:9), kinerja adalah Kinerja karyawan (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Sebagai upaya untuk mewujudkan kinerja yang baik dalam organisasi maka kemampuan, keterampilan, pengetahuan dan sikap serta perilaku amat dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugasnya, untuk itu harus didukung dengan melalui pendidikan dan pelatihan. 9
10
Berangkat dari pendapat para ahli tersebut, maka Gomes (1997 : 56) menjabarkan kinerja sebagai gerak kerja individu (pegawai/karyawan) dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yang mana dalam penerapannya akan membutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, visi dan misi yang dapat diukur dan berhubungan dengan hasil program atau kegiatan. Tujuan dan sasaran yang diterapkan organisasi akan berhubungan dengan hasil atau out-comes dari setiap program yang dilaksanakan. Secara operasional Handoko (2003 : 154) mencoba mengukur kinerja organisasi dengan mengatakan bahwa kinerja seseorang atau organisasi ditentukan oleh dua kriteria kembar, yakni ‘efektifitas’ yaitu kemampuan untuk melakukan hal-hal ‘yang benar’, dan ‘efisiensi’ yaitu kemapuan untuk melakukan hal-hal ‘secara benar’. Lebih lanjut Handoko mengatakan bahwa dari kedua kriteria tersebut, efektifitas yang diungkap lebih penting karena efisiensi tidak pernah bisa mengejar pemilihan sasaran yang salah. Menurut Gomes (2005 : 52), untuk mengetahui hasil kinerja seorang pegawai/karyawan maka dilakukan penilaian kinerja yang terdiri dari; 1. Penilaian kinerja berdasarkan hasil (result-based performance appraisal); adalah penilaian kinerja berdasarkan tingkat pencapaian hasil kerja. 2. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku (behavior-based performance appraisal); adalah penilaian untuk mengukur kinerja pada nilai/arti (means) pencapaian tujuan (goals) dan bukan pada hasil akhir.
11
3. Penilaian kinerja berdasarkan (judgment-based performance appraisal); adalah mengukur kinerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik. Dalam penilaian kinerja berdasarkan perilaku spesifik (judgment) aspek-aspek yang dinilai adalah : a. Kuantitas kerja; adalah jumlah kerja yang dilakukan dalam satu periode waktu tertentu. b. Kualitas kerja; adalah mutu kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian yang ditentukan. c. Pengetahuan;
adalah
luasnya
pengetahuan
mengenai
pekerjaan
dan
keterampilannya. d. Kreatifitas; adalah keaslian gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul. e. Ketergantungan; yakni kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan. f. Inisiatif;
yakni
semangat
untuk
melaksanakan
tugas-tugas
baru
dan
memperbesar tanggung jawabnya. g. Kualitas personil; menyangkut hal-hal seperti kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi. Mangkunegara (2000:67) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai individu per satuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
12
2.1.2 Kinerja Pelayanan Publik Secara teoritis, pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat (Sinambela, 2008 : 6). Untuk mencapai kepuasan tersebut dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari : 1. Transparansi; yaitu pelayanan yang bersifat terbuka mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. 2. Akuntabilitas; yakni pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Kondisional; yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. 4. Partisipatif; yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. 5. Kesamaan Hak; yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya, ras, suku, agama, golongan, status sosial dan lain sebagainya. 6. Kesimbangan Hak dan Kewajiban; yaitu pelayanan yang memepertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa pelayanan publik adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat, yang menggambarkan karakteristik langsung dari pelayanan, seperti :
13
1. Kinerja (Performance) 2. Keandalan (Reliability) 3. Mudah dalam penggunaan (Easy Of Use) 4. Estetika (Esthetics) Secara umum pengertian pelayanan adalah kerja yang dilakukan untuk memberi manfaat bagi orang lain.
Pelayanan juga berarti memberikan bantuan kemudahan
kepada orang lain dalam memenuhi kebutuhannya, pelayanan terdiri dari hal-hal kecil yang penting, yaitu kebaikan serta perhatian atas keinginan-keinginan dan perasaan orang lain (Casson, 1992 : 33 - 34). Dalam hubungannya dengan pelayanan publik, Sinambela (2006 : 44) memberikan beberapa syarat kinerja yang baik untuk mencapai pelayanan publik yang berkualitas, diantaranya : 1. Kualitas Kinerja; adalah pelaksanaan pekerjaan setiap pegawai dalam organisasi / instansi yang baik dengan sasaran yang tepat dan prosedur kerja serta dorongan yang kuat meliputi; motivasi kerja dan disiplin kerja yang baik akan mampu memberikan pelayanan terbaik. 2. Kualitas pelayanan muncul dari pencegahan, bukan hasil dari suatu pemeriksaan atau inspeksi. 3. Kerjasama yang erat antara seluruh individu dalam organisasi / instansi adalah penentu keberhasilan dalam pelaksanaan tugas. Selanjutnya dikemukakan bahwa ada 7 (tujuh) hal menyangkut kinerja yang perlu diperhatikan dalam pemberian pelayanan, namun yang paling signifikan untuk diterapkan dalam lembaga pemerintah, adalah :
14
1. Function; adalah kinerja primer atau pokok yang dituntut. 2. Confirmance; kepuasan yang didasarkan pada pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan. 3. Reliability; kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya dengan waktu. 4. Serviceability; kemampuan untuk melakukan perbaikan apabila terjadi kekeliruan. 5. Assurance; yang mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Sebagai upaya mengatasi kelemahan pegawai dalam penyelenggaraan pelayanan publik, Sadu (2002 : 47), mengatakan bahwa perlu dilakukan peningkatan kapasitas pegawai yang bertujuan untuk menciptakan Sumber daya manusia yang profesional, netral dan dapat mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya. Untuk mencapai tujuan tersebut, ditawarkan beberapa strategi sebagai berikut : 1. Memantapkan konsep pemerintahan yang unified, dalam rangka menjamin kualitas pegawai yang merata dan memantapkan peranannya sebagai perekat bangsa. 2. Memperkenalkan sistem manajemen pemerintahan dalam rangka mendorong terciptanya profedionalitas dilingkungan birokrasi pemerintah. 3. Memberlakukan sistim remunerasi yang layak dan adil agar dapat memacu kinerja aparat pemerintah. 4. Menyempurnakan sistim penyelenggaraan Diklat agar mendukung peningkatan kompetensi aparat pemerintah. 5. Menyusun kode etik aparat pemerintah dalam upaya membina sikap dan perilaku aparat pemerintah sebagai aparatur negara, abdi negara dan masyarakat dan menjamin netralitas.
15
6. Memantapkan sistem manajemen informasi kepegawaian. 7. Melakukan rasionalisasi aparat, dalam rangka mendukung perbaikan komposisi pegawai ditingkat pusat dan daerah. Sadu (2002 : 7) mengemukakan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai dalam melaksanakan pelayanan publik, yakni sebagai berikut : 1. Kompetensi Kompetensi seseorang diukur melalui tingkat pendidikan dan pelatihan akan membantu mempengaruhi kinerja pegawai disemua bidang untuk mencapai tujuan pelayanan prima. Pendidikan dapat dilakukan baik melalui jalur formal seperti sekolah, akademi, perguruan tinggi maupun melalui jalur informal seperti kursus atau jalur intern seperti pelatihan, Bimtek dan lain sebagainya. Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya penguasaan teori dan keterampilan mengambil keputusan terhadap persoalan - persoalan yang menyangkut lingkup pekerjaannya. Berkaitan dengan ini, Spencer dalam Hasibuan, (2007 : 81) mengemukakan bahwa, pendidikan merupakan serangkaian proses yang bermaksud untuk meneruskan pengetahuan serta keterampilan, dan untuk membangun kecakapan - kecakapan mental. Dari pengertian di atas jelas bahwa sasaran pendidikan tidaklah semata-mata pengalihan pengetahuan dan keterampilan saja tetapi lebih daripada itu adalah untuk pembinaan kecakapan mental atau pembinaan watak. Berhubungan dengan hal ini, Siagian (2000 : 102) berpendapat bahwa pembinaan watak sebagai bagian integral dari pada usaha pendidikan dimaksudkan antara lain untuk :
16
a. Mengembangkan kemampuan berpikir secara rasional; b. Mengembangkan kemampuan analitik; c. Mengembangkan
kemampuan
kepekaan
terhadap
perubahan
yang
terjadi
dimasyarakat; d. Menumbuhkan dan mengembangkan nilai etika; e. Menumbuhkan, memelihara dan mengembangkan nilai - nilai estetika; f. Mewujudkan kemampuan untuk mandiri; g. Meningkatkan rasa solidaritas sosial yang tinggi; h. Menumbuhkan dan mengembangkan serta memelihara perilaku sosial yang akseptabel; i. Mewujudkan persepsi
yang tepat tentang peranan dan kedudukan seseorang
terhadap orang lain dalam kehidupan bersama; j. Menumbuhkan kesadaran yang tebal tentang pentingnya kemampuan berkerja sama dengan orang lain dalam rangka membina kehidupan yang baik dalam arti fisik maupun dalam arti kebahagiaan mental spiritual. Pelatihan adalah merupakan kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja. Pelatihan membantu pegawai dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang
diperlukan oleh organisasi dalam usaha
pencapaian tujuan, Widjaja (1995 : 5). Selanjutnya, dilihat dari peranan pelatihan dalam mengembangkan keterampilan, pengembangan keterampilan akan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan perilaku. Yang di maksud dengan keterampilan di sini adalah kemampuan teknis untuk
17
melakukan suatu kegiatan tertentu yang dapat dipelajari dan dikembangkan. Dengan demikian, pengembangan keterampilan sebagai bagian dari kegiatan pendidikan di lakukan secara sadar, programatis, dan sistematis, khususnya dalam bidang yang sifatnya teknis dan dalam penerapannya
ditujukan kepada kegiatan - kegiatan
operasional (Ahmadi dan Uhbiyati, 2001 : 90). 2. Pemahaman Tupoksi Pemahaman tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang baik atas tugas yang diemban akan memberikan wujud sasaran dan tujuan yang jelas, sehingga dapat menetapkan rencana yang jelas dalam mencapai tujuan tersebut.Pemahaman tupoksi ini akan mengarahkan seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya, sehingga menjadi jelas keseluruhannya baik perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 3. Pengalaman Pengalaman diperoleh melalui praktek langsung menghadapi permasalahan riil di lapangan.
Dalam prakteknya, tentu kita akan mengetahui permasalahan secara
langsung dan pada saat yang sama timbul.
akan diajari menghadapi setiap masalah yang
Melalui pendidikan dan latihan akan diperoleh pengalaman baru sehingga
dimensi pengetahuan dan keterampilan menjadi lebih luas dan segala persoalan yang muncul bisa di atasi.
Hal ini akan meningkatkan kemampuan tekniknya,
interpersonalnya, diagnostiknya dan konsepnya, untuk mencapai efektifitas dan efisiensi dalam arti mencapai kinerja yang optimal. Seiring dengan hal itu pengalaman terus mengalami peningkatan dan semakin mampu untuk mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan tugas atau pekerjaan
18
seseorang. Latar belakang pengalaman juga merupakan salah satu aspek/komponen kompetensi yang mempengaruhi perilaku. Menurut Siagian (2000 : 99), pengalaman adalah keseluruhan pelajaran yang diperoleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilaluinya dalam pergaulan hidupnya termasuk pengalaman yang di peroleh dari peristiwa yang pernah dilalui seseorang atau dari organisasi lain. 2.1.3 Indikator Pengukuran Kinerja Pelayanan Publik Terdapat beberapa indikator-indikator penyusun kinerja. Indikator-indikator ini sangat bervariasi sesuai dengan fokus dan konteks penelitian yang dilakukan dalam proses penemuan dan penggunaan indikator tersebut. Ada beberapa indikator menurut para pakar. Menurut Lenvinne (dalam Ratminto, 2005:175) mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik/organisasi yaitu : Responsiveness, responsibility dan accountability. 1. Responsivitas (responsiveness) disini adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 2. Responsibilitas (responsibility) disini menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijaksanaan organisasi baik yang implisit atau eksplisit.
19
3. Akuntabilitas (accountability) publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi public tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat (elected officials). Sedangkan Menurut McDonald & Lawton (1997:174) : output oriented measures throughput, efficiency, effectiveness. 1. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukkan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. 2. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. Selanjutnya Salim dan Woodward (1992:173) : economy, efficiency, effectiveness, equity. 1. Economy atau ekonomis adalah penggunaan sumber daya yang sesedikit mungkin dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. 2. Efficiency atau efisiensi adalah suatu keadaan yang menunjukan tercapainya perbandingan terbaik antara masukan dan keluaran dalam suatu penyelenggaraan pelayanan publik. 3. Effectiveness atau efektivitas adalah tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, baik itu dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi. 4. Equity atau keadilan adalah pelayanan publik yang diselenggarakan dengan memperhatikan aspek-aspek kemerataan. Jadi dari keseluruhan teori kinerja yang dikemukakan oleh parah ahli, maka dipilih sebagai acuan yang menjadi indicator penelitian adalah teori Lenvinne (dalam
20
Ratminto, 2005:175) mengemukakan beberapa indikator yang menajdi ukuruan penilaian kinerja pelayanan publik yaitu Responsivitas, Responsibilitas, dan Akuntabilitas. 2.2
Kompetensi
2.2.1 Pengertian Kompetensi Kompeten menurut Buyung (2007:1), adalah “ketrampilan yang diperlukan seseorang yang ditunjukkan oleh kemampuannya untuk dengan konsisten memberikan tingkat kinerja yang memadai atau tinggi dalam suatu fungsi pekerjaan spesifik. Kompeten harus dibedakan dengan kompetensi, walaupun dalam pemakaian umum istilah ini digunakan dapat dipertukarkan. Upaya awal untuk menentukan kualitas dari manajer yang efektif didasarkan pada sejumlah sifat-sifat kepribadian dan ketrampilan manajer yang ideal. Ini adalah suatu pendekatan model input, yang fokus pada ketrampilan yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Ketrampilanketrampilan ini adalah kompetensi dan mencerminkan kemampuan potensial untuk melakukan sesuatu. Dengan munculnya manajemen ilmiah, perhatian orang-orang berbalik lebih pada perilaku para manajer efektif dan pada hasil manajemen yang sukses. Pendekatan ini adalah suatu model output, dengan mana efektivitas manajer ditentukan, yang menunjukkan bahwa seseorang telah mempelajari bagaimana melakukan sesuatu dengan baik”. Dari pengertian di atas, berarti kompetensi pegawai berkaitan dengan sifat-sifat kepribadian dan keterampilan-keterampilan dalam melaksanakan tugas.dalam literatur kamus bahasa Indonesia karangan Chaniago (2002:321), kompetensi diartikan sebagai “kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan sesuatu hal.
21
Pengertian kewenangan dan kekuasaan menunjuk pada adanya kecakapan atau kemampuan seseorang dalam menentukan sesuatu hal”. Menurut Echols dan Shadily (1990:132), kompetensi dalam bahasa Inggris disebut “competence” yang mempunyai dua pengertian yaitu (1) kecakapan, kemampuan, dan (2) wewenang.
Kemampuan
menurut Katz (dalam Ndraha, 1990:38) adalah “bersifat manusiawi (human skill) dan kemampuan
membuat
konsep
(conceptual
skill).
Selanjutnya
kemampuan
melaksanakan tugas adalah kemampuan untuk mencapai keluaran yang telah ditetapkan atau hasil yang hendak dicapai. Kemampuan yang dimaksud disini meliputi kemampuan untuk merencanakan usaha mencapai tujuan dan kemampuan untuk memobilisasi, mengalokasikan dan mengkombinasikan masukan-masukan dari lingkungan dan menyiapkan bagi sistem pelaksanaan tugas”. Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kompetensi aparatur berkaitan dengan kemampuan. Dalam hal ini Hasibuan (2002: 23), memberi pemahaman bahwa yang dimaksud dengan “kemampuan (ability) adalah total dari semua keahlian yang diperlukan untuk mencapai hasil yang bisa dipertanggungjawabkan”. Sedangkan (Armstrong, 1998:298) mengemukakan kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada dibelakang kinerja kompoten. Sering dinamakan kompetensi perilaku karena dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana orang berperilaku ketika mereka menjalankan perannya dengan baik. Selanjutnya Spencer (1993:9) menyatakan bahwa kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Oleh karena itu, kompetensi merupakan karakteristik yang mendasar pada setiap individu yang dihubungkan dengan kriteria
22
yang direferensikan terhadap kinerja yang unggul atau efektif dalam sebuah pekerjaan atau situasi. 2.2.2
Meningkatkan Kompetensi Pegawai Pergeseran paradigma dari konsep kecakapan menjadi kompetensi telah
menimbulkan implikasi strategis yang sangat positif bagi upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sedarmayanti, (2004:61) menyatakan bahwa kompetensi mencakup hal sebagai berikut : 1. Kompetensi teknis: pengetahuan dan keahlian, untuk mencapai hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan mencari alternatif baru. 2. Kompetensi konseptual : kemampuan melihat gambar besar, untuk menguji berbagai pengandaian dan mengubah perspektif. 3. Kompetensi untuk hidup dalam ketergantungan: kemampuan untuk berinteraksi secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif lain, kemampuan untuk melihat dan beroperasi secara efektif dalam organisasi. Dengan demikian menurut Sedarmayanti (2004:61-62) kompetensi merupakan faktor mendasar yang perlu dimiliki seseorang, sehingga mempunyai kemampuan lebih dan membuatnya berbeda dengan seseorang yang mempunyai kemampuan rata-rata atau biasa. Kompetensi mempunyai cakupan yang jauh lebih komprehensif, yang terdiri dari : 1. Motif, kebutuhan dasar seseorang yang mengarahkan cara berpikir dan bersikap. 2. Sifat dasar, menentukan cara seseorang bertindak/bertingkah laku.
23
3. Citra pribadi, pandangan seseorang terhadap identitas dan kepribadiannya sendiri atau inner-self. 4. Peran kemasyarakatan, bagaimana seseorang melihat diri dalam interaksinya dengan orang lain atau outer-self. 5. Pengetahuan, yang dapat dimanfaatkan dalam tugas/- pekerjaan tertentu. 6. Keterampilan, kemampuan teknis untuk melakukan sesuatu dengan baik. Berkaitan dengan hal tersebut, jelas Sedarmayanti (2004:62) maka diharapkan setiap individu berupaya menyempurnakan segala hal yang berkaitan dengan kualifikasi atau persyaratan kemampuan sumber daya manusia untuk dapat lebih mampu mengemban tugas pekerjaan, dengan memanfaatkan "kompetensi". Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka salah satu keberhasilan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yaitu meningkatkan kompetensi sumber daya manusia secara terus menerus untuk mencapai keunggulan kompetitif. Strategi peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui peningkatan kompetensi, pengembangan kreativitas, inovasi dan pendayagunaan modal intelektual dalam upaya menghadapi dinamika perubahan harus dilakukan secara simultan. Strategi tersebut
dimaksudkan
untuk
mengadakan
penyempurnaan
disegala
bidang,
memberdayakan seluruh sumber daya yang dimiliki organisasi, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas organisasi. Meningkatkan kompetensi menurut Raka Joni (dalam Hisyam,2000:21), ”pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang dapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam
24
pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya (KSAs). Mengacu pada pandangan di atas, maka dalam hal meningkatkan kompetensi aparat dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang aparatur dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan. Lebih jauh, Hisyam (2000:22), mengemukakan tiga cara meningkatkan kompetensi pegawai, yaitu : 1. Kompetensi profesional; memiliki pengetahuan yang luas dari bidang yang dikerjakan, 2. Kompetensi kemasyarakatan; mampu berkomunikasi, baik dengan anggota organisasi, maupun masyarakat luas. 3. Kompetensi personal; yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian, seorang aparat akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran : ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani 2.2.3
Mengukur Kompetensi Pegawai Konsep kompetensi menurut Kravetz (dalam Buyung, 2007:1), adalah “sesuatu
yang seseorang tunjukkan dalam kerja setiap hari. Fokusnya adalah pada perilaku di tempat kerja, bukan sifat-sifat kepribadian atau ketrampilan dasar yang ada di luar tempat kerja ataupun di dalam tempat kerja. Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pengetahuan yang pasif. Seorang karyawan mungkin pandai, tetapi jika
25
mereka tidak meterjemahkan kepandaiannya ke dalam perilaku di tempat kerja yang efektif, kepandaian tidak berguna. Jadi kompetensi tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan. Dari pandangan tersebut dapat dipahami bahwa kompetensi berhubungan dengan pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skills), sikap (attiudes), dan sifat-sifat pribadi lain yang disingkat dengan KSAs”. Kompetensi pegawai seperti telah diuraikan di atas berkaitan dengan kinerja sebagai hasil dari kemampuan menguasai pengetahuan, sikap, dan sifat-sifat pribadi. Menurut Nawawi (2003:322), “kemampuan diukur dari prestasi kerjanya yang secara umum dapat dilihat dari kesetiaan, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Penilaian prestasi kerja (kinerja) seperti itu dalam realitasnya ternyata kurang berfungsi, karena keberhasilan aparat pemerintah cenderung dinilai sepihak yang kurang memberi efek terhadap kemampuan. Selanjutnya Nawawi (2003:323) menekankan bahwa untuk mengukur kompetensi aparat, dengan klasifikasi yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mempunyai kecakapan dan menguasai seluk-beluk bidang tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya. 2. Mempunyai keterampilan sangat baik dalam melaksanakan tugasnya. 3. Mempunyai pengalaman luas dibidang tugasnya. 4. Selalu bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam tugasnya. 5. Mempunyai kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik. 6. Hasil kerjanya jauh melebihi kerja rata-rata yang ditentukan baik dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah.
26
Berdasarkan kriteria tersebut, kompetensi pegawai dapat diukur dari indikatorindikator sebagai berikut : 1. Kemampuan yang dilihat dari kuantitas. Kuantitas dilihat dari jumlah aparatur yang mempunyai tingkat pendidikan yang memiliki kompetensi dalam bekerja. 2. Kualitas dilihat dari tingkat pendidikan, kecakapan, keahlian dalam bekerja atau pelaksanaan tugas. 3. Keterampilan dilihat dari inisiatif dan inovasi dalam melakukan tugas. 4. Pengalaman dilihat dari lamanya bekerja. 5. Sikap dan kesungguhan dilihat dari motivasi dan semangat melaksanakan tugas. 6. Hasil kerja dilihat dari mutu dan kualitas kerja yang dihasilkan. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kompetensi yaitu menjelaskan apa yang dilakukan orang ditempat kerja pada berbagai tingkatan dan memperinci
standar
masing-masing
tingkatan,
mengidentifikasi
karakteristik,
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan oleh individual yang memungkinkan menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sehingga mencapai standar kualitas profesional dalam bekerja, dan mencakup semua aspek catatan manajemen kinerja, keterampilan dan pengetahuan tertentu, sikap, komunikasi, aplikasi, dan pengembangan.
27
2.3 Kerangka Berpikir Dalam penelitian ini, peneliti merujuk pada pendapat yang dikemukakan Sadu (2002:7) mengemukakan 2 (dua) Faktor yang mempengaruhi kompetensi yaitu Tingkat Pendidikan dan Pelatihan, Kemudian untuk pengukuran kinerja berdasarkan pendapat Lenvinne (dalam Ratminto, 2005:175) untuk mengukur kinerja pegawai terhadap pelayanan publik yaitu : Responsivitas, Responsibilitas, dan Akuntabilitas. Masing-masing indikator dari variabel dependen dan independen diatas dibuat suatu pertanyaan/pernyataan dalam bentuk kueisioner yang nantinya akan dibagikan kepada responden. Dari hasil sebaran bentuk kueisioner yang akan dilakukan akan dianalisis dan selanjutnya akan diketahui Seberapa besar pengaruh dari Kompetensi Pegawai terhadap Kinerja Pelayanan Publik pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Gorontalo. Lebih jelasnya kerangka berpikir dari penelitian ini dincantumkan sebagai berikut : RENDAHNYA KINERJA PEGAWAI
BPBD KOMPETENSI KOTA GORONTALO
KINERJA PELAYANAN PUBLIK
PENINGKATAN KINERJA PELAYANAN
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
28
2.4 Hipotesis Arikunto (2006 : 71) mengemukakan bahwa hipotesis adalah sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Hipotesis dalam penelitian ini masih didasarkan oleh teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris. oleh sebab itu yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah Kompetensi Pegawai berpengaruh terhadap kinerja Pelayanan Publik Pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kota Gorontalo.